BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN I-1

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

penghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA BENCANA :

RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, yaitu pendidikan melalui sekolah dari tingkat dasar hingga

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

PERANAN GURU GEOGRAFI DALAM MITIGASI BENCANA LONGSORLAHAN. Oleh: Susilawati*)

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ARAHAN RELOKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

I. PENDAHULUAN. nasional di Indonesia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 1, 2015). Pengertian-pengertian atau definisi pendidikan menurut pakar dibidangnya (Anonim 2, 2015) antara lain: 1. Ki Hajar Dewantara : Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya. 2. UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 : Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat. 5

B. Pengetahuan Mohanty, et al, 2006 (dalam Asih Dwi Hayu Pangesti, 2012) mendefinisikan pengetahuan sebagai fakta atau kondisi dari mengetahui sesuatu dengan derajat pemahaman tertentu melalui pengalaman, asosiasi, atau hubungan. Pengetahuan terdiri dari tiga bentuk, yaitu explicit, tacit, dan implicit. Ketiga bentuk pengetahuan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Explicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara detail dalam bentuk kode atau formal, 2. Tacit adalah pengetahuan yang dipahami, diterapkan, dan ada tanpa harus dinyatakan secara formal. Pengetahuan ini ada dalam otak manusia, tetapi tidak diungkapkan secara formal, 3. Implicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara implisit, tetapi tidak dinyatakan secara formal. Asih Dwi Hayu Pangesti (2012), Pengetahuan seseorang dapat diukur dengan cara meminta individu yang bersangkutan mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban. Bukti atau jawaban tersebut adalah reaksi terhadap stimulus (pertanyaan lisan atau tulisan). Menurut Asih Dwi Hayu Pangesti (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan meliputi: 6

1. Faktor Internal a. Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang yang merefleksikan kesiapan bencana. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. b. Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya. Perbedaan pekerjaan akan merujuk pada perbedaan tingkat pengetahuan sesuai dengan beban kerja dan jenis perkerjaan yang ditekuni individu. Hal ini akan mempengaruhi kesiapan bencana individu. c. Usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seseorang yang lebih dewasa dipercayai oleh orang yang belum tinggi kedewasaannya. Faktor usia sejalan dengan pengalaman individu. Semakin tua usia seseorang, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki individu. Hal ini juga berlaku terhadap pembentukan karakter kesiapan bencana (Asih Dwi Hayu Pangesti, 2012). 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan meliputi : a. Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau 7

kelompok. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana individu dapat mempelajari hal-hal yang baik dan buruk tergantung pada karakteristik lingkungannya. Pada lingkungan, individu akan memperoleh pengalaman yang kan berpengaruh pada cara berpikir seseorang. b. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. Individu memeperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain yang memfasilitasi suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. c. Informasi Informasi yang diterima seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Meskipun individu memiliki pendidikan rendah, jika individu memperoleh informasi yang baik dari berbagai media (TV, radio, koran), maka pengetahuan individu tersebut bisa lebih luas. d. Pengalaman Pengalaman merupakan cara terbaik untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. Pengalaman pribadi individu dapat dijadikan proses belajar untuk memecahkan masalah yang dihadapi di masa yang akan datang (Asih Dwi Hayu Pangesti 2012). C. Mitigasi Bencana 1. Pengertian Mitigasi Bencana Mitigasi adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencana terhadap kehidupan atau dapat 8

diartikan bahwa mitigasi sebagai mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya terjadi (Rahmat, 2006, dalam Nirmalawati, 2011). Coburn, dkk (1994), Mitigasi Bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Tahapan mitigasi bencana adalah bagian dari Manajemen bencana sebagai usaha seluruh komponen dari masyarakat baik pemerintah, masyarakat dan swasta untuk mengurangi korban jiwa dan harta benda (Fakhriyani, 2011). Zakaria, 2009 (dalam Nirmalawati, 2011) menyatakan bahwa tujuan dari mitigasi siaga bencana adalah: (1) untuk meningkatkan pemahaman semua pihak tentang pentingnya mitigasi siaga bencana dalam upaya mengurangi risiko bencana; (2) untuk meningkatkan upaya-upaya mitigasi siaga bencana ; (3) mendorong peran serta dan keterpaduan antar pemerintahan, antar instansi, swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan upaya mitigasi siaga bencana; dan (4) memberikan panduan bagi instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Kota. Menurut Rahmat, 2009 (dalam R. Ristriana Rachmawati, 2009), mitigasi bencana/keadaan darurat yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan. 1) Penilaian bahaya (hazard assesment), diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber, probabilitas serta 9

