BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 1, 2015). Pengertian-pengertian atau definisi pendidikan menurut pakar dibidangnya (Anonim 2, 2015) antara lain: 1. Ki Hajar Dewantara : Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya. 2. UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 : Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat. 5
B. Pengetahuan Mohanty, et al, 2006 (dalam Asih Dwi Hayu Pangesti, 2012) mendefinisikan pengetahuan sebagai fakta atau kondisi dari mengetahui sesuatu dengan derajat pemahaman tertentu melalui pengalaman, asosiasi, atau hubungan. Pengetahuan terdiri dari tiga bentuk, yaitu explicit, tacit, dan implicit. Ketiga bentuk pengetahuan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Explicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara detail dalam bentuk kode atau formal, 2. Tacit adalah pengetahuan yang dipahami, diterapkan, dan ada tanpa harus dinyatakan secara formal. Pengetahuan ini ada dalam otak manusia, tetapi tidak diungkapkan secara formal, 3. Implicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara implisit, tetapi tidak dinyatakan secara formal. Asih Dwi Hayu Pangesti (2012), Pengetahuan seseorang dapat diukur dengan cara meminta individu yang bersangkutan mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban. Bukti atau jawaban tersebut adalah reaksi terhadap stimulus (pertanyaan lisan atau tulisan). Menurut Asih Dwi Hayu Pangesti (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan meliputi: 6
1. Faktor Internal a. Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang yang merefleksikan kesiapan bencana. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. b. Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya. Perbedaan pekerjaan akan merujuk pada perbedaan tingkat pengetahuan sesuai dengan beban kerja dan jenis perkerjaan yang ditekuni individu. Hal ini akan mempengaruhi kesiapan bencana individu. c. Usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Seseorang yang lebih dewasa dipercayai oleh orang yang belum tinggi kedewasaannya. Faktor usia sejalan dengan pengalaman individu. Semakin tua usia seseorang, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki individu. Hal ini juga berlaku terhadap pembentukan karakter kesiapan bencana (Asih Dwi Hayu Pangesti, 2012). 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan meliputi : a. Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau 7
kelompok. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana individu dapat mempelajari hal-hal yang baik dan buruk tergantung pada karakteristik lingkungannya. Pada lingkungan, individu akan memperoleh pengalaman yang kan berpengaruh pada cara berpikir seseorang. b. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. Individu memeperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain yang memfasilitasi suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. c. Informasi Informasi yang diterima seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Meskipun individu memiliki pendidikan rendah, jika individu memperoleh informasi yang baik dari berbagai media (TV, radio, koran), maka pengetahuan individu tersebut bisa lebih luas. d. Pengalaman Pengalaman merupakan cara terbaik untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. Pengalaman pribadi individu dapat dijadikan proses belajar untuk memecahkan masalah yang dihadapi di masa yang akan datang (Asih Dwi Hayu Pangesti 2012). C. Mitigasi Bencana 1. Pengertian Mitigasi Bencana Mitigasi adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencana terhadap kehidupan atau dapat 8
diartikan bahwa mitigasi sebagai mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya terjadi (Rahmat, 2006, dalam Nirmalawati, 2011). Coburn, dkk (1994), Mitigasi Bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Tahapan mitigasi bencana adalah bagian dari Manajemen bencana sebagai usaha seluruh komponen dari masyarakat baik pemerintah, masyarakat dan swasta untuk mengurangi korban jiwa dan harta benda (Fakhriyani, 2011). Zakaria, 2009 (dalam Nirmalawati, 2011) menyatakan bahwa tujuan dari mitigasi siaga bencana adalah: (1) untuk meningkatkan pemahaman semua pihak tentang pentingnya mitigasi siaga bencana dalam upaya mengurangi risiko bencana; (2) untuk meningkatkan upaya-upaya mitigasi siaga bencana ; (3) mendorong peran serta dan keterpaduan antar pemerintahan, antar instansi, swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan upaya mitigasi siaga bencana; dan (4) memberikan panduan bagi instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Kota. Menurut Rahmat, 2009 (dalam R. Ristriana Rachmawati, 2009), mitigasi bencana/keadaan darurat yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan. 1) Penilaian bahaya (hazard assesment), diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber, probabilitas serta 9
