harus menjadi mediator pada kasus yang lain. dalam melaksanakan mediasi sangat terbatas, yaitu pada

dokumen-dokumen yang mirip
A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB IV ANALISIS KRITERIA HAKIM MEDIATOR DALAM UPAYA EFEKTIFISASI MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KAJEN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

FUNGSI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN

6. Mediasi menghasilkan akta perdamaian yang tahan uji, karna BAB III HASIL PENELITIAN. A. Kompetensi realtif dan absolut Pengadilan Agama Bangil

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN. Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, yaitu berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. mediasi dalam berbagai literatur ilmiah melalui riset dan studi akademik.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan di dalamnya tercipta rasa sakinah, mawaddah dan rahmah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

MEMBLUDAKNYA PERKARA MASUK DI PENGADILAN AGAMA PASCA ONE ROOF SYSTEM DAN PERANAN MEDIASI DALAM MENGURANGI PENUMPUKAN PERKARA

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS. A. Status Hakam Berdasarkan Pasal 76 ayat (2) UU. No. 07 Tahun 1989

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perkara pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan no:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakikatnya ketika dilahirkan telah melekat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN NEGERI BANGLI LkjIP TAHUN 2015 KATA PENGANTAR

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

PENERAPAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN SERTA ASAS MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA PENCARI KEADILAN DI PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

BAB IV ANALISIS PERAN MEDIASI PERKARA SYIQAQ DI BP4 KOTA SEMARANG PASCA MUNAS KE XIV TAHUN 2009

Makalah Rakernas MA RI

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

P U T U S A N Nomor 23/Pdt.G/2014/PTA.Mks

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM KEBERHASILAN MEDIASI DI PENGADILAN

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Transkripsi:

64 betapa sibuknya hakim yang bersangkutan, belum lagi mereka menyelesaikan kasus yang disidangkan, hakim tersebut juga harus menjadi mediator pada kasus yang lain. 5. Waktu untuk mediasi sangat terbatas, karena banyaknya perkara yang harus diselesaikan serta wajib dilakukan mediasi pada semua perkara tersebut, dan mediator juga berasal dari kalangan hakim, maka waktu yang digunakan oleh mediator dalam melaksanakan mediasi sangat terbatas, yaitu pada umumnya mediasi hanya dilakukan satu kali sampai dua kali pertemuan, dengan kisaran waktu antara 15-30 menit sesuai tingkat kerumitan problem yang dihadapi. Padahal dalam perkara Waris yang erat kaitannya dengan emosional, seharusnya membutuhkan waktu yang panjang dan luas sehingga para pihak bisa memikirkan dengan sungguh-sungguh masalah yang mereka hadapi dan mengambil keputusan secara tepat serta terbaik sehingga menimbulkan kata mufakat dan saling diuntungkan. 67 BAB IV ANALISIS DATA 67 Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Bangil Ibu Lulu Rodiyah., 22, Mei 2015.

65 A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Mediasi Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Waris di Pengadilan Agama Bangil Pada tanggal 31 juni 2008 Mahkamah Agung mengesahkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi. Peraturan tersebut merupakan hasil evaluasi dari Pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan dan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 yang direvisi dengan maksud lebih mendayagunakan mediasi sebagai prosedur untuk berperkara di Pengadilan. Subtansi hukum dalam peraturan tersebut diantaranya adalah dorongan yang bersifat wajib bagi para pihak untuk mematuhi prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, yang diharapkan dan dicita-citakan dari prosedur penempuhan mediasi di lingkungan Pengadilan adalah terselesaikanya sengketa dengan perdamaian kembali oleh para pihak. Landasan tersebut jelas mengacu kepada terciptanya keharmonisan di antara warga negara sebagai subjek hukum dan berdasarkan prinsip hukum untuk menjaga kesetabilan perdamaian. Berlakunya proses mediasi adalah untuk seluruh perkara yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan, maka implikasi dari peraturan tersebut adalah seluruh perkara yang masuk ke pengadilan wajib melalui proses mediasi. Aturan tersebut dipertegas dengan apabila para pihak tidak menempuh proses mediasi merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum,sedangkan bila kita melihat di Pengadilan Agama Bangil proses mediasi hanya terletak pada perkara contensius yang dihadiri oleh kedua

66 pihak, tanpa dihadiri kedua belah pihak perkara tersebut tidak dapat masuk dalam meja mediasi dan perkara voulenter tidak berlaku proses mediasi. Kenyataan ini jelas tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang jenis perkara yang dimediasi. Pengadaan prosedur mediasi di lingkungan Pengadilan tak terlepas dari realita banyaknya perkara yang masuk dan menumpuk, di Pengadilan Agama Bangil sejak januari tahun 2010 sampai Desember tahun 2014 menerima perkara sebanyak 2911. Pada tahun 2010 jumlah perkara sebanyak 459 dengan sisa perkara sebanyak 308, pada tahun 2011 perkara yang ada sejumlah 549 perkara dengan sisa kasus pada akhir tahun 368, pada tahun 2012 terdapat 616 perkara dengan menyisakan 465 perkara pada akhir tahun, pada tahun 2013 terdapat 624 perkara dengan sisa 455 kasus pada akhir tahun, sedangkan pada tahun 2014 terdapat 663 kasus dengan menyisakan 452 perkara pada akhir tahun, dengan adanya kewajiban penempuhan prosedur mediasi dalam proses beracara, harapan Mahkamah Agung menjadikan supermasi keunggulan mediasi sebagai alat peramping penumpukan perkara adalah peraturan yang sepenuhnya belum terealisasi secara komperehensif. Fungsi mediasi yang tercantum dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yang dapat mengatasi problematika Pengadilan dengan adanya penumpukan perkara belum dirasa benar, sebaliknya ketika benar-benar fokus mengamati angka perkara yang menumpuk atau alihan perkara dari bulan sebelumnya setiap bulan masih saja terdapat perkara yang berasal dari bulan lalu. Pengamatan terhadap

