III. BAHAN DAN METODE

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

III. METODOLOGI PENELITIAN

III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

III.METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, lokasi, dan waktu penelitian 1. Materi penelitian 1.1. Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

METODE Lokasi dan Waktu Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

BAB III METODE PENELITIAN

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL

II. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

II. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan yogurt adalah susu skim bubuk, kultur murni (Lactobacillus bulgaricus FNCC 004P, Streptococcus thermophillus FCNN 1903, Lactobacillus fermentum 2B4, dan Lactobacillus plantarum 2C12), fruktooligosakarida (FOS) Orafti, akuades dan sukrosa. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan ransum, bahan analisis mikrobiologi dan bahan analisis histologi dan imunohistokimia. Bahan ransum antara lain AMDK, kasein, CMC (carboxymethylcellulosa), minyak jagung, mineral mix, vitamin mix, dan pati jagung. Bahan analisis mikrobiologi yang digunakan antara lain akuades, MRSB (de Man Rogosa Sharpe Broth), MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar), NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), EMBA (Eosin Methylene Blue Agar), spirtus, dan KH 2 PO 4. Bahan yang digunakan untuk pewarnaan hematoksilin-eosin dan imunohistokimia antara lain tikus, larutan Bouin (campuran asam pikrat, formaldehid 4%, dan asam asetat glasial 15:5:1), alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, xylol, parafin, akuades, hematoxylin, eosin alkohol, metanol, H 2 O 2, serum normal, PBS (Phosphate Buffered Saline), aquabidest, antibodi primer IgA, antibodi sekunder Dako K1491, kromogen diamino benzidine (DAB), larutan neofren, toluen, dan entelan. 3.1.2. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat analisis mikrobiologi, alat pemeliharaan hewan uji dan alat analisis histologi dan imunohistokimia. Alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain cawan petri, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, labu takar, erlenmeyer, pipet, mikropipet, gelas pengaduk, sudip, jarum ose, bunsen, autoklaf, oven, dan inkubator. Alat pemeliharaan hewan uji adalah kandang, tempat ransum, botol minum, sonde, timbangan dan saringan. Alat yang digunakan untuk proses pewarnaan hematoksilin-eosin dan imunohistokimia antara lain botol sampel, silet, alat bedah, waterbath, mikroskop, cetakan blok (pagoda), bunsen, balok kayu, gelas objek, mikrotom, inkubator, cover glass, gelas ukur, pipet, tabung ependorf, mikropipet, dan refrigerator.

3.2. METODE Metode penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama (Gambar 6). Penelitian pendahuluan berupa pengujian antibakteri terhadap EPEC secara in vitro. Penelitian utama berupa pengujian aktivitas antidiare dan imunomodulator secara in vivo pada tikus percobaan. Penelitian Pendahuluan Pembuatan formula yogurt sinbiotik: 1. F1: L. bulgaricus + S. thermophillus + FOS 5% 2. F2: L. bulgaricus + S. thermophillus + L. plantarum 2C12 + FOS 5% 3. Formula 3: L. bulgaricus + S. thermophillus + L. fermentum 2B4 + FOS 5% 4. Formula 4: L. bulgaricus + S. thermophillus + L. plantarum 2C12 + L. fermentum 2B4 + FOS 5% Pengujian antibakteri penyebab diare secara in vitro Diperoleh formula terbaik yogurt sinbiotik Penelitian Utama Pengujian antidiare formula yogurt sinbiotik terbaik secara in vivo yang terdiri dari kelompok: 1. Kontrol negatif 2. Kontrol positif 3. Yogurt sinbiotik formula terbaik 4. Yogurt sinbiotik formula terbaik + EPEC 5. Yogurt prebiotik Dilakukan terminasi terhadap tikus percobaan Analisis profil histologi dan imunohistokimia IgA duodenum tikus percobaan Gambar 6. Diagram alir penelitian

