BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 8 (2), 2016,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukanlah ilmu pengetahuan

2016 PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE CONNECTED BERBASIS GUIDED INQUIRY

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

Abstrak. : Desi Hartinah, Dr. Insih Wilujeng, dan Purwanti Widhy H, M. Pd, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

ISSN: Inovasi Kurikulum, Februari 2009, Thn.4 Vol. 1 No: 4

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Kondisi ini menuntut pembelajaran Fisika dengan kualitas yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

ISSN: Quagga Volume 9 No.2 Juli 2017

Standards for Science Teacher Preparation

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012). pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value).

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB I PENDAHULUAN. IPA (sains) pada hakekatnya terdiri atas tiga komponen, yaitu produk,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Terpadu untuk Mengukur Hasil Belajar Siswa SMP Negeri 3 Palu

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains sangat berkaitan erat dengan cara

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap pelajaran (Abidin, 2014, hlm. 1). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat, hal ini membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan. IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen yang menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2014, hlm. 136). Saat ini pengajaran IPA di sekolah masih belum menghubungkan antara materi yang dipelajari siswa dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA di sekolah hanya berorientasi pada hasil akhir berupa nilai yang memprioritaskan pada kelulusan siswa dalam Ujian Nasional. Pembelajaran IPA di sekolah masih belum menggunakan pengalaman siswa tetapi hanya berbasis hafalan yang berdampak pada rendahnya penguasaan konsep IPA siswa.

2 Berdasarkan hasil komunikasi personal dengan guru IPA di tempat dilakukan penelitian, sejauh ini guru masih mengajarkan IPA sebagai mata pelajaran yang terpisah (fisika, kimia, biologi) padahal pembelajaran IPA Terpadu merupakan integrasi dari tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan kimia. Alasan guru tidak mengajarkan IPA Terpadu karena mata pelajaran IPA Terpadu tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki guru. Guru hanya ahli di satu bidang saja seperti fisika saja atau biologi saja, sehingga guru takut tidak maksimal dan salah konsep ketika mengajar di luar bidang keahliannya. Guru juga mengalami kesulitan dalam membuat perangkat pembelajaran IPA terpadu karena minimnya pelatihan tentang pembelajaran IPA terpadu. Pembelajaran terpadu sebagai suatu alternatif pendekatan dalam pembelajaran akan mengaitkan beberapa aspek, baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran (Trianto, 2014, hlm. 57). Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu, siswa dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dalam pembelajarannya guru juga jarang memberikan kegiatan praktikum kepada siswa sehingga keterampilan proses sains siswa seperti mengkomunikasikan, hipotesis, interpretasi tidak terlatih dan tidak berkembang dengan baik. Hasil observasi pembelajaran di kelas juga ditemukan bahwa pembelajaran yang dilakukan di kelas masih berpusat pada guru (teacher center). Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi adalah metode ceramah. Pembelajaran yang didominasi ceramah menyebabkan siswa tidak terlibat secara aktif dan

3 langsung dalam menemukan konsep akibatnya pengalaman belajar yang dimiliki siswa tidak berkembang dan penguasaan konsep siswa rendah. Belajar menurut Gagne (Dahar, 1996, hlm. 2) adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Tujuan belajar bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan konsep dengan menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Orientasi sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan pengalaman untuk jangka panjang sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna bagi murid. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan di mana murid bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru kepada murid (Majid, 2013, hlm. 151). Proses pembelajaran di sekolah selain melibatkan siswa secara aktif juga diharapkan dapat melatih keterampilan proses sains. Melatihkan keterampilan proses merupakan salah satu upaya penting untuk memperoleh keberhasilan siswa yang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama apabila siswa memperoleh pengalaman langsung dari pengamatannya (Trianto, 2014, hlm. 150). Untuk mengembangkan keterampilan proses sains diperlukan pembelajaran yang memfasilitasi siswa secara langsung terlibat dan mengalami proses pembelajaran di kelas, karena dengan mengalami maka seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang dilakukan (Rustaman, 2005, hlm. 73). Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif adalah experiential learning. Aspek keterampilan proses sains yang digunakan dalam model experiential learning diantaranya mengkomunikasikan, meramalkan (prediksi),

4 pengamatan (observasi), mengajukan hipotesis, menafsirkan pengamatan (interpretasi) dan menerapkan konsep. Kolb (1984) berpendapat bahwa pembelajaran dengan model experiential learning merupakan proses dimana pengetahuan diperoleh melalui transformasi pengalaman. Belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar siswa yang bersifat terbuka dan mampu membimbing dirinya sendiri. Dalam model Experiential Learning, konsep diperkenalkan pada siswa melalui masalah yang berupa fenomena-fenomena yang sering dialami oleh siswa dalam kehidupan seharihari. Experiential learning merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pemaknaan dari pengalaman langsung. Model pembelajaran ini menyajikan empat tahapan yaitu tahapan pengalaman konkrit (concrete experience) yang merupakan tahap awal pembelajaran bagi siswa, pada tahap ini siswa secara individu menekankan pada pembelajaran berpikir terbuka. Tahap kedua yaitu pengamatan reflektif (reflective observation), pada tahapan ini siswa mengamati demontrasi sederhana serta mencoba mengeluarkan pendapat mengapa dan bagaimana hal tersebut terjadi. Tahap ketiga yaitu tahap konseptualisasi (abstrak conceptualization) pada tahap ini siswa menjadi mengerti konsep secara umum dengan acuan tahap pertama dan kedua. Konseptualisasi mengharuskan siswa untuk menggunakan logika dan pikiran untuk memahami situasi dan masalah, kemudian diselesaikan dengan aplikasi (active experimentation), pada tahap ini siswa menggunakan teori yang mereka dapat selama konsepsi abstrak untuk membuat prediksi dan bereaksi untuk membuktikan prediksi tersebut (Majid, 2013, hlm. 154).

