BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI

ANALISIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MEDIA ABSORBSI KARBON AKTIF JENIS GAC DAN PAC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

BAB II LANDASAN TEORI

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB II DASAR TEORI. Desorp/melepaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KARBON AKTIF BERBAHAN DASAR TEMPURUNG KELAPA DENGAN PERLAKUAN AKTIVASI TERKONTROL SERTA UJI KINERJANYA SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea) DENGAN AKTIVATOR ASAM SULFAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

Mengapa Air Sangat Penting?

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben).

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

TINJAUAN PUSTAKA. Kapasitas penyerapan CO2..., Arnas, FT UI, 2008

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Adsorptive Storage Penggunaan adsorben sebagai media penyimpanan gas dapat diilustrasikan sebagaimana Gambar 2.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

Titik Leleh dan Titik Didih

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

Hasil dan Pembahasan

UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUATAN KARBON AKTIF BERBAHAN BAKU AMPAS TEBU DENGAN AKTIVASI KALIUM HIDROKSIDA SKRIPSI

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

Analisis Mikro Struktur Absortivitas Silika Gel Pada Kondisi Temperatur dan Relative Humidity (RH) Dinamis

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

Sulfur dan Asam Sulfat

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Bab II Teknologi CUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BAMBU DENGAN METODE AKTIVASI TERKONTROL MENGGUNAKAN ACTIVATING AGENT H 3 PO 4 DAN KOH SKRIPSI

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C )

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

BAB II TINAJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PEMBENTUKAN PORI ARANG CANGKANG SAWIT SEBAGAI ADSORBANSI EFFECT OF TEMPERATURE FOR PALM SHELL PORE FORMING AS ADSORBANCE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATUBARA Batubara merupakan batuan sedimentasi berwarna hitam atau hitam kecoklat-coklatan yang mudah terbakar, terbentuk dari endapan batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batu bara. Penimbunan tumbuh-tumbuhan dan sedimen lainnya bersama dengan pergeseran kerak bumi (pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut material tumbuhan terkena suhu dan tekanan yang tinggi sehingga tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimia dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batubara. Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi pada proses coalification, yakni pertama adalah tahap diagenetik atau biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Unsur utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. Tahap kedua adalah tahap malihan atau geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (periode pembentukan karbon atau batubara) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik.

Gambar 2.1 Skema Pembentukan Batubara [1] Proses awalnya gambut berubah menjadi lignit (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat) Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara lignit agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklatcoklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk bituminus. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit kemudian membentuk grafit sebagai rank tertinggi. Grafit sangat sulit terbakar sehingga tidak bisa dijadikan bahan bakar melainkan sebagai bahan dasar pensil ataupun pelumas.

Berdasarkan bentuk dan kandungan batubara dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : (Kumar et al, 2004) Lignite merupakan batubara coklat, agak lembut dan maturitas organik rendah. Jenis batubara ini memiliki mutu yang terendah dari batu bara lainnya dan digunakan hampir seluruhnya untuk bahan bakar pada pembangkit tenaga listrik. Subbituminus merupakan hasil dehidrogenasi dan metanogenesis dari lignite. Memiliki tingkat maturitas organik yang lebih tinggi, lebih keras dan warnanya lebih gelap dari lignite. Range sifat-sifatnya adalah antara bituminus dan lignite. Biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik, produksi semen dan penggunaan untuk industri Bituminus merupakan reaksi lanjut dari dehidrogenasi pada pembentukan dan pemisahan gas methana dan gas hidrokarbon lebih tinggi lainnya seperti etana, propana dan lainnya akan membentuk jenis batu bara ini. Berbentuk batu bara padat, biasanya hitam tapi terkadang coklat tua. Selain sebagai bahan bakar pada pembangkit tenaga listrik juga digunakan untuk aplikasi panas dan tenaga pada proses manufaktur dan untuk membuat coke, produksi semen, penggunaan untuk industri dan pembuatan besi dan baja. Antracit merupakan tahap terakhir dimana proses pembentukan batu bara sudah sempurna akan membentuk jenis ini. Merupakan batubara dengan mutu tertinggi dan banyak digunakan untuk pemanasan ruangan dan pemukiman. Batubara memiliki unsur karbon sehingga dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif.