data kejadian bencana/keadaan darurat di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana/keadaan darurta yang sangat pentinguntuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya. 2) Peringatan (warning), diperlukan untuk memberi peringatan kepada karyawan maupun masyarakat tentang bencana/kejadian yang akan datang. Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana/keadaan darurat yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. 3) Persiapan (preparedness), Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkenabencana/keadaan darurat dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah. 2. Jenis Jenis Mitigasi Primus Supriyono, 2014 menyatakan, Ada dua jenis mitigasi longsorlahan yang dapat dilakukan, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural ini merupakan tindakan untuk merekayasa lokasi dan konstruksi bangunan agar terhindar dari bahaya longsorlahan. Bentuk mitigasi struktural: relokasi pemukiman penduduk, pembangunan pondasi, perbaikan 10

saluran drainase, reboisasi, serta pemasangan alat peringatan dini dan rambu-rambu evakuasi (Primus Supriyono, 2014). Mitigasi non struktural, merupakan tindakan pemberdayaan masyarakat agar mampu mengurangi risiko bencana longsorlahan sampai serendah mungkin. Bentuk mitigasi non struktural antara lain pendidikan dan latihan tentang longsorlahan, serta simulasi penyelamatan diri dan penanganan korban (Primus Supriyono, 2014). Primus Supriyono, 2014 menyatakan,beberapa langkah awal yang dapat dilakukan dalam mitigasi bencana longsorlahan antara lain: 1. Pemetaan daerah rawan 2. Pembuatan prediksi 3. Pendidikan dan latihan 4. Relokasi pemukiman penduduk 5. Pembuatan aturan konstruksi 6. Pembuatan jalur dan rambu evakuasi 7. Pembuatan satuan tugas 8. Persiapan peralatan D. Pengetahuan Mitigasi Bencana Sesungguhnya masyarakat Indonesia diwarisi dengan pengetahuan dari berbagai peristiwa alam yang kerap terjadi. Kondisi wilayah Indonesia dengan banyaknya deretan pegunungan dan perbukitan menyebabkan bencana longsorlahan kerap terjadi, hal ini memberikan banyak pengalaman empiris kejadian longsorlahan yang membawa korban. Dari pengalaman ini masyarakat lokal umunya memiliki pengetahuan lokal dan kearifan ekologi dalam memprediksi 11

dan melakukan mitigasi bencana alam di daerahnya. Pengetahuan lokal tersebut diperoleh dari pengalaman yang kaya akibat berinteraksi dengan ekosistem di sekitarnya. Tidak hanya dari pengetahuan lokal saja, pengetahuan tentang mitigasi bencana alam dapat diperoleh di jenjang pendidikan menengah atas/ SMA, materi tentang mitigasi bencana ini sudah di masukkan dalam kurikulum pembelajaran (Borokoa, 2010). Peran aktif masyarakat maupun kesiapsiagaan aparat pemerintah tentu memerlukan masukan informasi dari para ilmuwan/ahli geologi teknik atau geologi lingkungan. Peningkatan kemampuan aparat pemerintah dan kemampuan masyarakat untuk membaca perubahan gejala alam perlu dibantu oleh para ilmuwan (ahli geologi, misalnya), sehingga kemungkinan datangnya bencana di daerah masing-masing dapat dibaca. Dengan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan terjadinya longsor, maka para pemangku kepentingan dapat ikut berperan dalam membangun infrastruktur yang kuat dan aman. Peran masyarakat dan aparat pemerintahan setempat sangat diperlukan, terutama dalam pemantauan gejalagejala longsor. Hal-hal mengenai longsoran dan gejala-gejala indikasi longsor secara umum dapat disampaikan kepada masyarakat melalui penyuluhan atau kegiatan lain (seminar, pembagian brosur, dll.) (Z, Zakaria, 2010). E. Longsorlahan Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi (Suwarno, dan Sutomo. 2013). 12