3.2.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan pengujian antibakteri terhadap EPEC secara in vitro. 3.2.1.1. Pembiakan Kultur Penelitian ini diawali dengan pembiakan kultur yogurt yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophilus serta BAL probiotik indigenus (Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4). Kultur murni disegarkan pada media de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB), dengan cara memasukkan 1 ml kultur murni ke dalam 10 ml MRSB, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 24 jam. Setelah didapatkan kultur murni segar, sebanyak 2% kultur murni diinokulasikan ke dalam larutan susu skim steril 10%. Kultur tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam yang hasilnya disebut kultur induk. Sebanyak 2% dari kultur induk diinokulasikan ke dalam larutan susu skim steril 10 % yang ditambah glukosa 2% dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam yang hasilnya disebut kultur kerja. Kultur kerja dipupukkan pada media de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) untuk mengetahui populasinya. Kultur yang memenuhi syarat untuk siap dijadikan kultur starter yogurt adalah kultur dengan populasi 10 8 cfu/ml. 3.2.1.2. Pemeliharaan Kultur Stok Kultur stok diperbaharui setiap minggu agar aktivitasnya tidak berkurang. Kultur stok yang disimpan terlalu lama dapat mengakibatkan berkurangnya aktivitas bakteri karena habisnya substrat dan penumpukan metabolit. Pemeliharaan kultur stok menggunakan metode Hariyadi et al. (2001), yaitu dengan metode tusukan pada chalk semi solid. Kultur ditusukan ke media chalk semi solid, kemudian diinkubasikan pada suhu 43 o -45 o C selama 24 jam. Setelah diinkubasi kultur disimpan dalam refrigerator. Pada saat akan digunakan kembali, kultur diambil sebanyak 1 loop dari media chalk semi solid kemudian diinokulasikan ke dalam MRSB dan diinkubasi pada suhu 43 o -45 o C selama 24 jam. 3.2.1.3. Pembuatan Yogurt Sinbiotik BAL indigenus yang diperoleh dari isolasi bakteri pada daging sapi pasar tradisional Bogor yaitu Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4, selanjutnya diaplikasikan pada pembuatan yogurt sinbiotik (mengandung probiotik dan prebiotik). Jenis prebiotik yang ditambahkan dalam masing-masing formula yogurt adalah FOS 5%. Keempat jenis formula yogurt sinbiotik yang akan dibuat adalah: 1. L. bulgaricus + S. thermophillus 2. L. bulgaricus + S. thermophillus + L. plantarum 2C12 3. L. bulgaricus + S. thermophillus + L. fermentum 2B4 4. L. bulgaricus + S. thermophillus + L. plantarum 2C12 + L. fermentum 2B4. Pembuatan yogurt sinbiotik ini diawali dengan pencampuran antara 12 % susu skim bubuk, 5% FOS dan 5% sukrosa, dan sisanya air. Kemudian larutan tersebut dipasteurisasi pada suhu 85 o C selama 30 menit. Setelah itu ditunggu hingga suhu mencapai 45 o C, kemudian 3% kultur kerja campuran (1:1) diinokulasikan ke dalam larutan tersebut. Larutan yang telah berisi kultur kerja

dimasukkan ke dalam cup-cup yang telah disterilisasi. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam, yogurt dalam cup-cup tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator pada suhu 10 o C selama 2-3 jam untuk menghambat laju fermentasi. 3.2.1.4. Uji Antibakteri Penyebab Diare Yogurt Sinbiotik (in vitro) Setelah didapatkan empat formula dari yogurt sinbiotik, kemudian dilakukan uji penghambatan terhadap bakteri penyebab diare melalui uji kontak. Uji kontak adalah metode untuk mengevaluasi daya antimikroba suatu zat dengan cara membandingkan jumlah bakteri uji, sebelum dan sesudah mengalami kontak dengan zat tersebut (Fardiaz 1989). Tahap awal uji kontak adalah mempersiapkan kultur bakteri uji, yaitu bakteri Enterophatogenic Escherichia coli K1.1 (EPEC K1.1) umur 24 jam. Kemudian ke dalam yogurt dimasukkan 1% bakteri EPEC K1.1 umur 24 jam dari media Nutrient Broth (NB). Jumlah ini setara dengan 10 6 sel EPEC K1.1 yaitu jumlah yang cukup untuk menyebabkan diare. Yogurt yang telah dikontaminasi dengan EPEC K1.1, divorteks untuk menyebarkan sel-sel bakteri. Yogurt tersebut diinkubasikan selama 2, 4 dan 6 jam pada suhu 37 o C. Setelah selesai diinkubasi, dilakukan penghitungan banyaknya sel EPEC K1.1 yang bertahan hidup melalui metode hitungan cawan dengan media selektif Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Selain itu, juga dilakukan penghitungan jumlah sel 1% EPEC K1.1 sebelum dilakukan kontak dengan yogurt melalui metode hitungan cawan dan menggunakan media selektif EMBA. Selisih jumlah EPEC K1.1 sebelum dan sesudah kontak menjadi tolok ukur daya antibakteri yogurt, semakin besar selisihnya maka semakin potensial yogurt tersebut sebagai antibakteri penyebab diare. 3.2.2. Penelitian Utama Penelitian utama merupakan uji imunomodulator dan antidiare yogurt sinbiotik secara in vivo menggunakan tikus percobaan yang diinjeksi dengan EPEC. 3.2.2.1. Pengelolaan Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus albino Norway rats (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan yang berasal dari Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB). Kandang yang digunakan adalah kandang plastik berwarna yang berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm, dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan yaitu 70 ekor. Kandang plastik tersebut ditutup menggunakan kawat besi. Alas dalam kandang menggunakan sekam padi yang telah disterilisasi dan diganti 3 hari sekali. Kandang tikus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan terjaga dari asap industri atau polutan lainnya. Lantai mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24 o C dan kelembaban udara 50-60%, dengan ventilasi yang cukup namun tidak ada jendela yang terbuka (Muchtadi 1993). Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap tiga hari sekali dan pada saat akan dilakukan terminasi. Pemberian ransum standar dilakukan setiap hari sebanyak 20 gram (ad libitum), yang sebelumnya telah dilakukan masa adaptasi selama 3 hari. Air minum yang digunakan merupakan air minum dalam kemasan yang diganti setiap harinya.

