BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus yang secara fisik mempunyai keterbatasan, agar semakin berkembang dan terarah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya, Maka sangatlah wajar apabila

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan nama benda-benda tersebut (Al-Baqarah : 31) lainnya adalah penekanannya terhadap masalah pendidikan (mencari ilmu).

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan memajukan pendidikan di Indonesia telah dilakukan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan komponen terpenting. Karena peserta didik merupakan unsur penentu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

PERAN GURU DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN KHUSUS PADA LINGKUP PENDIDIKAN FORMAL (SEKOLAH LUAR BIASA/SEKOLAH KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan bangsa berarti membangun karakter bangsa yang berilmu pengetahuan dan berperadaban tinggi. Untuk mencapai semua itu, diperlukan media, yakni pendidikan 1. Karena pendidikan memungkinkan manusia untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara 2. Di samping itu, dalam pasal 31 UUD 1945, secara jelas menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pengajaran. Sebagai konsekuensi dari undang-undang tersebut, negara berkewajiban untuk melaksanakan pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi 1 Setia Adi Purwanta, Pedoman Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, (Dria Manunggal: Yogyakarta, 2006), hal. 1. 2 Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. (Bandung: Refika Aditama. 2007), hal. 7. 1

2 setiap warga negara tanpa terkecuali berhak atas pendidikan dan pengajaran. Untuk mencapai pendidikan yang ideal, perlu cara strategis yakni melalui system pendidikan yang terorganisir dan terpadu. Karena itulah sistem pendidikan nasional harus dikuasai negara. Salah satu komponen bangsa yang ada adalah anak-anak berkemampuan berbeda. Perbedaan ini bisa terkait dengan fisik maupun psikis. Secara fisik, perbedaan itu terkait kemampuan seseorang dalam menggunakan indera yang ada, atau mempunyai perbedaan dengan manusia yang lain. Secara psikis, seseorang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya, baik dalam arti lebih (supernormal), maupun kurang (subnormal). Di dunia internasional, telah banyak langkah-langkah yang dilakukan oleh penggiat Hak Asasi Manusia untuk menggulirkan pendidikan inklusif, yang jika diurutkan secara urutan waktu sebagai berikut: 1. 1948 : Deklarasi universal Hak Asasi Manusia 2. 1989 : Konvensi PBB tentang Hak anak 3. 1990 : Deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua 4. 1993 : Peraturan standar tentang persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat 5. 1994 : Pernyataan Salamanca dan kerangka aksi tentang pendidikan kebutuhan khusus 6. 1999 : Tinjauan 5 tahun Salamanca 7. 2000 : Kerangka aksi forum pendidikan dunia, Dakar

3 8. 2000 : Tujuan kerangka milenium yang berfokus pada penurunan angka kemiskinan dan pembangunan 9. 2001 : Flagship PUS tentang pendidikan dan kecacatan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun 2006, telah mendeklarasikan hak-hak anak, dan ditegaskan bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. 3 Dalam Word Education Forum yang diadakan di Senegal tahun 2000 mengesahkan Education For All sebagai kerangka program aksi untuk diterjemahkan oleh masing-masing negara yang memuat enam komitmen, yang meliputi: 1. Memperluas dan meningkatkan mutu perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama anak yang rawan dan kurang beruntung 2. Menjamin anak-anak yang dalam keadaan sulit mempunyai akses untuk menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas 3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan belajar melalui akses yang adil pada program belajar dan pendidikan keterampilan hidup yang sesuai 4. Menurunkan tingkat buta huruf 5. Menghapus disparsitas gender pada pendidikan dasar dan menengah 6. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya. 3 Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Cacat Pasal 9. General Assembly. 2006.

4 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5, ayat 1 menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Di sisi lain, pendidikan merupakan proses pengantaran manusia agar tumbuh menjadi dirinya sendiri sebagai individu manusia seutuhnya, sebagai makhluk sosial yang merdeka yang menjadi bagian integral dalam kehidupan bangsa. Pendidikan nasional harus bisa mengayomi dan menampung semua komponen bangsa, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, dan perbedaan kelainan fisik maupun mental. Pendidikan semacam inilah yang disebut pendidikan inklusi. Dengan memberi kesempatan yang sama kepada anak berkemampuan berbeda untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler, dimana siswasiswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi kebiasaan umum bahwa anak-anak biasanya belajar di sekolah umum, sementara anak-anak berkebutuhan khusus/difabel belajar di SLB. Sekolah inklusi adalah sebuah lembaga pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan hak

