BAB II KAJIAN PUSTAKA. underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka berisi komponen self esteem (harga diri) dan konseling kelompok, yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Winny Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN. karena kesulitan belajar yang dialami peserta didik di sekolah akan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

PERMASALAHAN YANG DIALAMI PESERTA DIDIK UNDERACHIEVER DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN BK (Studi Deskriptif Pada Kelas X di SMA Adabiah 2 Padang)

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat membantu seseorang. melakukan dan mencapai sesuatu aktivitas yang diinginkannya, jadi

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah motivasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individual, dan (5) peragaan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling. a. Pengertian Bimbingan

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

PERANAN ORANGTUA DAN PENDIDIK DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI ANAK BERBAKAT AKADEMIK (ABA)

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli, diantaranya :

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah rangkaian bunyi-bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB II. Kajian Pustaka. pembelajaran kooperatif, dan prestasi belajar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Rizki Lestari F

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, karena interaksi pembelajaran merupakan kegiatan inti

BAB I PENDAHULUAN. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), merupakan muatan wajib

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA SMUN 1 SETU BEKASI. HAMDAN Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Deskripsi Konseptual Dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Belajar

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI. Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya menuju masyarakat global adalah kemampuan

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: John Doe ID: HC Tanggal: 29 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah elemen penting dalam menciptakan manusia-manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK MODELING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

BAB II KAJIAN TEORI. tujuan-tujuan dalam pembelajaran tercapai. digunakan, makin efektif pula pencapaian tujuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

23 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Underachiever 1. Pengertian Underachiever Menurut pendapat Davis & Rimm (dalam Munandar, 2004) underachievement atau berprestasi di bawah kemampuan ialah jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes inteligensi, prestasi atau kreativitas, atau dari data observasi, dimana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah dari pada tingkat kemampuan anak. Menurut Ramadhan (2008) mengemukakan bahwa underachiever adalah anak (siswa) berprestasi rendah dibandingkan tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Sementara itu, menurut Prayitno dan Amti (dalam Ramadhan, 2008) menyebutkan bahwa underachiever identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa keadaan siswa yang diperkirakan memiliki tingkat inteligensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal, sehingga prestasi akademik yang diraih dibawah kemampuan yang dimilikinya. Underachiever adalah anak dan khususnya siswa yang gagal meraih prestasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya serta apa yang diharapkan orang-orang disekitarnya (Admin, 2007). 13

24 Menurut Reis & Mc Moach (dalam Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa underachievement merupakan kesengajaan akut antara potensi prestasi (expected achievment) dan prestasi yang diraih (actual achievment). Menurut Robinson (dalam Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa untuk dapat diklarifikasikan underachiever, kesengajaan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnose kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada anak (siswa) dalam periode yang panjang. Menurut Runikasari (2009) menyebutkan bahwa underachiever merupakan anak atau siswa yang memiliki potensi tinggi tetapi prestasi yang mereka tampilkan berada dibawah potensi yang dimiliki. Secara operasional, underachievement dapat didefinisikan sebagai kesenjangan skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & Vn Boxtel, dalam Tarmidi, 2008). Anak underachiever merupakan anak yang pada dasarnya memiliki potensi yang tinggi untuk meraih prestasi gemilang (anak cerdas). Anak cerdas cenderung menjadi anak yang nakal jika berada di kelas yang dianggapnya tidak memberikan tantangan. Dia akan mempunyai banyak waktu untuk memikirkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran untuk menghilangkan perasaan bosan yang dialami di dalam kelas (Redaksi, 2008)

25 Menurut pendapat Ahmadi dan Supriyono (2004) anak yang tergolong underachiever adalah anak yang memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi akan tetapi prestasi belajar yang dicapainya tergolong rendah (di bawah rata-rata). Underachiever adalah anak yang berprestasi rendah dibandingkan tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Prestasi rendah ini bukan disebabbkan oleh adanya hambatan dalam menguasai pelajaran yang diberikan dalam proses belajar mengajar (Gustian, 200). Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis ambil pengertian underachiever adalah siswa yang memiliki prestasi belajar lebih rendah dibandingkan dengan tingkat IQ yang dimilikinya. 2. Kriteria Underachiever Underachiever banyak dialami oleh siswa di sekolah mereka menentukan prestasi yang tidak sesuai dengan IQ yang dimilikinya. Menurut Whitmore (dalam Munandar, 2004) menyebutkan ada beberapa kriteria yang biasanya ada pada siswa underachiever, yaitu: a) Nilai rendah pada prestasi b) Mencapai nilai rata-rata atau dibawah rata-rata kelas dalam keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung c) Pekerjaan sehari-hari tidak lengkap atau buruk d) Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika berminat e) Kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan tulisan (secara lisan lebih baik)

26 f) Pengetahuan faktual sangat luas g) Daya imajinasi kuat h) Selalu tidak puas dengan pekerjaannya i) Kecenderungan perfeksionisme dan mengkritik diri sendiri, menghindari kegiatan baru seperti untuk menghindari kinerja yang tidak sempurna. j) Menunjukkan prakarsa lain mengerjakan proyek di rumah yang dipilih diri sendiri k) Mempunyai minat yang luas dan keahlian yang khusus dalam suatu bidang penelitian l) Rasa harga diri rendah nyata dalam kecenderungan untuk menarik diri atau menjadi agresif di dalam kelas m) Tidak berfungsi konstruktif di dalam kelompok n) Menunjukkan kepekaan dalam persepsi terhadap diri sendiri, orang lain, dan hidup pada umumnya. o) Menetapkan tujuan yang tidak realistis untuk dirinya sendiri (terlalu tingggi atau terlalu rendah) p) Tidak menyukai pekerjaan praktis atau hafalan q) Tidak mampu memusatkan perhatian dan berkonsentrasi pada tugastugas r) Mempunyai sikap negative terhadap sekolah s) Menolak upaya guru untuk memotivasi atau mendisiplinkan perilaku di dalam kelas

27 t) Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya, kurang dapat mempertahankan persahabatan 3. Faktor-Faktor Penyebab Underachiever Anak tidak dilahirkan sebagai underachiever. Berprestasi dibawah taraf kemampuan adalah perilaku yang dipelajari, oleh karena itu dapat juga dihindari. Menurut Gustian (2002) menjelaskan faktor-faktor underachiever antara lain adalah sebagai berikut: a. Lingkungan sekolah sebagai penyebab underachiever Sekolah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menyebabkan terjadinya underachiever pada anak. Cara pengajaran, materi-materi yang diberikan, danukuran-ukuran keberhasilan dan kemampuan guru dapat menjadi penyebab anak mengalami underachiever. b. Faktor guru Guru juga memegang peranan penting dalam prestasi sekolah anak karena gurulah yang mentransfer pengetahuan kepada anak. Bagaimana guru dalam memperlakukan anak didiknya akan mempengaruhi prestasi yang akan dicapai anak. Harapan (expectancy) guru terhadap kemampu ananak sangat berpengaruh pada penilaian anak mengenai kemampuan dirinya. c. Keluarga dan lingkungan rumah Selain sekolah, lingkungan rumah juga dapat menyebabkan anak menjadi underachiever. Bagaimana orang-orang terdekat

28 memperlakukan anak akan mempengaruhi pencapaian anak dalam berprestasi. Menurut Geddes (dalam Delphie, 2006) penyebab hendaya terjadinya kesulitan belajar adalah faktor organ tubuh (organically basedetiologies), dan lingkungan (environmentally basedetiologies). Sedangkan menurut Hallahan &Kauffman (dalam Delphie, 2006:32) menyebutkan bahwa penyebab terjadi anak dengan hendaya kesullitan belajar adalah disebabkan oleh tigakategori yaitu: 1. Faktor organik dan biologis (organic and biological faktors) 2. Faktor genetika (genetic faktors), dan 3. Faktor lingkungan (environmental faktors) Faktor-faktor yang menyebabkan, mendukung, dan memperkuat perilaku anak berbakat berprestasi kurang menurut Munandar (2004) antara lain: a) Latar belakang keluarga Jika latar belakang keluarga anak berprestasi kurang dibandingkan dengan keluarga anak berbakat berprestasi, akan nyata beberapa karakteristik. Beberapa karakteristik kini sulit diubah, seperti keluarga dengan moral rendah, atau keluarga yang terpecah, misalnya karena perceraian atau kematian. Tetapi beberapa dapat diubah dengan mudah oleh orang tua yang peduli dan memahami dinamika underachievement, seperti perlindungan yang berlebih oleh orangtua, sikapotoriter, sikap membiarkan atau membolehkan