3.2.2.2. Ransum Komposisi ransum basal disusun berdasarkan AOAC (1995) dan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi campuran ransum basal Bahan-bahan Jumlah (%) Komposisi (%) Protein kasein (10%) (a) a = 1.60 x 100% N kasein 11.87 Minyak jagung (b) [(8 a) x % kadar lemak]/ 100 7.87 Campuran mineral (c) [(5 - a) x % kadar abu]/100 4.79 Campuran vitamin (d) 1 1.00 CMC (carboxymethylcellulosa) (e) [(1 a) x % kadar serat]/100 1.00 Air (f) [(5 a) x % kadar air]/100 3.62 Maizena (pati jagung) 100 (a + b+ c + d + e + f) 69.85 Sumber : AOAC (1995) 3.2.2.3. Uji Imunomodulator dan Antidiare Yogurt Sinbiotik ( in vivo) Pengujian ini dilakukan sesuai petunjuk Zoumpopoulou et al.(2008) hanya berbeda bakteri patogen yang digunakan. Yogurt dengan populasi BAL sebanyak 10 9 cfu/ml diberikan kepada tikus percobaan sebanyak 1 ml/hari, sedangkan populasi EPEC diberikan dengan dosis 10 7 cfu/ml sebanyak 1 ml/hari. Tikus dibagi menjadi enam kelompok, seperti pada Tabel 7 dan Gambar 7. Adaptasi dilakukan selama tiga hari pertama dengan pemberian makanan ransum basal terhadap semua tikus. Setiap kelompok terdiri dari 15 ekor tikus sebagai ulangan kecuali kelompok tikus yogurt prebiotik yang terdiri dari 5 ekor. Pembedahan tikus untuk analisis peubah yang diamati dilakukan pada hari ke-7, 14, dan 21, masing-masing sebanyak lima ekor sebagai ulangan. Selain itu terdapat pula lima ekor tikus sebagai kelompok baseline yang akan dibedah pada hari ke-0 setelah masa adaptasi. Dengan demikian jumlah tikus yang digunakan adalah 70 ekor tikus. Pemberian yogurt sinbiotik dan EPEC K1.1 dilakukan melalui pencekokan. Kelompok tikus yang tidak mendapatkan perlakuan yogurt sinbiotik dan atau EPEC K1.1 dicekok menggunakan air minum sehingga mengalami stres yang sama dengan tikus yang dicekok dengan yogurt sinbiotik dan atau EPEC K1.1. Kelompok Tikus Tabel 7. Kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan yang diberikan Perlakuan A Ransum basal/ kontrol negatif B Ransum basal dan yogurt sinbiotik F3 (L.fermentum + FOS 5%) C Ransum basal, yogurt sinbiotik F3 dan EPEC K1.1 D Ransum basal dan EPEC K1.1/ kontrol positif E Ransum basal dan yogurt prebiotik

