PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

3. METODOLOGI PENELITAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

Zarfen, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Kandungan Nitrat dan Fosfat Pada Kondisi Pasang Terhadap Tutupan Lamun di Perairan Padang Lamun Desa Pengudang Kabupaten Bintan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERBANDINGAN JENIS LAMUN DI PERAIRAN MALANG RAPAT DAN BERAKIT KABUPATEN BINTAN

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bentos (Anwar, dkk., 1980).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB 2 BAHAN DAN METODA

TINGKAT KERAPATAN DAN PENUTUPAN LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH KABUPATEN BINTAN

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

Nurhapida, Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Enhalus acoroides PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN Nia Yulianti,niayulianti3794@gmail.com Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Winny Retna Melani, SP, M.Sc Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH Diana Azizah, S.Pi, M.Si, Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat produksi biomassa serta laju pertumbuhan daun lamun jenis Enhalus acoroides yang dilaksanakan pada bulan Oktober 215 sampai dengan Juli 216 di perairan Kecamatan Teluk Sebong, Bintan. Metode penentuan sampling secara acak dengan metode random sampling menggunakan software visual sampling plan. Penentuan biomassa menggunakan metode pengeringan sedangkan laju pertumbuhan dengan metode penandaan. Rata rata pertumbuhan daun lamun dalam 3 hari sebesar,69 cm/hari sedangkan pada laju pertumbuhan rata-rata harian sebesar,5cm/hari. Biomassa daun lamun Enhallus acoroides pada pengambilan alami (awal) dengan rata-rata sebesar 254,8 gbk/m 2, biomassa hari ke-3 menunjukkan bahwa nilai rata-ratanya sebesar 174,4 gbk/m 2. Biomassa daun lamun Enhallus acoroides tertinggi terjadi pada saat pengambilan awal (alami) dibandingkan pada hari ke-3. Hasil analisis komponen utama pada pengukuran hari ke 3 anatara parameter perairan dengan laju pertumbuhan menunjukkan bahwa parameter yang berhubungan erat dengan laju pertumbuhan lamun diantaranya adalah fosfat, ph, suhu, salinitas, dan nitrat. Sedangkan parameter yang berhubungan lemah diantaranya arus dan oksigen terlarut. Kata kunci: Produksi Biomassa, Pertumbuhan daun, Enhalus acoroides, Teluk Sebong

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bintan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki wilayah laut yang sangat luas yaitu 86.398,33 km 2 atau 98,51% dari total wilayah Kabupaten serta memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial, salah satunya padang lamun. Kabupaten Bintan terdiri dari 1 kecamatan, satunya adalah Kecamatan Teluk Sebong. Secara administrasi Kecamatan Teluk Sebong terdiri dari 7 yang salah satunya Desa Sebong Pereh (DKP-211). Desa Sebong Pereh mempunyai keanekaragaman jenis lamun yang berfungsi sebagai tempat mencari makanan, habitat, dan pemijahan bagi hewan laut yang hidup di padang lamun. Keberadaan hewan laut tersebut bergantung pada kondisi padang lamun. Jika ekosistem lamun dalam keadaan baik, maka kehidupan hewan laut tersebut akan optimal. Dalam hasil survey lapangan di perairan Desa Sebong Pereh terdapat jenis lamun yang dominan yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia Hemprichii. Ekosistem padang lamun dikenal dengan ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Laju produksi ekosistem padang lamun diartikan sebagai pertambahan biomassa lamun selang waktu tertentu dengan laju produksi (produktivitas). Produksi yang didapatkan bisa lebih kecil dari produksi yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan serasah dan pengaruh grazing oleh hewan-hewan herbivora yang memanfaatkan lamun sebagai makanan (Azkab, 2 dalam Hendra, 211). Daun lamun merupakan bagian yang lebih cepat mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan rhizoma. Namun biomassa daun lamun umumnya lebih kecil di banding dengan bagian rhizoma. Maka pengukuran biomassa daun lamun dapat dijadikan pendekatan dalam perkiraan produksi biomassa secara keseluruhan. Melihat pentingnya keberadaan jenis lamun tersebut pada perairan Desa Sebong Pereh, maka perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi biomassa daun Enhalus acoroides untuk mengetahui tingkat kesuburannya. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengkaji tentang produktivitas lamun untuk melihat produktif atau tidaknya perairan Desa Sebong Pereh. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Oktober 215 sampai Juli 216 yang meliputi studi literatur, survei lokasi penelitian, pengambilan data lapangan, analisa sampel, pengolahan data, dan penyusunan laporan penelitian. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium FIKP dan laboratorium BTKL Batam.Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar B. Prosedur Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu metode penelitian yang tidak melakukan perubahan terhadap variabel yang akan diteliti dengan tujuan untuk memperoleh serta mencari keterangan secara faktual tentang objek yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain dan telah dilaporkan dalam bentuk publikasi. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang meliputi data kerapatan, pertumbuhan lamun, nilai produktivitas biomassa daun lamun, dan data kondisi perairan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dan dibahas dengan menyertakanliteratur pendukung berupa data pustaka,penelitian terdahulu, buku, laporan ilmiah, jurnal, serta sumber-sumber aktual lainnya. 1. Tahap Persiapan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi konsultasi dengan dosen pembimbing, survei awal lamun di lapangan,

