BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN AKUNTAN PUBLIK. Berbicara masalah perjanjian kalau dilihat dari Kitab Undang-undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualiied Opinion)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Topik 3 : Laporan Akuntan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAHAN AJAR PEMERIKSAAN AKUNTAN 1. Oleh: Erni Suryandari F, SE., M.Si

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Tipe Opini Auditor. 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

AUDIT LAPORAN KEUANGAN LAPORAN AUDIT & TANGGUNG JAWAB AUDITOR

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 2, Edisi Juni 2012 (ISSN : 2252_7826) JENIS-JENIS PENDAPAT AUDITOR (OPINI AUDITOR)

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN. Sumber: PSA No. 29. Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK

Auditing 1. I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., MM., Ak., BKP., CPMA., CPHR., CA. Politeknik Negeri Bali

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

Transkripsi:

18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN AKUNTAN PUBLIK a. Perjanjian a. Pengertian Perjanjian Berbicara masalah perjanjian kalau dilihat dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) dalam Buku III dapat dijumpai mengenai perikatan pada umumnya. Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian karena perikatan dapat berupa perjanjian yang disebut dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian. Disamping itu ada juga perikatan yang bersumber dari undang undang. Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari ketentuan pasal ini jelaslah untuk didapatkan adanya suatu perjanjian paling sedikitnya harus ada dua pihak sebagai subyek hukum, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikat dirinya dalam suatu hal tertentu. Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena hanya mengenai hal-hal yang mengenai janji kawin yaitu perbuatan didalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga tetapi 18

19 bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku dan mencakup perbuatan melawan hukum sedangkan dalam perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan. 1 Hal tertentu dapat berupa untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, maupun untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian boleh dilakukan oleh siapa saja, antara orang yang satu dengan orang yang lain, maupun dilakukan antara orang perseorangan dengan badan hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak. Begitu juga hanya dalam praktek/dalam masyarakat, masalah perjanjian sudah sangat lumrah diketahuinya. Bahkan sering dilakukan baik secara tertulis maupun dengan cara lisan. Juga tidak jarang dijumpai perjanjian yang dilakukan secara diam-diam. Kemudian sehubungan dengan perjanjian R. Subekti memberikan definisi, perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 2 Uraian itu memberikan ketegasan, bahwa bagi para pihak yang melakukan perikatan mempunyai keterikatan untuk berbuat sesuatu yang masing-masing kepentingan yang telah disepakati. Ini berarti tiap-tiap pihak yang melakukan perikatan itu harus bertanggung jawab terhadap hak pihak yang lain. kuatnya perikatan itu, ditujukan dengan adanya hukum untuk menuntut pihak lain yang melalaikan kewajibannya sebagai suatu upaya hukum menjamin hak para pihak dalam peristiwa perikatan. 1 Mariam Darus Badrulzaman, 2005, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT, Alumni Bandung, h.89 2 R.Soebekti,1989, Hukum Perjanjian, Cet.IV. Pen. Internusa, Jakarta, (selanjutnya disingkat R. Soebekti II), h.1

20 Dengan diadakannya suatu perjanjian maka para pihak yang berjanji harus tunduk kepada hal-hal yang telah diperjanjikan. Semua perjanjian harus dilakukan dengan etikad baik dan tidak boleh dilakukan secara bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan. Lain halnya dengan perjanjian yang diberikan oleh Yahya Harahap dikatakan : Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada satu orang untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 3 Dari pengertian ini unsur perjanjian harus adanya hubungan hukum menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan hak pada suatu pihak yang meletakan kewajiban dipihak lain. Dengan demikian perjanjian ini biasa disebut perjanjian sepihak. Disamping perjanjian sepihak juga dikenal dengan perjanjian timbal balik dalam perjanjian ini masing-masing pihak sama-sama mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pengertian itu ditunjukan pula, bahwa terdapat adanya hak bagi para pihak yang lain, yang melakukan perjanjian, disamping kewajibannya. Untuk menjamin kekuatan perjanjian itu, maka dikatakan bahwa perjanjian yang merupakan kesepakatan berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang melakukan perjanjian. Kalau telusuri maka dari perikatan dan perjanjian, maka didalamnya terdapat makna adanya persetujuan, jadi tidak akan ada perikatan, bila tidak ada kesepakatan sebagai wujudnya. 3 M. Yahya Harahap, 1986, Segi segi Hukum Perjanjian, Cet. II, pen. Alumni Bandung, (selanjutnya disingkat M.Yahya Harahap I), h.6