2.2 ADSORBEN Adsorben merupakan suatu zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida (Arfan, 2006). Adsorben adalah zat atau material yang mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mempertahankan cairan atau gas didalamnya (Suryawan, 2004). Adsorben merupakan material berpori, dan proses adsorpsi berlangsung di dinding pori-pori atau pada lokasi tertentu pada pori tersebut. Adsorben dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu adsorben tidak berpori (non-porous sorbents) dan adsorben berpori (porous sorbents). (Arfan, 2006) a. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents) Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin seperti BaSO 4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil, tidak lebih dari 10 m 2 /g dan umumnya antara 0.1 s/d 1 m 2 /g. Adsorben tidak berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized carbon blacks) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m 2 /g. b. Adsorben berpori (porous sorbents) Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m 2 /g. Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen. Adsorben ini umumnya berbentuk granular. Klasifikasi pori menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah : Mikropore Mesopore Makropore : Diameter < 2 nm : Diameter 2 < d < 50 nm : Diameter d > 50 nm

Gambar 2.2 Ilustrasi potongan adsorben jenis karbon aktif serta kondisi porinya [3] Beberapa jenis adsorben berpori yang telah digunakan secara komersial antara lain adalah karbon aktif, zeolit, silika gel, dan activated alumina. Estimasi dari nilai penjualan dari jenis adsorben tersebut adalah : (Yang, 2003) Karbon aktif USD 1 Milyar Zeolit USD 100 Juta Silika gel USD 27 Juta Activated Alumina USD 26 Juta Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi oleh adsorben untuk dapat menjadi adsorben komersial adalah sebagai berikut : (mulyati, 2006) Memiliki luas permukaan yang besar per unit massa sehingga kapasitas adsorpsinya tinggi Ketahanan struktur fisik yang tinggi Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun Tidak terjadi perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan desorpsi.

Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat. Activated Alumina Silika gel Zolit Karbon Aktif Gambar 2.3 Jenis-jenis adsorben komersial yang telah banyak digunakan. [4] Tabel 2.1 Proses Adsorpsi Dan Adsorben yang Digunakan [5]

Tabel 2.1 Proses Adsorpsi Dan Adsorben yang Digunakan (lanjutan) [5]

Tabel dibawah ini menginformasikan tentang karakterisitik adsorben beserta kegunaan dan kerugian adsorben : Tabel 2.2 Tipe, Karakteristik, kegunaan, dan kelemahan dari jenis adsorben [4] Tipe Karakterisitik Kegunaan Kelemahan Karbon aktif Hidrofobik Pemisahan polutan organik Sulit untuk digenerasi Zeolit Hidrofobik, polar Pemisahan udara, dehidrasi Kapasitas total rendah Silika gel Kapasitas tinggi, hidrofilik Pengeringan aliran gas Pemisahan tidak efektif Activated alumina Kapasitas tinggi, hidrofilik Pengeringan aliran gas Pemisahan tidak efektif 2.3. KARBON AKTIF Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya dengan melakukan proses karbonisasi dan aktifasi. Pada proses tersebut terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Aktifasi ini terjadi karena terbentuknya gugus aktif akibat adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen. Karbon aktif terdiri dari 87-97 % karbon dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen serta senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari proses pembuatan. Volume pori-pori karbon aktif biasanya lebih besar dari 0,2 cm 3 /gram. Sedangkan luas permukaan internal karbon aktif yang telah diteliti umumnya lebih besar dari 400 m 2 /gr dan bahkan bisa mencapai di atas 1000 m 2 /gr (Sudibandriyo, 2003).

Gambar 2.4 (ki-ka) Gambar Pembesaran Permukaan Karbon Aktif [6] Karbon aktif dapat diperoleh dari bahan alami yang mengandung karbon seperti batu bara, tempurung kelapa, kayu dan lain-lain. Bahan alami tersebut dipreparasi dengan cara karbonisasi dan aktivasi sehingga menghasilkan karbon aktif dengan berbagai bentuk dan ukuran. 2.3.1. Jenis Karbon Aktif Ditinjau dari segi bentuk dan ukuran karbon aktif dapat diklasifikasikan menjadi : Granular Activated Carbon (GAC) Jenis ini memiliki ukuran antara 0.2 mm sampai dengan 5 mm. Biasanya digunakan untuk proses pada fluida phase cair dan gas Gambar 2.3.1. Granular Activated Carbon (GAC) [7]

Powder Activated Carbon (PAC) Powder activated carbon memiliki ukuran kurang dari 0.18 mm. Utamanya digunakan untuk proses adsorpsi phase gas pada treatment gas. Gambar 2.3.2. Powder Activated Carbon (PAC) [7] Extruded Activated Carbon Extruded and cylindrical shaped dengan diameter dari 0.8 mm sampai dengan 5 mm. Utamanya digunakan pada phase gas Gambar 2.3.3. Extruded Activated Carbon [7] 2.3.2. Proses Produksi Karbon Aktif Secara umum proses pembuatan karbon aktif terdiri dari proses karbonisasi bahan dasar dan proses aktivasi. Pada proses karbonisasi, komponen yang mudah menguap akan terlepas dan karbon mulai membentuk struktur pori-pori. Pembentukan pori-pori akan ditingkatkan pada proses aktivasi. Pada proses aktivasi terjadi pembentukan pori-pori yang masih tertutup dan peningkatan ukuran serta jumlah pori-pori kecil yang telah terbentuk. (sontheimer, 1985) Proses aktivasi merupakan proses yang terpenting karena sangat menentukan kualitas karbon aktif yang dihasilkan baik luas area

permukaan maupun daya adsorpsinya. Proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia Aktivasi fisika disebut juga aktivasi termal. Biasanya digunakan untuk produksi karbon aktif yang akan digunakan untuk water treatmen dan prosesnya adalah endotermis. Proses endotermis melibatkan kontak antara agen aktivasi berfasa gas seperti uap, karbondioksida (CO 2 ) dan udara. Pada proses ini seringkali terjadi reduksi dari ukuran adsorben yang disebabkan karena kelebihan oksidasi eksternal selama gas pengoksidasi berdifusi ke dalam karbon yang tidak teraktivasi. Aktivasi kimia biasanya digunakan untuk bahan dasar yang mengandung selulosa dan menggabungkan antara tahap karbonisasi dan tahap aktivasi. Zat kimia yang dapat mendehidrasi seperti phosforic acid (H 3 PO 4 ) atau KOH ditambahkan ke bahan dasar pada temperatur yang telah dinaikkan. Produk ini kemudian akan mengalami pirolisis termal yang mendegradasi selulosa lalu didinginkan dan terakhir agen aktivasinya diekstraksi. Biasanya hasil proses ini adalah karbon aktif bubuk densitas rendah. Aktivasi kimia ini bertujuan mengurangi pembentukan pengotor dan produk samping dengan cara merendam bahan mentah dalam senyawa kimia contoh kayu direndam dalam asam sulfat. Karbon aktif merupakan jenis adsorben yang paling banyak digunakan sebab adsorben jenis ini dinilai memiliki luas permukaan yang besar dan daya adsorpsi yang paling baik diantara jenis adsorben lainnya (Mc.Cabe.et.al, 1999). 2.4 LUAS PERMUKAAN (SURFACE AREA) (Marsh, et al., 2006) Luas permukaan dari material berpori atau adsorben adalah suatu cara yang tepat untuk menyatakan kapasitas adsorpsi dari material berpori itu sendiri. Luas permukaan adsorben secara esensial tidak dinyatakan dalam bentuk makro, disini maksudnya tidak seperti menyatakan luas permukaan

suatu bidang permukaan. Hal ini dikarenakan proses adsorpsi itu sendiri terjadi pada permukaan berukuran atom/molekul. 2.5 ADSORPSI Adsorpsi merupakan suatu peristiwa dimana molekul-molekul dari suatu senyawa terikat oleh permukaan zat padat. Molekul-molekul pada zat padat atau zat cair memiliki gaya dalam keadaan tidak setimbang dimana gaya kohesi cenderung lebih besar dari pada gaya adhesi. Ketidaksetimbangan gaya-gaya tersebut menyebabkan zat padat atau zat cair tersebut cenderung menarik zat-zat lain atau gas yang bersentuhan pada permukaannya. Fenomena konsentrasi zat pada permukaan padatan atau cairan disebut fasa teradsorbat atau adsorbat sedangkan zat yang menyerap atau menariknya disebut adsorben. Proses adsorpsi pada suatu adsorben terutama terjadi pada pori-pori kecil (micropore). Sedangkan macropore hanya berperan sebagai tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke micropore. (Ding dan Bathia, 2003). Adsorpsi gas pada permukaan zat padat menyebabkan terjadinya kesetimbangan antara gas yang terserap dengan gas sisa. Oleh karena itu daya serap adsorben dipengaruhi oleh besarnya tekanan dan temperatur. Semakin besar tekanan semakin banyak pula zat yang diserap. Dan sebaliknya semakin tinggi temperatur semakin sedikit jumlah zat yang terserap. Pengaruh tekanan dan temperatur terhadap zat yang terserap tergantung pada jenis adsorpsi. 2.5.1. Jenis Adsorpsi Ditinjau dari segi interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat maka jenis adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. 2.5.1.1. Adsorpsi Fisika Adsorpsi jenis ini terjadi karena adanya gaya Van Der Waals yaitu gaya tarik menarik yang relatif lemah antara permukaan adsorben dengan adsorbat. Adsorbat tidak terikat secara kuat pada permukaan

adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lainnya. Dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat yang satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Adsorpsi fisik merupakan suatu peristiwa yang reversibel. Bila dalam keadaan kesetimbangan kondisinya diubah misalnya tekanan diturunkan atau temperatur dinaikkan maka sebagian adsorbat akan terlepas dan akan membentuk kesetimbangan baru. Peristiwa adsorpsi disertai dengan pengeluaran panas yang disebut dengan panas adsorpsi. Umumnya panas adsorpsi fisik relatif rendah berkisar (5 10) kkal/gr.mol dan terjadi pada temperatur rendah yaitu di bawah temperatur didih adsorbat. Hal ini yang menyebabkan kesetimbangan dari proses adsorpsi fisik adalah reversibel dan berlangsung sangat cepat. Proses adsorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi sehingga pada proses tersebut akan membentuk lapisan multilayer pada permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisik dapat diputuskan dengan mudah. 2.5.1.2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi jenis ini merupakan adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan kovalen dan ion antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk adalah lapisan monolayer. Yang paling penting dalam adsorpsi kimia adalah spesifikasi dan kepastian pembentukan monolayer. Pendekatannya adalah dengan menentukan kondisi reaksi sehingga hanya adsorpsi kimia yang terbentuk dan hanya terbentuk monolayer. Adsorpsi kimia bersifat tidak reversible dan umumnya terjadi pada temperatur tinggi di atas temperatur kritis adsorbat sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga tinggi yaitu 10 100 kkal/gr.mol. Sedangkan untuk mencapai terjadinya peristiwa desorpsi dibutuhkan

energi lebih tinggi untuk memutuskan ikatan yang terjadi antara adsorben dan adsorbat. 2.5.2. Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah fluida yang diadsorpsi oleh adsorben adalah sebagai berikut: (Bahl et al, 1997) a. Jenis adsorbat Ukuran molekul adsorbat Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses adsorpsi dapat terjadi. Molekul-molekul adsorbat yang dapat diadsorpsi oleh adsorben adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben Kepolaran zat Apabila diameter molekul adsorbat sama dengan diameter pori adsorben maka molekul-molekul non polar yang lebih kuat diadsorpsi oleh adsorben daripada molekul-molekul yang polar. b. Karakteristik adsorben Kemurnian adsorben Adsorben yang memiliki kemurnian lebih tinggi akan memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik Luas permukaan dan volume pori adsorben Jumlah molekul adsorbat yang diserap oleh adsorben akan meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori dari adsorben. Sehingga seringkali adsorben diberi perlakuan awal seperti karbonisasi dan aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan dan volume porinya c. Temperatur Proses adsorpsi merupakan proses eksotermis. Dengan demikian peningkatan temperatur pada tekanan yang tetap akan

mengurangi jumlah senyawa yang teradsorpsi berdasarkan prinsip Chatelier d. Tekanan Jumlah zat yang diadsorpsi akan bertambah dengan menaikkan tekanan adsorbat.