BAB 1 PENDAHULUAN. anak (Morbidity Rate) di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat,

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

TINGKAT NYERI ANAK USIA 7-13 TAHUN SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS DI RSUD KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Pieter, 2011). Berdasarkan survei dari Word Health Organization (WHO) pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun, anak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan pada anak telah mengalami pergeseran dan kemajuan yang

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

Setiap bayi memiliki pola temperamen yang berbeda beda. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN STRES HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengurus anak, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat anak dirawat di rumah sakit, dampak. hospitalisasi pada anak dan keluarga tidak dapat dihindarkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

Inggrith Kaluas Amatus Yudi Ismanto Rina Margaretha Kundre

Siti Nursondang 1, Setiawati 2, Rahma Elliya 2 ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk krisis atau stressor utama yang terlihat pada anak. Anak-anak sangat rentan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan krisis yang sering dimiliki anak. Anak-anak, terutama saat

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan stres karena terdapat ancaman

BAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. adanya bahaya (Mulyono, 2008). Beberapa kasus kecemasan (5-42%),

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB I PENDAHULUAN. anggotanya. Keluarga berfungsi tinggi untuk membantu dalam menjaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PERSPEKTIF KEPERAWATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap hospitalisasi, dan dampak hospitalisasi. tersebut menjadi faktor stresor bagi anak dan keluarganya (Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika

TEKNIK ORANG KETIGA DENGAN EKSPLORASI PERASAAN ANAK USIA SEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN

PENGARUH PROGRAM BERMAIN TERHADAP RESPON PENERIMAAN PEMBERIAN OBAT PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang

PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PENERAPAN PRINSIP PERAWATAN ATRAUMATIK DI RUANG IBNU SINA RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

DEFENISI HOSPITALISASI Suatu keadaan sakit dan perlu dirawat di Rumah Sakit yang terjadi pada anak maupun keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, prevalensi gangguan kecemasan berkisar pada angka 6-7% dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia, seperti yang disampaikan oleh UNICEF sebagai salah. anak, perlindungan dan pengembangan anak (James, 2000).

Hubungan Antara Peran Orang Tua 1

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbedaan Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar dengan Bermain Puzzle Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah di IRNA Anak RSUP Dr.M.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Hidayat, 2009). Anak dengan berbagai karakteristiknya memiliki respon imun dan kekuatan pertahanan diri yang belum optimal, sehingga anak memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami sakit (Markum, 2002 dalam Ramdaniati, 2011). Diperkirakan lebih dari 5 juta anak-anak di Amerika Serikat mengalami rawat inap dan setengah dari jumlah tersebut mengalami kecemasan dan stres (Kain, 2006 dalam Apriliawati, 2011). Jumlah anak-anak yang mengalami rawat inap di Indonesia diperkirakan 35 per 1000 anak (Sumarko, 2008 dalam Purwandari, 2009). Angka kesakitan anak (Morbidity Rate) di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebesar 14,91%, usia 13-15 tahun sebesar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Anak yang dirawat di rumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu tindakan yang rutin dilakukan adalah prosedur invasif (tindakan pemasangan infus) (Hinchliff, 1999, dalam Bolin, 2013). Hal ini didukung oleh Hindley (2004) yang mengatakan lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat 1 1

2 terapi melalui IV. Diperkirakan menurut Gallant dan Schultz (2006) sekitar 150 juta anak yang dirawat di ruang rawat inap rumah sakit di Amerika Serikat mendapatkan tindakan pemasangan infus. Jumlah pasien yang mendapat terapi infus di Inggris diperkirakan sekitar 25 juta pertahun dan telah terpasang berbagai bentuk alat akses selama perawatan (Hampton, 2008). Anak-anak sangat rentan terhadap stres yang berhubungan dengan tindakan invasif. Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intra vena. Pemasangan infus juga biasanya dilakukan berkali-kali pada anak selama anak dalam masa perawatan karena anak cenderung tidak bisa tenang sehingga infus yang sedang terpasang sering macet, aboket bengkok/patah atau bahkan infus terlepas. Akibatnya anak akan dilakukan pemasangan infus berulang kali dan dapat menimbulkan rasa cemas, takut, dan rasa tidak nyaman akibat nyeri yang dirasakan setiap kali penusukan (Wang, Sun & Chen, 2008). Hal ini juga akan menimbulkan trauma pada anak sehingga anak akan mengalami kecemasan dan stress (Nelson, 1999, dalam bolin 2010). Perbedaan perkembangan diantara kelompok usia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Perry & Potter, 2005). Toleransi terhadap nyeri akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia, semakin bertambah usia anak maka makin bertambah pula pemahaman dan usaha untuk pencegahan terhadap nyeri (Wahyuni & Nurhidayat, 2008).

