BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang sering dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. antar daerah dan struktur perekonomian yang seimbang (Sukirno, 2005).

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan infrastruktur dasra, gender, dan lokasi geografis. kemiskinan tidak hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakstabilan ekonomi yang juga akan berimbas pada ketidakstabilan dibidang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. nasionalnya memiliki satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Todaro dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Banyak orang mengandalkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas rakyat. Upaya tersebut dilaksanakan secara merata, terarah, terencana dan sistematis agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa Indonesia pada alinea keempat adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesimpulan dari sasaran pembangunan ekonomi adalah untuk menaikkan tingkat kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kinerja perekonomian yang diartikan sebagai peningkatan pendapatan. Pembangunan diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan dengan memprioritaskan kebutuhan tiap-tiap daerah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan melalui pembangunan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek. Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk menanggulangi kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah dengan upaya meningkatkan pendapatan dan pemerataan secara nasional dan 1

2 daerah, maka salah satu indikator yang menjadi penentu keberhasilan pembangunan nasional adalah menurunnya laju kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyakit dalam perekonomian yang bersifat multidimensional. Upaya dalam mengatasi kemiskinan menjadi hal yang rumit bahkan menjadi salah satu program prioritas. Oleh karena itu, upaya mengatasi kemiskinan sebaiknya dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008). Upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasi masalah kemiskinan melalui kebijakan-kebijakan dan program pembangunan yang telah disepakati, pada kenyataannya masih belum memberikan hasil yang optimal karena akar permasalahan dari kemiskinan belum terpecahkan. Oleh karena itu, diidentifikasi terlebih dahulu masalah-masalah yang terdapat dalam ruang lingkup kemiskinan tersebut, seperti: dimana penduduk miskin berada, kemiskinan tersebut terlihat paling besar pada kelompok mana saja, hal tersebut dapat dilihat dari garis kemiskinan yang digunakan, dan siapakah yang tergolong penduduk miskin. Menurut BPS (2013), seseorang tergolong ke dalam penduduk miskin jika rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan.

3 Tabel 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Pulau Jawa Tahun 2007-2012 No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata 1 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,62 3,48 3,75 3,69 3,91 2 Jawa Barat 13,55 13,01 11,96 11,27 10,65 10,09 11,75 3 Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 15,34 17,51 4 DI Yogyakarta 18,99 18,32 17,23 16,83 16,08 16,05 17,25 5 Jawa Timur 19,98 18,51 16,68 15,26 14,23 13,40 16,34 6 Banten 9,07 8,15 7,64 7,16 6,32 5,85 7,37 Sumber: BPS, 2013 Dilihat dari data tabel 1.1, rata-rata jumlah penduduk miskin yang paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 17,51 persen. Sedangkan rata-rata jumlah penduduk miskin yang paling rendah di Pulau Jawa ditempati oleh provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata jumlah penduduk miskin sebesar 3,91 persen. Nilai rata-rata jumlah penduduk miskin tersebut diperoleh dari persentase penduduk miskin tahun 2007-2012. Upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di provinsi Jawa Tengah memperlihatkan keberhasilan walaupun belum sepenuhnya berhasil. Namun seperti yang terlihat pada grafik 1.1 bahwa persentase penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara bertahap yaitu 20,43 persen pada tahun 2007 dan pada tahun 2012 tingkat penduduk miskin

4 di provinsi Jawa Tengah sebesar 15,34 persen. Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa angka jumlah penduduk miskin tersebut cukup besar. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 2007-2012 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) 2007 6.557,2 2008 6.189,6 2009 5.725,7 2010 5.369,20 2011 5.107,36 2012 4.977,40 Sumber: BPS, 2013 Dari data terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah mengalami penurunan akan tetapi penurunannya belum signifikan. Pada periode 2007-2009 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 831,5 ribu jiwa, yaitu 6.557,2 ribu jiwa pada tahun 2007 menjadi 5.725,7 ribu jiwa di tahun 2009. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase kemiskinan. Apabila jumlah penduduk diimbangi dengan kualitas yang memadai maka hal tersebut menjadi modal pembangunan yang handal, namun apabila kualitas tersebut tidak memadai justru akan menjadi beban pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat akan berdampak bagi penduduk miskin apalagi mereka tidak memiliki lahan dan alat poduksi sendiri. Teori

