Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui al-qur an sebagai

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Umum (Perum). Perusahaan tersebut milik pemerintah (BUMN), berada

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

HILMAN FAJRI ( )

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

BAB I PENDAHULUAN. Konvensional. Pendirian Pegadaian Syariah Ponolawen dilatar belakangi oleh

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Pembiayaan Multi Jasa

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk pandangan hidup manusia. Islam hadir dalam bentuk

"Jadilah orang yang wara' niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah"

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

adalah suatu transaksi yang sering terjadi saat masyarakat membutuhkan adalah penjual mencari seorang pembeli melalui jasa makelar.

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI DALAM JUAL BELI ANAK BURUNG

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

Transkripsi:

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-6561 Analisis Penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada Kelebihan Hasil Jual Lelang Barang Jaminan di BPRS AL SALAAM (Mohammad Toha Bandung) 1 Lulu Luthfida Pujiati, 2 M. Roji Iskandar, 3 N. Eva Fauziah 1,2,3 Prodi Keuangan & Perbankan Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 kameliania@gmail.com Abstrak. Dalam ajaran Islam, tolong-menolong dalam bentuk pinjam meminjam diperkenankan, akan tetapi hukum Islam mengajarkan agar kepentingan shahibul maal (pemilik dana) jangan sampai dirugikan oleh peminjam. Oleh karena itu, harus ada jaminan barang dari mudharib (nasabah) atas pinjaman yang diberikan oleh shahibul maal. Sehingga, apabila terjadi kemacetan karena nasabah tidak mampu melunasi pinjamannya, barang jaminan tersebut dapat dilelang atau dijual sebagai penebus pinjaman untuk menutupi kekurangan utang nasabah. Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn telah mengatur ketentuan penjualan barang jaminan nasabah dengan proses jual paksa/ lelang. Salah satu lembaga keuangan syariah yang melaksanakan proses pelelangan barang jaminan akibat wanprestasi mudharib adalah BPRS AL SALAAM Bandung. Namun demikian, dalam faktanya adakalnya pihak mudharib tidak rela barang jaminannya dijual atau pihak Bank tidak mengembalikan kelebihan hasil jual lelang barang jaminan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Ketentuan pelelangan barang jaminan menurut fatwa DSN MUI No. 25/DSN- MUI/III/2002. 2) Pelaksanaan pelelangan barang di BPRS AL SALAAM. 3) Analisa ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada kelebihan hasil jual lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, data diperoleh secara langsung dari hasil wawancara, serta mengutip dari berbagai sumber tertulis yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Ketentuan pelelangan barang jaminan menurut fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dimana di dalamnya dijelaskan mengenai penyelesaian akad Rahn tidak menjelaskan secara rinci bagaimana suatu Marhun dinyatakan harus dilelang atau dijual secara langsung. Pelaksanaan lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM dalam prakteknya jarang dilaksanakan oleh pihak BPRS AL SALAAM dan jika terdapat kelebihan pada penjualan Marhun, pihak BPRS AL SALAAM tidak memberikan sisa kelebihan tersebut kepada Rahin. Hasil analisa ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada kelebihan hasil jual lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM belum dilaksanakan sepenuhnya. Terutama dalam hal mencari hilah (alasan) yang mengatas namakan penggantian biaya administrasi ketika terjadi kelebihan jual pada Marhun. KataKunci: Rahn, Lelang BPRS Syariah A. Pendahuluan Dalam ajaran Islam, tolong-menolong dalam bentuk pinjam meminjam diperkenankan, akan tetapi hukum Islam mengajarkan agar kepentingan shahibul maal (pemilik dana) jangan sampai dirugikan oleh peminjam. Oleh karena itu, harus ada jaminan barang dari mudharib (nasabah) atas pinjaman yang diberikan oleh shahibul maal. Sehingga, apabila terjadi kemacetan karena nasabah tidak mampu melunasi pinjamannya, barang jaminan tersebut dapat dilelang atau dijual sebagai penebus pinjaman untuk menutupi kekurangan utang nasabah. 1 Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn telah mengatur ketentuan penjualan barang jaminan nasabah dengan proses jual paksa/ lelang. Salah satu lembaga keuangan syariah yang melaksanakan proses pelelangan barang jaminan akibat wanprestasi mudharib adalah BPRS AL SALAAM Bandung. Namun demikian, dalam 1 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 151. 261