penentuan lokasi yang akan dijadikan titik lamun, pengumpulan referensi, dan persiapan peralatan penelitian. 2. Penentuan Titik Sampling Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling menggunakan software visual sampling plan. Wilayah penelitian di bagi 3 titik sepanjang perairan desa Sebong Pereh. Kemudian dilakukan juga cross check dengan mengguanakan GPS, yang dilakukan di lapangan agar bias atau eror yang diperoleh menjadi lebih kecil. 3. Sampling Vegetasi Lamun a. Peletakan Plot Petak contoh (Transect Plot) yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk persegi dengan ukuran 1 x 1 m. b. Pengamatan KerapatanLamun Pengamatan kerapatan lamun akan dilakukan dengan meletakkan plot pada titik sampling yang telah ditentukan. Kemudian dihitung jumlah lamun Enhalus acoroides. Lalu dimasukan kedalam rumus perhitungan kerapatan lamun (Tuwo, 211). Dimana: K i = kerapatan jenis n i = Jumlah total tegakan A = Luas area total pengambilan sampel (m 2 ) c. Pengamatan Pertumbuhan Daun Lamun Pengamatan produktivitas daun dilakukan menggunakan metode penandaan. Metode penandaan yang digunakan yaitu dengan cara menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al, 198 dalam Hendra,211). Luas daerah tiap ulangan diukur menggunakan transek kuadran 1x1 m. Sebelum melakukan penandaan terlebih dahulu menghitung kerapatan lamun, kemudian tegakan dipilih secara acak dalam setiap transek. Penandaan lamun dilakukan dengan cara menancapkan tusuk sate. Lamun yang sudah ditandai diikat dengan mistar disamping lamun yang akan ditandai. Penandaan dilakukan dengan jarak 1 cm dari node. Sampel lamun (Enhalus acoroides) yang telah ditandai kemudian dibiarkan. Lamun yang ditandai sebanyak 1 tegakan untuk setiap titik sampling awal pengamatan setelah menghitung kerapatan. Pertumbuhan daun lamun diamati setelah 3 hari sejak penandaan daun lamun. Pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Hendra, 211): P = P t P P : Pertumbuhan panjang (cm) Pt : Panjang akhir daun (cm) P : Panjang awal daun (cm) d. Pengukuran Biomassa Daun Enhalus acoroides Untuk biomassa daun dilakukan dengan pengamatan sebanyak 2 kali, pertama sampel daun lamun untuk biomassa alami biomassa asli di perairan desa Sebong Pereh. Pengukuran biomassa yang kedua adalah biomassa 3 hari yaitu biomassa yang pengukurannya dilakukan setelah 3 hari pemotongan biomassa alami.. Untuk analisis biomassa daun lamun dilakukan dengan cara pengeringan dan penimbangan daun Enhalus acoroides. Sampel daun lamundimasukkan ke dalam oven (65 C) selama 48 jam hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel lamun yang telah kering diletakkan di atas kertas aluminium foil dan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian,1. Produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Hendra, 211) : P = W x D P = produksi biomassa lamun (gbk/m 2 ), W = Berat lamun setelah pengeringan 65 C(g), D = kerapatan lamun (tegakan/m 2 ). 4. Sampling Air Pengukuran parameter kualitas perairan dilakukan pada saat pasang disetiap titik pada pengamatan lamun. Pengukuran parameter kualitas air sebagai data penunjang untuk melihat kondisi perairan lokasi penelitian. Adapun parameter fisika yang diukur yaitu suhu, kecepatan arus dan substrat dan parameter kimia yang diukur yaitu salinitas, DO, nitrat, fosfat dan substrat yang diukur fraksi substrat dan TOM. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian (hari ke 3).