H(-3) H(0) H(7) H(14) H(21) Adaptasi Cekok EPEC 10 6 cfu/ml T0 T1 T2 T3 Gambar 7. Bagan perlakuan tikus percobaan Keterangan : T0= terminasi awal (5 ekor) T1= terminasi hari ke-7 (5 ekor tikus setiap kelompok) T2= terminasi hari ke-14 (5 ekor tikus setiap kelompok) T3= terminasi hari ke-21 (5 ekor tikus setiap kelompok) Pemberian yogurt sinbiotik F3 dilakukan selama 3 minggu dari H0 hingga H20 pada kelompok tikus yogurt sinbiotik (B) dan kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 (C). Pemberian cekok EPEC K1.1 dilakukan selama 1 minggu yaitu pada H7 hingga H13 pada kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC K1.1 (C) dan kelompok tikus kontrol positif (D). Pemberian yogurt prebiotik dilakukan selama 3 minggu dari H0 hingga H20 pada kelompok tikus yogurt prebiotik (E). 3.2.2.4. Pengambilan dan Pengukuran Kadar Air Sampel Feses Tikus Pengukuran kadar air feses bertujuan untuk melihat terjadinya diare pada tikus percobaan. Kadar air feses yang tinggi menjadi indikator terjadinya pada tikus percobaan. Feses tikus percobaan diambil secara aseptik langsung dari anus tikus dan diletakkan dalam plastik steril. Pengambilan sampel feses dilakukan selama pemberian cekok EPEC K1.1 dan setelah pemberian EPEC K1.1 dihentikan. Sampel feses tikus percobaan diletakkan dalam cawan aluminium yang telah dioven selama minimal 30 menit dan ditimbang. Kemudian sampel feses dalam cawan ditimbang untuk mendapatkan data berat feses awal. Sampel feses dalam cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven pengering dan dikeringkan selama 24 jam. Setelah 24 jam sampel feses dalam cawan ditimbang untuk mendapatkan data berat akhir. Penghitungan kadar air feses tikus percobaan menggunakan Rumus 1. Rumus : (W (W1 W2)) x 100 (1) W Keterangan : W = bobot contoh sebelum dikeringkan W1 = bobot contoh + cawan kering kosong W2 = bobot cawan kosong 3.2.2.5. Analisis Histologi Jaringan Usus Halus (Kiernan 1999) Analisis histologi jaringan usus halus (duodenum) tikus percobaan dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Awalnya, jaringan usus halus (duodenum) dipotong sepanjang 2 cm (masing-masing) setelah hewan dikorbankan, kemudian difiksasi terlebih dahulu selama 24 jam

