Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebagai bisnis sepenuhnya, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

Perkembangan luas panen buah-buahan di Indonesia dalam. lain disebabkan terjadinya peremajaan tanaman tua yang tidak produktif

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian,

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis tanaman. Karena itu pertanian merupakan salah satu sumber

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, sementara sektor-sektor lain mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini mendorong adanya pemikiran ulang tentang peranan sektor pertanian dan potensinya sebagai basis pemacu pemulihan pertumbuhan ekonomi (Daryanto, 2001). Struktur ekonomi dahulu juga tidak didukung oleh upaya pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya domestik, serta tidak mengakar pada pemberdayaan ekonomi rakyat secara mayoritas. Kebijakan pembangunan lndonesia tersebut menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar pada berbagai tingkatan ekonomi, sosial dan letak geografis. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi apabila pelaksanaan pembangunan nasional benar-benar berpedoman pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbaharui dan dikembangkan setiap lima tahun. Setiap GBHN yang menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan sejak REPELITA I sampai VI, menggariskan sasaran pembangunan ekonomi lndonesia menitikberatkan pada pembangunan di bidang pertanian, mulai dari usaha produksi, industri pendukung, sampai jasajasa pendukung. Namun yang terjadi, pembangunan bidang pertanian khususnya dalam lingkup sistem agribisnis, termasuk agoindustri hanya

dijadikan mainan politik tanpa kenyataan yang membanggakan. Hampir semua pelaku di bidang pertanian khususnya petani, nelayan, pekebun, peternak dan lain-lain tidak memperoleh peningkatan kesejahteraan sesuai amanat GBHN. Bangsa lndonesia yang jumlah penduduknya lebih dari 200 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada bidang agribisnis, yang merupakan kekuatan penggerak ekonomi potensial negeri ini yang harus diberdayakan (Gumbira-Sa'id dan lntan, 2001), Menurut Yudohusodo (2001) sejak Pelita I di tahun 1968 sampai sekarang, pembangunan pertanian lndonesia telah mengalami kemajuan, tetapi karena bangsa lain maju lebih cepat, maka lndonesia relatif lebih tertinggal. Produktivitas tanaman juga mengalami peningkatan, namun masih tertinggal jauh dari negara-negara Asia seperti Jepang dan Korea Selatan. Pembangunan sektor pertanian memerlukan dukungan kebijakan daerah dan nasional secara komprehensif yang dapat mendorong meningkatnya produktivitas, kualitas serta daya saing yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Selanjutnya Yudohusodo (2001) menyatakan otonomi daerah yang telah digulirkan pemerintah pusat dengan UU No 22 tahun 1999, diharapkan menjadi pendorong pemanfaatan potensi yang ada, karena kewenangan ada di daerah yang mengenal dengan baik kondisi dan potensi pertaniannya. Masing-masing daerah memiliki keunggulan komparatif yang berbeda yaitu lahan pertanian yang subur dengan kondisi lahan yang beragam sehingga berbagai jenis tanaman dapat diusahakan; infrastruktur yang baik; jumlah penduduk yang cukup besar; tersedianya

lembaga-lembaga penelitian; dan musim yang berbeda. Semua keunggulan ini harus ditingkatkan peran dan fungsinya, agar keunggulan komparatif yang tersedia dapat menjadi keunggulan kompetitif. Untuk mendongkrak sektor pertanian dalam menyongsong persaingan global adalah dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, meningkatkan luasan lahan pertanian per keluarga tani sehingga usahatani yang dilakukan mencapai skala ekonomis yang menjanjikan kesejahteraan yang tinggi, menggunakan teknologi mekanisasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, perbaikan sarana dan prasarana pertanian, membangun pertanian secara agribisnis lengkap dengan agroindustrinya dan perbaikan manajemen pemasaran serta memperkuat kelembagaan petani. Pada era otonomi daerah, masing-masing daerah perlu menggalakkan pangan spesifik daerah, untuk mengoptimalkan potensi daerah dan menghemat devisa (Yudohusodo, 2001). Salah satu upaya peningkatan kontribusi subsektor pertanian tanaman pangan adalah usaha peningkatan produksi dan pengembangan aplikasi dan pengembangan komoditas usahatani hortikultura. Dengan demikian diharapkan pembangunan hortikultura dapat membantu meningkatkan devisa negara, pendapatan petani serta memperluas kesempatan kerja. Salah satu komoditas hortikultura yang mendapat perhatian besar untuk dikembangkan adalah buah-buahan. Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan taraf penghasilan, kesadaran masyarakat akan gizi, serta perkembangan sektor industri dan

pariwisata berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan buah- buahan. Hal ini merupakan peluang agribisnis buah-buahan untuk menjadi sumber pertumbuhan baru yang potensial. Sifat tanaman buah yang kebanyakan memerlukan lingkungan spesifik sebagai tempat tumbuhnya, masa berproduksi yang biasanya dipengaruhi musim, dan sifat buah itu sendiri yang mudah rusak merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam usahatani buah. Tantangan dan peluang ini dapat memacu meningkatkan potensi buah-buahan di lndonesia, untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Produksi buah-buahan di lndonesia terdiri dari buah alpokat, mangga, dukullangsat, durian, jeruk, pepaya, salak, nenas, rambutan, pisang, sawo, dan jambu biji. Pada tahun 1999 produksi buah-buahan di lndonesia mencapai 6.661,8 ribu ton, yang sebagian besar diproduksi di Pulau Jawa, kecuali untuk buah dukullangsat, dan jeruk terbanyak berasal dari Pulau Sumatera. Buah yang terbanyak dihasilkan di lndonesia adalah pisang, yaitu mencapai 3.3759 ribu ton, diikuti oleh mangga dan pepaya, masing-masing sebesar 826,8 ribu ton dan 449,9 ribu ton. Sementara produksi buah-buahan sampai triwulan tiga tahun 2000 diperkirakan mencapai 4.197,O ribu ton. Secara keseluruhan produksi buah pisang, mangga, dan salak menempati urutan tertinggi dibandingkan buah-buahan lain, yaitu masing-masing sebesar 2.382,9 ribu ton, 305,3 ribu ton, dan 287,7 ribu ton (BPS, 2000b). Salah satu buah yang digernari oleh sebagian besar penduduk lndonesia adalah pisang (Musa paradisiaca L). Buah ini digemari karena

memiliki rasa yang enak, kandungan gizinya tinggi, mudah didapat, dan harganya relatif murah. Buah pisang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat iklim yang sesuai untuk tanaman pisang, serta ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang cukup banyak. Pisang merupakan salah satu buah unggulan di lndonesia yang mendapat prioritas untuk dikembangkan secara intensif. Untuk mendukung program pengembangan agribisnis khususnya buah-buahan pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijaksanaan terutama menyangkut kemudahan fasilitas kredit usahatani bagi petanilkelompok tani. Dengan adanya kebijaksanaan dalarn bentuk bantuan modal bagi petani, diharapkan petani dapat lebih intensif untuk memelihara tanamannya sehingga mempunyai nilai tambah. Tabel 1. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Pisang di Sumatera Barat tahun 1995-1999 Sumber : BPS, 2000a Tanaman pisang tersebar di seluruh wilayah di lndonesia. Tabel 1. memperlihatkan bahwa produksi pisang di Sumatera Barat tiap tahunnya berfluktuasi namun menunjukkan adanya kecenderungan untuk meningkat dengan rata-rata tingkat pertumbuhan produksi sebesar 2,61 persen per

tahun. Peningkatan ini terjadi karena adanya kecenderungan peningkatan areal panen di daerah Sumatera Barat. Produktivitas tanaman pisang di Sumatera Barat cenderung menurun, dengan tingkat pertumbuhan negatif yaitu sebesar -14,55 persen per tahun. Hal ini disebabkan karena penanganan agribisnis pisang, mulai dari pemilihan bibit, pengolahan tanah, pemberian pupuk, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit, serta penanganan panen dan pascapanen belum dilakukan secara optimal. Kecamatan Baso adalah kecamatan yang potensial untuk pengembangan tanaman Pisang Ambon Lokal. Pada saat ini usahatani Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso belum diusahakan secara komersial tetapi sebagai usaha sampingan yang ditanam di pekarangan rumah. Lahan kering yang tersedia untuk pengembangan usahatani ini masih cukup luas yaitu sebesar 767 Ha. Tahun 2001 jumlah pohon pisang di Kecamatan Baso sebanyak 152.120 batang dengan produksi sebesar 49.521 tandan (Dinas Pertanian Kabupaten Agam, 2001). Dengan jumlah pohon sebanyak ini belum dapat memenuhi kebutuhan pisang di Kecamatan Baso dan di luar kecamatan. Potensi lahan dan peluang pasar komoditi Pisang Ambon Lokal segar dan olahan berupa keripik pisang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga buah pisang ini menjadi komoditas unggulan untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik. Konsekuensi dari kondisi ini adalah diperlukannya investasi yang cukup besar yang tentu saja memerlukan pertimbangan yang sangat hati-hati dan cermat.

Teknologi budidaya dan pascapanen yang selama ini dilakukan oleh petani Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso, khususnya di Desa Baso tidak begitu efisien atau terkesan sekedarnya. Hal ini dapat dilihat dengan produksi yang rendah yaitu dari 152.120 batang pohon pisang yang ada di Kecamatan Baso pada tahun 2001, hanya menghasilkan 49.521 tandan (Dinas Pertanian Kabupaten Agam, 2001). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani baik dalam budidaya, penanganan panen dan pascapanen maupun dalam informasi pasar dan tataniaganya. Lahan yang memadai tidak digunakan secara efisien dan dari penanganan di lokasi belum ada petani yang memiliki kebun Pisang Ambon Lokal secara khusus. Pohon pisang ditanam di sekitar pekarangan rumah dan di kebun yang juga ditanami tanaman lainnya. Pemupukan, pemeliharaan, dan pemberantasan hama dan penyakit tidak dilakukan secara efektif. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab tidak terjaminnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi yang dapat memperkecil pendapatan petani pisang. Fluktuasi pendapatan yang terjadi mengakibatkan terbatasnya kemampuan petani yang mengupayakan modal bagi investasi, sehingga taraf hidup petani sulit ditingkatkan. Petani buah-buhan di Indonesia, termasuk petani pisang pada umumnya adalah petani kecil sehingga banyak yang mengalami kesulitan permodalan. Untuk peningkatan produksi buah Pisang Ambon Lokal diperlukan modal yang tidak sedikit. Olah sebab itu dalam mengatasinya diperlukan investor untuk menanamkan modalnya bagi pengembangan agribisnis

Pisang Ambon Lokal tersebut. Para investor akan menanamkan modalnya jika diketahui prospek, biaya, dan keuntungan dari komoditi yang akan diinvestasikan. Pada saat ini sistem informasi pasar yang ada belum memadai. Hal ini akan berdampak pada perbedaan harga yang cukup tajam antara penerimaan oleh petani produsen terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Disamping itu proses pemasaran tanaman pangan dan hortikultura biasanya melewati rantai yang relatif panjang sehingga mempengaruhi kualitas fisik komoditas yang diproduksi dan harga. Panjangnya rantai pemasaran tersebut, mengakibatkan tingginya resiko fisik dan resiko ekonomi yang harus ditanggung lembaga pemasaran. Untuk itu diperlukan suatu kajian analisis kelayakan investasi yang tepat untuk pengembangan agribisnis pisang ini. Penulis mencoba melakukan penelitian mengenai "Analisis Kelayakan lnvestasi Pengembangan Agribisnis Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat". 1.2. Batasan Masalah Dengan beragamnya masalah, maka pembahasan difokuskan pada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kelayakan pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal secara finansial. 1.3. Perumusan Masalah Pertnasalahan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana peluang pasar Pisang Ambon Lokal segar?

b. Bagaimana kesesuaian teknis budidaya Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso? c. Apakah pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal layak secara finansial? d. Bagaimana memanfaatkan potensi yang ada untuk mengisi peluang pasar tersebut? 1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengkaji peluang pasar Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso. b. Mengkaji kemampuan teknis dalam rangka pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso. c. Menganalisis kelayakan pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal secara finansial. d. Memberikan alternatif rekomendasi pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal. 1.5.2. Manfaat Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu : a. Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah yang ada dan mencari solusi yang tepat melalui proses analisis yang terstruktur.

b. Memberikan rekomendasi pengembangan agribisnis pada petani Pisang Ambon Lokal dalam bentuk skala usaha. 1.6. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi aspek pasar, kelayakan teknis dan finansial serta manajemen operasional usahatani. Keseluruhan aspek tersebut difokuskan dalam upaya pemenuhan permintanan domestik dalam rangka pengembangan agribisnis Pisang Ambon Lokal di Kecamatan Baso, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.