21 Bila berbicara tentang hak dan kewajiban, maka hal itu akan membawa suatu konsekuensi hukum bagi para pihak, dalam bagian ini menjelaskan tentang perjanjian kredit perbankan pada umunya seperti yang telah dikemukakan terlebih dahulu tentang perjanjian yang akan dikaji dari segi pengertiannya. Sedangkan R. Setiawan, Mengutip pendapat sarjana yang bernama Pitlo menjelaskan pengertian perikatan : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua atau lebih atas dasar pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu prestasi (debitur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. 4 Sedangkan Mgs. Ady The Aman, Secara lengkap menguraikan pendapat beberapa ahli tentang pengertian adalah sebagai berikut : 1. R. Soebekti, berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melakukan sesuatu hal. 2. Wiryo Projodikoro, menyatakan bahwa Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau tidak untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak menuntut perjanjian itu. 5 Berdasarkan pendapat diatas, dapat diketahui adanya beberapa kesamaan bahwa perjanjian mengandung pengertian suatu pernyataan kesepakatan antara dua pihak atau bersama-sama melakukan dan untuk tidak melakukan sesuatu yang mengandung hak dan kewajiban diantara mereka serta sepakat untuk menerima akibat bila mereka tidak memenuhi persyaratan masing-masing. 4 R.Setiawan, 1986, Pokok pokok Hukum Perikatan, pen. Bina Cipta, h.2. 5 Mgs. Edy Putra The Aman, 1985, Kredit Perbankan, pen. Liberty Jakarta, h.18.

22 Dari uraian diatas, maka pernyataan dalam perjanjian pada hakekatnya terdapat tiga hal pokok yaitu : a. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban pihak lain yaitu pihak yang mempunyai hak, adalah menerima hasil dari kewajiban pihak lainnya misalnya dalam perjanjian perbankan, kewajiban pihak perbankan adalah menyiapkan sejumlah uang untuk diserahkan kepada debitur sebagai uang pinjamannya. Dan jumlah yang dipinjam sesuai dengan perjanjian, adalah hak debitur untuk mendapatkan pelayanan menerima pinjaman dari perbankan. b. Kewajiban pihak lainya merupakan hak pihak yang satu yaitu kewajiban debitur untuk membayar hutangnya dan penerimaan kembali angsuran pinjaman merupakan hak perbankan sebagai debitur termasuk didalamnya hak perbankan terhadap barang yang dijadikan jaminan terhadap sejumlah uang yang dipinjam. c. Kesepakatan yang dimaksud dalam hal ini adalah dimaksudkan bahwa materi perjanjian yang menetapkan bahwa bila terjadi situasi yang menyebabkan timbul perselisihan antara para pihak, dapat ditempuh jalan damai dan jalan lain malalui prosedur hukum dan peraturan peraturan perundang-undangan. Dikatakan mereka telah menyepakati pula akibat sebagai sanksi yang harus diterima. Contohnya ganti kerugian, besar bunga tunggakan, akibat wanprestasi dan lainnya sebagainya.

23 2.1.2 Syarat Sahnya Perjanjian Buku III KUHPerdata selain mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian juga mengetur perikatan yang timbul dari Undan-Undang. Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu yang namanya sudah diberikan undang-undang. 6 Untuk sahnya perjanjian harus memenuhi 4 syarat seperti yang ditegaskan didalam pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Sepakat dengan sendirinya mengandung pemahaman bahwa kedua belah pihak melakukan perjanjian dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya paksaan dari siapapun disamping itu karena dalam keadaan mampu untuk melakukan perjanjian dalam arti mereka dalam keadaan sehat rohani yaitu dipandang mampu secara yuridis (hukum). b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Dalam melakukan suatu perjanjian kedua belah pihak harus cakap untuk itu, sedangkan orang yang berada dibawah pengapuan, dibawah umur, orang sakit jiwa tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Jadi jelas diantara persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh para pihak, karena ada kondisi seseorang menurut hukum dinyatakan tidak cakap untuk melaksanakan perbuatan hukum. 6 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian,Cetakan ke tujuh, Penerbit Alumni Bandung, h. 98. (selanjutnya disingkat Subekti III).

24 c. Suatu hal tertentu Perjanjian ini harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan, Suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan kesepakatan dengan saling menguntungkan dan dalam perjanjian kedua belah pihak menganggap baik sehinggga tidak ada yang dirugikan. d. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal maksudnya yaitu apa yang diperjanjikan itu harus bebas dari unsur-unsur yang dianggap tidak benar bila dipandang menurut hukum, agama maupun norma-norma lainnya. Perjanjian yang telah disepakati dalam keadaan tidak tersangkut dalam peristiwa hukum yang menjadi hak orang lain, suatu yang diperjanjikan harus bebas dari unsurunsur yang dianggap tidak benar bila dipandang menurut hukum, agama maupun norma-norma lainnya. Berdasarkan undang-undang dan peraturan tersebut maka syarat suatu perjanjian sangat diperlukan dan ditentukan oleh berbagai keadaan yang ditentukan berdasarkan hukum, seperti syarat syahnya suatu perjanjian kejelasan benda atau perbuatan yang diperjanjikan serta mereka dalam keadaan cakap untuk melakukan persetujuan dan perjanjian menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti keadaan senyatanya dari pihak yang melakukan perjanjian yang merupakan kondisi obyektif, bahwa mereka diakui secara hukum dan memenuhi aturan serta norma lainnya sesuai

25 dengan agama norma adat dan norma susila lainnya yang berlaku dimana perjanjian itu dilakukan. 7 2.1.3 Lahirnya Perjanjian Berdasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata tentang asas konsensualisme, maka suatu perjanjian itu lahir dan terjadi mulai saat terjadinya kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak terhadap apa yang menjadi pokok dalam perjanjian yang telah dibuat. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara para pihak tersebut. Apa yang oleh pihak yang satu adalah dikehendaki pula oleh pihak yang lain. Sehingga kedua kehendak itu bertemu satu sama lain. Menurut ajaran haruslah dipegang tentang adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Apabila kedua kehendak itu berselisih maka tak dapatlah lahir suatu perjanjian. Dalam suatu masyarakat kecil dan sederhana, dimana kedua belah pihak saling berjumpa atau hadir sendiri dan berbicara, serta pembicaraan diadakan secara lisan, ukuran tersebut masih dapat dipakai, tetapi dalam masyarakat yang sudah ramai dan modern, ukuran tersebut tak dapat dipertahankan. Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan, maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (Offerte) menerima jawaban yang tercantum dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi 7 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, h.14-16.

26 perubahan Undang-Undang atau peraturan yang mempengaruhi perjanjian tersebut dilaksanakan. 2.1.4 Berakhirnya Perjanjian Berakhirnya perjanjian atau hapusnya perjanjian dan sering disebut hapusnya persetujuan, berarti menghapus semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama antara pihak kreditur dengan debitur. Sesuai dengan pasal 1381 KUHPerdata bahwa hapusnya perjanjian disebabkan karena : a. Karena pembayaran, Perjanjian hapus karena pembayaran apabila pihak debitur telah melunasi pinjamannya seluruhnya baik yang sudah jatuh tempo maupun pinjaman yang masih berjalan. b. Karena pembaharuan hutang, Diakibatkan karena pihak debitur melakukan pembaharuan hutangnya dengan melunasi pinjaman terdahulu untuk membuat perjanjian baru apakah pinjaman debitur masih tersisa atau sudah lunas dengan membuat perjanjian baru. c. Karena kompensasi, Perjanjian hapus karena pihak debitur melakukan konvensasi dari sisa hutangnya untuk membuat hutang yang baru. Akibat dari hutang yang barupihak debitur membuat perjanjian baru, sedangkan perjanjian yang lama tidak berlaku lagi. d. Karena konfusi atau percampuran hutang, Percampuran hutang terjadi akibat dari debitur dan kreditur mempunyai kedudukan yang sama, dimana debitur menjadi ahli waris dari kreditur jika kreditur meninggal dunia