5 dasarnya dalam pendidikan. 4 Yang berarti sekolah inklusi adalah sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti pelajaran seperti anak normal pada umumnya. Pendidikan bagi peserta penyandang disabilitas di Indonesia telah diwadahi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas ini disediakan dalam tiga jenis lembaga pendidikan, yakni: Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan yang tertua, menanmpung peserta didik yang jenis kelainannya sama. Contohnya: SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunanetra, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan sebagainya. SDLB menampung berbagai jenis anak yang berkelainan menjadi satu, sehingga dalam satu sekolah atau bahkan satu kelas terdiri dari berbagai macam peserta didik yang berkelainan, misalnya tunarungu, tunadaksa, tunanetra, tunalaras, tunagrahita, dan sebagainya. Adapun Pendidikan terpadu adalah sekolah regular yang menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajarnya sama. Namun jenis ini biasanya hanya masih menampung anak tunanetra saja, itu pun terkadang masih banyak sekolah yang keberatan untuk menampungnya. Dalam perkembangannya kemudian Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan 4 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusi Konsep dan Aplikasi,(Jakarta:Ar-Ruzz Media 2013).24

6 Nasional yang memberikan warna baru dalam penyediaan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas ini. Dalam penjelasannya, pasal 15 dan pasal 32 menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Aturan terbaru yang mengatur tentang pendidikan inklusif ini, adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 70 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Hal ini tentunya merupakan terobosan bentuk pelayanan pendidkan bagi anakanak penyandang disabilitas dengan bentuk penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif. Pendidikan inklusi relatif banyak dibuka oleh berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, karena semangat pendidikan inklusi memang sangat sesuai dengan filosofi Bangsa yang menyatakan Bhineka Tunggal Ika. Selain lembaga-lembaga pendidikan resmi Pemerintah (negeri),

7 ternyata tidak sedikit lembaga swadaya atau swasta yang menyediakan ruang bagi pendidikan inklusi di lembaganya. Namun demikian bila dibanding dengan angka anak berkebutuhan khusus, maka jumlah lembaga pendidikan yang menyediakan ruang untuk pendidikan inklusi belumlah memadai. Upaya pemerintah untuk melaksanakan pendidikan inklusi ini tuangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 1991 tentang pendidikan Luar Biasa, UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional tentang pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas, Permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan Pendidikan Inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, serta Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas Nomor 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003, Yakni: Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inkluusif di sekurang-kuranya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, SMK. Walaupun telah ada usaha pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi melalui Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, bukan berarti semuanya telah selesai. Dalam kenyataannya, dengan berbagai alasan banyak sekolah yang masih keberatan untuk menerima siswa berkebutuhan khusus ini, kalau ada terkadang pelaksanaannya belum seperti diharapkan sesuai dengan konsep pendidikan inklusi itu

8 sendiri. Selain itu permasalahan-permasalah teknis lain berkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi ini, masih banyak perlu mendapat perhatian dari pemangku kebijakan. Pemerintah kabupaten Bojonegoro mengeluarkan peraturan daerah yang tercantum pada peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 tahun 2013, yang berisi tentang ketentuan umum, tujuan pendidikan inklusi, Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, pembiayaan, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi, penutup. Perda ini berisikan tentang pendidikan inklusi pada sekolah formal. Sebelum dikeluarkan peraturan daerah tentang adanya sekolah inklusi di Kabupaten bojonegoro hanya sekolah luar biasa (SLB) yang mau menerima siswa yang bekebutuhan kusus (ABK). Begitu juga keadaan konselor di SMPN 1 Gondang Bojonegoro hanya melakukan kegiatan konseling pada umumnya. Kinerja konselor di SMPN 1 Gondang dirasa kurang maksimal karena kurangnya ada perhatian dari dinas terkait. Gambaran umum SMPN 1 Gondang Bojonegoro, merupakan salah satu lembaga pendidikan sekolah menengah pertama yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro. sesuai dengan peraturan daerah kabupaten Bojonegoro sekolah ini memiliki Konselor yang bertugas melakukan bimbingan khusus terhadap siswa inklusi yang ada di sekolah tersebut. Konselor di SMPN 1 Gondang Bojonegoro sesuai peraturan daerah no 38 tahun 2013 yang dikeluarkan Bupati Bojonegoro diharapakan memiliki

9 Indikator Konselor sebagai berikut : menjadi konselor adalah mempunyai sikap menerima, sikap ingin memahami, sikap bertindak, dan berkata secara jujur, memiliki kepekaan, mempunyai kemampuan komunikasi yang tepat, memiliki kesehatan mental dan jasmani yang layak, serta mentaati kode etik jabatan. Dalam implementasi peraturan daereah penyelenggaraan pendidikan inklusi pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan guru pembimbing khusus, sarana dan kelompok kerja pendidikan inklusi di Kabupaten Bojonegoro. 5 guru pembimbing yang dimaksud adalah tenaga pendidik yang memiliki kompeten dalam menangani anak berkebutuhan kusus. Peran konselor sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di Kabupaten Bojonegoro, salah satu indikator sekolah yang diperbolehkan melaksanakan pendidikan inklusi adalah sekolah yang mempunyai tenaga konseling. Walaupun sebelum adanya peraturan daerah penyelenggaraan pendidikan inklusi, konselor sudah ada di sebuah lembaga pendidikan dengan tugas dan layanananya dalam menagani problematika siswa di sekolah. Dari penjelasan mengenai pendidikan inklusi kemudian adanya peraturan daerah penyelenggaraan pendidikan inklusi di kabupaten Bojonegoro serta keterkaitan dengan peningkatan kinerja konselor. Sehingga peneliti memberi judul pada penelitian ini yaitu: PERATURAN 5 Pasal 7 peraturan bupati Bojonegoro tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi tahun 2013

