BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN KONTROL SOSIAL TERHADAP PERILAKU KENAKALAN SISWA DI SEKOLAH

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebelumnya hanya menerima 30 kasus (Muchtar,2008). Data populasi kenakalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini, banyak sekali persoalan yang dihadapi para remaja antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

FAJAR DWI ATMOKO F

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

A. LatarBelakangMasalah

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dari penelitian yang berjudul: Peran Bimbingan Konseling dan Pendidikan Agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dasar dan menengah dijajaran

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif. Azwar (2000, h. 5) mengatakan bahwametode

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI. kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena membolos di kalangan pelajar bukanlah baru di sekolah. Hal

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, karena dapat dijadikan satu

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan

BAB IV PENUTUP. cara koersif maka akan tidak efektif. Pada dasarnya remaja memiliki sifat yang keras dan pemberontak.

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula. mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dalam maupun luar negeri mudah diakses oleh setiap individu, khususnya

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menguji

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

POLA KONTROL SOSIAL KELUARGA REMAJA PUTRI BERISIKO PENYALAHGUNAAN NAPZA

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

2014 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER BOLA TANGAN DAN KARATE DALAM PELAJARAN PENJAS DI SMAN 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi pelanggaran terhadap peraturan yang berupa tata tertib sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar kenakalan siswa dalam hal ini remaja secara umum, bahwa diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan dan menimbulkan persoalan bagi orang lain. Dalam lingkungan sekolah kenakalan siswa adalah sikap yang tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan melanggar aturan sekolah (Wenefrida, Bahari & Ibrahim, 2010). Kenakalan remaja tidak hanya dilakukan oleh remaja yang statusnya putus sekolah, akan tetapi juga dijumpai dikalangan remaja berpendidikan yang berstatus sebagai seorang pelajar sekolah. Kenakalan remaja yang tidak segera mendapatkan solusi seperti kebiasaan membolos sekolah, merokok, mencuri, melawan guru, berkelahi dan tidak patuh pada orang tua akhirnya akan mengarah pada tindak kriminal (Patinus, Redatin & Donatinus, 2014). Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru bimbingan konseling salah satu SMK di Surakarta yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2016, diketahui bahwa diantara siswa-siswanya yang paling sering melanggar komitmen tata tertib sekolah yaitu kelas otomotif kendaraan ringan. Pelanggaran yang sering dilakukan yaitu membolos dan membuat gaduh di kelas ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Menurut Kartono (2010) perbandingan perilaku delinkuen remaja laki-laki dengan perempuan diperkirakan 50:1. Remaja laki-laki pada umumnya 1

2 melakukan perilaku delinkuen dengan jalan kekerasan, perkelahian, penyerangan, perusakan, pengacauan, perampasan, dan agresivitas. Hal ini di dukung oleh Kelly (Zahra, 2011) yang menyatakan anak laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk munculnya perilaku merusak. Kasus pada hasil temuan Anganthi, Purwandari, dan Purwanto (2010) Perbandingan pola delinquency yang tampak menyolok adalah frekuensi perilaku delinquency yang dilakukan antara usia remaja awal dan remaja akhir. Pada usia remaja akhir lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan remaja awal. Padahal perilaku-perilaku tersebut jelas melanggar norma dan aturan yang berlaku pada setting masing-masing. Hasil lain dari Anganthi, Purwandari, dan Purwanto (2010) juga dipaparkan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Pola Delinkuensi Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan No Delinkuensi Item Frek No Delinkuensi Item Frek 1 Mencontek 8 112 1 Mencontek 8 30 2 Mabuk 10 108 2 Berbuat Jahil 2 24 3 Berbuat Jahil 2 104 3 Mabuk 10 21 4 Berjudi 9 73 4 Corat-Coret 1 15 5 Berkelahi 7 71 5 Berkelahi 7 15 6 Corat-coret 1 70 6 Memalak 6 13 7 Kebut-kebutan 5 62 7 Mencuri 14 8 8 Memalak 6 57 8 Kebut-kebutan 5 6 9 Melecehkan 15 28 9 Melecehkan 15 4 10 Mencuri 14 26 10 Berjudi 9 2 11 Menganiaya 13 16 11 Menganiaya 13 1 Sumber : (Anganthi, Purwandari, dan Purwandari, 2010)

3 Varyani, Sulistyarini & Rustiyarso (2013) mengatakan dengan sedikitnya siswa dalam satu kelas tentu akan mempermudah wali kelas ataupun pihak sekolah untuk mengontrol siswa-siswanya. Walaupun demikian masih banyak siswa yang susah untuk dikontrol atau sering melakukan pelanggaran tata tertib. Siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib ini sudah tentu digolongkan kedalam siswa yang bermasalah. Masalah-masalah tersebut bisa bersifat ringan, sedang, maupun berat. Kasus pada hasil temuan di SMA Negeri 1 Sengah Temila tahun 2013/2014 mengenai jumlah siswa yang mengalami kasus kenakalan yang sifatnya ringan berjumlah 120 siswa, sifatnya sedang berjumlah 17 siswa, sifatnya berat berjumlah 30 siswa. Cara penanganan siswa yang bermasalah tersebut juga beragam sesuai dengan tingkat kesalahan. Dalam hubungannya dengan perilaku delinkuensi di sekolah, faktor metode pendesiplinan dan pengajaran yang dilakukan oleh pihak sekolah dapat mempengaruhi pola perilaku pelajar, disamping interaksi dengan teman bermain (Yoneyama & Naito, 2003). Pelajar yang memiliki komitmen rendah terhadap sekolah juga berpotensi gagal dalam bidang akademis dan rentan mempunyai masalah perilaku delinkuensi (Cunningham, 2007). Menurut Bruce & Simons (1999) mengatakan bahwa keterlibatan (involvement) pada kegiatan pendidikan dan kegiatan yang konvensional (ekstrakulikuler, olahraga, organisasi, kegiatan keagamaan, dan sebagainya) akan menempatkan seorang pelajar untuk tetap berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat dan tidak melakukan penyimpangan, selain itu kepercayaan yang dimiliki seorang pelajar pada