29 secara berlebih, dan ketidak ajegan sikap kedua orang tua. b) Latar belakang sekolah Beberapa kondisi pribadi dan sekolah dapat menimbulkan masalah bagi anak berbakat yang merupakan awal dari pola perilaku berprestasi dibawah taraf kemampuan. B. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut Suryabrata (dalam Djaali 2000) motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Menurut Gates (dalam Djaali 2000) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu. Greenberg (dalam Djaali 2000) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan yang tinggi dapat menyebabkan motivasi berprestasi pula dan sebaliknya. Menurut Woolfolk (1993) mengatakan bahwa motivasi berprestasi yaitu suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras, dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu. Menurut Gage dan Berliner (1992) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah untuk meraih sukses dan menjadi yang terbaik dalam melakukan sesuatu.

30 Sedangkan menurut Mc Clelland (dalam Dimyati & Mudjiono 1999) mengatakan bahwa salah satu motivasi yang berperan dalam individu yaitu, motivasi berprestasi (Achievement motive). motivasi berprestasi ini mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dimana individu bekerja sebaik mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh. Menurut Mc Clelland (dalam Dimyati & Mudjiono 1987) mengemukakan beberapa ciri yang membedakan individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi, yaitu : a. Resiko pemilihan tugas Cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang menghindari tugas yang terlalu sulit kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. b. Membutuhkan umpan balik Lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan balik yang konkret tentang apa yang mereka lakukan karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya. c. Tanggung jawab Lebih bertanggung jawab secara pribadi pada awal kinerjanya, karena dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan sesuatu tugas dengan baik.

31 d. Ketekunan Lebih bertahan atau lebih tekun dalam mengerjakan tugas, bahkan saat tugas tersebut menjadi sulit. e. Kesempatan untuk unggul Lebih tertarik dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada individu dengan motivasi berprestasi rendah. f. Berprestasi Lebih tertarik untuk berprestasi dalam bekerja. Menurut Atkinson dan Raynor (1978) motivasi berprestasi adalah faktor-faktor yang nenentukan perilaku manusia dalam mencapai prestasi yang berkaitan dengan beberapa kriteria-kriteria keunggulan. Motivasi berprestasi terjadi ketika individu tahu bahwa terdapat penilaian (dari diri sendiri ataupun dari orang lain). Menurut Morgan dkk (dalam Tresnawati, 2001) di dalam buku introduction to psychology merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu usaha untuk mecapai sesuatu dan menjadi sukses dalam menampilkan tugas. Santrock (dalam Sobur, 2003) merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar keunggulan dan mencurahkan usaha atau upaya untuk mengungguli. Jadi dalam penelitian ini motivasi berprestasi yang dimaksud yaitu motivasi berprestasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dimana individu berkerja

32 sebaik mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh. Motivasi berprestasi tersebut dicirikan dengan: (1) Resiko pemilihan tugas, (2) Membutuhkan timbal balik, (3) Tanggung jawab, (4) Ketekunan, (5) Kesempatan untuk unggul, (6) Berprestasi. C. Konseling Kelompok 1. Pengertian Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu kearah yang lebih baik (Winkle dalam Hastutik, 2004: 198) Konseling Kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri mengenai perasaan-perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian, dan saling mendukung (Gazda dalam Prayitno, 1995).

33 Menurut Sukardi (2003) Konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan dalam kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan (bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir). Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahas dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok ialah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. 2. Tujuan Konseling Kelompok Menurut Prayitno (Vitalis, 2008) tujuan Konseling Kelompok, antara lain: a. Melatih siswa agar berani bicara dihadapan orang banyak b. Melatih siswa dapat bertoleransi dengan temannya c. Mengembangkan bakat dan minat masing-masing d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan yang dihadapi kelompok e. Melatih siswa untuk berani melakukan sharing dalam kelompok

34 Tujuan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi siswa berkembang secara optimal. Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Konseling Kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dialami masing-masing anggota kelompok. Tujuan konseling kelompok ini sejalan dengan tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan motivasi beprestasi siswa. 3. Tahapan Konseling Kelompok 1. Tahap pembentukan (awal) Tahap ini tahap pengenalan dan keterlibatan anggota kedalam kelompok dengan tujuan agar anggota kelompok memahami maksud bimbingan kelompok. Pemahaman anggota kelompok memungkinkan anggota kelompok aktif berperan dalam kegiatan bimbingan kelompok yang selanjutnya dapat menumbuhkan minat pada diri mereka untuk mengikutinya. Pada tahap ini bertujuan untuk saling menumbuhkan suasana saling mengenal, percaya, menerima dan membantu teman-teman yang ada dalam anggota kelompok.

35 Kegiatan dilakukan pada tahap ini adalah pengungkapan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan Bimbingan kelompok; menjelaskan cara-cara dan azas kegiatan kelompok; anggota kelompok saling memperkenalkan diri dan mengungkapkan diri; dan melakukan permainan keakraban. 2. Tahap Peralihan Tahap ini transisi dari pembentukan ketahap kegiatan. Dalam menjelaskan kegiatan apa yang harus dilaksanakan pemimpin kelompok dapat menegaskan jenis kegiatan Bimbingan Kelompok yaitu tugas dan bebas. Setelah jelas kegiatan apa yang harus dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau belum siapnya anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat yang diperoleh setiap anggota kelompok. 3. Tahap Kegiatan Tahap ini merupakan tahap inti dari kegiatan Bimbingan kelompok dengan suasana yang akan dicapai, yaitu terbahasnya secara tuntas permasalahan yang dihadapi anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan diri, baik menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun menyangkut tentang pendapat yang dikemukakan oleh anggota kelompok melalui kegiatan bermain. Kegiatan dilakukan pada tahap ini untuk topik tugas adalah pemimpin kelompok mengemukakkan topik untuk dibahas oleh

36 kelompok, kemudian tejadi tanya jawab antara anggota kelompok dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas mengenai topik yang akan dikemukakan oleh pemimpin kelompok. Selanjutnya anggota membahas topik tersebut secara mendalam dan tuntas, serta dilakukan kegiatan selingan bila diperlukan. Sedangkan untuk Bimbingan kelompok topik bebas, kegiatan yang akan dilakukan adalah masing- masing anggota secara bebas mengemukakan topik bahasan, menetapkan topik yang akan dibahas dulu, kemudian anggota membahas secara mendalam dan tuntas, serta diakhiri kegiatan selingan bila perlu. 4. Tahap Pengakhiran Pada tahap ini terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan tindak lanjut (follow Up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian kegiatan Bimbingan kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas oleh kelompok tersebut. Dalam kegiatan kelompok berpusat pada pembahasan dan penjelasan tentang kemampuan anggota kelompok untuk menetapkan hal-hal yang telah diperoleh melalui layanan Bimbingan kelompok dalam kehidupan sehari- hari. Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera

37 diakhiri, pemimpin kelompok dan anggota mengemukakan pesan dan kesan dari hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan dankemudian mengemukakan pesan dan harapan. Apa yang harus dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau belum siapnya anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat yang diperoleh setiap anggota kelompok. D. Kerangka Teoritik Menurut Woolfolk (1993) mengatakan bahwa motivasi berprestasi yaitu suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras, dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu. Gage dan Berliner (1992) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah untuk meraih sukses dan menjadi yang terbaik dalam melakukan sesuatu. Sedangkan menurut McClelland (dalam Dimyati & Mudjiono 1999) mengatakan bahwa salah satu motivasi yang berperan dalam individu yaitu, motivasi berprestasi (Achievement motive). motivasi berprestasi ini mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dimana individu bekerja sebaik mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh. Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala

38 tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu kearah yang lebih baik (Winkle dalam Hastutik, 2004). Layanan konseling kelompok dipilih karena dimaksudkan agar siswa yang tergolong dalam underachiever tidak merasa dibedakan dengan siswa lain dan juga agar ada pembelajaran bagi siswa yang memiliki motivasi prestasi rendah kepada siswa yang memiliki motivasi prestasi tinggi (meniru dalam kelompok). Selain itu dengan format kelompok kecil diharapkan siswa dapat dengan intensif menangkap pembelajaran yang dilaksanakan selama proses bimbingan kelompok berlangsung. E. Hipotesis Berdasarkan uraian teori di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : Ada pengaruh konseling kelompok terhadap motivasi berprestasi siswa underachiever pada siswa SMP Negeri 2 Menganti Gresik.