2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penerapan asesmen kinerja dalam menilai Literasi kuantitatif siswa pada konsep ekosistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

diselenggarakan secara internasional dapat dijadikan acuan guna mengetahui sejauh mana daya saing siswa Indonesia secara global (Fatmawati dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga mempunyai peranan dalam berbagai disiplin ilmu lain,

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI TENTANG LITERASI QUANTITATIF

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. mempertimbangkan literasi kuantitatif dan kurikulum. Apakah merupakan hal

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Fisika memegang peranan penting. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan Indonesia masih menunjukan kualitas sistem dan mutu

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan saja, melainkan proses sains dan menggunakannya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan mata pelajaran melalui pendekatan sciencetific learning

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widya Nurfebriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di zaman serba modern seperti saat ini, manusia tidak bisa lepas dari pengaruh informasi yang dibangun oleh data-data matematis baik di kehidupan nyata maupun di dunia maya. Tak heran jika Steen (2001) mengungkapkan bahwa dunia di abad kedua puluh satu adalah dunia yang dibanjiri oleh angka-angka. Banyak orang terkadang mengabaikan sisi kuantitatif ini meskipun penting bagi setiap orang untuk mengaplikasikannya saat bekerja, belajar, bahkan saat berekreasi di waktu luang (Kemp, 2003). Dunia pendidikan pun tidak lepas dari pengaruh dimensi kuantitatif sehingga bisa terus berkembang dan berinovasi. Salah satu contohnya pada bidang pendidikan biologi. Ada sebuah anggapan di masyarakat yang mengatakan bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran hafalan semata. Namun kenyataanya, biologi tidak hanya dipandang sebagai disiplin ilmu tentang sisi kualitatif organisme dan lingkunganya saja akan tetapi mencakup sisi kuantitatif. Menurut Speth (2010) di abad ke-21 ini, perkembangan biologi semakin meningkat dalam hal literasi kuantitatif. Selama empat dekade terakhir, kesadaran literasi kuantitatif terus berkembang dan berubah (Steen, 1990 dalam Kemp, 2003). Akan tetapi, sisi kuantitatif ini terbatas di kalangan ilmuwan atau akademisi saja dan belum merambah dunia pendidikan di negara Indonesia secara keseluruhan. Padahal literasi kuantitatif ini penting tidak hanya bagi ilmuwan dan akademisi saja namun kalangan umum pun membutuhkannya untuk menginterpretasikan informasi berupa data numerik yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini (Speth et al., 2010). Literasi kuantitatif merupakan pemikiran matematis sederhana untuk memahami informasi dalam bentuk angka-angka (NCA, 2001 dalam Speth et al., 2010) yang belum menjadi kemampuan khusus yang harus dimiliki siswa.

2 Pada umumnya, indikator literasi kuantitatif jarang dimunculkan di setiap pembelajaran biologi terutama di kegiatan praktikum dan hanya sebatas praktikum verifikasi (Wulan, 2007 dalam Wartini 2014). Sehingga data hasil praktikum yang berupa data kuantitatif tidak menjadi acuan dan dasar dalam berargumentasi. Maka tidak berlebihan jika skor literasi sains pada tes Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang diteliti oleh tim Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2012 memperlihatkan hasil yang sangat memprihatinkan. Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam ujian tes. Rata-rata skor untuk bidang matematika, sains, dan membaca secara berturut-turut adalah 375, 382, dan 396. Padahal rata-rata skor tiap bidang yang diujikan adalah 494, 501, 496. Hasil skor PISA tahun 2012 tersebut bisa menjadi tolak ukur untuk peningkatan mutu pembelajaran terutama di bidang sains dan matematika. Pada bahasan PISA, dasar literasi kuantitatif disinggung dalam segmen literasi matematika. Menurut OECD (2007), literasi matematika merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali dan merumuskan masalah dalam bentuk matematis ke dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Association of America Colleges and Universities (AAC&U, 2009) mendefinisikan literasi kuantitatif itu sendiri sebagai kebiasaan berpikir dan kemampuan dalam mengerjakan data numerik. Individu dengan keterampilan literasi kuantitatif yang kuat memiliki kemampuan untuk berpikir dan memecahkan masalah kuantitatif dari beragam konteks otentik dan situasi di kehidupan sehari-hari (AAC&U, 2009). Ada enam indikator yang dijabarkan oleh AAC&U (2009) sebagai indikator kemampuan literasi kuantitatif yakni interpretasi, representasi, kalkulasi, analisis, asumsi, dan komunikasi. Halhal sederhana seperti mengukur, menimbang, membuat tabel, membaca dan menyimpulkan grafik menjadi salah satu bagian dari indikator kemampuan literasi kuantitatif siswa. Penelitian berkenaan kemampuan siswa dan calon guru dalam literasi kuantitatif di Indonesia khususnya di Kota Bandung belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Sebagai gambaran, profil literasi kuantitatif siswa SMA di Kota