3 Anak pra sekolah akan bereaksi terhadap tindakan penusukan bahkan mungkin bereaksi untuk menarik diri terhadap jarum karena menimbulkan rasa nyeri yang nyata, yang menyebabkan takut terhadap tindakan penusukan (Hockenberry & Wilson, 2007). Reaksi terhadap nyeri hampir serupa dengan reaksi yang dimunculkan pada anak usia todler, namun anak usia prasekolah bereaksi lebih baik terhadap persiapan tindakan seperti distraksi dan penjelasan perawat dibandingkan pada usia yang lebih muda (Hockenberry & Wilson, 2007). Kondisi tersebut memungkinkan adanya tindakan penurunan nyeri sebelum tindakan invasif dilaksanakan. Trauma yang disebabkan tindakan invasif berupa pemasangan infus tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga psikologis. Trauma fisik dan psikologis ini akan menimbulkan persepsi negatif pada anak tentang rumah sakit (Kubsch, 2000 dalam Sulistiyani, 2009). Terpaparnya anak pada kejadian traumatik pada masa kecil akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan atau mengerikan dalam waktu yang lama, tidak hanya anak-anak tetapi lingkungan terutama keluarga juga akan terpengaruh (Fletcher, 2003). Berbagai upaya dilakukan perawat untuk mengurangi efek trauma pada anak akibat prosedur invasif. Tindakan yang dilakukan perawat anak sesuai perkembangan saat ini adalah dengan mengembangkan tindakan atraumatic care (Kubsch, 2000, dalam Sulistiyani 2009). Atraumatic care merupakan perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak. Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak (Hidayat, 2009).

4 Atarumatic care dapat dilakukan dengan menyediakan lingkungan yang terapeutik, menggunakan intervensi yang bersifat mengurangi atau memperkecil distres psikologis dan fisik terhadap anak dan keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan. Distres psikologis meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan, kekecewaan, kesedihan, malu atau rasa bersalah. Distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur dan imobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang mengganggu seperti rasa sakit (Wong, 2009). Tujuan utama dari pelayanan yang tidak menimbulkan trauma (atraumatic care) pada anak, agar adalah tidak ada yang tersakiti. Prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dengan mencegah dan meminimalkan perpisahan anak dengan keluarganya, meningkatkan kontrol diri anak, dan mencegah terjadinya nyeri serta cedera tubuh (Wong, 2003). Penelitian Mariyam (2011) menyatakan bahwa implementasi atraumatic care untuk mengurangi nyeri pada anak usia 7-13 tahun yang dirawat di ruang parikesit kelas II dan III RSUD Kota Semarang dengan teknik guided imagery saat pemasangan infus, menunjukkan adanya pengaruh pemberian guided imagery terhadap tingkat nyeri pada anak usia 7-13 tahun saat pemasangan infus. Hasilnya tingkat nyeri responden saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri hebat (skala 5) yaitu 42,9 % sebanyak 12 anak, sedangkan tingkat nyeri responden pada kelompok intervensi yang sebagian besar mengalami tingkat nyeri skala 2 (sedikit lebih nyeri) yaitu 39,3 %. Penelitian Lestari (2013) implementasi atraumatic care menyatakan adanya pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distres

5 anak usia prasekolah dan sekolah saat dilakukan pemasangan infus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan dekapan keluarga dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus mempunyai skor distres yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan posisi supinasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang perawat, 90% pasien anak yang mengalami rawat inap akan mendapatkan tindakan pemasangan infus. Perawat mengatakan rata-rata anak akan menolak dan menangis ketika tindakan pemasangan infus akan dilakukan. Berkaitan dengan prinsip atraumatic care dalam pemasangan infus, perawat mengatakan perawat akan membujuk anak apabila anak menangis saat prosedur akan dilakukan. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa berbagai prosedur invasif yang dilakukan dengan prinsip atraumatic care dapat mengurangi trauma pada anak, baik trauma fisik (nyeri) dan trauma psikologis (cemas). Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pelaksanaan prinsip perawatan atraumatik khususnya dalam pemasangan infus pada anak di RSUD dr. Pirngadi Medan yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di kota Medan. 2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan?

6 3. Pertanyaan penelitian a. Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan? 4. Tujuan penelitian Untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan. 5. Manfaat penelitian 5.1. Pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumber informasi yang berguna bagi mahasiswa keperawatan terutama pada mahasiswa yang melakukan pembelajaran klinik untuk dapat memberikan perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada saat tindakan pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap sehingga diharapkan dapat menurunkan trauma anak terhadap tindakan pemasangan infus. 5.2. Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada perawat tentang pelaksanakan atraumatic care dalam tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan standar pelayanan yang dibutuhkan anak.

7 5.3. Penelitian keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan yang berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan berikutnya terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap.