PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA PERTERNAKAN. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa BUPATI SUBANG,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2010 PEDOMAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

Bahan Kuliah ke 6: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad. Usaha Peternakan

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PETERNAKAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 of 7 02/09/09 11:26

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 45 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : 7 TAHUN 1989 (7/1989)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN, PENJUALAN DAGING HEWAN DAN USAHA PEMOTONGAN UNGGAS

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 3 TAHUN 1992 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BANTUL

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 5 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN RETRIBUSI PERIZINAN USAHA PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN RETRIBUSI PERIZINAN USAHA PETERNAKAN

~ 646 ~ Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perizinan di Bidang Usaha; M E M U T U S K A N:

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 404/kpts/OT.210/6/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN MENTERI PERTANIAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENEBANGAN POHON PADA PERKEBUNAN BESAR DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR : 2 TAHUN 1989 SERI : B =================================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 06 TAHUN 1995 TENTANG

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 10 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA DAN PEREDARAN OBAT HEWAN DI KABUPATEN JEMBRANA

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAII TINGICAT H SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN : 1999 SERI : B NO : 7

KETENTUAN PEMELIHARAAN TERNAK BUPATI MAROS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN : 1999 SERI : B.3.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1990 TENTANG PAJAK RUMAH BOLA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR. 15 TAHUN 2007

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI GIANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 10 Tahun 2000 T E N T A N G USAHA RUMAH MAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya daerah Tingkat II Yogyakarta)

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR :

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 12 TAHUN 1996 TENTANG USAHA RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR: 08 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN TERNAK KELUAR DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 2 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 10 TAHUN 2002 (10/2002) TENTANG PENGATURAN PRAMUWISATA DAN PENGATUR WISATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 1 TAHUN 2002 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 1995

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/Kpts/TN.120/5/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pendaftaran Usaha Peternakan juncto Nomor 472/Kpts/TN/330/6/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras, maka guna lebih mendorong pertumbuhan dan pengembangan Sub Sektor Peternakan, perlu mengambil langkah penyesuaian dan kemudahan dalam pemberian izin guna menciptakan iklim usaha yang lebih sehat di bidang peternakan dengan menetapkan kembali ketentuan dan tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pendaftaran Usaha Peternakan dalam Peraturan Daerah ; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut konsideran Menimbang huruf a, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 6 Tahun 1985 tentang Tata cara pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Peternakan dan Perusahaan Peternakan Ayam Petelor, Ayam Pedaging, Babi, Sapi Potong dan Sapi Perah, perlu dicabut. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32) ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 1

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10 Tahun 1967, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824) ; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38 tambahan Lembaran Negara 3037) ; 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20 Tambahan Lembaran Negara 3101) ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 Tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21 tambahan Lembaran Negara 3102) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28 Tambahan Lembaran Negara 3253) ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara 3538) ; 9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras ; 10.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1995 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Bagi Penanaman Modal ; 11.Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha ; 12.Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/Kpts/TN.120/5/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Ijin dan Pendaftaran Usaha Peternakan ; 13.Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ; 14.Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 77/TN.120/Kpts/DJP/Deptan/1993 tentang Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan, ayam bibit, ayam petelur, ayam pedaging, sapi potong, babi dan sapi perah. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 2

15.Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/OT.210/1994 tentang Pedoman Teknis Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), Rencana Usaha atau Kegiatan Lingkup Pertanian ; 16.Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 472/Kpts/TN.330/6/1996 tentang Petunjuk Pelaksa-naan Pembinaan Peternakan Ayam Ras ; Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; b. Gubernur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ; c. Dinas Peternakan Daerah Tingkat I, adalah Dinas Peternakan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ; d. Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I, adalah Kepala Dinas Peternakan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur,- e. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Timur ; f. Dinas Peternakan Daerah Tingkat II, adalah Dinas Peternakan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur ; g. Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II, adalah Kepala Dinas Peternakan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Timur ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 3