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T1 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T2 T21 T22 T23 T24 T25 T26 T27 T28 T29 T3 E. Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan daun lamun dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides adalah Oneway analisis of varians (one way anova). Data antara pertumbuhan dan kondisi perairan dianalisis dengan Principal Component Analysis (PCA) dan analisis linear berganda. Analisis Komponen utama (PCA) dihitung dengan menggunakan soft ware Minitab16. Data nitrat dan pospat diperairan dihubungkan dengan regresi linear sederhana dengan pertumbuhan lamun sedangkan parameter fisika dan kimia lainnya dihubungkan dengan pertumbuhan lamun dengan regresi berganda menggunakan sofware Ms.Excel. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Desa Sebong Pereh Desa Sebong Pereh adalah salah satu desa di Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan dengan luas ± 3,8 km, berada diketinggian 2 M di atas permukaan laut, dengan suhu berkisar 18 C s/d 22 C dan curah hujan mencapai 1.22 mm/tahun dengan intensitas maksimum curah hujan selama 75 hari dalam setahun. Secara administratif Desa Sebong Pereh memiliki perbatasan sebagai berikut (DKP-211): Sebelah Utara :Laut Cina Selatan Sebelah Selatan :Kuala Sempang& Lancang Kuning Sebelah Barat :Kel.Tanjung Uban Utara & Selat Batam. Sebelah Timur :Sebong Lagoi dan Kota Baru B. Kerapatan Lamun Enhalus acoroides di Desa Sebong Pereh Kerapatan lamun digambarkan dengan satuan tegakan/m 2 yaitu dengan menghitung total tegakan jenis lamun Enhallus acoroides dan membandingkan dengan luasan area yang disampling. Berdasarkan hasil pengukuran kerapatan lamun untuk semua titik sampling dapat dilihat pada Gambar. 1 Kerapatan (individu/m 2) 5 Sumber Data : Hasil Pengamatan Lapangan (216) Hasil pengukuran kerapatan lamun diketahui bahwa kerapatan lamun jenis Enhallus acoroides berkisar antara 4-8 tegakan/m 2 dengan rata-rata kerapatan sebesar 29,4 tegakan/m 2. Kerapatan terendah terdapat pada titik 19 sebanyak 4 tegakan/m 2 dan terbanyak terdapat pada titik 29 sebanyak 8 tegakan/m 2.Menurut Haris dan Gosari (212) bahwa nilai kerapatan sebesar 25 75ind/m 2 tergolong kedalam kerapatan yang jarang. Dengan demikian dari hasil analisis diketahui bahwa nilai kerapatan rata-rata lamun jenis Enhallus acoroides tergolong jarang dengan rata-rata kerapatan lamun sebesar 29,4 tegakan/m 2. Menurut Kiswara (21) dalam Suryanti (214) menemukan bahwa kerapatan tunas lamun per luasan area tergantung pada jenisnya. Jenis lamun yang mempunyai morfologi besar seperti Enhalus acoroides mempunyai kerapatan yang rendah dibandingkan dengan jenis lamun yang mempunyai morfologi kecil seperti umumnya memiliki kerapatan yang tinggi. Selain itu, kerapatan yang rendah juga akibat dari pengaruh aktivitas yang ada disekitar perairan desa Sebong Pereh yang ditumbuhi lamun berupa aktivitas resort dan pemukiman yang membuang sampah organik maupun anorganik yang berlebihan kelingkungan laut serta akibat dari aktivitas penangkapan yang dilakukan. Seperti diketahui bahwa aktivitas penangkapan biota kerang-kerangan akan merusak lamun yaitu lamun akan terinjak-injak sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kehidupan lamun. C. Laju Pertumbuhan Enhalus acoroides 1. Pertumbuhan Selama 3hari Lamun Thalassia hemprichii Untuk lebih jelasnya grafik pertumbuhan daun lamun bulanan dapat dilihat pada Gambar

