BEBAN KERJA OBYEKTIF TENAGA PERAWAT DI PELAYANAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT OBJECTIVE WORKLOAD OF NURSES IN THE INPATIENT SERVICES AT THE HOSPITAL

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI. Oleh: ROHMAT DWI ROMADHONI UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2015

Tin Herniyani, SE, MM

BEBAN KERJA SUBJEKTIF PERAWAT INTENSIVE CARE UNIT SUBJECTIVE WORKLOAD OF NURSING STAFF IN INTENSIVE CARE UNIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (Ilyas, 2011). Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang baik salah satunya

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di

Tin Herniyani, SE, MM

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam upaya pemenuhan tuntutan kesehatan. Salah satu indikator

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENERAPAN KOMPENSASI PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

KELEMAHAN WORKLOAD INDICATORS OF STAFFING NEED SEBAGAI METODE PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS

KUALITAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN DAN BEBAN KERJA OBJEKTIF PERAWAT BERDASARKAN TIME AND MOTION STUDY (TMS)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BEBAN KERJA SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF TENAGA FARMASI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam upaya memberikan pelayanan informasi kesehatan

KEBUTUHAN RIIL TENAGA PERAWAT DENGAN METODE WORKLOAD INDICATOR STAFF NEED (WISN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. Kata kunci : beban kerja, perawat,instalasi Gawat Darurat, work sampling.

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan

Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja dengan menggunakan rumus Work Load Indicator Staff Need atau WISN Bagian Filing RSUD Dr. Moewardi Periode Tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA BERDASARKAN BEBAN KERJA WORK LOAD INDICATOR STAFF NEED ATAU WISN BAGIAN TPPRJ RSUD KABUPATEN SRAGEN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi stres kerja yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kasus dengan berbagai tingkat kegawatan yang harus segera mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus memberikan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh rumah sakit bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

Kebutuhan Riil Tenaga Perawat (Ni Luh Ade Kusuma Ernawati)

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Setiap rumah sakit mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Analisa Beban Kerja Petugas Koding BPJS Rawat Inap Dengan Metode WISN Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2014 FARADILA AYU DINIRAMANDA.

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KEPUASAN PERAWAT PADA UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MAJENE

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

HUBUNGAN KINERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

Dwi Sumanto*), Raharjo Apriyatmoko**), Sri Wahyuni***)

PERBEDAAN TIME MOTION STUDY ANTARA RUANG AL-KAUTSAR DAN AL-FAJR PADA PASIEN MODERAT CARE DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan yang lambat proses pelayananya. kepada pelanggan maka semakin besar pula waktu kerja yang harus disediakan

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis.

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN X,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya jumlah rumah sakit di Indonesia menjadikan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sarana pelayanan kesehatan merupakan elemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, penelitian, pendidikan dan sebagiannya; mencakupi skala profit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat. keperawatan sebagai tuntunan utama. Peran perawat professional dalam

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN STRES KERJA DI INSTALASI RAWAT INAP RSU ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

FUNGSI MANAJERIAL TERHADAP PELAKSANAAN MANAJEMEN ASKEP DI RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU. Zulkarnain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dominan adalah sumber daya manusia (DepKes RI 2002).

BAB I PENDAHULUAN. fungsional terdepan sesuai dengan keputusan MENKES No. 128/ MENKES/ SK/ II/ 2004/ tanggal 10 Februari 2004 tentang kebijakan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan. Sehingga

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA REKAM MEDIS BAGIAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DI UPT PUSKESMAS PUCANG SAWIT SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan rawat inap merupakan kegiatan yang dilakukan di ruang rawat inap

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

Kata Kunci: Shift Kerja, Kelelahan kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sakit antara lain pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai. Dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi target yang ditetapkan,hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

BAB I PENDAHULUAN. pelayanannya pada masyarakat umum, pusat-pusat kesehatan sekrang ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT DAN INTENSIVE CARE UNIT DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan merupakan

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 3, Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. membangun sistem pemberian pelayanan yang efektif, termasuk kualitas pelayanan.

II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Beban Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu RS Umum dan RS Khusus (jiwa, mata, paru-paru, jantung, kanker, tulang, dsb)

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.