3 Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan masih rendah dengan rata-rata nilai 40,21 dan sebagian besar tergolong sebagai kategori menengah (milestone) (Munawaroh, 2014). Temuan lain menunjukkan profil literasi kuantitatif calon guru biologi yang berasal dari PTN kependidikan di wilayah Jawa Barat dalam rentang angkatan 2009-2012. Nuraeni, dkk. (2014) memaparkan bahwa literasi kuantitatif mahasiswa calon guru biologi masih rendah. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa literasi kuantitatif belum menjadi kebiasan berpikir baik di kalangan siswa maupun guru. Untuk itu perlu dikembangkan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan literasi kuantitatif siswa Indonesia khususnya di Kota Bandung. Taylor (2007) menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan literasi kuantitatif ini siswa perlu mendapatkan contoh yang menarik dan kegiatan uji coba praktikum yang jelas agar siswa dapat merasakan manfaat literasi kuantitatif di dunia nyata. Ia juga menambahkan bahwa literasi kuantitatif siswa dapat diasah melalui model pembelajaran berbasis proyek. Membahas model pembelajaran berbasis proyek, Thomas (2000) mendefinisikannya sebagai model yang mengorganisasi pembelajaran di dalam ruang lingkup proyek. Menurut Buck Institute of Education (2014), pembelajaran berbasis proyek menjadikan siswa aktif dan proyek yang mereka kerjakan memberikan relevansi keahlian yang bisa mereka terapkan di dunia kerja. Institusi pendidikan ini pun memaparkan bahwa dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa tidak hanya memahami konten lebih dalam, tetapi juga belajar bagaimana mengambil tanggung jawab dan membangun kepercayaan diri, memecahkan masalah, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif. Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek ini pun sudah didukung oleh kurikulum terbaru yakni Kurikulum 2013 (Kurtilas) yang memberikan penguatan bagi pendekatan saintifik dan model project based learning (Kemendikbud, 2014). Selain itu kompetensi inti keempat dari Kurikulum 2013 yakni mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah

4 keilmuan merepresentasikan dukungan terhadap penerapan model pembelajaran ini. Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan dalam model pembelajaran berbasis proyek ini adalah pendekatan inkuiri dimana dalam hal ini berfokus pada inkuiri terbimbing. Menurut Sanjaya (2008), inkuiri terbimbing merupakan sebuah pendekatan dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Seperti kita ketahui bahwa inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan (Sanjaya, 2008). Dalam inkuiri terbimbing siswa diharapkan dapat menemukan sendiri inti dari suatu materi pelajaran namun dengan bimbingan dari guru. Bimbingan dari guru dapat berupa arahan dalam menentukan suatu masalah dan tahap-tahap memecahkannya. Dari proses pengalaman memecahkan masalah ini diharapkan kemampuan literasi kuantitaif siswa dapat terasah. Hal ini berhubungan dengan proses berpikir kuantitatif siswa terhadap semua data atau bukti yang ia temukan proses pengerjaan proyek. Literasi kuantitatif akan dimunculkan dari awal pembelajaran berbasis proyek sampai dengan dihasilkannya suatu produk. Saat awal pembelajaran siswa diperintahkan untuk membuat rancangan penelitian. Pada kegiatan ini, siswa harus mengetahui variabel apa saja yang akan mereka amati dan bagaimana cara mengukurnya hingga menghasilkan sebuah data. Hal yang sama terjadi selama pelaksanaan proyek dimana siswa harus memanfaatkan kemampuan literasi kuantitatifnya untuk menyelesaikan berbagai masalah selama pembuatan produk. Adapun produk tersebut harus mereka presentasikan kepada siswa yang lain sehingga kemampuan komunikasi mereka dapat diukur. Pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini akan menjadi model pembelajaran biologi SMA kelas X pada bab Monera. Berdasarkan silabus peminatan matematika dan ilmu alam dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Biologi SMA Kelas X semester I, monera masuk ke dalam bab Archaebakteria dan Eubakteria, ciri, karakter, dan peranannya. Fokus kompetensi dasar monera yang