Pertumbuhan Relatif (%) Pertumbuhan lamun (cm) Pertumbuhan daun lamun (cm) 21.5 21 2.5 2 19.5 19 18.5 18 17.5 17 16.5 Sumber Data : Hasil Pengamatan Lapangan (216) Dari Gambar diketahui bahwa hasil laju pertumbuhan Enhalus acoroides bulanan berkisar antara 18,22-2,81 cm. Nilai pertumbuhan lamun terendah terdapat pada titik 16 yaitu18,22 cm dan pertumbuhan tertinggi 2,81 pada titik19. Dengan demikian, diketahui bahwa nilai pertumbuhan selalu mengalami kenaikan dari waktu kewaktu.menurut Kordi (211) diketahui bahwa pertumbuhan daun lamun pada daun lama bekisar antara,7-18,62 cm/minggu dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,2 cm/minggu.melihat dari pendapat tersebut, maka pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides di perairan desa Sebong Pereh tergolong tinggi. Dari hasil analisis pertumbuhan relatif lamun pada pengukuran pada hari ke 3 dapat dilihat pada grafik seperti Gambar. 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3. T1 T3 T5 T7 T9 T11 T13 T15 T17 T19 T21 T23 T25 T27 T29 Titik Sampling 2.9 T1 T3 T5 T7 T9 T11 T13 T15 T17 T19 T21 T23 T25 T27 T29 Titik sampling Sumber Data : Hasil Pengamatan Lapangan (216) Dari Gambardiketahui bahwa hasil laju pertumbuhan relatif Enhalus acoroides terendah berada pada titik 16 yaitu 3,13 % sedangkan pertumbuhan relatif tertinggi berada pada titik 19 yaitu 3,38 %. Terlihat jelas bahwa nilai pertumbuhan relatif tertinggi terjadi pada titik dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula. 2. Pertumbuhan harian Lamun Enhalus acoroides Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun harian Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar.76.74.72.7.68.66.64.62.6 T1 T3 T5 T7 T9 T11 T13 T15 T17 T19 T21 T23 T25 T27 T29 Sumber Data : Hasil Pengamatan Lapangan (216) Hasil pengukuran Gambar 11 diketahui berkisar antara 3,23-3,75 cm. Nilai pertumbuhan lamun terendah terdapat pada titik 15 dan 16 yaitu,65 cm/hari dan pertumbuhan lamun tertinggi terdapat pada titik 19 yaitu,74 cm/hari. laju pertumbuhan mingguan lebih kecil dari pada laju pertumbuhan dari pada laju pertumbuhan dalam 3 hari. Rata rata pertumbuhan daun lamun dalam 3 hari sebesar,69 cm/hari sedangkan pada laju pertumbuhan rata-rata harian sebesar,5cm/hari. Diketahui bahwa nilai nitrat rata-rata pada pengukuran harian sebesar 1,6 mg/l sedangkan pada pengkuran bulanan nilai rata-ratanya mengalami kenaikan menjadi 1,63 mg/l. Sedangkan kandungan fosfat pada pengukuran mingguan rata-rata sebesar,7 mg/l mengalami peningkatan dengan ratarata sebesar,15 mg/l. D. Biomassa Jenis Lamun Enhalus acoroides Biomassa merupakan hasil perhitungan berat kering daun lamun Enhallus acoroides per satuan luas pengamatan (m 2 ). Nilai ratarata biomassa lamun Enhalus acoroides dapat dilihat pada Tabel Rata-rata No. Jenis Pengambilan Biomassa (gbk/m 2 ) 1 Biomassa alami 254,84 2 Biomassa 3 hari Titik Sampling 174,4 Sumber Data : Hasil Pengamatan Lapangan (216) Dari Tabel dapat dilihat bahwa pada saat pengukuran rata-rata biomassa alami atau biomassa asli di perairan desa Sebong

Pereh254,84gbk/m 2 dan nilai rata-rata biomassa untuk 3 hari adalah 174,4gbk/m 2.Berdasarkan hasil Analisis Beda Nyata (Analysis of Varians) yang tertera pada lampiran 12 bahwa nilai p-value (significant level) sebesar,116 lebih besar dari tingkat kepercayaan data sebesar,5 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara biomassa daun lamun pada setiap titik sampling. Mengacu pada literatur menurut Supriharyono (27) bahwa biomassa lamun jenis Enhallus acoroides pada bagian atas umumnya sebesar 18,2 gbk/m 2 (77,3%). Mengacu pada hasil tersebut, diketahui bahwa biomassa rata-rata secara keseluruhan pada semua waktu pengambilan sebesar 177,2 gbk/m 2 lebih rendah dari literatur. Namun pada biomassa alami sebelum dilakukan pengamatan pertumbuhan diketahui lebih tinggi karena belum adanya perlakuan terhadap daun lamun. Namun berdasarkan penelitian oleh Hamid (1996) dalam Asriyana dan Yuliana (212) biomassa lamun jenis Enhallus acoroides hanya sebesar 16,69 gbk/m 2. E. Parameter Kualitas Perairan 1. Parameter Fisika Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, serta kecerahan perairan. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter fisika yang disajikan dalam Tabel No. Parameter Fisika Satua n Hasil Rata-rata Awal Akhir Baku Mutu (KEPMEN LH, 24) 1 Suhu C 28,29 28,41 2-3 2 Salinitas 32,1 32,84 33-34 3 Kecepatan Arus m/s,11,1 - Sumber data: Data Penelitian (216) a. Suhu Dari hasil pengukuran suhu perairan Desa Sebong pereh pada area lamun, diketahui bahwa nilai suhu rata-rata pengukuran awal sebesar 28,25 C dan pada pengamatan selama 3 hari/akhir sebesar 28.,41 C. diketahui secara keseluruhan ratarata suhu perairan Desa Sebong Pereh sebesar 28,33 C. Melihat dari hasil rata-rata suhu perairan, dapat dilihat bahwa suhu perairan Desa Sebong Pereh masih layak bagi kehidupan lamun. Menurut KEPMEN LH (24) kisaran suhu yang baik bagi kehidupan lamun adalah antara 2-3 C. Didukung oleh pendapat Kordi (211) yang mengatakan bahwa padang lamun secara geografis tersebar luas yang diidentifikasikan oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap suhu atau temperatur pada kenyataannya spesies lamun didaerah tropis mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperatur. Tumbuhan lamun yang hidup didaerah tropis umumnya tumbuh pada daerah dengan kisaran suhu air antara 2 3 C. b. Salinitas Dari hasil pengukuran salinitas perairan Desa Sebong Pereh pada kawasan lamun dapat diketahui nilai salinitas dengan rata rata awal 31,85 o / oo dan rata rata akhir 32,84 o / oo.kemudian diketahui secara keseluruhan rata rata salinitas perairan Desa Sebong Pereh 32,35 o / oo.menurut KEPMEN LH (24) kisaran salinitas yang baik bagi kehidupan lamun adalah antara 33-34 o / oo. Salinitas perairan desa Sebong Pereh dilihat dari rata-ratanya bahwa nilai salinitas masih sesuai bagi kehidupan lamun secara optimal. Didukung oleh pendapat Dahuri (23)bahwa spesies lamun memiliki kemampuantoleransi yang berbeda beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 1 dan 4 o / oo. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 o / oo. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai c. Kecepatan Arus Hasil pengukuran kecepatan arus pada perairan Desa Sebong Pereh di kawasan lamun diketahui nilai kecepatan arus dengan rata rata awal,11 m/s dan kisaran rata rata akhir sebesar,1 m/s. Kemudian dapat diketahui rata rata secara keseluruhan,1 m/s. Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar,5 m/s mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh (Dahuri,23). Dilihat dari hasil pengukuran arus permukaan perairan Desa Sebong pereh, tergolong lemah. Namun secara keseluruhan pertumbuhan lamun masih terjadi secara baik dilihat dari peningkatan pertumbuhannya dari waktu ke waktu.