5 Experiential Learning merupakan sebuah model holistik dari proses pembelajaran manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penggunaan istilah Experiential Learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme (Kolb, 1984). Belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar siswa yang bersifat terbuka dan siswa mampu membimbing dirinya sendiri. Dalam model Experiential Learning, konsep diperkenalkan pada siswa melalui masalah yang berupa fenomena-fenomena yang sering dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Jean Piaget (Dahar, 1996, hlm. 141) seorang tokoh filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam belajar anak akan membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalaman proses belajar yang melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Materi yang dijadikan objek penelitian adalah tekanan. Tekanan adalah salah satu topik yang penting dalam pembelajaran IPA di sekolah. Konsep tekanan merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan topik mengajarkan tekanan, kita dapat konsep tekanan darah, gaya apung ikan, dan transportasi tumbuhan. Dari topik itu didapat pengetahuan dari disiplin ilmu biologi dan fisika yang saling berkaitan. Pembelajaran dengan model experiential learning pada topik tekanan dapat memberikan kesempatan siswa untuk tahu, melakukan, dan terlibat secara aktif dalam menemukan dan memahami konsep tekanan dari contoh fenomena tekanan yang ada di kehidupan sehari-hari. Namun, pada kenyataannya banyak siswa yang mengalami

6 kesulitan dalam mempelajari konsep tekanan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep tekanan dalam pembelajarannya menggunakan kegiatan praktikum, sehingga ketika melakukan kegiatan praktikum siswa bisa menemukan konsep dan dapat melatihkan keterampilan proses sains seperti mengkomunikasikan, berhipotesis, menafsirkan pengamatan (interpretasi) dan menerapkan konsep dalam pembelajaran. Dalam pembelajarannya konsep tekanan ini dipadukan dengan tipe pembelajaran IPA Terpadu connected. Tipe pembelajaran yang dipakai dalam penelitian ini difokuskan pada tipe keterhubungan (connected). Pembelajaran terpadu model keterhubungan (connected model) menurut Fogarty (1991, hlm. 14) adalah : model focuses on making explicit connections with each subject area, connecting one topic to the next, connecting one concept to another, connecting a skill to related skill, connecting one day s work to the next, or even one semester s ideas to the next. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa fokus model connected adalah pada keterkaitan dalam seluruh bidang, keterkaitan antar topik, keterkaitan antar konsep, keterkaitan antar keterampilan, mengaitkan tugas pada hari ini dengan selanjutnya bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ideide yang dipelajari pada semester berikutnya dalam satu bidang studi. Keterpaduan topik tekanan pada pembelajaran IPA Terpadu dengan memadukan pelajaran fisika dengan biologi. Konsep tekanan yang dipelajari dalam penelitian ini adalah transportasi pada tumbuhan, tekanan darah dan gaya apung pada ikan. Berdasarkan pemaparan di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai Pembelajaran IPA Terpadu dengan Penerapan Model Experiential Learning untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Topik Tekanan.

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka secara umum dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu Bagaimana keterlaksanaan model Experiential Learning pada topik tekanan dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran IPA Terpadu? Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keterlaksanaan model experiential learning dalam pembelajaran IPA terpadu pada topik tekanan? 2. Apakah penerapan model experiential learning pada topik tekanan dapat meningkatkan penguasan konsep siswa pada pembelajaran IPA terpadu? 3. Apakah penerapan model experiential learning pada topik tekanan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada pembelajaran IPA terpadu? 4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan model experiential learning dalam pembelajaran? C. Batasan Masalah Untuk memfokuskan permasalahan, maka ruang lingkup masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut: 1. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP 2 Bandung

8 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran experiential learning yang diterapkan pada satu kelas. 3. Materi IPA terpadu yang diajarkan selama penelitian adalah mengenai tekanan. 4. Tipe keterpaduan yang digunakan dalam pembelajaran IPA Terpadu adalah tipe connected. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi keterlaksanaan model experiential learning dalam pembelajaran IPA Terpadu pada topik tekanan. 2. Mengidentifikasi peningkatan penguasaan konsep siswa setelah penerapan model pembelajaran experiential learning pada topik tekanan. 3. Mengidentifikasi peningkatan keterampilan proses sains siswa setelah penerapan model pembelajaran experiential learning pada topik tekanan. 4. Mengidentifikasi tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan model experiential learning dalam pembelajaran. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains pada materi tekanan.

9 2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memotivasi guru untuk menerapkan model pembelajaran yang sejenis untuk materi pelajaran IPA terpadu. 3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan kajian dalam pengembangan pembelajaran IPA dan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain.

10

11