data kejadian bencana/keadaan darurat di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana/keadaan darurta yang sangat pentinguntuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya. 2) Peringatan (warning), diperlukan untuk memberi peringatan kepada karyawan maupun masyarakat tentang bencana/kejadian yang akan datang. Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana/keadaan darurat yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. 3) Persiapan (preparedness), Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkenabencana/keadaan darurat dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah. 2. Jenis Jenis Mitigasi Primus Supriyono, 2014 menyatakan, Ada dua jenis mitigasi longsorlahan yang dapat dilakukan, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural ini merupakan tindakan untuk merekayasa lokasi dan konstruksi bangunan agar terhindar dari bahaya longsorlahan. Bentuk mitigasi struktural: relokasi pemukiman penduduk, pembangunan pondasi, perbaikan 10
saluran drainase, reboisasi, serta pemasangan alat peringatan dini dan rambu-rambu evakuasi (Primus Supriyono, 2014). Mitigasi non struktural, merupakan tindakan pemberdayaan masyarakat agar mampu mengurangi risiko bencana longsorlahan sampai serendah mungkin. Bentuk mitigasi non struktural antara lain pendidikan dan latihan tentang longsorlahan, serta simulasi penyelamatan diri dan penanganan korban (Primus Supriyono, 2014). Primus Supriyono, 2014 menyatakan,beberapa langkah awal yang dapat dilakukan dalam mitigasi bencana longsorlahan antara lain: 1. Pemetaan daerah rawan 2. Pembuatan prediksi 3. Pendidikan dan latihan 4. Relokasi pemukiman penduduk 5. Pembuatan aturan konstruksi 6. Pembuatan jalur dan rambu evakuasi 7. Pembuatan satuan tugas 8. Persiapan peralatan D. Pengetahuan Mitigasi Bencana Sesungguhnya masyarakat Indonesia diwarisi dengan pengetahuan dari berbagai peristiwa alam yang kerap terjadi. Kondisi wilayah Indonesia dengan banyaknya deretan pegunungan dan perbukitan menyebabkan bencana longsorlahan kerap terjadi, hal ini memberikan banyak pengalaman empiris kejadian longsorlahan yang membawa korban. Dari pengalaman ini masyarakat lokal umunya memiliki pengetahuan lokal dan kearifan ekologi dalam memprediksi 11
dan melakukan mitigasi bencana alam di daerahnya. Pengetahuan lokal tersebut diperoleh dari pengalaman yang kaya akibat berinteraksi dengan ekosistem di sekitarnya. Tidak hanya dari pengetahuan lokal saja, pengetahuan tentang mitigasi bencana alam dapat diperoleh di jenjang pendidikan menengah atas/ SMA, materi tentang mitigasi bencana ini sudah di masukkan dalam kurikulum pembelajaran (Borokoa, 2010). Peran aktif masyarakat maupun kesiapsiagaan aparat pemerintah tentu memerlukan masukan informasi dari para ilmuwan/ahli geologi teknik atau geologi lingkungan. Peningkatan kemampuan aparat pemerintah dan kemampuan masyarakat untuk membaca perubahan gejala alam perlu dibantu oleh para ilmuwan (ahli geologi, misalnya), sehingga kemungkinan datangnya bencana di daerah masing-masing dapat dibaca. Dengan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan terjadinya longsor, maka para pemangku kepentingan dapat ikut berperan dalam membangun infrastruktur yang kuat dan aman. Peran masyarakat dan aparat pemerintahan setempat sangat diperlukan, terutama dalam pemantauan gejalagejala longsor. Hal-hal mengenai longsoran dan gejala-gejala indikasi longsor secara umum dapat disampaikan kepada masyarakat melalui penyuluhan atau kegiatan lain (seminar, pembagian brosur, dll.) (Z, Zakaria, 2010). E. Longsorlahan Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi (Suwarno, dan Sutomo. 2013). 12