Fosfat(mg/L) Nitrat(mg/L) 2. Parameter Kimia Parameter kimia yang diukur meliputi derajat keasaman (ph), DO (Disolved oxygen), Nitrat dan Fosfat. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter kimia yang disajikan dalam Tabel. No. Parameter Kimia Satuan Hasil Rata-rata Awal Akhir Baku Mutu (KEPMEN LH, 24) 1 ph - 7,81 7,79 7 8,5 2 3 4 DO Nitrat Fosfat Mg/L mg/l mg/l 6,78 1,6,7 6,73 1,63,12 >5.8.15 Sumber data: Data Penelitian (216) a. Derajat Keasaman Dari hasil pengukuran derajat keasaman pada perairan Desa Sebong Pereh di kawasan lamun diketahui nilai derajat keasaman dengan rata rata mingguan sebesar 7,78 dan diketahui kisaran ph akhir sebesar 7,79. Kemudian didapat rata-rata secara keseluruhan 7,79. Menurut KEPMEN LH (24) tentang baku mutu ir laut untuk biota laut memiliki kisaran derajat keasaman 7-8.5. Dilihat dari hasil rata-rata derajat keasaman perairan masih tergolong baik bagi kehidupan lamun di perairan Desa Sebong Pereh.Kondisi keasaman perairan yang masih tergolong stabil ini mencirikan bahwa di perairan desa Sebong Pereh belum terdapat aktivitas yang secara langsung dapat mengakibatkan keasaman perairan menjadi tidak stabil seperti industri-industri. Aktivitas yang ada di sekitarnya diantaranya hanya berupa permukiman, resort, serta aktifitas penangkapan b. Oksigen Terlarut (DO) Dari hasil pengukuran oksigen terlarut di perairan desa Sebong Pereh pada area lamun diketahui oksigen terlarut dengan rata rata awal 6,68 mg/l dan kisaran akhir dengan rata rata 6,73 mg/l. Kemudian didapat secara keseluruhan dengan rata rata 6.81. Secara keseluruhan, nilai oksigen terlarut memenuhi baku mutu optimal yang ditentukan. Menurut KEPMEN LH (24) tentang baku mutu air laut untuk biota laut memiliki kisaran oksigen terlarut >5 mg/l.kondisi oksigen yang masih cukup baik di perairan karena terjadi difusi oksigen berlangsung dengan baik serta intensitas cahaya matahari yang tembus hingga dasar perairan sangat mendukung terjadinya fotosintesis oleh lamun dan organisme produsen lainnya, sehingga dari fotosintesis tersebut menghasilkan dan memperkaya gas oksigen dalam air. Sesuai dengan pendapat Effendi (23) sumber oksigen di perairan berasal dari difusi oksigen di atmosfer dan sebagian besarnya merupakan hasil sampingan dari aktiftas fotosintesis. c. Nutrien (Nitrat dan Fosfat) Dari hasil pengukuran di dapat nilai nitrat dan fosfat hari ke-1 dan hari ke-3 yang bisa dilihat pada Gambar 2.5 2. 1.5 1..5. 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29.35.3.25.2.15.1.5. Titik Sampling Sumber data:data Penelitian (216) 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Titik Sampling Sumber data:data Penelitian (216) hari ke 1 hari ke 3 hari ke 1 hari ke 3 Diketahui bahwa rata-rata nutrien (nitrat dan fosfat) hari ke-1 masing-masing 1,6 mg/l dan,7 mg/l, sedangkan ratarata rata-rata nutrien (nitrat dan fosfat) hari ke 3 masing-masing 1,63 mg/l dan,15 mg/l. Menurut KEPMEN LH (24) menunjukkan bahwa kisaran nitrat yang baik bagi lamun adalah sebesar,8 mg/l dan fosfat sebesar,15 mg/l. Dengan demikian, baik nitrat maupun fosfat masih baik bagi pertumbuhan lamun. Menurut Olsen dan Dean (1995); monoarfa (1992) dalam Hasanuddin, (213) membagi konsentrasi fosfat dalam substrat menjadi 4 bagian yaitu < 3 ppm (sangat rendah), 3 7 ppm (rendah), 7 2 ppm (sedang), dan > 2 ppm (tinggi). Mengacu pada pendapat tersebut, kondisi Pospat pada lokasi penelitian tergolong kondisi kesuburan sangat rendah namun masih cukup mendukung kehidupan lamun. Kandungan nutrien yang rendah dipengaruhi oleh kurangnya masukan bahan organik ke perairan karena umumnya wilayah permukiman agak menjorok ke darat serta tidak adanya sungai yang mengalirkan nutrien ke perairan. Dengan adanya arus perairan, terjadi penyebaran nutrien ke badan perairan sehingga kandungannya tidak berlimpah di suatu titik.