Transkripsi:

57 BEBAN KERJA OBYEKTIF TENAGA PERAWAT DI PELAYANAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT OBJECTIVE WORKLOAD OF NURSES IN THE INPATIENT SERVICES AT THE HOSPITAL Rohmat Dwi Romadhoni, Widodo J. Pudjirahardjo Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya E-mail: rohmatdwiromadhoni@gmail.com ABSTRACT Inpatient services at the X Hospital consists of Intensive Care Units and Inpatient Units. In 2014, a nurse at the unit as a whole experienced a shortfall of 66.67% from 9 rooms there. This shortage triggered the increasing of nurse workload. This study aimed to find out the objective workload on nurses in Intensive Care Units and Inpatient Units. This research is quantitative descriptive with cross-sectional design. The sample used is total sampling, as many as 174 nurses. Data obtained using activity sheets time and motion study indirectly (self-assessment). Results from this study show the objective workload in the Intensive Care Unit on the morning shift have a heavy workload category, afternoon shift and the night shift has a moderate workload category, while at Inpatient Unit on the morning shift and afternoon shift has a heavy workload category, and shift night has a moderate workload category. The conclusion of this study is objective workload in the Intensive Care Unit has a moderate workload category, while the objective workload in the Inpatient Unit has a heavy workload category. Keywords: nurse,objective workload, time and motion study PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan perorangan. Pelayanan kesehatan oleh rumah sakit meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut Depkes (2009), rumah sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan tersebut, rumah sakit harus memenuhi beberapa persyaratan yang salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan tenaga yang memiliki potensi. Menurut Depkes (2009), disebutkan bahwa suatu rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non kesehatan, serta tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai kebutuhan rumah sakit. yang dibutuhkan rumah sakit. Tenaga perawat sangat berperan penting dalam pemberian pelayanan yang aman dan bermutu, yang berdampak pada kenyamanan, kesembuhan, dan kepuasan pasien (Depkes 2004). Namun demikian, beban kerja tenaga perawat juga perlu diperhatikan. Beban kerja dapat mempengaruhi kinerja tenaga perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Rumah Sakit X merupakan salah satu rumah sakit milik swasta di Surabaya. Rumah sakit ini sudah mendapatkan pengakuan bertipe B sejak tahun 2010 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit X meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat khusus, dan penunjang medis. Untuk rumah sakit bertipe A dan B memiliki jumlah kebutuhan tenaga perawat yang sama, yaitu berdasarkan jumlah tempat tidur yang tersedia, sedangkan untuk rumah sakit bertipe C dan D jumlah kebutuhan tenaga perawat dihitung dengan perbandingan 2 (dua) Tenaga perawat merupakan salah satu jenis tenaga

58 perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur (Kemenkes RI, 2014a). Jumlah tenaga perawat yang ada di Rumah Sakit X tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Hal ini dapat dipelajari jumlah tenaga perawat tidak sesuai dengan jumlah tempat tidur yang tersedia. Pada pelayanan rawat inap terdapat 6 ruangan yang mengalami kekurangan jumlah tenaga perawat dan terdapat 3 ruangan yang mengalami kelebihan jumlah tenaga perawat. Kekurangan maupun kelebihan tenaga perawat tersebut dapat berdampak pada beban kerja tenaga perawat di masing-masing ruangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban kerja obyektif tenaga perawat di Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Surabaya. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi peneliti lain maupun rumah sakit mengenai beban kerja obyekltif tenaga perawat di pelayanan rawat inap di rumah sakit. Selain itu, juga sebagai bahan evaluasi bagi Rumah Sakit X itu sendiri mengenai beban kerja obyektif tenaga perawat. PUSTAKA Ruang rawat inap merupakan salah satu pelayanan rumah sakit yang melaksanakan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, pemberi pelayanan di ruang rawat inap yaitu dokter dan tenaga perawat yang kompeten (minimal D3). Beban kerja adalah kuantitas atau banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan yang profesional dalam waktu satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004). Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani tenaga kerja, baik secara fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaan. Kondisi tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik (Depkes RI, 2007). Beban kerja dibagi menjadi dua menjadi dua, yaitu beban kerja subyektif dan beban kerja obyektif. Beban kerja secara obyektif merupakan keadaan riil atau nyata yang terdapat di lapangan. Secara obyektif, beban kerja dapat diketahui dari keseluruhan waktu yang digunakan atau jumlah kegiatan yang dilakukan. Analisis beban kerja adalah upaya menghitung jumlah beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja yang ada kemudian membagi dengan kapasitas kerja perorangan per satuan waktu (Depkes RI, 2004). Pengukuran beban kerja obyektif merupakan suatu pengukuran terhadap beban kerja yang ada secara nyata di lapangan yang dinyatakan dalam bentuk proporsi penggunaan waktu kerja. Proporsi penggunaan waktu kerja dapat dibedakan atas beban kerja beban langsung, beban kerja tidak langsung, dan beban kerja yang lainnya (Gibson, 2000). Time and motion study merupakan salah satu teknik pengukuran beban kerja. Time and motion study adalah sebuah pembelajaran sistematis dari

59 suatu sistem kerja yang memiliki tujuan untuk mengembangkan sistem dan metode menjadi lebih baik, menstandarkan sistem dan pedoman, menentukan standar waktu dan melatih tenaga kerja (Wignjosoebroto, 1995). Istilah time and motion study dapat diartikan dalam dua aspek, yaitu aspek motion study dan aspek time study. Aspek motion study merupakan aspek yang terdiri dari deskripsi, analitis sistematis dan pengembangan metode kerja dalam menentukan bahan baku, desain output, proses, alat, tempat kerja, dan perlengkapan yang digunakan. Tujuan metode motion study adalah untuk mendesain dan menentukan metode kerja yang sesuai dalam menyelesaikan sebuah aktivitas atau kegiatan kerja. Aspek time study merupakan aspek yang terdiri atas keragaman prosedur dalam menentukan lama waktu yang dibutuhkan dengan standar pengukuran waktu yang ditetapkan pada setiap aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, mesin, pengamatan secara langsung seluruh pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja dan melakukan pencatatan waktu yang diperlukan oleh tenaga kerja dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya. Cara pengukuran secara langsung dapat menggunakan metode jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling). Pengukuran secara tidak langsung yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara melakukan perhitungan waktu kerja dimana pengamat tidak berada di tempat pekerjaan yang diukur. Pengukuran secara tidak langsung ini dilakukan dengan pengisian lembar kegiatan time and motion study (self-assessment) yang diberikan oleh peneliti. Pengukuran time and motion study harus memenuhi beberapa kriteria sebelum dilakukan pengukuran. Kriteria yang harus terpenuhi pada pengukuran time and motion study adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan tenaga kerja atau kombinasi aktivitas. Pada teknik time and merupakan aktivitas yang diulang-ulang (repetitive) motion study ini peneliti harus melakukan pengamatan secara cermat mengenai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang tenaga kerja yang dijadikan ssubyek penelitian. Orang yang melakukan pengamatan dalam pengambilan dan pencatatan data tersebut harus seseorang yang ahli dan profesional, serta mampu mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsinya (Ilyas, 2011). Pengukuran time and motion study terbagi menjadi dua cara pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara melakukan dan beragam (uniform), jenis pekerjaan homogen, hasil kerja (output) dapat dihitung secara nyata (kuantitatif), baik secara keseluruhan maupun untuk setiap elemen kerja, dan pekerjaan tersebut cukup banyak dilakukan, serta memiliki sifat yang teratur. Kategori beban kerja berdasarkan hasil persentase (%) diperoleh dari pembagian antara total waktu kegiatan produktif dengan 480 menit kemudian dikalikan 100%, sehingga didapatkan kriteria bila waktu kerja produktif > 85,00%, maka tergolong beban kerja berat, bila waktu kerja produktif 75,00% sampai dengan 85,00%, maka tergolong beban kerja sedang, dan bila waktu kerja produktif < 75,00%, maka tergolong beban kerja

60 rendah (Gunawan, 2007). Menurut Nursalam (2005), beban kerja obyektif tenaga perawat diperoleh dari penjumlahan waktu produktif tindakan langsung dengan waktu produktif tindakan tidak langsung, kemudian dibagi dengan waktu kerja di masingmasing shift, dan selanjutnya dikalikan 100%. Oleh karena itu, untuk mengetahui beban kerja obyektif tersebut yang meliputi kegiatan produktif dan tidak produktif tenaga perawat. METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan time and motion study. Menurut Pudjirahardjo (2003) pengukuran beban kerja fisik dengan pendekatan obyektif dapat menggunakan time and motion study. Metode time and motion study tersebut sangat cocok digunakan dalam pengukuran beban kerja tenaga perawat. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, rancangan penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu yang terbatas. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengisian formulir kegiatan self assessment selama 14 hari. Pengukuran ini dilakukan selama 14 hari karena untuk mendapatkan jumlah kegiatan yang maksimal atau menyeluruh, sehingga setiap jenis kegiatan tenaga perawat dapat teridentifikasi. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2015. Populasi penelitian merupakan tenaga perawat yang ada di Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit X, yaitu sebanyak 187 orang. Populasi tersebut merupakan semua tenaga keperawatan yang memiliki dasar pendidikan keperawatan, namun berdasarkan tugas pokoknya dapat dibedakan menjadi tenaga perawat pelaksana (tenaga perawat), koordinator ruangan, dan pekarya. Sampel penelitian yang digunakan yaitu tenaga perawat yang memenuhi beberapa kriteria inklusi, antara lain tenaga perawat yang tergolong sebagai tenaga perawat pelaksana (bukan koordinator ruangan ataupun pekarya), tenaga perawat yang aktif masuk bekerja selama penelitian berlangsung, dan tenaga perawat yang berstatus pegawai tetap, kontrak, maupun honorer. Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, diperoleh tenaga perawat yang digunakan sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 174 orang (total sampling untuk tenaga perawat). Beban kerja obyektif merupakan keseluruhan waktu yang digunakan atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Pengukuran beban kerja obyektif dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengisian lembar kegiatan produktif dan tidak produktif dengan time and motian study secara tidak langsung oleh seluruh tenaga perawat. Beban kerja obyektif ini merupakan hasil rata-rata waktu setiap kegiatan yang dilakukan seluruh tenaga perawat di masing-masing Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap. Cara perhitungan dan analisis data dilakukan secara terpisah berdasarkan instalasi, yaitu Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap. Hal ini dikarenakan masing-masing instalasi memiliki kompetensi tenaga perawat yang berbeda, jenis pasien yang berbeda, dan cara asuhan keperawatan

61 yang berbeda. Pada Instalasi Perawatan Intensif merupakan instalasi yang memiliki tenaga perawat berdasarkan hasil persentase (%) dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu apabila profesional dan berkompeten menangani pasien waktu kerja produktif > 85,00%, maka tergolong gawat, sedangkan pada Instalasi Rawat Inap beban kerja berat, bila waktu kerja produktif 75,00% merupakan instalasi yang memiliki tenaga perawat yang hanya berkompeten menangani pasien bedah, anak, dan kebidanan. Selain dihitung dan dianalisis berdasarkan instalasi, beban kerja obyektif juga tenaga perawat dihitung dan dianalisis berdasarkan shift kerja, yaitu pada shift pagi, shift sore, dan shift malam masingmasing instalasi. Pada shift pagi dimulai pukul 07.30 WIB sampai dengan 14.30 WIB (450 menit), pada shift sore dimulai pukul 14.30 WIB sampai dengan 22.00 WIB, dan pada shift malam dimulai pukul 22.00 sampai dengan 07.00 WIB hari berikutnya (540 menit). Dengan demikian dapat diketahui persentase beban kerja berdasarkan waktu kegiatan produktif, waktu kegiatan tidak produktif, dan waktu di masing-masing shift kerja. Kegiatan produktif merupakan kegiatan atau tugas pokok (asuhan keperawatan) tenaga perawat. Kegiatan produktif dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan produktif langsung dan tidak langsung. Kegiatan produktif langsung merupakan kegiatan asuhan keperawatan yang berhubungan langsung dengan pasien, sedangkan kegiatan produktif tidak langsung merupakan kegiatan asuhan keperawatan yang tidak berhubungan langsung dengan pasien. Kegiatan tidak produktif merupakan kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan atau tugas pokok, misalnya kegiatan pribadi. Hasil persentase tersebut kemudian dapat dikategorikan beban kerjanya. Kategori beban kerja sampai dengan 85,00%, maka tergolong beban kerja sedang, dan bila waktu kerja produktif < 75,00%, maka tergolong beban kerja rendah (Gunawan, 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Beban kerja obyektif dapat dipelajari berdasarkan ruang dan shift kerja (Nursalam, 2005). Beban kerja objektif merupakan kegiatan produktif tenaga perawat yang dinyatakan dalam bentuk proporsi waktu kerja yang dikelompokkan menjadi tindakan keperawatan langsung (tugas pokok) dan tindakan keperawatan tidak langsung (tugas penunjang) (Ernawati, 2011). Beban kerja merupakan kondisi membebani yang dialami pekerja dalam bekerja baik secara fisik maupun non fisik. Beban kerja penting diketahui sebagai dasar untuk mengetahui kapasitas kerja perawat agar terdapat keseimbangan antara tenaga perawat dengan beban kerja (Hendianti dkk, 2012). Beban kerja yang dilakukan tenaga kerja dapat diperberat oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung secara fisik maupun non fisik (Depkes RI, 2007). Tenaga perawat di Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X merupakan salah satu tenaga kerja yang tidak lepas dari beban kerja. Tenaga perawat melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan medis keperawatan maupun non medis yang

62 menunjangnya. Tenaga perawat tersebut bekerja Instalasi Perawatan Intensif menangani pasien dalam tiga shift kerja, yaitu shift pagi, shift sore, dan shift malam, sehingga kondisi shift kerja yang gawat, sedangkan pada Instalasi Rawat menangani pasien bedah, anak, dan kebidanan. Inap Pada Tabel 1 menunjukkan beban kerja obyektif di Instalasi Perawatan Intensif secara keseluruhan mengalami beban kerja dengan kategori sedang (84,87%). Beban kerja yang diperoleh sangat mendekati beban kerja dengan kategori berat. Hasil tersebut merupakan hasil rata-rata dari beban kerja pada shift pagi, shift sore, dan shift malam. berbeda tersebut dapat mempengaruhii perbedaan beban kerja yang diterimanya. Pada penelitian ini dihasilkan beban kerja obyektif tenaga perawat di masing-masing Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap, sehingga di setiap instalasi tersebut memiliki beban kerja yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan pasien yang ditangani tenaga perawat masingmasing instalasi memiliki perbedaan, yaitu pada Tabel 1. Beban Kerja Obyektif di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit X Tahun 2015 Total Waktu Kegiatan Shift Pagi Shift Sore Shift Malam Kegiatan Produktif Langsung 275,248 220,580 247,380 Kegiatan Produktif Tidak Langsung 134,497 152,155 192,310 Kegiatan Tidak Produktif 40,256 77,265 100,310 Beban Kerja 91,05% 82,83% 81,42% Keterangan Berat Sedang Sedang Rata-rata Beban Kerja 84,87% Keterangan Sedang Beban kerja di masing-masing shift pada Instalasi Perawatan Intensif menunjukkan perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan waktu kerja yang berbeda dan kondisi waktu yang berbeda. Pada shift pagi, kegiatan produktif langsung memiliki waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan shift sore dan shift malam, yaitu selama 275,248 menit. Hal ini hampir sejalan dengan penelitian Hendianti dkk (2012) bahwa pelaksanaan kegiatan produktif tenaga perawat pada shift pagi dan shift sore lebih banyak dibandingkan pada saat shift malam. Kegiatan produktif langsung merupakan tugas utama tenaga perawat. Tugas utama tenaga perawat tertuang dalam Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, di antaranya yaitu memberikan asuhan keperawatan (Kemenkes RI, 2014b). Di samping kegiatan produktif langsung, terdapat kegiatan produktif tidak langsung. Kegiatan produktif tidak langsung merupakan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan pasien, namun tetap memberikan pelayanan kepada pasien (Nursalam, 2012). Kegiatan produktif secara tidak langsung cenderung lebih sedikit waktunya daripada kegiatan produktif langsung. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kegiatan produktif tidak langsung tersebut waktunya meningkat jika dipelajari mulai dari shift pagi hingga shift malam. Peningkatan tersebut merupakan dampak dari menurunnya waktu kegiatan produktif

63 langsung. Selain itu, juga dipertimbangkan waktu kegiatan tidak produktif. Kegiatan tidak produktif merupakan kegiatan tenaga perawat yang tidak berkaitan dengan kegiatan produktif, baik langsung maupun tidak langsung. Kegiatan tidak produktif dapat dikatakan sebagai kegiatan pribadi yang waktunya terbatas, misalnya beribadah, pergi ke toilet, istirahat, makan dan minum, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, waktu kegiatan tidak produktif pada shift pagi lebih sedikit dibandingkan shift sore atau shift malam. Waktu kegiatan tidak produktif pada shift malam jauh lebih banyak, yaitu selama 100,310 menit dari total waktu 540 menit. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena pada shift malam memiliki waktu yang lebih lama dan waktu kelonggaran yang cukup banyak. Tabel 2. Beban Kerja Obyektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Tahun 2015 Total Waktu Kegiatan Shift Pagi Shift Sore Shift Malam Kegiatan Produktif Langsung 235,696 228,137 242,078 Kegiatan Produktif Tidak Langsung 172,470 156,888 212,211 Kegiatan Tidak Produktif 41,833 64,975 85,711 Beban Kerja 90,70% 85,56% 84,13% Keterangan Berat Berat Sedang Rata-rata Beban Kerja 86,63% Keterangan Berat Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa beban kerja obyektif di Instalasi Rawat Inap secara kegiatan produktif langsung memiliki waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan shift pagi dan keseluruhan mengalami beban kerja dengan kategori shift sore, yaitu selama 242,078 menit. Hal ini berat (86,63%). Menurut Kemenkes RI (2012) ruang rawat inap merupakan salah satu jenis pelayanan medis di rumah sakit yang melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambunga lebih dari 24 jam. Pasien Instalasi Rawat Inap dapat berasal dari berbagai poli maupun unit, seperti Instalasi Gawat Darurat, Poli Rawat Jalan, dan Intensive Care Unit (ICU), sehingga beban kerja yang berat tidak bisa dihindari apabila jumlah ketersediaan tenaga perawat tidak sesuai dengan banyaknya pasien yang datang. Beban kerja di masing-masing shift pada Instalasi Rawat Inap menunjukkan perbedaan. Perbedaan tersebut juga dapat dikarenakan waktu kerja yang berbeda dan kondisi waktu yang berbeda. Pada shift malam, sangat tidak sejalan dengan penelitian Hendianti dkk (2012) bahwa pelaksanaan kegiatan produktif tenaga perawat pada shift pagi dan shift sore lebih banyak dibandingkan pada saat shift malam. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kegiatan produktif tidak langsung pada shift malam memiliki waktu yang lebih banyak daripada shift lainnya, yaitu selama 212,211 menit. Berdasarkan hasil yang diperoleh, waktu kegiatan tidak produktif pada shift pagi lebih sedikit dibandingkan shift sore atau shift malam. Waktu kegiatan tidak produktif pada shift malam jauh lebih banyak, yaitu selama 85,711 menit dari total waktu 540 menit. Hal tersebut juga sangat wajar terjadi karena pada shift malam memiliki waktu yang lebih lama dan waktu kelonggaran yang cukup banyak.

64 Meskipun waktu produktif langsung dan tidak langsung pada shift malam lebih lama daripada shift lainnya, namun beban kerja yang diperoleh hanya pada kategori sedang. Berbeda dengan shift pagi dan sore yang memiliki beban kerja berat. Perbedaan yang terjadi tersebut merupakan akibat dari waktu kerja shift pagi dan shift sore yang lebih pendek (450 menit) daripada shift malam (540 menit). Menurut Barnes (1989) beban kerja tidak hanya menghitung lamanya waktu produktif dalam bekerja, tetapi juga memperhitungkan aspek dari tenaga kerja tersebut, seperti kelelahan, kebutuhan pribadi, dan faktor kelonggaran. Beban kerja obyektif pada kedua instalasi memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan asuhan keperawatan dan kondisi lingkungan kerja. Pada Instalasi Perawatan Intensif, tenaga perawat hanya menangani pasien gawat, sedangkan di Instalasi Rawat Inap tenaga perawat menangani pasien bedah, anak, dan kebidanan yang terbagi dalam ruangan yang berbeda. Beban kerja obyektif di Instalasi Perawatan Intensif memiliki beban kerja yang lebih rendah daripada beban kerja di Instalasi Rawat Inap. Hal tersebut sangat berbeda dengan definisinya yang mengatakan Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu instalasi pelayanan rumah sakit dengan tenaga perawat khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit atau cedera yang mengancam nyawa atau memiliki potensial mengancam nyawa dengan prognosis dunia (Kemenkes RI, 2010). Beban kerja obyektif di Instalasi Perawatan Intensif seharusnya lebih berat dibandingkan dengan Instalasi Rawat Inap. Menurut Sukadarma dkk (2014), beban kerja yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja dan kemampuan tenaga perawat dalam menghasilkan kualitas pelayanan. Beban kerja yang tinggi dapat diatasi dengan cara menyediakan tenaga kerja yang cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitas sesuai dengan kebutuhan kerja. Keseimbangan penyedia pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan kesehatan dapat tercapai dengan pelayanan keperawatan yang bermutu. Untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien harus diupayakan kesesuaian antara ketersediaan tenaga perawat dengan beban kerja yang ada (Haryanti, 2013). Jika dikaji lebih dalam, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hasil yang demikian, yaitu pengisian lembar kegiatan yang kurang akurat dan kunjungan pasien di Instalasi Perawatan Intensif yang rendah. Menurut Pudjirahardjo (2003) time and motion study dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara observasional (langsung) dan dengan cara self assessment (tidak langsung). Dalam penelitian ini, digunakan metode time and motion study secara tidak langsung, sehingga sangat rentan mengalami ketidaksesuaian. Banyaknya kegiatan produktif baik kegiatan keperawatan langsung maupun kegiatan keperawatan tidak langsung yang dikerjakan tenaga perawat tergantung jumlah kunjungan pasien (Hendianti dkk, 2012). SIMPULAN Beban kerja obyektif tenaga perawat di pelayanan rawat inap Rumah Sakit X terbagi menjadi

65 dua, yaitu beban kerja obyektif di Instalasi Perawatan Intensif dan beban kerja obyektif di Instalasi Rawat Inap. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa beban kerja obyektif di Instalasi Perawatan Intensif dan Instalasi Rawat Inap memiliki perbedaan. Secara keseluruhan, beban kerja di Instalasi Perawatan Intensif memiliki beban kerja obyektif dengan kategori sedang, dengan rincian shift pagi memiliki beban kerja berat, shift sore dan shift malam memiliki beban kerja sedang. Beban kerja obyektif di Instalasi Rawat Inap secara keseluruhan menunjukkan beban kerja obyektif dengan kategori berat, dengan rincian shift pagi dan shift sore memiliki beban kerja berat, dan shift malam memiliki beban kerja sedang. Saran bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, sebaiknya mempertimbangkan penggunaan cara pengukuran beban kerja dengan time and motion study secara tidak langsung. Pengukuran time and motion study secara tidak langsung sangat rentan terjadi ketidakakuratan dalam pengumpulan atau pencatatan data. Jika menggunakan time and motion study secara langsung, sebaiknya dipastikan terlebih dahulu bahwa pengamat merupakan orang yang profesional dan berkompeten di bidang keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Barnes, R. M. 1989. Motion and Time Study: Design and Measurement of Work. John Wiley and Sons. Depkes RI. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 tahun 2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ernawati, N.I.A.K., Nursalam dan Djuari, L. 2011. Kebutuhan Riil Tenaga Perawat dengan Metode Workload Indicator Staff Need (WISN). Jurnal Penelitian. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011:86-93. Surabaya: Universitas Airlangga. Gibson, Ivanecevich, J.L., dan Donnely, J.M. 2000. Organisasi: Perilaku, Struktur dan Proses, Edisi VIII (Alih Bahasa Nunuk Adiani). Jakarta: Binarupa Aksara. Gunawan, 2007. Analisis Beban Kerja Perawat dengan Time Motion Study Berdasarkan Kompetensi Perawat. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. Haryanti, Faridah, A., Puji, P. 2013. Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian. Jurnal Managemen Keperawatan Vol. 1 No. 1 Mei-2013; 48-56. Semarang: STIKES Ngudi Waluyo. Hendianti, G.I., Somantri, I., dan Yudianto, K. 2012. Gambaran Beban Kerja Perawat Pelaksana Unit Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Jurnal Penelitian. Bandung: Universitas Padjadjaran. Ilyas, y., 2011. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula. Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Rawat Inap. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2014 (a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2014 (b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nursalam. 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

66 Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Pudjirahardjo. W.J., Rivai, F., dan Hargono, R. (2003). Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU Haji Surabaya. Jurnal Penelitian. Surabaya. Universitas Airlangga. Romadhoni, R. D. 2015. Analisis Kelemahan Metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) dalam Perhitungan Kebutuhan Tenaga Perawat. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. Sukadarma, I.G.N.K., Wati, N.M.N., dan Widyasari, N.P.I. (2014). Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kualitas Asuhan Keperawatan. Jurnal Penelitian. Keperawatan Jiwa, Komunitas dan Manajemen Desember Vol. 1 No. 2. Wignjosoebroto, 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: PT. Guna Widya.