27 e. Karena penghapusan hutang, Perjanjian hapus karena penghapusan hutang oleh pihak kreditur disebabkan debitur tidak mampu membayar hutanghutangnya meskipun telah memperhitungkan barang-barang yang dimiliki oleh debitur tidak cukup untuk melunasi pinjamannya. f. Karena pernyataan tidak sah atau terhapus, Hal ini disebabkan karena pernyataan yang dibuat oleh pihak debitur maupun kreditur tidak sesuai dengan perjanjian. g. Karena daluwarsa, Salah satu sebab hapusnya perjanjian ialah dengan lampau waktu atau kadaluwarsa atau perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak sudah habis masa berlakunya. 8 2.2 Wanprestasi b. Pengertian Wanprestasi Mengenai pengertian prestasi dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 1234 KUHPerdata yaitu berupa : a. Memberikan sesuatu b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu Dalam setiap perjanjian masing-masing pihak diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib untuk memenuhi prestasinya. Prestasi ini dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau 8 M.Yahya Harahap, Op.Cit, h.107

28 tidak berbuat sesuatu. Apabila isi dari perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka hal ini menimbulkan wanprestasi. Menurut A. Ridwan Halim, yang dimaksud dengan Wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat. 9 Menurut Abdulkadir Muhammad wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 kemungkinan alasan, yaitu : a. Karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. b. Karena keadaan memaksa (force majeure) jadi diluar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah. 10 Sedangkan R. Subekti membagi wanprestasi menjadi 4 yaitu : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Untuk mengetahui sejak kapan seseorang melakukan wanprestasi dapat diperhatikan apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ataulah tidak. Bila dalam perjanjian itu ditentukan batas 9 A. Ridwan Halim, 1982, Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahlia Indonesia, Jakarta, h.158 10 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, h.20

29 waktu pemenuhan prestasi maka pemenuhan prestasi harus sudah dilakukan sebelum batas waktu itu lewat, Tapi bila dalam perjanjian tidak ditentukan batas waktu pemenuhan prestasinya maka perlu untuk memperingatkan pihak lainnya guna memenuhi prestasinya itu. Peringatan ini dilakukan secara tertulis dengan surat perintah atau sejenisnya yang berisi agar pihak yang belum memenuhi prestasinya agar segera atau pada waktu tertentu memenuhi prestasinya. Bila setelah mendapatkan peringatan ia tetap tidak memenuhi prestasinya, ia dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi. 2.2.2 Macam-Macam Wanprestasi Wanprestasi seperti apa yang diartikan di atas adalah merupakan pelaksanaan kewajiban tepat pada waktunya, atau tidak dilakukan tidak menurut selanjutnya tidak menurut sepatutnya. Di dalam kenyataan untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan, karena seringkali ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak memenuhi waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan di dalam perikatan dimana waktu untuk melaksanakan prestasi itupun ditentukan, cidera janji tidak terjadi dengan sendirinya. Yang mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. 11 11 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II) h.18.