Second Component Total Organik Matter (%) 3. Substrat a. Fraksi Sybstrat Parameter substrat yang diukur adalah jenis fraksi substrat dan kandungan organik total (TOM) pada sedimen. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter substrat di perairan yang disajikan dalam Tabel. Parameter Hasil Rata-rata No. Satuan Substrat Awal Akhir 1 TOM %,77 9,91 2 Fraksi Substrat - Pasir Berkerikil Sumber data: Data Penelitian (216) a. Fraksi Substrat Dari hasil penelitian substrat pada Perairan Desa Sebong Pereh di dapat hasil substrat pasir berkerikil.dari hasil tersebut terlihat jelas bahwa kondisi substrat tergolong kedalam jenis substrat yang kasar. Dilihat dari jenis substrat cukup mendukung bagi tempat hidup lamun namun substrat dengan kandungan bahan organik yang tinggi adalah jenis substrat yang cenderung halus yaitu berlumpur ataupun pasir halus. Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 4%. Kedalaman substrat berperan dalam menjagastabilitas sedimen yang mencakup 2 hal, yaitu pelindung tanaman dari air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan habitat lamun (Dahuri, 23). Menurut Supriharyono, (27) Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun pada ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat lumpur berpasir yang tebal. Tipe substrat pada stasiun penelitian ditemukan mulai dari substrat lumpur hingga pasir. Tipe substrat tersebut masih sesuai untuk pertumbuhan lamun yang hidup pada tipe substrat yang beragam mulai dari lumpur hingga bebatuan.. b. Totat Organik Matter (TOM) Hasil pengukuran kadar TOM pada desa Sebong Pereh dapat dilihat pada Gambar 12. 1. 8. 6. 4. 2.. Awal Pengukuran Akhir Sumber data: Data Penelitian (216) Dari Gambar dapat dilihat total organik substrat di Perairan Desa Sebong Pereh berkisar,6-22,68% dengan titik terendah berada pada titik 22 yaitu,6 % sedangkan tertinggi terdapat pada titik 2 yaitu 22,68. Dari hasil total organik substrat di Perairan Desa Sebong Pereh dengan kisaran rata rata awal,77 % dan kisaran akhir dengan rata rata 9,91 %. Kemudian hasil secara keseluruhan didapat rata rata 5,34 %.Dilihat dari hasil analisis menunjukan bahwa kandungan bahan organik tergolong rendah diakibatkan karena jenis sedimennya cenderung kasar serta tidak terlalu dekat dengan sumber bahan organik yang ada yaitu permukiman, sehingga akumulasi bahan organik ke dalam substrat tidak terlalu tinggi. Menurut Zulkifli et.al, (29) dalam Perdana (213) Kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keseimbangan perairan, tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organismeorganisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. F. Analisis Komponen Utama (PCA) Analisis komponen utama (PCA) dianalisis pada pengambilan sampel pada pengukuran bulanan. Dari hasil analisis dapat dilihat secara lengkap seperti pada Gambar 2 1-1 -2-3 -3-2 Principal Component Analysis do -1 arus First Component Sumber data : olahan data Minitab (216) ph fosfat pertumbuhan suhu 1 salinitas nitrat 2 TOM 3