Suwarno, dan Sutomo ( 2013), Wilayah rawan longsorlahan lainnya dapat terletak pada wilayah yang memiliki karakteristik berikut ini. 1. Lereng-lereng pada kelokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng. 2. Daerah tekuk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsor. 3. Daerah berstruktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian. Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%), tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya mata air di lembah tersebut. Z. Zakaria (2010), Longsor merupakan suatu proses dalam pencapaian keseimbangan baru pada suatu lereng. Lereng yang tidak longsor atau lereng yang stabil merupakan lereng yang seimbang. Ketika muncul gangguan terhadap keseimbangan lereng (akibat berbagai hal), maka muncul suatu kondisi tidak seimbang. Ketika muncul ketidakseimbangan, lahirlah kondisi ketidakteraturan, namun kondisi ketidakteraturan tersebut adalah suatu upaya untuk mencari keseimbangan baru (Gambar 2.1). 13
Gambar 2.1. Siklus Keseimbangan Lereng. (sumber : Zakaria. Z. 2010) Mekanisme kerusakan longsoran menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-jalan, pipa-pipa, dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah atau dengan cara menguburnya. Gerakan tanah bertahap menyebabkan kemiringan, bangunan-bangunan tidak bisa dihuni lagi. Keretakan di tanah memecahkan pondasi-pondasi dan meretakkan sarana-sarana yang terpendam di tanah (Coburn, dkk, 1994). F. Penelitian Relevan Oka Suhendra, 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Kesiap Siagaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Tujuan dari penelitian tersebut adalah agar masyarakat dan para pihak mengetahui secara dini melakukan tindakan preventif pencegahan, pengurangan kemungkinan, kerugian akibat bencana, dan 14
persiapan dalam melakukan respon darurat mengatasi bahaya dari tanah longsor. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian berupa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam mitigasi bencana tanah longsor. Yudi Winarso, 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap pengetahuan Mitigasi Bnecana Longsorlahan di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang. Tujuan dari penelitian tersebut adalah Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan mitigasi longsorlahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Observasi, wawancara, dan pengisian angket/kuesioner. Tabel 2.1 Penelitian yang relevan Penelitian/ Tahun Oka Suhendro, 2013 Yudi Winarso, 2013 Peneliti, 2016 1 2 3 4 Judul Kajian Kesiap Siagaan Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Tanah Longsor Kajian Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap pengetahuan Mitigasi Bnecana Longsorlahan Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Masyarakat Tentang Mitigasi Bnecana Longsorlahan di Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas Lokasi Desa Tipar Kidul, Desa Kracak, Sub DAS Logawa Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Ajibarang Kabupaten Kabupaten Banyumas Banyumas 15
Tabel Lanjutan Tujuan Agar masyarakat dan para pihak mengetahui secara dini melakukan tindakan preventif pencegahan, pengurangan kemungkinan, kerugian akibat bencana, dan persiapan dalam Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan mitigasi longsorlahan di daerah penelitian Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana longsorlahan di Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa. melakukan respon darurat mengatasi bahaya dari tanah longsor Metode Penelitian kualitatif Observasi, Survei lapangan, Penelitian wawancara, dan pengisian pengisian kuesioner dan angket/kuesioner wawancara (Oka Suhendro, 2013 dan Yudi Winarso 2013) G. Landasan Teori 1. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. 16
2. Pengetahuan adalah informasi yang telah didpatkan oleh seseorang melalui proses pendidikan, media informasi bahkan dari sesama manusia. 3. Mitigasi bencana adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencanadalam mengupayakan memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat bencana alam. 4. Longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. H. Kerangka Pikir Keadaan Wilayah di Sub DAS Logawa Bencana Longsorlahan Masyarakat Pendidikan Pengetahuan masyarakat tentang Mitigasi Bencana Longsorlahan Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Masyarakat Tentang Mitigasi Bencana Longsorlahan Gambar 2.2. Diagram Alur Kerangka Pikir 17
I. Hipotesis Hipotesisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana longsorlahan. 18