5 akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran archaebakteria dan eubakteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis. Pengembangan literasi kuantitatif dimulai dari perancangan proyek sampai dihasilkan produk yang dapat dipresentasikan. Selama proses tersebut, siswa akan dibimbing untuk menjawab tantangan yang ada di setiap indikator literasi kuantitatif. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam mengembangkan literasi kuantitatif melalui model pembelajaran berbasis proyek. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap pencapaian indikator literasi kuantitatif siswa SMA pada konsep Monera? 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perbedaan tingkat pencapaian literasi kuantitatif siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol? 2. Bagaimana tingkat pencapaian siswa untuk masing-masing indikator literasi kuantitatif? 3. Bagaimana keterkaitan antara pencapaian nilai pembelajaran berbasis proyek siswa dengan indikator literasi kuantitatif? 4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek yang terintegrasi dengan indikator literasi kuantitatif? 1.4. Batasan Masalah Pelaksanaan penelitian ini dibatasi pada beberapa hal agar terarah. Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut:

6 1. Literasi kuantitatif yang dimaksud adalah enam indikator pencapaian literasi kuantitatif menurut AAC&U (2009) yakni interpretasi, representasi, kalkulasi, analisis, asumsi dan komunikasi. 2. Siswa SMA yang diteliti adalah siswa kelas X semester pertama di SMA Negeri 3 Bandung 3. Konsep monera yang menjadi objek pembelajaran terbatas pada pembahasan pertumbuhan, bentuk koloni, resistensi, dan pemanfaatan bakteri dalam bidang bioteknologi pangan. 1.5. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan kemampuan literasi kuantitatif siswa sebelum dan setelah melalui pembelajaran berbasis proyek. 2. Mengetahui gambaran pencapaian siswa pada tiap-tiap kompetensi literasi kuantitatif selama pembelajaran berbasis proyek. 3. Mengetahui keterkaitan antara pencapaian nilai pembelajaran berbasis proyek siswa dengan indikator literasi kuantitatif 4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek yang terintegrasi dengan indikator literasi kuantitatif. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pengembangan literasi kuantitatif siswa SMA pada konsep Monera melalui pembelajaran berbasis proyek ini diharapkan dapat memberi manfaat yakni: 1. Manfaat teoritis Informasi hasil statistik mengenai hubungan dan pengaruh pembelajaran berbasis proyek terhadap pencapaian indikator kuantitatif diharapkan dapat memberi jalan kepada peneliti lain untuk menjawab permasalahan lain di bidang yang sama. Selain itu, profil pencapaian literasi kuantitatif siswa diharapkan dapat

7 memberikan gambaran nyata untuk membuka jalan terhadap model pembelajaran lain yang akan diujikan bersama literasi kuantitatif. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam mengembangkan model pembelajaran yang terintegrasi dengan indikator pencapaian literasi kuantitatif. Bagi guru sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi literasi yang bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan dan bahan perbandingan untuk penelitian yang lain. Sementara bagi peserta didik semoga penelitian ini dapat menjadi bahan latihan dan pengenalan literasi kuantitatif disamping pemanfaatan produk hasil pembelajaran berbasis proyek.