Fosfat (mg/l) Nitrrat (mg/l) Hasil analisis komponen utama pada pengukuran hari ke 3 anatara parameter perairan dengan laju pertumbuhanmenunjukkan bahwa parameter yang berhubungan erat dengan laju pertumbuhan lamun diantaranya adalah fosfat, ph, suhu, salinitas, dan nitrat. Sedangkan parameter yang berhubungan lemah diantaranya arus dan oksigen terlarut. Diketahui bahwa parameter nutrien yaitu nitrat dan fosfat menunjukkan hubungan yang positif sehingga sangat mendukung bagi pertumbuhan lamun. G. Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Parameter Perairan Hubungan antara pertumbuhan dengan parameter perairan juga dianalisis dengan menggunakan analisis regresi dengan menggunakan Ms.Excell. 1. Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Parameter Fisika dan Kimia Hasil analisis pertumbuhan daun lamun Enhallus accoroides dengan parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel Intercept Salinitas Variable Oksigen Terlarut Derajat Keasaman Suhu Arus Nitrat Fosfat Coefficients Standar d Error t Stat -6,78852 15,4631 -,4463,4695,77153,2392.371756,828965,82277,598,51745,6794 5,61893 2 1,76 7,98521 7 32,4434 14,14414 2,29377 -,37271,57873 -,64474,2524 2,56177 Sumber data : Olahan Data Excel (216),83 4 P-value,66377 8,54944 9,54231 8,32459 8,33523,3172 4,52576 3,93693 4 Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan rumus regresi yaitu Pertumbuhan= -6,78 +,4salinitas +,23Oksigen Terlarut +,83Derajat keasaman +,51suhu + 32,44arus,37Nitrat +,21Fosfatdengan nilai R 2 =,1. Dari hasil tersebut terlihat bahwa parameter yang berhubungan secara positif adalah salinitas, oksigen terlarut, derajat keasaman, suhu, arus, serta fosfat, sedangkan nitrat berhubungan secara negatif. Dari hasil analisis regresi didapati bahwa nutrien yang hubungannya positif adalahfosfat. 2. Hubungan antara Pertumbuhan dengan Nutrien Hari ke-3 Hasil analisis pertumbuhan daun lamun Enhallus accoroides dengan parameter Nutrien (nitrat dan fosfat) dapat dilihat pada Gambar 2.5 2 1.5 1.5 Sumber data : Olahan Data Excel (216) Sumber data : Olahan Data Excel (216) y = -.44x + 1.85 R² =. 4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4.35.3.25.2.15.1.5 Laju Pertumbuhan (cm) Series1 Linear (Series1) 4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4 Laju Pertumbuhan (cm) y = -.135x +.1819 R² =.17 Series1 Linear (Series1) Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa hubungan antara nitrat dan fosfat dengan laju pertumbuhan daun adalah hubungan yang positif. Dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya kadar nitrat dan fosfat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Namun dilihat dari keeratan hubungan antara dua parameter nutrien tersebut, hubungan yang lebih erat adalah nitrat dengan nilai y = -,448x + 1,854 dan nilai R² =,7menunjukkan bahwa semakin bertambahnya satu satuan nitrat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar,185 cm. Sedangkan untuk fosfat dioperoleh nilai regresi y = -,135x +,1819 dengan nilai R² =,17 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya satu satuan fosfat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar,181 cm, dengan asumsi semua faktor tetap. H. Isu Pengelolaan Padang Lamun Desa Sebong Pereh Berdasarkan kondisi kerapatan lamun jenis Enhallus accoroides di perairan desa Sebong Pereh bahwa kerapatan tergolong rendah dengan nilai rata-rata kerapatan sebesar 29,4 tegakan/m 2. Kondisi biomassa