dengan larutan Bouin. Larutan Bouin terdiri dari larutan asam pikrat jenuh, formalin p.a., dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Lalu, sampel tersebut didehidrasi dengan alkohol bertingkat. Untuk tahap dehidrasi ini, alkohol yang digunakan secara berturut-turut adalah alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95%, masing-masing selama 24 jam. Setelah itu, tahap dehidrasi ini dilanjutkan dengan menggunakan alkohol absolut I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam. Tahap berikutnya adalah penjernihan (clearing). Pada tahap ini, sampel yang telah didehidrasi dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam. Pada xylol III, 30 menit pertama dilakukan di suhu ruang, 30 menit berikutnya di dalam inkubator suhu 60 o C. Selanjutnya, dilakukan tahap infiltering (infiltrasi) dengan memasukkan sampel ke dalam parafin I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam pada suhu 60 C. Setelah itu, dilakukan tahap embedding (pencetakan) yaitu penanaman jaringan dalam parafin yang kemudian dibuat blok-blok jaringan. Setelah itu, jaringan usus yang sudah berada dalam bentuk blok parafin dipotong setebal 4 µm dengan mikrotom. Hasil potongan tersebut kemudian direndam dalam akuades, lalu dibentangkan dalam akuades yang dipanaskan dalam waterbath suhu 40-45 C. Selanjutnya, jaringan tersebut diletakkan pada gelas objek, lalu dimasukkan ke dalam inkubator 40 C selama ± 24 jam. Jaringan pada gelas obyek yang telah siap untuk diwarnai kemudian dideparafinisasi dengan xylol kemudian direhidrasi dengan alkohol bertingkat. Pada tahap deparafinasi, jaringan pada gelas objek yang telah diinkubasi dicelupkan ke dalam xylol III, II dan I selama 3 menit. Lalu pada tahap rehidrasi, jaringan dicelupkan ke dalam alkohol absolut III, II, dan I selama 3 menit, alkohol 95%, 90%, 80% dan alkohol 70% selama 3 menit. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air kran selama 10 menit, kemudian dengan akuades selama minimal 5 menit (stopping point). Selanjutnya, potongan jaringan tersebut diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin (HE) dengan pencucian air kran dan akuades di antaranya. Pewarnaan dengan hematoksilin dilakukan selama 1 2 menit kemudian jaringan tersebut dicuci dengan air kran selama 10 menit dan akuades selama minimal 5 menit (stopping point). Lalu, pewarnaan dilanjutkan dengan Eosin selama 2 menit kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan dengan mencelupkan sampel jaringan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95% selama beberapa detik, yang dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam alkohol absolut I selama beberapa detik, alkohol absolut II dan alkohol absolut III selama 1 menit. Tahap selanjutnya adalah tahap penjernihan ulang (clearing) dilakukan dengan mencelupkan sampel jaringan ke dalam xylol I selama beberapa detik, xylol II dan III selama 1 menit. Selanjutnya, tahap mounting dilakukan dengan menetesi sampel jaringan dengan entelan atau kanada balsam, kemudian sampel jaringan tersebut ditutup dengan cover glass. Setelah itu, dilakukan pengamatan terhadap gambaran umum histopatologi jaringan usus halus (duodenum), persentase kerusakan vili dan pengukuran rata-rata tebal mukosa usus duodenum. 3.2.2.6. Analisis Imunohistokimia IgA Usus Halus (Kiernan 1999) Analisis kandungan imunoglobulin A (IgA) pada usus halus tikus percobaan dilakukan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia (Kiernan 1990). Pewarnaan imunohistokimia bertujuan untuk melihat komponen aktif, seperti enzim dan hormon, yang terdapat di dalam sel atau jaringan. Prinsip dari teknik imunohistokimia adalah adanya ikatan kunci dan gembok antara antigen (Imunoglobulin A) dan antibodi (anti-iga). Prinsip teknik pewarnaan imunohistokimia dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Prinsip teknik pewarnaan imunohistokimia Imunoglobulin A yang terdapat dalam jaringan (mukosa usus) dikenal sebagai antigen oleh antibodi primer (anti-iga). Antibodi primer berikatan dengan antigen, selanjutnya antibodi sekunder yang dikonjugasi dengan peroksidase akan bereaksi dengan antibodii primer, sehingga keberadaan peroksidase inii melambangkan adanya kompleks antigen-antibodi. benzidine atau DAB) dan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) sehingga terbentuk endapan warna coklat sebagai visualisasi adanya IgA. Dengan demikian pembentukan warna coklat menunjukkan adanya ikatan antara antibodi dan antigen (IgA). Warna coklat juga menunjukkan keberadaan IgA. Semakin tua intensitas dan semakin luas distribusi warna coklatnya maka semakin banyak kandungan IgA-nya. Berikut adalah reaksi yang terjadi dalam pembentukan endapan warnaa P eroksidase ini berfungsi untuk mengkatalis reaksi antara kromogen (diamo coklat. Prosedur analisis imunohistokimia IgA sama seperti prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin pada analisis histologi jaringan usus halus dari awal hingga tahap embedding dan pemotongan blok jaringan dengan mikrotom, kecuali pada tahap pelekatan preparat ususs ke gelas objek di mana gelas objek sebelum digunakan harus dicuci bersih dengan teknik sonikasi, kemudian dikeringkan dan diberi larutan neofren dalam toluen (toluen : neofren = 9 : 1). Tujuan pemberian neofren ini adalah agar preparat usus menempel dengan baik pada gelas objek dan tidak mudah terlepas pada saat proses pewarnaan imunohistokimia. Sebelum dilakukan pewarnaan, sediaan jaringan usus halus dideparafinisasi dengan larutan xylol III, II, dan I selama 5 menit dengan tujuan untuk melarutkan parafin dari jaringan. Setelah itu, dilakukan rehidrasi dengan alkohol, sediaan jaringan usus halus dimasukkan ke dalam larutan alkohol absolut III, II, dan I serta alkohol 95%, 90%, 80%, dan 70% selamaa 3 menit. Setelah itu, sediaan tersebut direndam dalam air kran selama 5 menit kemudian direndam dalam air bebas ion (aquabidest) selama 3 menit (stopping point). Tahap berikutnya adalah penghilangan peroksidasee endogen. Pada tahap ini, potongan jaringan tersebut diinkubasikan (dicelupkan) dalam larutan yang mengandung campuran metanol (30 ml) dan H 2 O 2 (0.3 ml) selama 15 menit pada kondisi gelap. Kemudian, sediaan direndam di dalam air bebas ion sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 menit dan dalam PBS (Phosphate Buffered Saline) sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 menit. Sediaan jaringan ususs lalu diinkubasikan dalam serum normal untuk memblok antigen nonspesifik. Sediaan diletakkan pada kotak sediaan dan masing-masing ditetesi dengan 50-60 µl serum normal (10% dalam PBS), kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit. Setelah itu,

sediaan dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Kemudian masingmasing sediaan ditetesi dengan 50-60 µl antibodi primer/monoklonal IgA (Anti-Rat IgA, α-chain specific developed in goat, SIGMA), lalu diinkubasi dalam refrigerator selama semalam (± 19 jam). Selanjutnya, dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 10 menit. Setelah itu, potongan jaringan ditetesi dengan 50-60 µl antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase System atau DEPS (K401) pada kondisi gelap, kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit. Kemudian, sediaan dicuci kembali dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Kemudian, reaksi positif divisualisasikan dengan menggunakan kromogen Diamino benzidine (DAB). Visualisasi dengan DAB (3,3 -Diaminobenzidine Tetrahydrochloride-Plus Kit Substrate for Horsedish Peroxidase) dilakukan dengan mencampurkan reagen 1 + reagen 2 + reagen 3 dengan air bebas ion dengan perbandingan 1 : 1 : 1 : 20. Sementara itu, larutan DAB yang diteteskan adalah sebanyak 50-60 µl, lalu DAB dibiarkan bereaksi pada ruang gelap selama 30 menit. Setelah itu, sediaan tersebut direndam dalam air bebas ion (stopping point). Tahap berikutnya adalah pewarnaan dengan counterstrain menggunakan Hematoxylin dengan cara merendam sediaan dalam Hematoxylin selama 1-4 detik, yang dilanjutkan dengan perendaman dalam air bebas ion minimal selama 5 menit hingga mendapatkan warna yang kontras antara warna coklat dengan biru dari Hematoxylin. Kemudian, dilakukan dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95%, dan dalam alkohol absolut I selama beberapa detik, lalu direndam dalam alkohol absolut II dan III, masing-masing selama 1 menit. Setelah itu, dilakukan penjernihan dengan mencelupkan sediaan ke dalam xylol I selama beberapa detik, lalu direndam dalam xylol II, dan III, masing-masing selama 1 menit. Tahap akhir dari pewarnaan ini adalah mounting yaitu penempelan cover glass pada sediaan dengan menggunakan perekat entelan. Setelah itu, preparat imunohistokimia siap untuk diamati di bawah mikroskop. Keberadaan IgA akan ditunjukkan oleh warna coklat pada mukosa usus halus tersebut. Semakin tua warna coklat menunjukkan semakin banyak kandungan IgA pada lokasi tersebut. Terbentuknya warna biru menunjukkan bahwa tidak adanya kandungan IgA pada lokasi tersebut. Penilaian dilakukan secara deskriptif pada sediaan usus duodenum menggunakan mikroskop cahaya dengan kriteria seperti pada Tabel 8. Tanda Tabel 8. Kriteria penilaian deskriptif kandungan IgA Deskripsi + warna biru yang menunjukan pada bagian tersebut tidak mengandung IgA atau warna coklat muda hanya pada bagian crypt mukosa usus, atau warna coklat tua hanya pada bagian crypt mukosa. ++ warna coklat muda hanya pada lapisan epitel dan crypt atau sebagian besar atau seluruh mukosa usus +++ warna coklat tua pada pada seluruh bagian atau sebagian besar lapisan epitel dan crypt mukosa usus. ++++ warna coklat sangat tua pada seluruh bagian atau sebagian besar lapisan epitel dan crypt mukosa usus.

3.2.2.8. Analisis Data Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 untuk Windows. Analisis statistik digunakan untuk menganalisis data aktivitas antibakteri yogurt sinbiotik, berat badan tikus percobaan, rata-rata konsumsi ransum, kadar air feses tikus percobaan dan ketebalan mukosa usus duodenum tikus percobaan. Data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 dengan metode analisis General Linier Model Univariate. Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05 dan P<0.01), maka digunakan uji lanjut Duncan untuk membandingkan tiap perlakuan. Analisis kandungan imunoglobulin A (IgA) menggunakan penilaian secara deskriptif pada sediaan usus duodenum menggunakan mikroskop cahaya. Keberadaan IgA akan ditunjukkan oleh warna coklat pada mukosa usus halus tersebut. Semakin tua warna coklat menunjukkan semakin banyak kandungan IgA pada lokasi tersebut. Terbentuknya warna biru menunjukkan bahwa tidak adanya kandungan IgA pada lokasi tersebut.