4 peraturan dan kebijakan sekolah juga dapat menghindarkannya dari perilaku kenakalan. Di dalam kehidupan sosial selalu terdapat alat kontrol sosial atau alat kendali untuk mengendalikan bebagai tingkah laku anggota tesebut tetap dalam batas-batas tingkah konformis. Artinya perilaku manusia selalu dibatasi dalam batasan antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Batasan ini tentu dalam bentuk perintah dan larangan. Perintah dan larangan atas perilaku manusia ini dinamakan pengendalian sosial (social control) (Varyani, Sulistyarini & Rustiyarso, 2013). Hircshi s social control/bonding theory (Purwandari, 2011) menyebutkan empat elemen social bond, yakni : 1. Attachment atau kelekatan Kelekatan merupakan faktor emosi. Hal ini mendeskripsikan bahwa anak memiliki kecenderungan untuk melekatkan diri pada orang lain. Anak melakukan kelekatan ini dengan orang tua, sekolah dan teman sebayanya, di dalamnya termasuk supervisi orang tua, kualitas komunikasi, kebersamaan, pemahaman orang tua tentang pertemanan anaknya dan kepercayaan. Jika kelekatan anak kuat terhadap pihak tertentu, hal ini akan membentuk suatu komintmen. 2. Commitment atau komitmen terhadap aturan Komitmen merupakan komponen rasional dari suatu ikatan. Hal ini mengacu pada sejauh mana anak-anak terlibat dalam kegiatan konvensional suatu kelompok. Komitmen seorang dengan tidak melakukan suatu tindakan pelanggaran dikarenakan mereka tahu mendapatkan masalah akan

5 menghambat kesempatan mereka untuk menjadi sukses. Hal ini dapat terbentuk jika ada dalam kelompok dimana anak melekatkan dirinya. Contohnya seperti menghormati tradisi, dan percaya pada norma-norma dan nilai-nilai hidup yang berlaku di masyarakat. 3. Involvement atau keterlibatan Keterlibatan anak berhubungan dengan seberapa banyak waktu yang dihabiskan seorang anak untuk berinteraksi dengan individu lain dalam suatu kegiatan. Jika interaksi yang tepat dengan kegiatan maupun seseorang, seperti olah raga, kesenian dan lainnya merupakan kegiatan yang secara dominan dilakukan anak maka kemungkinan melakukan perilaku nakal akan semakin kecil. Namun sebaliknya jika interaksi dan kegiatan yang kurang tepat seperti bolos, tawuran, melawan orang tua, mencuri dan lainnya marupakan hal yang sering dilakukan anak maka kenakalan pun akan semakin mudah terbentuk dalam diri anak. 4. Belief atau keyakinan Keyakinan yaitu kesediaan dengan penuh kesadaran untuk menerima segala aturan. Keyakinan dalam nilai moral dari norma konvensional merupakan komponen keempat dari ikatan sosial. Beberapa anak memiliki keyakinan yang lebih kuat dalam mengikatkan diri dalam aturan social, sehingga tidak cenderung berkomitmen terhadap kenakalan. Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung bermacam-macam siswa dengan latar belakang yang berbeda. Siswa tersebut heterogen sebab diantaranya ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang pintar, ada yang kurang,

6 ada yang suka patuh dan suka menentang. Adanya latar belakang kepribadian yang berbeda tersebut dapat memungkinkan siswa-siswa mengalami berbagai masalah (Varyani, Sulistyarini & Rustiyarso, 2013). Adila (Putri, 2015) menjelaskan sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kontrol sosial di sekolah mempunyai peran penting dalam mengikat perilaku anak (pelajar), hal ini bertujuan agar anak tersebut tidak melakukan kenakalan. Pada kenyataannya masih terdapat siswa-siswi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang dibuat oleh pihak sekolah. Pengendalian sosial sendiri berguna untuk mencegah perilaku kenakalan yang dilakukan siswasiswi di lingkungan sekolah, serta mengajak dan mengarahkan untuk berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku. Karena adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan perilaku kenakalan yang dilakukan oleh siswasiswi. Berdasarkan kondisi fenomena di atas, maka peneliti terdorong untuk memfokuskan penelitian ini pada bagaimanakah peran kontrol sosial dalam pengendalian kenakalan siswa-siswi setingkat SMK? Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui dan memahami peran kontrol sosial dalam pengendalian perilaku kenakalan siswa SMK di Surakarta. Maka dari itu, peneliti mengambil judul penelitian Peran Kontrol Sosial Terhadap Kenakalan Siswa Di Sekolah.

7 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami peran kontrol sosial terhadap perilaku kenakalan siswa di sekolah. C. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tentang kontrol sosial perilaku kenakalan siswa di sekolah, dari hasil tersebut dapat diambil manfaat : 1. Memperkaya khasanah ilmu psikologi sosial & psikologi pendidikan, karena hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai kontrol sosial perilaku kenakalan siswa di sekolah. 2. Manfaat bagi: a. Sekolah secara kelembagaan. Sekolah sebagai lembaga agar bisa menjadi kontrol sosial di sekolah, khususnya bagi siswanya. b. Peneliti lain. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang serupa dimasa mendatang.