daun lamun maupun laju pertumbuhan lamun tergolong tinggi. Meskipun biomassa dan pertumbuhannya tergolong tinggi namun kerapatan jenis nya mengkawatirkan karena kondisnya rendah sehingga mengindikasikan adanya kerusakan lamun yang dipengaruhi oleh faktor alami maupun aktivitas yang ada disekitar perairan desa Sebong Pereh. Aktivitas yang ada meliputi penangkapan ikan, biota ekonomis (gastropoda, bivalvia, krustasea, dan biota ekonomis penting lainnya), aktivitas pelayaran/transportasi kapal, serta resort dan rumah makan. Dari aktivitas tersebut dapat dipengaruhi padang lamun sehingga kerapatannya rendah, namun dari aktivitas rumah makan memberikan masukan bahan organik yang justru akan meningkatkan kadar nutrien di perairan yang didekomposisi oleh bakteri. Dengan kerapatan yang rendah, maka perlu dilakukan pengelolaan lamun dengan melakukan rehabilitasi lamun melalui penanaman kembali (transpantasi) lamun untuk menjaga lamun tetap dalam kondisi yang baik dan sesuai dengan habitat bagi biota-biota sehingga keanekaragamannya berkelanjutan. Selain melakukan rehabilitasi lamun juga perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya ekosistem lamun dan kesuburan lamun sebagai penyedia habitat bagi biota penting sehingga perlu dijaga kondisinya agar tidak mengalami kerusakan dan menurunnya keanekaragaman hayati pada ekosistem lamun. Selain itu, perlu peran serta instansi pemerintah dalam hal ini dinas-dinas terkait serta aparatur desa dalam menyusun rencana pengelolaan wilayah perairan desa Sebong Pereh yang mengacu pada kestabilan lingkungan dan pembangunan yang ramah lingkungan, serta menyusun undang-undang mengenai reklamasi dan pembangunan di pesisir yang nantinya akan merusak ekosistem lamun. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi: 1. Laju pertumbuhan mingguan lebih kecil dari pada laju pertumbuhan dari pada laju pertumbuhan dalam 3 hari. Rata rata pertumbuhan daun lamun dalam 3 hari sebesar,69 cm/hari sedangkan pada laju pertumbuhan rata-rata harian sebesar,5cm/hari. 2. Biomassa daun lamun Enhallus acoroides pada pengambilan alami (awal) dengan rata-rata sebesar 254,8 gbk/m 2, biomassa hari ke-3 menunjukkan bahwa nilai rata-ratanya sebesar 174,4 gbk/m 2. Biomassa daun lamun Enhallus acoroides tertinggi terjadi pada saat pengambilan awal (alami) dibandingkan pada hari ke-3. B. Saran Melihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun berhubungan dengan kandungan nutrien yaitu nitrat dan fosfat, maka saran peneliti bagi para akademisi dan mahasiswa untuk dapat mengkaji lebih dalam mengenai hubungan antara parameter nutrien dengan laju pertumbuhan lamun di perairan desa Sebong Pereh. DAFTAR PUSTAKA Asriyana dan Yuliana. 212. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta Badria, S. 27. Laju Pertumbuhan Daun Lamun (Enhalus Acoroides) Pada Dua Substrat yang Berbeda Di Teluk Banten. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Dahuri, R. 23. Keanekaragaman Hayati Laut. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta (DKP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, 211.Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. http://ppid.bintankab.go.id/downloa d/profil%2dkp%2bintan.pdf Dwindaru, B. 21.Variasi Spasial Komunitas Lamun dan Keberhasilan Transplantasi Lamun di Pulau Pramuka dan Kelapa Dua Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Departemen Manajemen Sumberdaya Parairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Efendi, H. 23. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta

Faiqoh, E. 26.Laju Pertumbuhan dan Produksi Daun Enhalus Acoroides (L.F) Royle di Pulau Burung Kepulauan Seribu Jakarta. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Haris, A., dan Gosari, J. A. 212.Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde.Torani.Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Vol. 22 (3) ISSN: 853-4489 : Hal 256-162 Hasanuddin, R. 213. Hubungan Antara Kerapatan dan Morfometrik Lamun Enhalus Acoroides Dengan Substrat dan Nutrien di Pulau Sarapo Lompo Kabupaten Pangkep. Jurusan Ilmu Kelautan.. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar Hendra. 211. Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophilaovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Barranglompo. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 51 TAHUN 24. Baku Mutu Kualitas Perairan untuk Biota. Kordi, M. G. H. 211. Ekosistem Lamun (Seagress) Fungsi, Potensi dan Pengelolaan.PT. Rineka Cipta. Jakarta Mandasari, AR. M.214. Hubungan Kondisi Padang Lamun Dengan Sampah Laut di Pulau Barranglompo. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar Manengkey.W.K.H. 21.Kandungan Bahan Organik Pada Sedimen di Perairan Teluk Bayat dan Sekitarnya.Jurnal Vol 6 (3). UNSTRAT:Manado Nurhikmah.213. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Biji Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Bibit Lamun Enhalus Acoroides. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar Perdana, T. 213. Kajian Kandungan Bahan Organik Terhadap Kelimpahan Keong Bakau (Telescopium telescopium) di PerairanTeluk Riau Tanjungpinang. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Pratama, R. R. 213. Analisis Tingkat Kepadatan dan Pola Sebaran Populasi Siput Laut Gonggong (Strombus cannarium) Di Perairan Pesisir Pulau Dompak. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Sambara, Z. R. 214. Laju Penjalaran Rhizoma Lamun yang Ditransplantasi Secara Multispesies di Pulau Borrang Lompo. Jurusan Ilmu Kelautan.. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar Satya, A. 21.Pola Distribusi Akumulasi Karbon Organik dan Bahan Organik Dalam Sedimen Serta Hubungannya Dengan Padatang Tersuspensi Di Situ Cibuntu.Limnotek.17 (1). 71-84 Suryanti, Ain, C, Tishmawati, C. 214. Hubungan Kerapatan Lamun (Seagress) dengan Kelimpahan Syngnathidae di Pulau Panggang Kepulauan Seribu.Dipoenogoro Journal of Maquares. Vol 3 (4) : Hal 147-153 Supriharyono, Ms. 27. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Tuwo, A. 211.Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut.Brilian Internasional. Surabaya Wiranata, D. 215. Kajian Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan Wisata Pantai Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Wulandari, D. 29. Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong) Jawa Timur. Departemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.