262 Lulu Luthfida Pujiati, et al. faktanya adakalnya pihak mudharib tidak rela barang jaminannya dijual atau pihak Bank tidak mengembalikan kelebihan hasil jual lelang barang jaminan. Dalam akta perjanjian pembiayaan BPRS AL SALAAM, dijelaskan pada Pasal 4 (empat) Ayat 7 (tujuh) bahwa apabila hasil penjualan barang jaminan tersebut tidak mencukupi untuk melunasi utang nasabah, maka nasabah akan menambah kekurangannya, dan apabila dari hasil penjualan atau lelang barang jaminan tersebut melebihi utang nasabah, maka bank akan menyerahkan kelebihan tersebut kepada nasabah. 2 Pasal ini seharusnya diterapkan, karena sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 poin 5 (lima) c yang menyatakan bahwa hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangaanya menjadi kewajiban Rahin. 3 Namun pada kenyataannya BPRS AL SALAAM tidak menyerahkan kelebihan dana hasil penjualan barang jaminan kepada nasabah, dan nasabahpun apabila hasil penjualan jaminannya kurang, nasabah tidak mau menambah kekurangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Ketentuan pelelangan barang jaminan menurut fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002. 2) Pelaksanaan pelelangan barang di BPRS AL SALAAM. 3) Analisa ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada kelebihan hasil jual lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, data diperoleh secara langsung dari hasil wawancara, serta mengutip dari berbagai sumber tertulis yang erat kaitannya dengan penelitian ini. B. Landasan Teori Rahn disebut juga dengan al-habsu yang artinya menahan. Sedangkan menurut syari at Islam gadai berati menjadikan barang yang memiliki nilai menurut syari at sebagai jaminan utang, hingga orang tersebut dibolehkan mengambil utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Pemilik barang gadai disebut Rahin dan orang yang mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut Murtahin, sedangkan barang yang digadaikan disebut Rahn. 4 Akad Rahn diperbolehkan oleh syara dengan berbagai dalil Al-Qur an ataupun Hadits nabi saw. Begitu juga dalam ijma ulama. Berdasarkan firman Allah swt dalam QS.Al-Baqarah (2): 283 Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan 2 AKAD PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL MURABAHAH BPRS AL SALAAM. 3 Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, cet.ke-1, 2006, hlm. 187. Volume 2, No.1, Tahun 2016

