BAB I PENDAHULUAN. menjadi persoalan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan di Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Kognitif tentang Konsepsi Medan Listrik dan Medan Magnetik melalui Respon Jawaban Spontan pada Mahasiswa Calon Guru

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) STRUKTUR KONSEP MAHASISWA CALON GURU TENTANG MEDAN ELEKTROSTATIK BERDASARKAN ANALISIS FRAMING

BAB I PENDAHULUAN. Listrik-magnet memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi dan berhadapan dengan masalah-masalah yang timbul.

I. PENDAHULUAN. Seorang guru memiliki peran utama dalam keberhasilan peserta didik

BAB III METODE PENELITIAN. sains ini dikembangkan secara teoretik maupun eksperimen. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana penting untuk mendapatkan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, fungsi pendidikan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN-SARAN. 1. Kondisi Awal Pembelajaran Sains Biologi di SMP

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

Deskripsi Umum, Learning Outcomes, dan Kurikulum Inti Program Studi Teknik Industri

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 1. hlm Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran,

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA DALAM PERKULIAHAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menulis merupakan salah satu keterampilan dari empat aspek kebahasaan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan di abad 21 menuntut perubahan peran guru. Guru

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zepika Alipiyan,2013

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

cbab V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

2014 PEMBELAJARAN FISIOLOGI TUMBUHAN TERINTEGRASI STRUKTUR TUMBUHAN BERBASIS KERANGKA INSTRUKSIONAL MARZANO UNTUK MENURUNKAN BEBAN KOGNITIF MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

Dokumen Kurikulum Program Studi : Doktor Teknik Fisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Oleh: Drs.NANA DJUMHANA M.Pd PRODI PGSD FIP UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada awalnya, kemampuan dasar yang dikembangkan untuk anak didik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang diharapkan. Sadar pentingnya ketrampilan proses sains pada anak akan semakin

BAB I PENDAHULUAN. alam ( IPA) di Sekolah Dasar (SD) hingga saat ini masih sering terdengar di

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh peserta didik (in put), pendidik, sarana dan prasarana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MAHASISWA PADA PERKULIAHAN EKSPERIMEN FISIKA I MELALUI PENERAPAN MODEL INQUIRY DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi seperti saat ini memungkinkan terjadinya arus

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan mengacu kepada salah satu tujuan umum pendidikan, yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal, informal maupun

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

PERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

ANALISIS KESULITAN KONSEP STRUKTUR KRISTAL PADA PERKULIAHAN FISIKA ZAT PADAT BAGI CALON GURU FISIKA

MENYUSUN KURIKULUM: MENJAWAB TANTANGAN KERJA GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. materi perkuliahan, kegiatan perkuliahan, dan asesmen. Asesmen merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya mempunyai akhlak mulia, tetapi juga mempunyai kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK MAHASISWA PADA MATA KULIAH PROGRAM LATIHAN PROFESI I (PLP I)

ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika telah dituangkan untuk mempelajari matematika di tingkat sekolah lanjutan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dokumen Kurikulum Program Studi : Arsitektur

BAB I PENDAHULUAN. (Hamid, 2009: 1). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk

TIPE-TIPE PENGETAHUAN Dra. Yati Siti Mulyati, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Guru merupakan salah satu unsur pendidikan yang menjadi kunci dari

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

Misi ini kemudian agar terarah, diimplemantasikan dalam tujuan strategik Program Doktor Akuntansi Universitas Gadjah Mada:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyiapan program pendidikan calon guru menjadi isu yang selalu menjadi persoalan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan di Indonesia. Kemampuan sumber daya manusia dan material kurikulum pada pendidikan calon guru pernah menjadi sorotan masyarakat, sehingga muncul program Basic Science yang mengharuskan dosen-dosen LPTK mendalami kembali bidang ilmunya melalui pendidikan S2 atau program lainnya. Reformasi kurikulum pendidikan calon guru juga dilakukan untuk menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Kemampuan LPTK dalam menyediakan guru profesional sebagaimana dituangkan dalam Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 16 tahun 2007) sekarang ini menjadi ujian terhadap eksistensi LPTK. Dalam kiprahnya sebagai lembaga yang mengemban tugas utama pencetak guru, diharapkan tidak saja mampu memenuhi standar yang telah ditetapkan tetapi juga fleksibel terhadap pesatnya perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat di era globalisasi dan informasi. Ancaman dan tantangan yang dihadapi LPTK harus menjadi refleksi agar mampu menciptakan peluang strategis yang lebih memperkuat keberadaan LPTK dalam menjalankan misinya menyelenggarakan layanan pendidikan bagi anak bangsa. Penanganan berbagai persoalan multidimensi dalam bidang pendidikan tidak mungkin dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan pendekatan 1

terpadu, agar dapat menciptakan sinergi antara kebijakan yang satu dengan lainnya. Kemampuan melihat persoalan dari berbagai sudut pandang secara mendasar harus menjadi landasan dalam menentukan kebijakan pendidikan. Seringkali pemecahan masalah pendidikan hanya didasarkan pada penyelidikan yang besifat permukaan dan sekedar mengikuti trend populer, sehingga kurang menggali akar permasalahan yang sesungguhnya. Hasil-hasil penelitian dalam bidang pendidikan yang dilakukan di negara lain, hendaknya bukan dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan pendidikan, tetapi harus melalui pengkajian secara seksama, karena implementasi dalam bidang pendidikan sangat terkait dengan karakteristik budaya setempat. Penelitian bersifat naturalistik untuk menyelidiki keadaan yang terjadi sebenarnya di lapangan, semestinya mulai menjadi pijakan untuk mencari solusi. Model perbaikan program pendidikan seharusnya tidak lagi seperti meniti jalan trial and error karena kurang berpijak pada hasil penelitian yang berakar pada keadaan praktek di lapangan. Beberapa model penelitian di bidang pendidikan yang berpijak pada paradigma naturalistik, akhir-akhir ini berkembang pesat terutama dalam bentuk penelitian metakognisi, metastrategi, dan epistemologi (Kuhn,1998). Refleksi terhadap peran lembaga pencetak calon guru di masa lalu hendaknya menjadi pemicu untuk berpikir prospektif tentang profil guru pada abad mendatang. Arends (2009) menyatakan bahwa standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih ditekankan pada bagaimana mereka menjalani kehidupan pribadinya daripada kemampuan profesionalnya. Perkembangan sangat pesat 2

terutama dalam bidang teknologi informasi tentu berdampak besar bagi kehidupan manusia, termasuk tuntutan kompetensi seorang guru. Apabila sebelumnya, guru dalam perspektif objektivis melakukan transmisi pengetahuan yang dimiliki kepada siswa, maka dalam perspektif konstruktivis pengetahuan bersifat personal dan maknanya dikonstruksikan kepada siswa melalui pengalaman. Guru harus memahami apa yang sedang terjadi pada siswa dan apa yang dilakukan agar yang diharapkan terjadi. Redish (2003) menyatakan bahwa guru bukan memberikan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam kantong ingatan siswa, melainkan memberikan informasi baru tentang apa yang dibutuhkan agar dapat menafsirkan informasi itu. Dalam kontek pembekalan calon guru, para perancang kurikulum hendaknya memulai dengan memahami apa yang sedang terjadi pada mahasiswa calon guru, agar dapat memberikan sesuai apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru di masa mendatang. Bertolak dari persoalan umum dalam bidang pendidikan tersebut, akan ditelaah aspek epistemologi yang terkait dalam pembelajaran kelistrikan dan kemagnetan dalam pembekalan mahasiswa calon guru fisika. Studi epistemologi dalam pembelajaran menurut Lising dan Elbi (2005) dapat membantu menjelaskan keadaan kognisi siswa sebagai bagian dari outcome pembelajaran, dan memberikan masukan bagi penyusunan kurikulum yang lebih efektif serta perbaikan pembelajaran. Dalam kurikulum pendidikan calon guru fisika, mahasiswa dibekali dengan matakuliah pengayaan seperti Listrik Magnet, Gelombang, Mekanika, Fisika Modern, agar mahasiswa dapat lebih mendalami konsep-konsep fisika secara lebih baik. Sesuai kurikulum nasional, materi 3