10 DAERAH TENTANG PENDIDIKAN INKLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA KONSELOR DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 1 GONDANG BOJONEGORO B. Fokus Penelitian Sebagaimana diskripsi diatas, agar pelaksanaan penelitian ini lebih terfokus dan sesuai apa yang menjadi tujuan penelitian ini, maka kami mengajukan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Implementasi peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di SMPN 1 Gondang Bojonegoro? 2. Bagaimana kinerja konselor di SMPN 1 gondang Bojonegoro? 3. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro? C. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Tujuan penelitian a. Untuk mengetahui perubahan peraturan daerah tentang adanya pendidikan inklusi. b. Untuk mengetahui kinerja konselor di SMPN 1 Gondang Bojonegoro. c. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro.

11 2. Kegunaan Penelitian a) Akademik Ilmiah Secara teoritis penelitian ini merupakan sumbangsih untuk pengetahuan sebagai khazanah keilmuan. b) Sosial Praktis 1. Bagi peneliti, merupakan bahan informasi untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan dalam mengetahui peran aktif guru bimbingan konseling terhadap pendikan inklusi di daerah. 2. Untuk lembaga pendidikan, diharapkan mampu memberikan motivasi dan koreksi bagi pihak sekolah agar terus berupaya meningkatkan kualitas output terutama dalam hal moral anak didik. D. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan pemahaman, maka menurut penulis perlu adanya penjelasan berbagai istilah yang ada pada judul skripsi ini : 1. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi : Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota (pasal 1 angka 8 UU nomor 12 tahun

12 2011 tentang pembentukan perundang-undangan). 6 Pendidikan Inklusi adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 7 Dari uraian diatas dapat disimpulkan peraturan daerah tentang pendidikan inklusi ialah peraturan daerah tenteng system penyelenggaraan pendidikan inklusi. Oleh penulis yang diambil dari peraturan daerah adalah peraturan Bupati Bojonegoro No 13 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi yang isinya antara lain penyelenggara pendidikan inklusi, tenaga konselor pendidikan inklusi, sarana pendidikan inklusi dan lain sebagainya. 2. Peningkatan Kinerja Konselor : Dalam kamus bahasa Indonesia kinerja artinya sesuatu yang dicapai, prestasi yang di perlihatkan, kemampuan kerja. 8 Kinerja juga diartikan cara bekerja atau menunjukkan kegiatan. Kinerja juga menunjukkan suatu kegiatan atau keberanian untuk melakukan sesuatu. 9 Sedangkan Konselor adalah seorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus 6 http://penelitihukum.org/tag/pengertian-peraturan-daerah-kabupaten diakses tanggal 04 April 2015 7 Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Di Kabupaten Bojonegoro.pasal 1 poin 11. 8 Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 368. 9 Badudu. J. s, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 469.

13 di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan. 10 Menurut Mukhlishah dalam bukunya Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah konselor adalah : seseorang yang memberikan bantuan khusus kepada semua siswa dalam membantu siswa memahami, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap sesuai dengan runtutan dan keadaan lingkungan siswa di sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan diri yang optimal. 11 Dari penjelasan peningkatan kinerja konselor tersebut penulis dapat menyimpulkan indikator kinerja konselor meningkat diantaranya: konselor mampu membuat program sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi sekolah, konselor mampu melaksanakan program sesuai dengan kemampuan dan kondisi disekolah, konselor mempunya hubungan antar konselor di luar sekolah, konselor memiliki inovasi dan pengetahuan yang up to date (terbaru). E. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam memahami skiripsi ini, maka penulis membuat sitematika pembahasan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan. 10 Winkel,w.s, Psikologi Pengajaran,(Yogjakarta: Media Abadi, 2004), 167-168. 11 Mukhlishah. Administrasi Dan Manajemen Bimbingan Konseling Di Sekolah. (Jakarta: CV. Dwi Pustaka Jaya,2012), 15.

14 BAB II : LANDASAN TEORI. Dalam kajian teori diungkapkan deskripsi teoritis tentang masalah yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu : a. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Di Sekolah Inklusi, b. Tinjauan Tentang Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi, c. Tinjauan Tentang Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor. BAB III : METODE PENELITIAN. Dalam bab ini membahas tentang Metode Penelitian yang relefan, jenis penelitian, informan, jenis dan sumber data, tahap tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa datateknik keabsahan data. BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. Pada bab ini akan disajikan laporan penelitian dan analisa data tentang 1. Bagaimanakah Implementasi peraturan daerah tentang pendidikan inklusi di SMPN 1 Gondang Bojonegoro? 2. Bagaimana kinerja konselor di SMPN 1 gondang Bojonegoro? 3. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Inklusi Dalam Meningkatkan Kinerja Konselor Di Sekolah Inklusi SMPN 1 Gondang Bojonegoro?. BAB V : PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan hasil akhir dari sebuah penelitian yang mencakup simpulan dan saran.