30 Berarti bilamana salah satu pihak yang terikat dalam perikatan tersebut melakukan suatu perbuatan atau tidak menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu yang ditentukan. Memang dengan tidak tepat pada waktunya debitur belum juga melaksanakan prestasinya sudah dianggap lalai, tetapi ada pelaksanaan prestasi yang tidak ditentukan secara pasti bagaimana nantinya mempersoalkan tidak tepat waktu dalam perjanjian. Jadi ketentuan pertama menentukan seseorang berada dalam keadaan wanprestasi, setelah lebih dahulu melalui proses pernyataan lalai atau in gebrekke stelling sedangkan yang kedua dengan tidaknya seseorang itu berprestasi tentang tidak sepatutnya ia sudah dianggap wanprestasi tanpa persyaratan lalai. Menurut M. Yahya Harahap yang mendasari pendapat diatas adalah sebagai berikut : Dengan melaksanakan prestasi dengan tidak sepatutnya berarti Debitur tidak sungguh-sungguh atau idak sepenuh hati memelihara perjanjian sehingga tindakan debitur selanjutnya disebut wanprestasi yang tidak sepantasnya, itu positif beralasan sekali untuk mengurangi beban kreditur dengan jalan menghapus kewajiban atau kelalaian. Hanya wanprestasi negatif yang disebabkan keterlambatan pelaksanaan sejalan in gebrekke stelling diwajibkan. Mariam Darus Badrulzaman, menyebutkan bahwa ada tiga bentuk wanprestasi yaitu : 2.1.1 Debitur sama sekali tidak berprestasi Dalam hal ini debitur tidak perlu dinyatakan lalai oleh kreditur, karena dalam hal ini diharapkan debitur dapat berprestasi percumalah memberi dorongan kepada debitur agar melaksanakan perikatan yang ia tidak mampu melaksanakannya. Jadi dalam debitur sama sekali tidak

31 berprestasi, pernyataan lalai tidak diperlukan karena disini debitur memang betul-betul sudah tidak berkemampuan sekali untuk melaksanakan prestasinya. 2.2.1 Debitur salah berprestasi Dalam hal debitur berprestasi salah, apakah debitur dinyatakan lalai lebih dahulu oleh kreditur agar nantinya iada dapat menuntut pembatalan perikatan dengan tambahan ganti rugi, biaya atau bunga. 2.3.1 Debitur terlambat berprestasi Disini berarti tidak berprestasinya debitur tepat pada waktunya yang disepakati dengan kreditur akan tetapi debitur berprestasi lebih dari waktunya. 12 R. Subekti, dalam bukunya tentang hukum perjanjian menguraikan bahwa wanprestasi (Kelalaian dan kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh diakukannya. 13 12 Mariam Darus Badrulzaman II, Ibid, h.19 13 R. Subekti I, Loc. Cit.

32 2.3 Akuntan Publik 2.3.1 Pengertian Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik Departemen keuangan Republik Indonesia dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 memberikan definisi mengenai Akuntan Publik ialah Akuntan Publik telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 Tentang Akuntan Publik memberikan definisi bahwa Akuntan Publik ialah Seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Penjelasan dalam Pasal 64 ayat (1) UUPM bahwa Akuntan Publik ialah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri dan terdaftar di Bapepam. Penjelasan dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik bahwa Kantor Akuntan Publik yang selanjutnya disingkat KAP, ialah Badan Usaha yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang. 2.3.2 Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik Dalam tahun 1972, untuk pertama kalinya Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan dalam kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Norma Pemeriksaan Akuntan tersebut mencakup tanggungjawab akuntan publik, unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan antara lain meliputi : pengkajian dan penilaian pengendalian intern, bahan pembuktian

33 dan penjelasan informative serta pembahasan mengenai peristiwa laporan khusus dan berkas pemeriksaan. Pada tanggal 19 April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, disahkkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Dalam tahun 1992, Ikatan Akuntan Publik Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi Revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No. 12 dan Interprestasi No.1 sampai dengan no.2. Standar Profesional Akuntan Publik 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu : 1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interprestasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA). 2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interprestasi Pernyataan Standar Atestasi ( I PSAT). 3. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interprestasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK). 4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interprestasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK). 5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interprestasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM). 14 14 Sukrisno Agoes,Op.Cit, h. 27-28.

34 2.3.3 Perizinan Akuntan Publik Izin Akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). (1) Akuntan untuk mendapatkan izin menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) seseorang memenuhi syarat sebagai berikut : a. Memiliki sertifikat tanda lulus ujian profesi akuntan publik yang sah; b. Berpengalaman praktik memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; c. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP); e. Tidak pernah dikenai sanksi administrative berupa pencabutan izin akuntan publik; f. Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; g. Menjadi anggota Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Menteri; dan h. Tidak berada dalam pengampuan; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

35 2.3.4. Jenis-Jenis Pendapat Akuntan Publik Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu : 1. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Jika seorang akuntan publik telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia yang terdapat dalam standar professional akuntan publik telah mengumpulka bahan-bahan pembuktian yang cukup untuk mendukung opini serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku diindonesia maka auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekiutas dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku diindonesia. 15 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (Unqualified Opinion with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan penjelasan dalam laporan meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Meliputi : 15 Sukrisno Agoes, Op.Cit, h. 49-50.

