I. PENDAHULUAN. hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

Kebijakan Alokasi Anggaran Kabupaten Kepulauan Selayar

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku walaupun terjadi secara berlanjut dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33. dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruhnya masyarakat Indonesia. Kegiatan Pembangunan daerah dimaksudkan sebagai usaha meratakan dan menyebarluaskan pembangunan untuk menyerasikan, menyeimbangkan serta memadukan seluruh kegiatan pembangunan di daerah. Salah satu tujuan dalam pembangunan baik nasional maupun daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sumber-sumber ekonomi yang ada. Pembangunan ekonomi melalui sumber-sumber ekonomi yang ada tidak dilakukan secara serentak, melainkan melalui pendekatan sektoral, yaitu pengembangan melalui sektorsektor yang ada agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan memiliki implikasi ke depan (Forward Linked) dan implikasi ke belakang (Backward Linked). Sektor yang dikembangkan diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan perkapita. Pembangunan Ekonomi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan mengawal pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Saat ini diperlukan upaya-upaya

untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, kemampuan disegala sektor dan potensi yang ada seharusnya dapat dimanfaatkan menjadi suatu kekuatan ekonomi. Salah satu sektor yang memiliki potensi dapat diarahkan untuk menjadi kekuatan ekonomi adalah industri pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diusahakan dapat berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, penerimaan daerah, penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha serta memiliki ciri khusus dari sektor lain yaitu dapat menjaga kelestariaan lingkungan. Pariwisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi non-migas sangat diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan devisa negara yang tentunya diarahkan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perekonomian agar menjadi lebih baik. Pengembangan sektor ini dilaksanakan secara lintas sektoral yang melibatkan banyak institusi baik tingkat lokal, regional, nasional bahkan internasional. Pengembangan atau pembangunan pariwisata telah terbukti mampu memberi dampak positif dengan adanya perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Secara ekonomi pariwisata memberi dampak dalam perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan per kapita dan peningkatan devisa negara. Dalam bidang kehidupan sosial terjadi interaksi sosial budaya antara pendatang dan penduduk setempat sehingga dapat menyebabkan perubahan dalam gaya hidup masyarakat serta terjadinya integrasi sosial. Sektor Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi Provinsi Lampung khususnya Kota Bandar Lampung, hal ini disebabkan pariwisata merupakan salah satu primadona dalam meningkatkan pendapatan daerah, karena

Provinsi Lampung sangat kaya akan potensi obyek wisata alam. Selain itu, Provinsi Lampung juga telah ditetapkan sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang ke-18, sedangkan Kota Bandar Lampung sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang ke pariwisataan, yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana guna mencapai obyek wisata tersebut. Disamping itu, Kota Bandar Lampung juga mempunyai potensi wisata yang sangat baik dan didukung topografi tinggi berbukit dan dataran rendah dekat dengan pantai, oleh karenanya memungkinkan untuk dikembangkan. Hal ini sangat besar potensinya sebagai daya tarik investor di bidang pariwisata dan daya tarik turis domestik dan mancanegara. Pemerintah memiliki wewenang untuk mengontrol berjalannya suatu aktivitas sektor pariwisata dan juga menjadi fasilitator dan pengembangan obyek wisata. Kebijakan pengembangan kepariwisataan Kota Bandar Lampung telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung, kebijakan strategis pariwisata yang ditetapkan adalah : 1. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta dalam pemanfaatan obyek wisata secara fungsional dan saling menguntungkan. 2. Memanfaatkan momentum dan efek sinergis dari DTW ke-18 Provinsi Lampung. 3. Memberikan kemudahan bagi pendiri prasarana pendukung wisata dalam menarik wisatawan mancanegara. 4. Mengembangkan profesionalitas SDM kepariwisataan di sektor pemerintah dan swasta.

Pembangunan daerah dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, dan teknologi secara efektif dan efesien dengan memperhatikan faktor sosial seperti adat istiadat, keagamaan, sistem pemerintahan, dan sebagainya, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran sebesar-besarnya kepada masyarakat. Untuk itu pembangunan daerah haruslah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pelaksanaan pembangunan harus mampu meningkatkan pendapatan regional daerah dan pendapatan perkapita penduduk. Dalam usaha meningkatkan pendapatan tersebut maka peningkatan pembangunan bukan saja meningkatkan produksi tetapi sekaligus mampu meningkatkan pendapatan berbagai lapisan masyarakat, sehingga akan tercapai masyarakat adil dan makmur yang dicitacitakan. Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. APBD memuat : 1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. 2. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. Pengembangan standar pelayanan dapat dilaksanakan secara bertahap dan harus dilakukan secara berkesinambungan. 3. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal atau pembangunan.