Suwarno, dan Sutomo ( 2013), Wilayah rawan longsorlahan lainnya dapat terletak pada wilayah yang memiliki karakteristik berikut ini. 1. Lereng-lereng pada kelokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng. 2. Daerah tekuk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsor. 3. Daerah berstruktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian. Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%), tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya mata air di lembah tersebut. Z. Zakaria (2010), Longsor merupakan suatu proses dalam pencapaian keseimbangan baru pada suatu lereng. Lereng yang tidak longsor atau lereng yang stabil merupakan lereng yang seimbang. Ketika muncul gangguan terhadap keseimbangan lereng (akibat berbagai hal), maka muncul suatu kondisi tidak seimbang. Ketika muncul ketidakseimbangan, lahirlah kondisi ketidakteraturan, namun kondisi ketidakteraturan tersebut adalah suatu upaya untuk mencari keseimbangan baru (Gambar 2.1). 13

Gambar 2.1. Siklus Keseimbangan Lereng. (sumber : Zakaria. Z. 2010) Mekanisme kerusakan longsoran menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-jalan, pipa-pipa, dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah atau dengan cara menguburnya. Gerakan tanah bertahap menyebabkan kemiringan, bangunan-bangunan tidak bisa dihuni lagi. Keretakan di tanah memecahkan pondasi-pondasi dan meretakkan sarana-sarana yang terpendam di tanah (Coburn, dkk, 1994). F. Penelitian Relevan Oka Suhendra, 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Kesiap Siagaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Tujuan dari penelitian tersebut adalah agar masyarakat dan para pihak mengetahui secara dini melakukan tindakan preventif pencegahan, pengurangan kemungkinan, kerugian akibat bencana, dan 14

persiapan dalam melakukan respon darurat mengatasi bahaya dari tanah longsor. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian berupa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mitigasi bencana tanah longsor. Yudi Winarso, 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap pengetahuan Mitigasi Bnecana Longsorlahan di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang. Tujuan dari penelitian tersebut adalah Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan mitigasi longsorlahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Observasi, wawancara, dan pengisian angket/kuesioner. Tabel 2.1 Penelitian yang relevan Penelitian/ Tahun Oka Suhendro, 2013 Yudi Winarso, 2013 Peneliti, 2016 1 2 3 4 Judul Kajian Kesiap Siagaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor Kajian Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap pengetahuan Mitigasi Bnecana Longsorlahan Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Masyarakat Tentang Mitigasi Bnecana Longsorlahan di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas Lokasi Desa Tipar Kidul, Desa Kracak, Sub DAS Logawa Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Ajibarang Kabupaten Kabupaten Banyumas Banyumas 15

Tabel Lanjutan Tujuan Agar masyarakat dan para pihak mengetahui secara dini melakukan tindakan preventif pencegahan, pengurangan kemungkinan, kerugian akibat bencana, dan persiapan dalam Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan mitigasi longsorlahan di daerah penelitian Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana longsorlahan di Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa. melakukan respon darurat mengatasi bahaya dari tanah longsor Metode Penelitian kualitatif Observasi, Survei lapangan, Penelitian wawancara, dan pengisian pengisian kuesioner dan angket/kuesioner wawancara (Oka Suhendro, 2013 dan Yudi Winarso 2013) G. Landasan Teori 1. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. 16

2. Pengetahuan adalah informasi yang telah didpatkan oleh seseorang melalui proses pendidikan, media informasi bahkan dari sesama manusia. 3. Mitigasi bencana adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencanadalam mengupayakan memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat bencana alam. 4. Longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. H. Kerangka Pikir Keadaan Wilayah di Sub DAS Logawa Bencana Longsorlahan Masyarakat Pendidikan Pengetahuan masyarakat tentang Mitigasi Bencana Longsorlahan Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Masyarakat Tentang Mitigasi Bencana Longsorlahan Gambar 2.2. Diagram Alur Kerangka Pikir 17

I. Hipotesis Hipotesisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana longsorlahan. 18