Analisis Penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn... 263 amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabb-nya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha-mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah(2): 283) Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman Rasulullah saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Hadist diriwayatkan oleh imam Bukhari dan muslim dari Aisyah ra. berkata; أ ن ر س و ل الله ص ل ى الله ع ل ی ھ و س ل م اش ت ر ى ط ع ام ا م ن ی ھ و د ي إ ل ى أ ج ل و ر ھ ن ھ د ر ع ا م ن ح د ی د Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. (HR Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603) Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan secara umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum dan sebaliknya, sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar menukar di depan umum. 5 cara jual beli dengan sistem lelang yang dalam penjualan tersebut ada bentuk perjanjian yang akan menghasilkan kata sepakat antara pemilik barang maupun orang yang akan membeli barang tersebut, baik berupa harga yang ditentukan maupun kondisi barang yang diperdagangkan. Dalam fiqih disebut Muzayyadah. 6 Pada prinsipnya, syariah Islam membolehkan jual beli barang/ jasa yang halal dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad Bai Muzayyadah. Praktik lelang (muzayyadah) dalam bentuknya yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi SAW, sebagaimana hadis Salah satu hadis yang membolehkan lelang sebagai berikut: ع ن أ ن س ب ن م ال ك أ ن ر ج لا م ن الا ن ص ار ج اء إ ل ى الن ب ي ص ل ى الله ع ل ی ھ و س ل م ی س ا ل ھ ف ق ال ل ك ف ي ب ی ت ك ش ي ء ق ال ب ل ى ح ل س ن ل ب س ب ع ض ھ و ن ب س ط ب ع ض ھ و ق د ح ن ش ر ب ف یھ ال م اء ق ال اي ت ن ي ب ھ م ا ق ال ف ا ت اه ب ھ م ا ف ا خ ذ ھ م ا ر س و ل الله ص ل ى الله ع ل ی ھ و س ل م ب ی د ه ث م ق ال م ن ی ش ت ر ي ھ ذ ی ن ف ق ال ر ج ل أ ن ا آخ ذ ھ م ا ب د ر ھ م ق ال م ن ی ز ید ع ل ى د ر ھ م م رت ی ن أ و ث لا ث ا ق ال ر ج ل أ ن ا آخ ذ ھ م ا ب د ر ھ م ی ن ف ا ع ط اھ م ا إ ی اه و أ خ ذ ال در ھ م ی ن ف ا ع ط اھ م ا الا ن ص ار ي Artinya : Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya kepadanya, Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu? Lelaki itu menjawab, Ada sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air. Nabi saw berkata, Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku. Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw bertanya, Siapa yang mau membeli barang ini? Salah seorang sahabat beliau menjawab, Saya mau membelinya dengan harga satu dirham. Nabi saw bertanya lagi, Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal? Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata, Aku mau membelinya dengan harga dua dirham. Maka Nabi saw memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut.(hr. Tirmizi). 7 Pelelangan dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Pelelangan berlaku bagi masyarakat umum dan sebelumnya ada yang memberitahukan 5 Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif, Jakarta: Kiswah, 2004, hlm.3. 6 Imam Ash-Shan ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995, hlm. 23. 7 At Tirmidzi, Al-Jami Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988, Hadist No. 908. Keuangan dan Perbankan Syariah, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

264 Lulu Luthfida Pujiati, et al. kepada nasabah dan masyarakat akan adanya pelelangan. Barang milik Rahin dilelang karena ada beberapa sebab: 1. Pada saat jatuh tempo pembayaran habis, nasabah tidak mampu menebus barang jaminan yang digadaikan; 2. Pada saat jatuh tempo nasabah tidak memperpanjang waktu pinjaman dengan ketentuan yang telah diatur oleh lembaga yang bersangkutan. 8 C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Ketentuan Pelelangan Barang Jaminan Menurut Fatwa DSN MUI No. 25/DSN- MUI/III/2002 Tentang Rahn Pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan penjualan Marhun sebagai berikut : a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya. b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah. c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangaanya menjadi kewajiban Rahin. 9 Para ulama fiqh sepakat bahwa Rahn itu dianggap sempurna apabila Marhun (barang gadaian) secara hukum sudah berada di tangan Murtahin, dan uang yang dibutuhkan telah diterima oleh Rahin. Maka akad menjadi lazim, dan Rahin tidak boleh membatalkannya secara sepihak. Dengan demikian, jika barang belum dipegang oleh Murtahin, akad bisa dikembalikan lagi. 10 Secara umum fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 sudah menjelaskan bagaimana suatu Marhun akan dijual atau dilelang. Namun dalam fatwa tersebut belum mampu untuk menjelaskan mengenai kriteria Marhun seperti apa yang diharuskan dilelang atau dijual paksa. Sehingga fatwa tersebut hanya berupa opsi tanpa ada saran prioritas bagaimana seharusnya menjual Marhun yang bermasalah. Selain itu, dalam fatwa tersebut belum menjelaskan seperti apa layaknya lelang secara syari ah. Hingga saat ini Dewan Syari ah Nasional belum memberikan fatwa bagaimana seharusnya lelang yang baik sesuai dengan koridor Qur an dan Sunnah Rasulullah saw. 2. Pelaksanaan Pelelangan Barang Jaminan di BPRS AL SALAAM Dalam prakteknya, BPRS AL SALAAM melakukan kebijakan pelelangan barang jaminan sebanyak dua kali yaitu dengan mengeluarkan Surat Peringatan (SP I dan SP II). Jika dalam jangka waktu 2 bulan nasabah (Rahin) tidak melunasi kewajibannya, maka pihak BPRS AL SALAAM (Murtahin) melakukan penarikan paksa atas barang yang dijaminkan. Kasus yang sering terjadi di BPRS AL SALAAM yaitu dalam Pembiayaan Sepeda Motor Baru. BPRS AL SALAAM banyak mendapati nasabah Pembiayaan Sepeda Motor Baru yang bermasalah dalam pembayaran cicilan utang. Jika nasabah dalam 2 bulan berturut-turut tidak membayar cicilan utangnya, maka BPRS AL SALAAM akan menarik paksa sepeda motor nasabah. Kemudian pihak BPRS AL SALAAM memberikan waktu 14 hari kepada nasabah untuk membayar cicilan selama 2 bulan tersebut beserta biaya penarikan sepeda motor. Jika 8 Heri Suadarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003. 9 Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn 10 Ahmad Syafe I, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm 165 Volume 2, No.1, Tahun 2016

Analisis Penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn... 265 dalam waktu 14 hari nasabah tidak membayar, maka sepeda motor akan dijual langsung kepada pembeli tanpa melalui balai lelang (KPKNL). Hasil penjualan barang jaminan tersebut digunakan untuk melunasi sisa utang nasabah (Rahin) dan kelebihannya digunakan untuk menutupi biaya-biaya administrasi yang dikeluarkan pada saat penjualan barang jaminan. Seperti misalnya bayar denda keterlambatan pembayaran, biaya penarikan, biaya eksternal dan lain sebagainya. Sebagai contoh, nasabah X sebagai nasabah Pembiayaan Sepeda Motor Baru di BPRS AL SALAAM tidak membayar utangnya selama 1 bulan, maka pihak BPRS akan mengeluarkan Surat Peringatan I (SP I) kepada nasabah X tersebut. Jika dalam kurun waktu 2 bulan nasabah X masih tetap tidak membayar utangnya, maka pihak BPRS AL SALAAM akan memberikan Surat Peringatan II (SP II) kepada nasabah dan berhak menarik paksa sepeda motor yang ada pada tangan nasabah dan memberikan waktu paling lama 14 hari kepada nasabah untuk membayar angsuran utang yang tertunggak selama 2 bulan tersebut beserta biaya penarikannya. Jika dalam waktu yang telah ditentukan nasabah tidak membayar, BPRS AL SALAAM akan menjual barang jaminan si nasabah X secara paksa. Misalnya hasil penjualan barang jaminan tersebut adalah Rp. 13.000.000,- sementara utang yang masih harus dibayar oleh nasabah X adalah sebesar 13.750.000,- BPRS AL SALAAM akan terus melakukan penagihan kepada nasabah X. Tetapi jika sisa utangnya hanya sebesar RP. 12.000.000,- pihak BPRS AL SALAAM tidak akan mengembalikan kelebihan tersebut kepada nasabah X. Dengan alasan adanya biaya-biaya administrasi yang harus dikeluarkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Artinya, dalam hal ini BPRS AL SALAAM tidak melaksanakan pelelangan barang jaminan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan, antara lain: a. Pihak BPRS AL SALAAM tidak memberikan kualifikasi khusus apakah suatu barang jaminan yang bermasalah seharusnya dilelang atau dijual secara langsung. BPRS AL SALAAM berpendapat bahwa sebaiknya dijual secara langsung karena alasan efisiensi. b. Pihak BPRS AL SALAAM tidak secara rinci menjelaskan perhitungan biaya penarikan, dan biaya administrasi lainnya kepada nasabah. c. Pihak BPRS AL SALAAM tidak membacakan akad secara menyeluruh secara jahr kepada nasabah ketika akad perjanjian akan ditandatangani oleh kedua belah pihak. d. Pihak BPRS AL SALAAM tidak melaksanakan pasal 4 (empat) ayat 7 (tujuh) pada akad perjanjian dengan nasabah yaitu tidak memberikan kelebihan penjualan kepada nasabah. 3. Analisis Ketentuan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada Kelebihan Hasil Jual Lelang Barang Jaminan di BPRS AL SALAAM Selama peneliti melakukan penelitian di Bank BPRS AL SALAAM Mohammad Toha Bandung, dalam prakteknya Bank bertindak sebagai Murtahin (penerima barang), nasabah sebagai Rahin (pemberi barang). Bank berhak menahan barang jaminan sampai nasabah melunasi semua utangnya. Barang jaminan tetap menjadi milik nasabah sepenuhnya. Artinya nasabah bisa mengambil sewaktu waktu dengan melunasi biaya perawatan, pemeliharaan dan penyimpanan barang, tidak menunggu batas jatuh tempo. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun berdasarkan jumlah pinjaman. Dalam hal jatuh tempo dan nasabah tidak bisa melunasi semua pembiayaan maka Bank mempunyai hak untuk menjual Marhun. Hasil Keuangan dan Perbankan Syariah, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