Pembangunan ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian disamping kenaikan output. Jadi, pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut Sadono Sukirno (1985: 13) pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan rill perkapita itu serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Sejalan dengan pembangunan daerah maka diperlukan adanya keuangan daerah yaitu semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Umumnya APBD terdiri atas sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdiri atas penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan. Sedangkan pada sisi pengeluaran terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembaangunan. Situasi keuangan Kota Bandar Lampung secara umum dapat dilihat dari gambaran realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandar Lampung Tahun 2000-2009 Tahun Penerimaan Pengeluaran Surplus/Defisit 2000 107.651.046.364 101.120.524.135 6.530.522.229 2001 231.198.865.538 219.105.970.342 12.092.895.196 2002 296.008.076.522 278.137.643.367 17.870.433.155 2003 369.344.394.507 359.397.618.599 9.946.775.908 2004 368.985.447.247 355.832.035.682 13.153.411.565 2005 411.681.662.993 396.943.238.630 14.738.424.363 2006 595.004.847.734 564.988.592.647 30.016.255.087 2007 636.338.742.310 694.419.912.456 (58.081.170.146) 2008 747.982.275.503 778.777.514.052 (30.795.238.549) 2009 793.492.316.672 802.095.631.362 (8.603.314.690) Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandar Lampung Pada tabel 1 diatas dapat terlihat adanya fluktuasi dalam pendapatan maupun belanja dalam APBD. Pada Tahun Anggaran 2004 terjadi penurunan baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi pengeluaran. Namun pada tahun berikutnya terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada sisi penerimaan dan pengeluaran daerah. Juli Panglima saragih (2003: 127) mengemukakan bahwa seiring dengan perkembangan ekonomi swasta lokal. APBD dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) melalui berbagai kebijakan yang tercermin dalam APBD. Jika Pemerintah Daerah menetapkan anggaran pengeluaran pembangunan lebih besar daripada pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Sebaliknya, jika Pemerintah Daerah mendesain kebijakan anggaran daerah dimana pengeluaran rutin daerah lebih besar daripada pengeluaran pembangunan, maka kebijakan anggaran daerah

yang bersifat kontraksi ini tidak akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, apalagi peran swasta masih sangat kecil. Peningkatan sumber daya manusia melalui pembangunan sektor pariwisata dilakukan dengan berusaha meningkatkan pengeluaran pemerintah karena dengan pengeluaran sektor pariwisata yang semakin meningkat diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kota Bandar Lampung. Berikut dapat dilihat pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin Pemerintah Kota Bandar Lampung pada Tabel 2 berikut : Tabel 2. Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2000-2009 Tahun Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan 2000 71.043.555.537 30.076.968.598 2001 158.319.267.871 60.786.702.471 2002 181.656.779.619 96.480.863.748 2003 260.029.855.983 99.367.762.616 2004 271.411.513.796 84.420.521.886 2005 283.842.871.669 113.100.366.961 2006 396.863.792.458 168.124.800.189 2007 446.565.703.807 247.854.208.649 2008 462.718.128.184 316.059.385.868 2009 480.791.409.291 321.304.222.071 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat jumlah pengeluaran-pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Kota Bandar Lampung yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan mengalami fluktuasi pada Tahun Anggaran 2004 pengeluaran pembangunan menurun, tetapi pada tahun berikutnya pengeluaran pembangunan meningkat setiap tahunnya.

Tabel 3. Realisasi Anggaran Pengeluaran Pembangunan Sektor Pariwisata di Kota Tahun Bandar Lampung Tahun Anggaran 2000-2009 Pengeluaran Pembangunan Perkembangan (%) 2000 191.120.000-2001 243.340.000 27,32 2002 356.558.000 46,53 2003 452.585.500 26,93 2004 673.425.000 48,79 2005 880.394.050 30,73 2006 1.564.354.850 77,69 2007 2.054.709.500 31,35 2008 2.815.650.840 37,03 2009 3.150.550.073 11,89 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung Data diatas dapat dilihat bahwa anggaran pengeluaran pemerintah untuk sektor pariwisata dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan terus menerus setiap tahunnya, dan hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan sektor pariwisata di Kota Bandar Lampung. Pentingnya pembangunan sektor pariwisata di Kota Bandar Lampung harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, karena dengan semakin meningkatnya pembangunan sektor pariwisata diharapkan pendapatan pemerintah dapat semakin bertambah dan perekonomian semakin meningkat. B. Permasalahan

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional. Pengelolaan sektor pariwisata harus dioptimalkan baik dalam konteks peningkatan fungsi sosial ekonomi maupun dalam konteks peningkatan mutu lingkungan hidup. Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan suatu permasalahan yaitu Bagaimanakah pengaruh yang ditimbulkan dari pengeluaran pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap sektor pariwisata?. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari pengeluaran pemerintah yang dilakukan pada sektor pariwisata Kota Bandar Lampung. 2. Memberikan pemikiran bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menetapkan alokasi dana bagi sektor Pariwisata di tahun berikutnya. D. Kerangka Pemikiran Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Tetapi hendaknya dapat di sadari bahwa proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan suatu daerah adalah suatu ukuran yang sangat kasar terhadap kegiatan /peranan pemerintah dalam suatu perekonomian.

Untuk menjalankan fungsinya, pemerintah membuat dan melaksanakan sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan publik. Kebijakan publik adalah sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik, pengetahuan kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan. Suatu kebijakan yang baik akan terlaksana dengan lancar bila ditunjang dengan sistem administrasi publik yang memadai ( Syafiie, Tandjung, Modeong, 1999: 23). Guna mencapai berbagai tujuan pembangunan, haruslah disusun urutan prioritas pembangunan sesuai dengan tersedianya dana dan kebutuhan pembangunan. Urutan prioritas itu dapat tercermin pada prioritas anggaran, sehingga kebijakan anggaran merupakan salah satu kebijakan penting dalam usaha mencapai cita-cita pembangunan. Rencana Pembangunan yang jelas, yang tercermin dalam APBD akan mempengaruhi rencana-rencana sektor swasta dan meyakinkan lembaga-lembaga lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh daerah yang bersangkutan di masa datang, serta yang lebih penting lagi adalah bahwa pemerintah yang bersangkutan akan lebih efisien dalam mengambil keputusan di masa datang. Proses terpenting dari suatu anggaran adalah perencanaan, baik anggaran pemerintah pusat maupun anggaran pemerintah daerah. Menurut George R.Terry perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan

menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut Bintoro penentuan rencana pengeluaran negara didasarkan atas kebijaksanaan budget yang dianut pemerintah apakah defisit atau berimbang. (Bintoro, 1995: 146). Suatu sistem yang baik diatur dengan undang-undang, salah satunya berkaitan langsung dengan penyusunan anggaran, yang didalamnya terdapat proses perencanaan. Suatu perencanaan anggaran haruslah sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 105 Tahun 2000 yang berisi : Untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah, dikembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya. Standar analisa belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap satu kegiatan. Tolak ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat daerah dan standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku disuatu daerah. Menurut J.B. Say The very best of plans of finance is to spend little and the best of all taxes is that which is least in amount, rencana keuangan yang baik adalah yang menghabiskan paling sedikit dana dan menerapkan pajak paling sedikit. (Haveman, 1986: 115). Pendapat Say didukung oleh pendapat Mardiasmo yang sangat sesuai untuk masa sekarang, yaitu peraturan pemerintah harus lebih konkret dan lebih jelas dengan titik berat pada koreksi total semua kesalahan dimasa lalu dan kristalisasi semangat reformasi yaitu pemerintah yang bersih, jujur, terbuka, akuntabel, dan responsif, serta berorientasi pada kepentingan publik kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang berencana secara menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial dan kultural. Perencanaan tersebut harus mengintegrasikan pengembangan pariwisata ke dalam suatu program pembangunan ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu negara. Di samping itu, rencana tersebut harus mampu memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah, untuk mendorong dan mengendalikan pengembangan pariwisata. Peranan pemerintah dalam mengembangkan pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastruktur (tidak hanya dalam bentuk fisik), memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi umum ke luar negeri. Tidak dapat disangkal bahwa hampir di seluruh daerah Indonesia terdapat potensi pariwisata, maka yang perlu diperhatikan adalah sarana angkutan, keadaan infrastruktur dan sarana-sarana pariwisata yang menuju ke dan terdapat di daerah-daerah tersebut. Hal- hal inilah yang sesungguhnya menjadi pokok persoalan. Mengembangkan kesemuanya secara simultan tidak mungkin karena untuk itu diperlukan biaya yang besar, padahal dana yang tersedia terbatas, karena itu pengembangan pariwisata haruslah berdasarkan skala prioritas. E. Sistematika Penulisan Sistematik dalam penulisan ini terdiri dari : Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka yang berisikan Fungsi Pemerintah, Pengertian Evaluasi, Konsep Pengeluaran Pemerintah, Pengertian APBD, Sektor Pariwisata, Dimensi Pariwisata, Obyek dan Daya Tarik Wisata, Pentingnya Sektor Pariwisata Bagi Perekonomian. Bab III Metode Penelitian yang berisikan Jenis dan Sumber Data, Alat Analisis, dan Gambaran Umum Kota Bandar Lampung. Bab IV Pembahasan, yang berisikan tentang pembahasan dari permasalahan. Bab V Simpulan dan Saran, yang berisikan tentang simpulan yang ditarik dari penulisan ini serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian. Daftar Pustaka Lampiran