BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. makanan secara keseluruhan (Depkes, RI 2004). lingkungan tempat orang tersebut berada.

Analisa Mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo


Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

Sumber penularan penyakit. Penerima. Diagram Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU).

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

PERANAN HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN UNTUK MENJAGA KUALITAS MAKANAN HOTEL. Oleh: Nama : I Wayan Lingga Dwi Prabawa Kelas : XI IPA 2 No : 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Propinsi Gorontalo terdiri dari 1 Kota dan 5 Kabupaten dalam luas wilayah

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB IX SANITASI PABRIK

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindar dari penyakit. Akan tetapi dalam penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda yakni usaha sanitasi lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitikberatkan usaha-usahanya kepada kebersihan individu (Kusnoputranto, 1986). Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Selain itu, higiene juga merupakan upaya pencegahan terjadinya gangguan terhadap kesehatan akibat tidak bersih dan tidak sehatnya suatu subjek atau zat, yang dilakukan perorangan atau lingkungan fisik (Siswanto, 2003). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan lingkungan dari subjeknya seperti menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

2.2. Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkes RI, 2004). Sanitasi makanan ini bertujuan untuk (Kusnoputranto, 1986) : 1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan. 2. Mencegah konsumen dari penyakit. 3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. 4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, sebagai berikut (Chandra, 2007) : 1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. 5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.

2.3. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsip-prinsip ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci keberhasilan usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman, yaitu : 1. Pemilihan Bahan Makanan Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein hewani seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaannya tidak boleh berubah bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja, 1995). 2. Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula

merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Sumoprastowo, 2000, dikutip oleh Marlia Tarigan, 2005). Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan usahakan adanya sirkulasi udara/ventilasi, untuk bahan lainnya disimpan pada tempat yang tidak terjangkau tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya. Sedangkan untuk rempah-rempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat yang kering dan dalam wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora (Mukono, 2008). 3. Pengolahan Makanan Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu : a. Tempat pengolahan makanan Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat di mana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996) : Selalu dalam keadaan bersih. Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci. Mempunyai saluran pembuangan air kotor. Mempunyai bak pencuci tangan dan alat-alat yang dipergunakan. Mempunyai tempat sampah.

Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih. Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap serta bau makanan yang kurang sedap. Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik; artinya tidak sampai tercemar oleh debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus. Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan dengan bumbu dapur. Mempunyai alat pencegah kebakaran. b. Tenaga pengolah makanan/penjamah makanan Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006). Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini berpeluang untuk menularkan penyakit. Beberapa infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja, 1995). Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan sangat banyak, sekurangkurangnya adalah : Tidak sedang menderita penyakit infeksi apapun (kulit, paru-paru, saluran pencernaan, dan lain sebagainya).

Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi. Mengetahui tentang higiene, misalnya selalu membersihkan badan dan pakaian sebelum menyentuh bahan makanan, menggunakan sabun serta air hangat dalam membersihkan benda-benda yang berhubungan dengan makanan, mencuci tangan segera setelah keluar dari kamar kecil, tidak meludah, tidak bersin, tidak batuk atau merokok ketika mengolah makanan, menggunakan tutup mulut, hidung dan tutup kepala, dan lain sebagainya. Sebaiknya, terhadap orang yang langsung dan erat hubungannya dengan bahan makanan, seperti tukang masak misalnya, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Azwar, 1996). c. Cara pengolahan makanan Tujuan mengolah bahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good Manufacturing Practice) (Purawidjaja, 1995). 4. Pengangkutan Makanan Makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan memerlukan pengangkutan untuk disimpan dan disajikan. Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat, dan tidak berkarat atau bocor.

Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 60 C atau tetap dingin 4 C (Purawidjaja, 1995). 5. Penyimpanan Makanan Masak Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut masih pula ditentukan oleh jenis makanan yang sesuai atau jenis makanan yang cocok sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan teknik penyimpanan makanan yang baik, ditujukan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan. Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, syarat penyimpanan makanan jadi yaitu : a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan. b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 C atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin 4 C atau kurang. c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan dalam suhu -5 C sampai -1 C. 6. Penyajian/Penjajaan Makanan Penyajian/penjajaan makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Purawidjaja, 1995).

Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) : a. Mudah dibersihkan b. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran c. Tersedia tempat untuk : Air bersih Penyimpanan bahan makanan Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan Penyimpanan peralatan Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat kesehatan, antara lain : a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemaran. b. Lokasi usaha terhindar dari serangga. c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup. d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya. 2.4. Es Dawet dan Cara Pembuatannya 2.4.1. Es Dawet Dawet merupakan jenis minuman yang biasanya disajikan dalam bentuk minuman bersantan dan ditambahkan gula merah. Di beberapa daerah dawet biasanya

juga disebut dengan cendol. Jenis minuman ini sangat khas rasanya, dan banyak sekali peminatnya, baik dinikmati pada waktu musim panas maupun hujan. Dawet ini biasanya terbuat dari bahan dasar tepung sagu ataupun tepung beras (Ara, 2009). 2.4.2. Proses Pembuatan Es Dawet Adapun proses pembuatan es dawet tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bahan dan Peralatan a. Bahan Bahan pembuat dawet terdiri dari : tepung beras, tepung tapioka, air dan air pandan (hasil perasan dari pandan yang telah diblender dulu sebelumnya). Sedangkan bahan pembuat kuah terdiri dari : santan sedang, pandan, garam dan sirup gula merah. b. Peralatan : Adapun peralatan yang biasanya digunakan adalah pisau, kompor, telenan, panci, wadah baskom, dan cetakan dawet. 2. Cara pembuatan : 1. Siapkan baskom berisi es batu dan air es untuk menampung dawet. 2. Aduk semua bahan dawet, rebus hingga mendidih dan meletup-letup. 3. Tuang panas-panas ke dalam cetakan dawet, tekan-tekan hingga dawet jatuh ke dalam baskom es. 4. Rebus santan, garam dan pandan sampai mendidih, lalu angkat.

2.5. Kualitas Air 2.5.1. Persyaratan Kualitas Air Minum Air yang dimanfaatkan dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan, baik kuantitas dan kualitas yang erat hubungannya dengan kesehatan. Air yang memenuhi persyaratan kuantitas apabila air tersebut mempunyai jumlah yang cukup untuk dipergunakan sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya. Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, secara garis besar persyaratan kualitas air minum dapat digolongkan dengan empat syarat, yaitu : 1. Syarat Fisika Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal ± 3 ºC dari suhu udara sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l. 2. Syarat Kimia Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan, ph pada batas minimum dan maksimum (6,5-8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. 3. Syarat Mikrobiologi Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air minum. 4. Syarat Radioaktif Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.

2.5.2. Kualitas Bakteriologis Air Sarana air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air hujan, air tanah, air danau maupun air sungai. Jumlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang memengaruhinya. Idealnya air bersih tidak mengandung organisme patogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Bakteri Escherichia coli pada umumnya mempunyai jumlah yang besar dalam tinja manusia, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme koli tinja, terutama Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Fardiaz, 1992). Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, persyaratan kualitas air minum dengan standar koli tinja adalah 0 per 100 ml air. Standar tentang syarat kualitas air ini digunakan sebagai parameter terhadap hasil pemeriksaan di laboratorium. 2.5.3. Bakteri Indikator Polusi Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama patogen penyebab infeksi saluran pencernaan (Fardiaz, 1992).

Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari patogen, akan tetapi analisis rutin yang dilakukan terhadap semua jenis patogen dianggap tidak praktis karena berbagai alasan, di antaranya yaitu (Fardiaz, 1992) : 1. Bermacam-macam uji diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya semua jenis mikroorganisme patogen. 2. Uji-uji yang diperlukan untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya terlalu kompleks dan memerlukan waktu relatif lama. 3. Jumlah patogen yang terdapat di dalam contoh seringkali terlalu kecil sehingga diperlukan contoh dalam jumlah besar untuk dapat mendeteksinya. 4. Beberapa uji patogen sensivitasnya terlalu rendah sehingga patogen yang jumlahnya terlalu kecil seringkali tidak dapat terdeteksi. 5. Beberapa uji patogen seperti uji virus, ganggang atau parasit memerlukan keahlian tertentu dan peralatan yang sangat mahal. 6. Kemungkinan bahaya yang dapat timbul dalam mengisolasi dan menguji mikroorganisme patogen. Karena alasan-alasan tersebut di atas dan mengingat bahwa mikroorganisme patogen kebanyakan berasal dari kotoran, maka untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi air oleh mikroorganisme patogen, uji bakteri indikator yang berasal dari kotoran dianggap lebih mudah dan praktis. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator polusi kotoran adalah bakteri yang tergolong dalam Escherichia coli, streptokokus fekal, dan Clostridium perfringens. Adapun alasan memilih mikroorganisme ini menjadi indikator, adalah sebagai berikut :

1. Lebih tahan dibanding bakteri usus patogen. Karena lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen lainnya maka dapat dipastikan bakteri usus patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Escherichia coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan air. 2. Banyak terdapat dalam tinja. Karena di dalam tinja terdapat dalam jumlah yang besar, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisa. 3. Mudah dianalisa. Dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat dipastikan keberadaannya. 4. Murah biaya menganalisa. Untuk analisa hanya dibutuhkan media yang sederhana sehingga sangat murah. (Sunarjo, 1994). Dari ketiga mikroorganisme tersebut, Escherichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air minum maupun makanan. Hal ini karena bila dalam sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli, maka hal ini dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh feces manusia atau hewan-hewan berdarah panas (Nugroho, 2006). Selain itu, ada beberapa alasan Escherichia coli dijadikan sebagai indikator pencemaran (polusi), yaitu : Setiap orang, baik yang sehat maupun yang sakit, tinjanya pasti mengandung Escherichia coli, sehingga bakteri ini mudah ditemukan.

Pemeriksaan laboratorium untuk meneliti Escherichia coli tidak berbahaya dan sederhana. Bakteri Escherichia coli tahan terhadap cahaya dibandingkan dengan bakteri lain. 2.6. Escherichia coli Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang dan tidak membentuk spora. E. coli ini sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009). Keberadaan E. coli dalam air atau makanan dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan. Dengan ditemukannya E. coli pada badan air, maka dapat dikatakan adanya pencemaran air oleh feces. Jika di dalam 100 ml air minum terdapat 500 sel bakteri E.coli maka dimungkinkan akan terjadi gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam typhus E. coli yang pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga selanjutnya E. coli dapat menyebabkan diare ataupun penyakit lainnya (Rahayu, 2007). Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10-40 C, dengan suhu optimum 37 C dan mati pada suhu 60 C selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama. Escherichia coli relatif peka terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan proses pembekuan

tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu relative panjang (Volk, 1984). Klasifikasi Escherichia coli berdasarkan sifat-sifat virulensinya (Arisman, 2009) : 1. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun mekanismenya belum dapat dijelaskan. Hal ini dapat ditularkan dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi melalui alatalat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. EPEC yang menyerang terutama pada bayi dan anak, menyebabkan diare berair. Jika keadaan ini menjadi parah pada anakanak, akan terjadi dehidrasi yang (seandainya situasi berubah kronik) mengarah pada gagal pertumbuhan. 2. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC) ETEC adalah penyebab utama traveller s diarrhea (diare petualang, ditularkan lewat air dan makanan) dan infantile diarrhea (diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera) di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas. ETEC tidak dianggap sebagai sumber bahaya makanan yang serius di negara-negara dengan standar sanitasi tinggi dan praktek sanitasi yang

benar. Kontaminasi air oleh kotoran manusia dapat menimbulkan kontaminasi makanan. Kontaminasi pada makanan dapat juga terjadi apabila orang yang menangani makanan sedang sakit. 3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC) EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke negara tersebut. Strainnya bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak. Menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah. Saat ini tidak diketahui makanan apa saja yang mungkin menjadi sumber EIEC, tetapi semua makanan yang terkontaminasi oleh kotoran dari manusia yang sakit, baik secara langsung atau melalui air yang terkontaminasi, dapat menularkan penyakit pada individu yang lain. Kasus yang pernah terjadi merupakan kasus yang berkaitan dengan daging hamburger dan susu yang tidak dipasteurisasi. 4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC) EHEC merupakan bakteri yang sangat berbahaya. Dalam beberapa penelitian, bakteri ini dinyatakan hidup dalam daging mentah, juga ditemukan pada air limbah rumah potong ayam. Menghasilkan verotoksin yaitu suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika. Bentuk diare sangat berat dan dapat berlanjut menjadi diare darah (kolitis hemoragik), demam dan

muntah juga dapat terjadi. Banyak kasus kolitis hemoragik dan komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai matang. Transmisi EHEC terjadi melalui makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak higienis; tapi dapat pula terjadi secara person to person (kontak langsung). 5. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC) Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin. EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini.transmisinya dapat food-borne maupun water-borne. Menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare, Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten. Sumber kontaminasi yaitu susu mentah atau produk susu. Periksa label pada produk susu untuk memastikan terdapat kata "pasteurized." Ini berarti makanan telah dipanaskan untuk menghancurkan bakteri. Selain itu bisa juga terkontaminasi dari buah-buahan dan sayuran mentah, seperti selada atau lainnya yang kontak dengan kotoran hewan yang terinfeksi.

2.7. Peranan Air Bagi Kehidupan 2.7.1 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia dan Makhluk Lain Salah satu kebutuhan yang juga sangat penting bagi makhluk hidup adalah air. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Air di dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70 % dari seluruh berat badan dan terdapat di seluruh badan. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Untuk itu, orang dewasa perlu minum minimum 1,5-2 liter air sehari. Kekurangan air menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh (Soemirat, 2002). Air tidak saja bermanfaat bagi manusia tetapi juga sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan mulai dari bahan makanan itu dipetik atau diambil, disimpan, diolah sampai menjadi makanan jadi, serta pada penyimpanan makanan jadi (Soemirat, 2002). 2.7.2. Peranan Air Terhadap Kesehatan Air sangat berperan penting di dalam kesehatan makhluk hidup terutama manusia. Air yang bersih dan sehat dapat meningkatkan derajat kesehatan, sedangkan air yang tidak sehat dan telah terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen maupun kontaminan lainnya, dapat menurunkan derajat kesehatan yang mengkonsumsinya (Soemirat, 2002). Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di antara masyarakat seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne

disease. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air ini sangat banyak macamnya, mulai dari virus, bakteri, protozoa, metazoa (Soemirat, 2002). 2.7.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman Makanan, tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Soemirat, 2002). 2.7.3.1.Keracunan Makanan Keracunan, secara spesifik, diartikan sebagai keadaan yang menimbulkan gangguan gastero-intestinal (GI) yang mendadak, dalam waktu 2-40 jam setelah makan dengan menimbulkan gejala muntah berak, dapat bertahan 1-2 hari atau 7 hari atau lebih. Keracunan ini bila mendapat pertolongan yang baik, biasanya dapat sembuh dengan cepat. Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh (Soemirat, 2002) : racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri racun yang ada di dalam panganan akibat pengotoran atau kontaminasi Secara umum, istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup :

a. Intoksikasi pangan adalah gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin. b. Infeksi pangan adalah gangguan yang disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis daripada organisme penyebab infeksi pangan adalah Escherichia coli (Siagian, 2002). 2.7.3.2. Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan. Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, seperti (Soemirat, 2002) : mengolah makanan atau makan dengan tangan yang kotor memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih, dan lainlainnya makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama makanan dicuci dengan air kotor makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya

sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi pengolah makanan yang sakit atau carrier penyakit pasar yang kotor, banyak insekta, dan sebagainya 2.8. Persyaratan Kesehatan Makanan dan Minuman Jajanan 2.8.1. Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan Berdasarkan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan dan minuman di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan atau minuman yang siap santap yang dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Di dalam Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 ini dimuat persyaratan kesehatan makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan dan penyajian, sarana penjaja serta sentra pedagang. Dalam Kepmenkes tersebut dinyatakan penjamah makanan jajanan harus memenuhi persyaratan, antara lain menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, mencuci tangan setiap kali hendak menangani minuman dan menjamah minuman dengan peralatan. Peralatan yang digunakan oleh pedagang yang sudah dipakai, dicuci dengan air bersih dan dengan sabun, disimpan di tempat yang bebas dari pencemaran dan pedagang dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. Air yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih. Bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik

mutunya, segar dan tidak busuk. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan peralatan yang bersih dan aman bagi kesehatan. Sarana penjaja harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan bahan minuman, tempat penyimpanan peralatan dan tempat sampah. Sentra pedagang makanan jajanan harus cukup jauh dari sumber pencemaran seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan dan sebagainya. Lokasi makanan jajanan harus dilengkapi fasilitas sanitasi yang meliputi antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas pengendali lalat. 2.8.2. Persyaratan Kesehatan Lokasi Usaha Lokasi dan bangunan sangat penting bagi setiap tempat usaha, usaha yang memiliki bangunan akan memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi konsumennya. Saat ini banyak dijumpai pedagang yang menjual makanan minuman tidak memiliki bangunan dan lokasi berdagang yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga kemungkinan cukup besar terkontaminasi mikroorganisme. Persyaratan lokasi dan bangunan akan disesuaikan sejalan dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan kesehatan rumah makan. Kepmenkes ini memuat persyaratan lokasi dan bangunan, bahan makanan dan minuman, tempat penyimpanan bahan makanan dan minuman, tempat penyajian, persyaratan peralatan dan lain-lain. Dalam persyaratan kesehatan rumah makan tersebut dinyatakan lokasi usaha harus jauh dari sumber pencemaran, bahan makanan dan minuman dalam kondisi baik (tidak rusak dan tidak busuk) dan tempat penyimpanan bahan minuman harus selalu dalam keadaan bersih serta bebas dari serangga. Selain itu peralatan yang

digunakan harus terjaga kebersihannya, penyajian harus dilakukan oleh pedagang yang berperilaku sehat dan memakai pakaian bersih. 2.9. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu metode manajemen keamanan makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut (Mortimore, 2005). Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997b) dan NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Mortimore, 2005) : 1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya). 2. Prinsip 2 : Tentukan titik kendali kritis (critical control point, CCP). 3. Prinsip 3 : Tetapkan batasan kritis. 4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP. 5. Prinsip 5 : Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu berada di luar kendali. 6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja dengan efektif. 7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip tersebut dan penerapannya. Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan

bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004). Analisis bahaya pada minuman es dawet, yakni terdiri dari : 1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan (CCP 1) dengan pemanasan 100 C seperti E. coli, Salmonella spp, dan bakteri lainnya. 2. Bahaya kimia yang berasal dari penggunaan pestisida dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang berlebihan. Bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan kadarnya harus di bawah batas yang ditentukan. Akan tetapi dapat dikurangi/dieliminasi (CCP 2) pada saat pencucian. 3. Bahaya fisik yang tidak boleh antara lain : pecahan gelas dan logam, potongan kerikil, tulang, kayu, plastik, bagian tubuh seperti : kuku, rambut, dan bulu. Bahaya ini dapat dihilangkan (CCP 1) pada saat pencucian. Penerapan pohon keputusan HACCP pada setiap tahap (Thaheer, 2005) : Pertanyaan 1 : Haruskah ada Ukuran Pencegahan (UP)? Perlu UP Pertanyaan 2 : Apakah tahap ini dirancang khusus untuk mengeliminasi atau mereduksi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas tertentu yang bisa diterima? Tidak

Pertanyaan 3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi timbul sebagai limpahan dari batas diterima atau dapatkah bahaya tersebut meningkat hingga batas yang tidak diterima? Ya Pertanyaan 4 : Akankah urutan tahap mampu menghilangkan bahaya teridentifikasi atau mengurangi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas yang bisa diterima? Tidak CCP 2.10. Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Kandungan Bakteri Escherichia coli di dalam Minuman Jajanan Berdasarkan hasil penelitian Roslila (2006) pada air tahu yang dijual pedagang kaki lima di pasar Bagan Batu, didapatkan hasil bahwa beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang mana 5 dari 12 sampel air tahu yang diteliti ternyata mengandung bakteri Escherichia coli sebanyak 2 sampai 27 per 100 ml sampel. Hasil penelitian Sirait (2009) pada susu kedelai yang dipasarkan di kota Medan, didapatkan bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil dan dipasarkan di kota Medan ternyata beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal

ini terbukti dari 10 sampel susu kedelai yang diuji menunjukkan 4 sampel minuman mengandung Escherichia coli sebanyak 50 sampai 120 per 100 ml sampel. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sari (2009) pada minuman cincau hijau yang dijual di Pasar Raya Kota Padang, juga didapatkan hasil bahwa semua sampel cincau hijau dan kuah santan yang diperiksa positif mengandung bakteri Escherichia coli yang berkisar dari 96 sampai 240 dalam 100 ml sampel. Ini juga berarti bahwa minuman cincau hijau tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

2.11. Kerangka Konsep Pemeriksaan Laboratorium Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2 010 Es Dawet Dawet Santan Sirup gula merah Es batu Kandungan Escherichia coli dalam es dawet Ada E. coli Tidak ada E. coli Higiene sanitasi pengolahan: Pemilihan bahan baku Penyimpanan bahan baku Pengolahan Penyimpanan minuman jadi Pengangkutan Penyajian Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2 003