h. Pejabat yang ditunjuk, adalah Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I. (2) Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan pengertian : a. Jenis (species), adalah segolongan hewan yang mempunyai sifat dan ciri yang sama ; b. Rumpun, adalah segolongan hewan dari suatu jenis yang mempunyai bentuk dan sifat keturunan yang sama ; c. Perusahaan peternakan, adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus dalam suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang, meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpul kan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk setiap jenis ternak pada peternakan rakyat ; d. Peternakan Rakyat, adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan ; e. Budidaya, adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen ; f. Pembibitan, adalah kegiatan untuk menghasilkan bibit ternak bukan untuk keperluan sendiri ; g. Bibit ternak, adalah ternak, mani, telur. tetas dan mudigah (embryo) yang dihasilkan melalui seleksi dan mempunyai mutu genetik lebih baik dari rata-rata mutu ternak ; h. Lokasi, adalah tempat kegiatan peternakan beserta sarana pendukungnya di areal tertentu yang tercantum dalam izin usaha peternakan ; i. Izin Usaha Peternakan, adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat lain yang diberi wewenang olehnya yang memberikan hak untuk melaksanakan perusahaan peternakan; j. Perluasan, adalah penambahan jenis dan atau jumlah ternak, diatas yang telah di izinkan ; k. Peternakan Rakyat Ayam Ras adalah usaha kecil peternakan ayam ras yang jumlahnya tidak melebihi 15.000 ekor ayam ras pedaging / siklus atau 10.000 ekor induk ayam ras petelur ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 4

l. Usaha Kecil Peternakan Ayam Ras, adalah usaha budidaya ayam ras yang dilakukan oleh perorangan Warga Negara Indonesia atau kelompok yang jumlahnya tidak melebihi 65.000 ekor ayam ras pedaging/siklus atau 45.000 ekor induk ayam ras petelur ; m. Perusahaan budidaya ayam ras, adalah usaha menengah dan besar dibidang usaha budidaya ayam ras yang jumlahnya lebih besar dari 65.000 ekor ayam pedaging/siklus atau 45.000 ekor induk ayam ras petelur. Pasal 2 (1) Budidaya peternakan meliputi jenis ternak : a. Ayam ras petelur b. Ayam ras pedaging c. Itik, angsa dan atau entok. d. kalkun e. Burung puyuh f. Burung dara g. Kambing dan atau domba h. Babi i. Sapi Potong j. Sapi Perah k. Kerbau l. Kuda m. Kelinci n. Rusa (2) Peternakan dapat diselenggarakan dalam bentuk Perusahaan Peternakan atau Peternakan Rakyat ; (3) Budidaya dilakukan oleh Perusahaan Peternakan dan Peternakan Rakyat dengan jenis dan jumlah ternak sesuai dengan Peraturan Daerah ini. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 5

BAB II PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 3 (1) Setiap orang termasuk Anggota Koperasi dan atau Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas yang menjalankan Perusahaan Peternakan atau usaha kecil peternakan harus memiliki Izin Usaha Peternakan ; (2) a. Izin Usaha Peternakan diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah ; b. Gubernur Kepala Daerah dapat melimpahkan wewenang pemberian Izin Usaha peternakan kepada pejabat yang ditunjuk ; (3) Masa berlakunya Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk seterusnya selama yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya. (4) Untuk pertimbangan pemberian Izin Usaha Peternakan, pemohon harus mengisi dan melampirkan pada permohonannya suatu daftar isian yang bentuknya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan ; BAB III TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 4 (1) Permohonan izin usaha peternakan diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan ; (2) Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I, setelah menerima tembusan permohonan dimaksud pada ayat (1), memberikan tanda terima dan mengadakan pemeriksaan kesiapan perusahaan untuk berproduksi sesuai dengan pedoman Teknis Peternakan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 6

(3) Hasil pemeriksaan sebagairaana dimaksud ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah. Pasal 5 Untuk memberikan Izin Usaha Peternakan pemohon harus mengisi daftar isian sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) sebagai berikut : a. Penjelasan umum perusahaan ; b. Rencana kegiatan ; c. Izin yang sudah dimiliki ; d. Rencana tenaga kerja ; e. Rencana pemasaran ; f. Rencana penggunaan bahan, mesin/peralatan dan bangunan ; g. Rencana/upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dengan mempertimbangkan aspek agama dan budaya masyarakat setempat. BAB IV JENIS DAN JUMLAH TERNAK BUDIDAYA PETERNAKAN Pasal 6 (1) Usaha Budidaya Peternakan yang wajib memiliki Izin Usaha Peternakan adalah sebagai berikut : a. Usaha kecil peternakan ayam ras petelur yang mempunyai jumlah 10.000-45.000 ekor induk ayam ras petelur ; b. Usaha kecil peternakan ayam ras pedaging yang mempunyai jumlah 15.000-65.000 ekor ayam ras pedaging/siklus ; c. Perusahaan Peternakan Itik, Angsa dan Entok yang memiliki 15.000-25.000 ekor campuran; d. Perusahaan Peternakan Kalkun yang memiliki 10.000-25.000 ekor campuran ; e. Perusahaan Peternakan Burung puyuh yang memiliki 25.000-50.000 ekor campuran ; f. Perusahaan Peternakan Burung dara yang memiliki 25.000-50.000 ekor campuran ; g. Perusahaan Peternakan Kambing dan atau domba yang memiliki 300-1500 ekor campuran ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 7

h. Perusahaan Peternakan Babi yang memiliki 125-625 ekor campuran ; i. Perusahaan Peternakan Sapi potong yang memiliki 100-500 ekor campuran ; j. Perusahaan Peternakan Sapi perah yang memiliki 20-100 ekor campuran ; k. Perusahaan Peternakan Kerbau yang memiliki 75-375 ekor campuran ; l. Perusahaan Peternakan Kuda yang memiliki 50-250 ekor campuran ; m. Perusahaan Peternakan Kelinci yamg memiliki 1.500-5.000 ekor campuran. n. Perusahaan Peternakan Rusa yang memiliki 300-1.500 ekor campuran. (2) Peternak yang mempunyai jumlah ternak dibawah jumlah tersebut pada ayat (1) disebut peternakan rakyat yang Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat diberikan oleh Kepala Daerah Tingkat II ; (3) Peternakan burung Perkutut, burung Walet dan burung Onta dikategorikan sebagai peternakan rakyat dan pembinaannya diserahkan kepada Peme-rintah Daerah Tingkat II ; (4) Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat berkedudukan sederajat dengan Izin Usaha Peternakan. BAB V PENCABUTAN IZIN USAHA PETERNAKAN Pasal 7 Izin Usaha Peternakan dicabut apabila Perusahaan Peternakan : a. Tidak melakukan kegiatan peternakan secara nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dikeluarkannya Izin Usaha Peternakan atau menghentikan kegiatan nya selama 1 (satu) tahun berturut-turut ; b. Melakukan pemindahan lokasi kegiatan peternakan tanpa persetujuan tertulis dari Gubernur Kepala Daerah ; c. Melakukan perluasan tanpa memiliki izin perluasan sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/Kpts/TN.120/5/1990 ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 8

d. Tidak menyampaikan laporan kegiatan peternakan 3 (tiga) kali berturut-turut atau menyampaikan laporan yang tidak benar ; e. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada pejabat yang berwenang memberi izin ; f. Tidak melaksanakan pencegahan, pemberantasan penyakit hewan menular serta keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI IURAN IZIN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN Pasal 8 Untuk mendapatkan Izin Usaha Peternakan atau Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat dikenakan luran Izin Usaha atau Biaya Pendaftaran sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah). BAB VII BIMBINGAN DAN PENGAWASAN Pasal 9 (1) Bimbingan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan Izin Usaha Peternakan dan Pendaftaran Peternakan Rakyat dilakukan oleh Pejabat sebagaimana di-maksud dalam pasal 3 ayat (2) dalam bentuk langsung atau tidak langsung sesuai Pedoman Pengawasan Peternakan ; (2) Bimbingan dan Pengawasan langsung berupa kegiatan bimbingan dan pengawasan yang dilakukan di lokasi kegiatan peternakan ; (3) Bimbingan dan pengawasan tidak langsung dapat berupa penyampaian laporan secara tertulis kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) serta laporan kegiatan peternakan oleh Perusahaan Peternakan. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 9

BAB VIII KEMITRAAN Pasal 10 (1) Perusahaan peternakan dan perusahaan dibidang peternakan yang melakukan kemitraan harus berdomisili satu Propinsi dengan Peternakan Rakyat yang menjadi mitra usahanya ; (2) Peternakan rakyat ayam ras yang menjadi mitra usaha dalam melakukan kemitraan diutamakan yang telah memiliki Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat ; (3) Pelaksanaan Pola Kemitraan antara Perusahaan Peternakan yang Izinnya dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Perusahaan di bidang Peternakan dengan Peternakan Rakyat Ayam Ras sebagai Mitra usahanya dilakukan dalam wilayah yang diizinkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, dalam jangka waktu, jumlah ternak tertentu ; (4) Dalam kerjasama kemitraan tersebut pada ayat (1) Perusahaan Peternakan membantu : a. Kelangsungan kegiatan budidaya yang dilakukan oleh Peternakan Rakyat ; b. Kelancaran pengadaan, penyaluran sarana produksi dan pemasaran hasil Peternakan Rakyat ; (5) Perusahaan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai perusahaan inti atau perusahaan bapak angkat, sedangkan Peternakan Rakyat merupakan plasma. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 11 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak - banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 10

(2) Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah tindak pidana pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 12 Selain pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan at as pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 (1) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 Peraturan Daerah ini mempunyai wewenang : a. menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penyitaan benda atau surat ; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ; f. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya. i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 11

(2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka ; b. Pemasukan rumah ; c. Penyitaan benda ; d. Pemeriksaan surat ; e. Pemeriksaan saksi ; f. Pemeriksaan ditempat kejadian ; dan mengirimkan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB XI KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 14 Perusahaan Peternakan yang melakukan pengalihan Izin Usaha Peternakan wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Daerah Tingkat I selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pengalihan. Pasal 15 Izin Usaha Peternakan yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah ini berlaku pula sebagai Izin membuat pakan untuk keperluan sendiri. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Persetujuan Usaha, Izin Usaha Sementara dan Izin Usaha Tetap yang telah dimiliki pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya dan dapat dipakai sebagai dasar untuk memperoleh Izin Usaha Peternakan berdasarkan Peraturan Daerah ini. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 12

Pasal 17 Perusahaan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 yang akan melanjutkan usahanya harus mengajukan permohonan Izin Usahanya 3 (tiga) bulan sebelum Surat Izin Usaha Peternakan habis masa berlakunya. Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasal 19 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nornor 6 Tahun 1985 tentang Izin Usaha Peternakan bagi Perusahaan Peternakan Ayam Petelor, Ayam Pedaging, Babi, Sapi Perah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. BAB XIII P E N U T U P Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 22 Desember 1997 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR JAWA TIMUR Ketua, ttd. ttd. KOL. INF. SUTARMAS M. BASOFI SOEDIRMAN Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 13

Diberlakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 8 Desember 1999 Nomor 135 Tahun 1999. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR ttd. IMAM UTOMO. S Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur tanggal 16 Desember 1999 Nomor 5 Tahun 1999 Sen C. A.n. GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Sekretaris Wilayah/Daerah ttd. Drs. SOENARJO, MSi Pembina Utama Madya NIP 510 040 479 Sesuai dengan aslinya A.n. SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR Kepala Biro Hukum ttd. A S A N, SH, MSi P e m b i n a NIP 510 050 109 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 14

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 1997 T E N T A N G KETENTUAN DAN TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN I. PENJELASAN UMUM Dalam rangka mencukupi kebutuhan protein hewani dan kebutuhan lain yang berhubungan dengan ternak, maka Pemerintah Daerah perlu melakukan usaha untuk meningkatkan hasil produksi ternak dan meningkatkan kesempatan berusaha yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemberian izin usaha peternakan berdasarkan pada Peraturan Pemerintan Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan dan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1990 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/Kpts/ TN.120/5/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pendaftaran Usaha Peternakan serta Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 472/Kpts/TN.330/6/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Peternakan Ayam Ras. Sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 803/Kpts/OT.210/12/1994 tentang Penyerahan Sebagian Unsur Pemerintah Pusat di Bidang Pertanian kepada Daerah, merupakan suatu peluang bagi daerah dan sekaligus merupakan tuntutan bagi daerah untuk lebih berperan dalam pembangunan. Disatu pihak daerah dituntut untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dilain pihak membuka peluang bagi daerahnya melalui penyelenggaraan urusan (di bidang usaha peternakan) yang telah diserahkan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas Pasal 2 : Cukup Jelas Pasal 3 ayat (1) : Setiap perorangan Warga Negara Republik Indonesia termasuk anggota Koperasi dan atau Badan Hukum Indonesia berbentuk Per-seroan Terbatas atau Koperasi yang menjalan kan perusahaan peternakan atau usaha kecil peternakan ayam ras wajib memiliki izin usaha Peternakan. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 1

Ayat (2) s.d. (4) : Cukup jelas Pasal 4 dan 5 : Cukup jelas Pasal 6 ayat (1) s.d. (3) : Cukup jelas Ayat (4) : Untuk memperoleh Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasal 7 : Cukup jelas Pasal 8 : Untuk tnendapatkan Izin Usaha Peternakan atau Tanda Pendaftaran Peternakan Rakyat tidak dipungut biaya. Pasal 9 : Cukup jelas Pasal 10 ayat (1) : Perusahaan inti yang berlokasi disalah satu Daerah Tingkat II dapat melaksanakan kemitraan pada Daerah Tingkat II lain dalam satu Propinsi. Ayat (2) : Cukup jelas Ayat (3) : Sebelum melaksanakan kemitraan harus mendapat rekomendasi dari Daerah Tingkat II setempat. Ayat (4) s.d. (5) : Cukup jelas Pasal 11 s.d. 14 : Cukup jelas Pasal 15 : Izin Usaha Peternakan yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah ini berlaku pula untuk membuat Pakan bagi keperluannya sendiri tidak untuk diperdagangkan atau dikeluarkan. Pasal 16 s.d. 20 : Cukup jelas Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007 2