266 Lulu Luthfida Pujiati, et al. penjualan barang jaminan itu digunakan Bank untuk membayar atau melunasi utang nasabah kepada Bank setelah dikurangi biaya-biaya yang timbul atas penjualan. Dalam fatwa DSN MUI Nomor 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn disebutkan bahwa besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Sementara BPRS AL SALAAM menetapkan biaya-biaya yang harus dipenuhi oleh nasabah secara sepihak tanpa ada negosiasi terlebih dahulu dengan nasabah atau tidak dikemukakan diawal akad. Sehingga nasabah seolah-olah terpaksa menyetujui segala biaya di luar jumlah pinjaman pokoknya. D. Kesimpulan 1. Ketentuan pelelangan barang jaminan menurut Fatwa DSN MUI No.25/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahn dimana di dalamnya dijelaskan mengenai penyelesaian akad Rahn tidak menjelaskan secara rinci bagaimana suatu Marhun dinyatakan harus dilelang atau dijual secara langsung. Selain itu dalam fatwa tersebut tidak menjelaskan secara lebih terperinci bagaimana lelang sesuai syari ah itu dilaksanakan. Setelah itu hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangaanya menjadi kewajiban Rahin. 2. Pelaksanaan lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM dalam prakteknya jarang dilaksanakan oleh pihak BPRS AL SALAAM. BPRS AL SALAAM banyak menempuh cara menjual secara langsung Marhun yang bermasalah dengan alasan efisiensi proses dan waktu penyelesaian penjualan Marhun. Namun jika terdapat kelebihan pada penjualan Marhun, pihak BPRS AL SALAAM tidak memberikan sisa kelebihan tersebut kepada Rahin dengan alasan telah terpotong oleh biaya penarikan, administrasi dan biaya lainnya. Namun hal ini tidak dijelaskan secara rinci di awal akad. 3. Hasil analisa ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada kelebihan hasil jual lelang barang jaminan di BPRS AL SALAAM belum dilaksanakan sepenuhnya. Terutama dalam hal mencari hilah (alasan) yang mengatasnamakan penggantian biaya administrasi ketika terjadi kelebihan jual pada Marhun sehingga dalam setiap kasus Rahn yang bermasalah, pihak BPRS AL SALAAM tidak pernah memberikan kelebihan jual pada penjualan Marhun. Daftar Pustaka Ahmad Syafe I, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif, Jakarta: Kiswah, 2004. AKTA PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL MURABAHAH BPRS Al Salaam. At Tirmidzi, Al-Jami Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988, Hadist No. 908. Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Heri Suadarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003. Imam Ash-Shan ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, cet.ke-1, 2006. Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Volume 2, No.1, Tahun 2016