perkuliahan tersebut merupakan matakuliah inti yang juga sama diberikan kepada mahasiswa prodi fisika non kependidikan. Sebagai calon guru fisika di sekolah menengah harus memiliki kemampuan mentransformasikan materi medan yang abstrak itu ke dalam bahasa yang dapat dicerna oleh siswa sekolah menengah. Hal ini sesuai dengan peran guru sebagai agen yang harus mampu memahami perkembangan ilmu melalui eksplanasi ilmiah dan menyampaikan kepada siswa atau masyarakat melalui eksplanasi pedagogis. Melihat peran strategis yang diemban oleh calon guru fisika ini, maka layak menjadi perhatian secara khusus, hal-hal terkait dengan pembekalan mahasiswa calon guru. Kedudukan perkuliahan Listrik Magnet dalam kurikulum prodi pendidikan Fisika, sebagai matakuliah pengayaan bertujuan untuk memantapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan yang telah diterima pada perkuliahan fisika dasar, sekaligus jembatan untuk menempuh fisika tingkat lanjut. Perkuliahan Listrik Magnet disajikan dengan bahasa matematika abstrak, menggunakan analisis vektor yang sudah ditempuh sebelumnya dalam perkuliahan fisika matematika. Perangai fisika yang diungkapkan dalam bentuk matematika yang abstrak dimaksudkan agar sajian materi kelistrikan dan kemagnetan menjadi lebih kaya informasi, karena lebih banyak konsep yang dapat dieksplorasi dan dideskripsikan. Namun demikian, mahasiswa dituntut harus dapat memahami makna fisis yang terdapat di dalam ungkapan matematika itu. Data survei awal menunjukkan, bahwa mahasiswa yang lulus tergolong baik dalam perkuliahan listrik magnet tidak selalu memiliki pemahaman konsep listrik magnet yang baik pada tingkat fisika sekolah menengah. Berdasarkan 4

kuesioner yang diberikan pada 40 mahasiswa yang telah menempuh matakuliah listrik magnet, menunjukkan bahwa 65% menyatakan kesulitan dalam memahami makna persamaan dalam listrik magnet, 73% mahasiswa merasa dapat menguasai matematika tetapi sulit mengaplikasikan dalam persoalan listrik magnet. Hal mendasar yang perlu dikaji adalah bagaimana cara mahasiswa mengasimilasi komponen komponen pengetahuan mengenai listrik magnet itu menjadi struktur yang koheren, sehingga mampu digunakan memecahkan masalah. Tuminaro (2003) menyatakan bahwa kesukaran yang dialami mahasiswa dalam pemecahan masalah menggunakan matematika di dalam fisika, dapat berasal dari kurangnya pengetahuan matematika yang dibutuhkan mahasiswa untuk pemecahan masalah atau mahasiswa telah memiliki pengetahuan matematika yang relevan tetapi tidak selalu dapat menggunakannya secara tepat. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa menggunakan sumber (resource) yang dimiliki. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengkaji pola berpikir mahasiswa calon guru fisika dalam memahami dan menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan. Melalui analisis epistemologi konsep kelistrikan dan kemagnetan ini, ingin diungkap bagaimana cara mahasiswa tersebut mengakses dan membentuk pengetahuannya. Hodges (2003) membedakan epistemologi tidak produktif yaitu berpikir hanya dengan mengingat rumus dan memperoleh jawaban numerik, dan epistemologi produktif yaitu berpikir disertai upaya membangun gagasan dengan mengaitkan fakta-fakta dan konsep-konsep fisika. Epistemologi yang sekedar 5

berorientasi pada rumus dikatagorikan tidak produktif karena dianggap kurang mengembangkan penalaran mahasiswa. Penelitian yang terkait pemahaman konseptual tentang kelistrikan dan kemagnetan dilakukan oleh Saarelainen, Laaksonen, dan Hirvonen (2007), dengan meneliti pergeseran konsep gaya yang mengacu pada aksi melalui kuadrat jarak (Coulomb), menuju ke konsep medan menurut Maxwell pada lima mahasiswa jurusan Fisika di Universitas Kuopio, Finlandia. Temuan hasil penelitian menegaskan penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Furio, et.al. (1998, 2003) dan Guisasola, et.al. (2004) dari Universitat de Valencia Spain bahwa mahasiswa lebih mengalami kesukaran dalam memahami konsep medan dari pada konsep gaya. Cui, Sanjay, Rebello, Fletcher, dan Bennett (2006) meneliti terjadinya transfer belajar matematika kalkulus ke dalam Fisika Dasar pada delapan mahasiswa teknik fisika di Kansas State University. Tumarino, et.al (2003) mengungkap kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam menggunakan matematika di perkuliahan Fisika Dasar. Bing (2008) menelaah penggunaan matematika tingkat lanjut di dalam perkuliahan fisika. Penelitian epistemologi dalam konteks pembelajaran fisika pada umumnya bertolak dari kerangka berpikir psikologis yang dikembangkan oleh Redish, (2004). Tuminaro, et.al. (2003) membangun kerangka kognitif untuk mengkaji penggunaan matematika dalam fisika dasar, McCaskey (2009) menelaah berbagai metode epistemologi berpikir mahasiswa yang mengikuti perkuliahan fisika dasar di Universitas Maryland. Bing (2008) menggunakan epistemologi framing untuk 6