36 1. Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. 2. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 3. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direview. 4. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 5. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan karena keadaan adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal yang memadai. 16 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bilamana : 1. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak 16 Sukrisno Agoes, Op. Cit, h. 50.

37 dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat. 2. Auditor yakin, atas dasar auditnya bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku diindonesia. 3. Auditor menyatakan pedapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraph terpisah yang dicantumkan sebelum paragraph pendapat. Pendapat wajar dengan pengecualian harus berisi kata kecuali atau suatu frasa untuk dengan pengecualian, frasa seperti tergantung atas dengan penjelasan ini memiliki makna yang tidak jelas karena pemakaiannya harus dihindari karena catatan atas laporan keuangan merupakan bagian laporan keuangan auditan, kata-kata seperti disajikan secara wajar, dalam hal yang material jika dibaca sehubungan dengan catatan 1 mempunyai kemungkinan untuk disalahtafsirkan dan pemakaiannya harus dihindari. 17 4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi. Pendapat ini dinyatakan bila menurut pertimbangan auditor laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku diindonesia. 17 Sukrisno Agoes,Op.Cit h. 51.

38 5. Pernyatan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) Suatu pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku diindonesia. Jika auditpr menyatakan tidak memberikan pendapat, laporan auditor harus memberikan semua alasan substantif yang mendukung pernyataannya. 18 Tidak memberikan pendapat adalah cocok jika auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai untuk memungkinkan memebrikan pendapat atas laporan keuangann. Pernyataan tidak memberikan ppendapat harus tidak diberikan karena auditor yakin atas dasar auditnya, bahwa terdapat penyimpangan material dan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia. Auditor tidak harus menunjukkan prosedur yang dilaksanakan dan tidak harus menjelaskan karakteristik auditnya dalam suatu paragraph (paragraph lingku audit dalam laporan auditor bentuk baku). 2.3.5 Bidang Jasa Akuntan Publik Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik menyebutkan bahwa : (1) Bidang jasa akuntan publik memberikan jasa asurans, yang meliputi : 2.1. Jasa audit atas informasi keuangan historis; 2.2. Jasa reviu atas informasi keuangan historis; 18 Sukrisno Agoes, Op.Cit, h. 51-52.

39 2.3. Jasa asurans lainnya; (2) Jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diberikan oleh akuntan publik. (3) Selain Jasa Asurans sebagaimana dimaksud pada ayat 1, akuntan publik dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan manajemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.3.6 Struktur Organisasi Kantor Akuntan Publik Pembagian struktur organisasi kantor akuntan publik secara umum biasanya pembagian menurut jenjang atau jabatan akuntan publik. Pembagian dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Partner, menduduki jabatan tertinggi dalam penugasan audit, bertanggung jawab atas hubungan dengan klien, bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai auditing. Partner menandatangani laporan audit dan management letter, dan bertanggung jawab terhadap penagihan fee audit dari klien. 2. Manajer audit, bertindak sebagai pengawas audit, bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit, me-review kertas kerja, laporan audit dan management letter. Biasanya manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior. Pekerjaan manajer tidak berada di kantor klien, melainkan di kantor auditor, dalam bentuk pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan pada auditor senior.

40 3. Auditor senior, bertugas untuk melaksanakan audit, bertanggung jawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana, bertugas untuk mengarahkan dan me-review pekerjaan auditor junior. Auditor senior biasanya hanya menetap di kantor klien sepanjang prosedur audit dilaksanakan. Umumnya auditor senior melakukan audit terhadap suatu objek pada saat tertentu. 4. Auditor Junior, melaksanakan prosedur audit rinci, membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. Pekerjaan ini biasanya dipegang oleh auditor yang baru saja menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah. 19 Jakarta, h. 21. 19 Mulyadi Kanaka Puradiredja, 1998, Auditing, Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat,