II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

PUTRI YUNIASTUTI A

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

Topik C6 Penurunan permukaan lahan gambut

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian

FENOMENA GAS RUMAH KACA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Iklim Perubahan iklim

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Pengelolaan lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Dampak Perubahan Iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

Transkripsi:

4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton (Mt) CO 2 -e. Namun pada Conference of Paties (COP) ke 12 di Nairobi, Kenya, dengan dipresentasikannya makalah Wetland International (Hooijer et al., 2006) perhatian dunia secara mendadak tertuju kepada Indonesia, terlebih lagi sesudah Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang terdiri dari 3000 pakar itu menerima laporan dari Wetland International ini.. Emisi gas rumah kaca Indonesia diperkirakan setinggi 3000 Mt atau 3 Giga ton (Gt) CO 2 -e per tahun. Lebih lanjut dikatakan bahwa sekitar 2000 Mt dari total emisi tersebut berasal dari lahan gambut. Diperoleh data bahwa emisi CO2 saat ini dari dekomposisi lahan gambut yang dikeringkan mencapai jumlah 632 Mton/tahun ( antara 355 dan 874 Mton/tahun). Emisi ini akan terus meningkat dalam dekade mendatang apabila tidak ada perubahan dalam praktek pengelolaan lahan dan rencana pengembangan lahan gambut, dan akan berlanjut terus melampaui abad ke-21 (Hooijer, 2006). Emisi dari pembukaan hutan dan perubahan.penggunaan lahan bukan gambut diperkirakan hanya sekitar 500 Mt dan emisi yang berhubungan dengan pembakaran juga sebesar 500 Mt CO 2 -e. mungkin angka tersebut lebih disebabkan oleh ekstrakpolasi data saat kebakaran di musim kemarau (IPCC, 2006). COP 13 di Bali tidak menghasilkan resolusi mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD), baik untuk lahan gambut tanah mineral, maupun sepakat dengan perlunya dilakukan demonstration tentang cara pengurangan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme REDD. Karbon dioksida adalah jumlah gas terbesar dalam atmosfer. Gas CO 2 akan diikat oleh biomass tanaman selama proses fotosintesis, kemudian disimpan dalam tanah sebagai karbon organik melalui perubahan residu tanaman enjadi bahan organik tanah setelah residu tersebut dikembalikan ke tanah, tanah gambut yang bertindak sebagai rosot (sink) CO 2 atmosfer (Barchia, 2006).

5 Gas CO 2 yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik pada lahan gambut dikendalikan oleh perubahan suhu, kondisi hidrologi, ketersdiaan dan kualitas bahan gambut, tergantung pada faktor lingkungan, sifat tanah, dan teknik budidaya pertanian. Pada suhu tinggi, gas CO 2 dan CH 4 merupakan bentuk gas yang segera terbentuk dan besar jumlahnya. Suhu dan kelembaban baik udara maupun tanah gambut di kawasan tropik sangat dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan vegetasi yang menutupinya. Suhu yang tinggi pada keadaan terbuka akan merangsang aktifitas mikroorganisme sehingga perombakan gambut lebih cepat (Noor, 2001). 2. 2. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) pada Lahan Gambut Di Indonesia kontribusi terbesar gas rumah kaca berasal dari karbondioksida. Walaupun emisi CO 2 sangat tinggi di pertanian padi tetapi gas ini akan kembali digunakan tanaman padi saat berlangsungnya proses fotosintensis dan akan dikonservasikan ke bentuk biomas tanaman (Setyanto, 2008). Dalam keadaaan alami lahan gambut merupakan penambat (net sink) dari karbon. Apabila hutan gambut dibuka maka akan terjadi emisi yang sangat tinggi disebabkan oleh pembakaran dan pengaruh drainase. Jika lahan gambut dijadikan kebun kelapa sawit, dalam 15 sampai 25 tahun akan terjadi penambatan (sequestration) sekitar 367 t CO2 atau setara dengan 100 t C/ha dalam bentuk pohon sawit. Namun sejalan dengan itu terjadi pula dekomposisi gambut yang lajunya ditentukan oleh kedalaman drainase dan cara pengelolaan tanah lainnya seperti pemupukan (Agus, 2009). Emisi karbondioksida ke atmosfer dari lahan gambut melalui dua mekanisme, yaitu: Drainase untuk pengeringan lahan gambut yang mengarah kepada aerasi bahan gambut dan kemudian menyebabkan terjadinya oksidasi (disebut juga dekomposisi aerobik). Oksidasi material gambut ini menghasilkan emisi gas CO 2. Kebakaran yang terjadi di lahan gambut terdegradasi menghasilkan emisi CO 2. Namun kebakaran sangat jarang sekali terjadi di kawasan gambut yang tidak terdegradasi atau yang tidak dikeringkan (BPPT, 2010).

6 2.2.1. Hubungan Drainase dengan Emisi CO 2 Drainase tanah gambut dikaitkan pada dua aspek penting yang meliputi: (1) membuang air yang berlebihan kearah saluran pembuangan air dan (2) mempertahankan permukaan air tanah pada ketinggian tertentu untuk mempertahankan agar subsiden yang terjadi dapat diadaptasi sesuai dengan yang dikehendaki. Fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi saat terganggu apabila mengalami drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat kering tidak-balik dan porositas yang sangat tinggi (Sabiham, 2006 dalam Batubara, 2009). Konversi hutan dan pengelolaan lahan gambut, terutama yang berhubungan dengan drainase, merubah fungsi lahan gambut dari penambat karbon menjadi sumber emisi GRK. Lahan hutan yang terganggu (yang kayunya baru ditebang secara selektif) dan terpengaruh drainase, emisinya meningkat tajam, bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan emisi dari lahan pertanian yang juga didrainase. Hal ini disebabkan oleh banyaknya bahan organik segar yang mudah terdekomposisi pada hutan terganggu (Agus dan Subiksa, 2008). Hasil penelitian oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan (Sumatera Utara), pada tahun 2009 mendapatkan bahwa setiap ha perkebunan sawit di lahan gambut yang air tanahnya diturunkan sekitar 40 70 cm, akan mengemisikan 25-45 t CO 2 /ha/tahun, bahkan jika air tanah diturunkan hingga 80 cm akan dapat mengemisikan CO 2 sebesar 51 ton CO 2 /ha/tahun (atau sekitar 14 gr CO 2 /m 2 /hari). Semakin dalam air tanah gambut di drainase, semakin besar tingkat emisi CO 2. Sistem drainase di lapang merupakan faktor yang dapat menyebabkan kehilangan C-organik dan subsiden pada lahan gambut. Proses subsiden merupakan perubahan sifat gambut secara fisik, kimia dan biologi yang ditunjukkan di lapangan dengan penurunan lapisan gambut. Hal ini terkait dengan terjadinya perubahan suhu, ketersediaan O 2, ph, dan Eh tanah jika dilakukan drainase pada bahan gambut. Suhu tanah merupakan pengendali utama terhadap laju dekomposisi bahan gambut dan peranannya sangat dominan bila berinteraksi dengan ketersediaan O 2. Ketersediaan O 2 di dalam bahan gambut dapat mempercepat proses mineralisasi C-organik sehingga bahan gambut menghasilkan CO 2 dan CH 4 (Handayani, 2009).

7 2.2.2. Hubungan Iklim dan Suhu dengan Emisi (CO 2 ) Dalam pengukuran emisi CO 2 terjadi variasi temporal yang tinggi terkait dengan faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban udara, curah hujan dan distribusi curah hujan pada suatu daerah. Secara garis besarnya, musim di Indonesia dibedakan menjadi musim kemarau dan musim penghujan. Karena kondisi pada musim kemarau jelas berbeda dengan musim penghujan, maka CO 2 sangat dipengaruhi oleh kedua musim tersebut (Handayani, 2009) Berbagai faktor seperti kadar air tanah, pemupukan, dan suhu tanah, sangat mempengaruhi jumlah emisi selain kedalaman muka air tanah gambut. Informasi tentang berbagai faktor ini diperlukan untuk menyertai data emisi. Selain itu, data pengukuran emisi GRK kebanyakan berasal dari pengukuran jangka pendek sehingga memberikan gambaran emisi sesaat yang bisa jauh lebih tinggi atau jauh lebih rendah dari nilai emisi tahunan yang sebenarnya. Pengukuran emisi GRK jangka panjang dan berulang, diperlukan untuk meningkatkan keyakinan tentang dugaan emisi tahunan yang berasal dari proses dekomposisi gambut (Agus dan Subiksa, 2008). 2.3. Emisi Metan (CH 4 ) pada Lahan Gambut Gas metan adalah salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya saat ini telah banyak meresahkan, karena keberadaannya yang mampu meningkatkan efek pemanasan global. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang 21 kali lebih berpotensi menyebabkan efek rumah kaca dibandingkan karbondioksida yang menyebabkan kerusakan ozon dan kenaikan suhu (Yulianto, 2008). Gas tersebut ditengarai berpotensi menyebabkan pemanasan global (global warming). Kemampuan CH 4 untuk meningkatkan suhu bumi sangat tinggi, karena kapasitas absorbsi infra merah per molekul 25 kali lebih tinggi dibanding CO 2. Kontribusi CH 4 terhadap pemanasan global sebesar 15% dan menduduki peringkat kedua setelah CO 2 (Suprihati et al., 2006). Menurut Hadi (2008) bahwa emisi gas rumah kaca khususnya metan dan sifat mikrobiologi tanah merupakan aspek penting yang perlu dievaluasi sebagai dampak pembangunan. Metan terbentuk oleh aktivitas bakteri anaerob metanogen.

8 Bakteri ini aktif merombak bahan organic dan menghasilkan gas metan (Mulyadi dan Sasa, 2005). Pembentukan metan secara biogenik merupakan hasil dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh bakteri methanogen. Bakteri ini berkembang pesat pada tanah dengan kondisi anaerob, oleh sebab itu banyak dijumpai pada tanah tergenang. Proses metanogenesis merupakan proses biologi pada tanah yang dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah seperti suhu tanah, potensial redoks, ph tanah, akumulasi dan dekomposisi bahan organic, dan varietas tanaman (Setyanto, 1994 dalam Yulianto, 2008).