5 Malthus dalam Durrotul Mahsunah (2013) menyatakan bahwa sumber daya bumi tidak bisa mengimbangi kebutuhan populasi yang terus bertambah, akibatnya kebutuhan manusia yang bersifat tidak terbatas berbanding terbalik dengan jumlah sumber daya alam yang digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan manusia yang bersifat terbatas. Hal ini akan mendorong manusia mendekati garis kemiskinan karena persaingan dalam pemenuhan kebutuhan. Pertumbuhan ekonomi menjadi syarat utama bagi semua negara agar terciptanya penurunan kemiskinan walaupun pada kenyataannya masih banyak negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan jika tidak diiringi dengan pertumbuhan PDRB yang melebihi laju pertumbuhan penduduk dan pemerataan pendapatan. Pembangunan ekonomi mencapai optimal jika peningkatan pendapatan nasional disertai dengan pemerataan pendapatan bagi seluruh kelompok masyarakat (Tambunan dalam Dian Octaviani, 2001). Gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah diperoleh dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai salah satu indikator makro ekonomi, pada dasarnya PDRB merupakan penjumlahan barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian oleh sektor industri, sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing daerah/provinsi mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga dapat mengurangi jumlah penduduk miskin.

6 Tabel 1.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Tanpa Migas) Jawa Tengah Tahun 2007-2012 (Milyar Rupiah) Tahun PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 2007 159.110,25 2008 168.034,48 2009 176.673,46 2010 186.992,99 2011 198.270,12 2012 210.848,42 Sumber: BPS Indonesia, 2013 Faktor lain yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin adalah Upah Minimum. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi No. 7 Tahun 2013, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Tunjangan tetap yang dimaksud adalah jumlah imbalan yang pembayarannya dilakukan dengan teratur yang diterima pekerja/buruh secara tetap tanpa dikaitkan dengan kehadiran dan prestasi. Penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 (Per-17/Men/VIII/2005). Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL sebagai dasar dalam

7 penetapan upah minimum merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum. Apabila kebutuhan hidup minimum dapat terpenuhi maka kesejahteraan pekerja/buruh meningkat dan terbebas dari kemiskinan. Dengan demikian, upah berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Pendidikan dijadikan pioneer dalam pembangunan bangsa karena pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam menanggulangi kemiskinan melalui investasi pembentukan modal manusia (human capital) dan pengembangan produktivitas manusia. Adanya perluasan di bidang pendidikan akan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan bagi angkatan kerja dan menciptakan kualitas sumber daya manusia yang produktif serta mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga, 2004). Produktivitas dapat diukur dengan hasil output yang diperoleh tergantung pada kualitas sumber daya manusia itu sendiri sehingga tenaga kerja yang mempunyai produktivitas yang lebih tinggi tentu akan menghasilkan output yang lebih banyak dan memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan sehingga perusahaan bersedia untuk memberikan upah yang lebih tinggi. Dengan demikian tenaga kerja yang memiliki produktivitas tinggi akan mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik melalui peningkatan pendapatannya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas bahwa provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan jumlah penduduk miskin yang relatif kecil pada periode tahun 2007-2012. Pada kenyataannya PDRB di provinsi tersebut

8 terbilang cukup tinggi dengan rata-rata pertumbuhan PDRB di atas 5 persen, dan rata-rata jumlah penduduk provinsi Jawa Tengah adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa. Oleh karena itu, penulis bermaksud meneliti variabel-variabel yang diduga mempengaruhi jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah dengan Judul Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2007-2012. 1.2 Rumusan Masalah Mengacu dari berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka dalam penulisan penelitian ini, permasalahan yang akan dianalisis adalah bagaimana pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), upah minimum, dan tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Jawa Tengah tahun 2007-2012. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), upah minimum, dan tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Jawa Tengah tahun 2007-2012.

9 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis atau Akademis Berdasarkan penjelasan di atas, diharapkan penelitian ini akan memberikan kegunaan secara teoritis dan akademis. Diharapkan akan memberikan bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan mengenai pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), upah minimum, dan tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Jawa Tengah. 1.4.2 Kegunaan Praktis atau Empiris Berdasarkan penjelasan di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan berbagai masukan dan informasi kepada: 1. Pemerintah serta pihak-pihak terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran bagi pemerintah serta pihak-pihak terkait sebagai pilihan pengambilan kebijakan dalam mengatasi kemiskinan. 2. Para peneliti lain, penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah sat saran dan rekomendasi, serta sebagai rujukan dalam penelitianpenelitian selanjutnya.