mengungkap penggunaan matematika tingkat lanjut oleh mahasiswa di dalam perkuliahan fisika. Tinjauan penelitian dari perspektif epistemologi khususnya dalam pendidikan sains, sejauh pengetahuan penulis belum banyak dikembangkan. Kajian epistemologi yang diterapkan dalam perkuliahan pengayaan pada mahasiswa calon guru fisika sama sekali masih baru. Originilitas dari penelitian ini terletak pada temuan teoretik dan pengembangan metode dalam mengungkap pola epistemologi melalui penyusunan satuan analisis sesuai fokus penelitian di lapangan. Kajian epistemologi dalam penelitian ini dieksplorasi berdasarkan tiga aspek yang menyangkut apa yang diakses, bagaimana cara mengakses pengetahuan, dan bagaimana mengukur kualitas pengetahuan dalam konteks pembekalan konseptual bagi calon guru. Analisis epistemologi dapat memberikan gambaran tentang pola berpikir mahasiswa dalam memahami dan menerapkan suatu konsep secara alami, dan kendalanya. Informasi ini akan menjadi pijakan yang berharga dalam perbaikan pembelajaran maupun pengembangan kurikulum pembekalan calon guru fisika. B. Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mahasiswa calon guru fisika mengakses dan membentuk konsep kelistrikan dan kemagnetan? Berdasarkan perumusan masalah ini dapat dikembangkan pertanyaan-pertanyaan agar lebih memandu jalannya penelitian, yaitu : 1 Bagaimana pola penalaran mahasiswa dalam mengakses dan membentuk konsep kelistrikan dan kemagnetan? 7

2 Bagaimana gambaran kerangka berpikir yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme fisis gejala kelistrikan dan kemagnetan? 3 Apakah terdapat kendala dalam pemahaman konsep medan? 4 Apakah epistemologi konsep mahasiswa calon guru fisika mempengaruhi pemahaman kelistrikan dan kemagnetan? C. Definisi Operasional Beberapa istilah yang perlu dijelaskan pada penelitian ini, yaitu 1 Analisis epistemologi diartikan sebagai kegiatan menganalisis tentang bagaimana mahasiswa mengakses dan membentuk pengetahuan. Pengertian epistemologi yang dimaksud disini adalah epistemologi fungsional, yang menentukan bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dalam situasi tertentu. Berbeda dengan epistemologi deklaratif yang hanya menggambarkan struktur pengetahuan alami, epistemologi fungsional menekankan pada struktur kendali dan struktur pengetahuan yang terasosiasi dalam konstruksi pengetahuan. Redish (2003) memasukkan kajian ini sebagai studi tentang finegrained constructivism yaitu berdasarkan mekanisme respon perilaku pebelajar. Hasil kegiatan analisis adalah ditemukannya pola-pola berpikir mahasiswa dalam mengakses dan membentuk konsep, berdasarkan resource yang diaktivasi, frame, dan pola aktivitas ketika mahasiswa membentuk pengetahuan baru atau memecahkan suatu masalah. Selanjutnya, hasil ini sering dinamakan pola epistemologi. 2 Konsep kelistrikan dan kemagnetan diartikan sebagai konsep-konsep atau serangkaian konsep yang terdapat dalam pokok bahasan atau perkuliahan 8

tentang kelistrikan dan kemagnetan, yaitu medan elektrostatik, medan magnetik dan medan dinamik. 3 Mahasiswa calon guru fisika dimaksudkan sebagai mahasiswa prodi pendidikan fisika (LPTK) yang setelah lulus akan mendapat kewenangan profesional menjadi guru fisika di sekolah. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. menemukan pola epistemologi konsep listrik magnet pada mahasiswa calon guru fisika 2. mengungkap hambatan mahasiswa calon guru dalam memahami konsep listrik magnet 3. mengetahui pengaruh epistemologi mahasiswa calon guru fisika terhadap penerapan konsep listrik magnet E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat 1. Sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum LPTK 2. Masukan dalam perbaikan pembelajaran listrik magnet mahasiswa calon guru fisika 3. Sumbangan teori pembentukan konsep listrik magnet mahasiswa calon guru fisika. 9