67 fungsi mediasi sebagai alat yang dapat mengurangi penumpukan perkara seharusnya dilihat dari jumlah tenaga mediator yang menangani perkara. Pengadilan Agama Bangil memilki 4 tenaga mediator yang keseluruhanya adalah hakim, di sana tidak ada mediator murni yang khusus menangani proses mediasi, dengan potensi empat hakim mediator dan jadwal mediasi yang disesuaikan dengan hakim yang pada hari itu tidak sidang, proses mediasi sebagai bentuk alat pemotong penumpukan perkara masih jauh dari kata cukup. Metode membagi waktu pertemuan dalam satu minggu hanya 4 hari dikali banyaknya perkara kemudian dibagi kembali dengan potensi hakim yang tidak mempunyai jadwal sidang yang kita asumsikan satu hakim perharinya tidak akan menyelesaikan penumpukan perkara sampai 10 tahun ke depan bahkan 20 tahun. Dengan metode rumus hitung seperti apapun proses mediasi yang diterapkan di Pengadilan Agama Bangil saat ini, belum dapat dikatakan sebagai proses yang mengurangi penumpukan perkara. Perkara sengketa Waris yang masuk ke Pengadilan Agama Bangil memiliki prosedur mediasi dengan jangka waktu 40 hari atau lebih. Fenomena jangka waktu bagi penempuhan proses mediasi tersebut adalah hasil pertimbangan agar perdamaian di antara tergugat dan penggugat terselengara. Khusus pada sengketa perdata selain Perceraian Pengadilan menentukan batas waktu 40 yang bersifat fleksibel artinya perkara dapat lebih dari 40 hari dilakukan mediasi dan berulang-ulang selama kemungkinan mufakat di antara para pihak dapat dilaksanakan.

68 Pemberikan jangka waktu berfikir kepada para pihak tersebut mempunyai beberapa keunggulan yaitu memberi ruang berfikir kepada para pihak, dimungkinkanya mediasi secara berulang-ulang, dan puncaknya adalah benar-benar tercapainya perdamaian, namun dari sudut pandang yang lain, adanya pemberlakuan jangka waktu bagi Sengketa Waris dan perkaraperkara Contensius selain perceraian tersebut, tidak merealisasikan unsurunsur yang terkandung dalam konsep mediasi yaitu proses yang cepat, murah dan sederhana. Pertama mediasi tidak lagi cepat seperti apa yang dikonsepkan Mahkamah Agung. Terbukti dengan penempuhan mediasi yang dalam kadar normal, Pengadilan memberikan jangka waktu perkara-perkara Contensius selain perceraian termasuk juga di dalamnya sengketa Waris maksimal 40 hari atau 1 bulan lebih 10 hari. Kedua, bagi sengketa Waris mediasi bukan proses yang murah karna apabila Pengadilan tetap memberikan jangka waktu 40 hari penempuhan mediasi, ini akan menambah panjar biaya perkara dan imbasnya bagi penggugat akan dikenai tambahan biaya perkara. Dan ketiga, mediasi memiliki konsep sederhana dengan adanya mufakat dan unsur keadilan karna terciptanya komunikasi diantara para pihak. Hal ini ditandai dengan adanya mediator sebagai pengontrol alur proses mediasi. Namun sengketa Waris adalah perkara yang tingkat kerumitanya sangat sukar didamaikan. Analisa ini didasarkan atas perebutan harta waris yang direbutkan para pihak. Tentu diantara para pihak telah mempunyai prinsip

69 agar harta tersebut menjadi miliknya dan atau pihaknya dalam berperkara dapat dimenangkan, selain itu sering kali dalam proses mediasi perkara Waris sering kali para pihak tidak hadir sendiri, namun menyerahkannya kepada Pengacaranya selaku Penasihat Hukum. Hematnya, penempuhan mediasi penyelesaian sengketa Waris bukanlah opsi yang sederhana dengan barometer sulitnya mufakat direalisasikan, konsep biaya yang tidak lagi murah dan jangka waktu yang terlalu panjang. 1. Analisis Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi mempunyai kekuatan hukum yang bersifat Imperatif. Selaras dengan apa yang disinggung diatas bahwa, menurut Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rgb selama tidak menempuh proses mediasi dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum. Imperatif yang dimaksud adalah mediasi sebagai tahapan bagi para pihak dalam berperkara. Atas dasar dan prinsip apa Mahakamah Agung mengesahkan peraturan yang mengintegrasikan prosedur mediasi dalam proses beracara?. Pertama sebelum memutuskan peraturan tersebut Mahakamah Agung mempertimbangkan beberapa poin tentang keunggulan mediasi. Pertama tentang bagaimana inovasi proses mediasi sebagai langkah cerdas bahwa pengintegrasian mediasi adalah sebagai jalan penyelesaian sengketa yang cepat dan murah serta dapat memberikan akses kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang memuaskan.

70 Cepat dan murah adalah prinsip yang diusung peraturan Mahkamah agung tentang mediasi, sedangkan apabila kita melihat bagaimana proses peralihan dari sidang pertama yang berlanjut pada penganjuran mediasi berjalan selama dua minggu untuk kasus perceraian dan 40 hari untuk kasus sengketa Waris, Wakaf, Ekonomi Syariah dan lain-lain. Murah adalah ketika proses mediasi tersebut berhasil karena biaya mediasi ditanggung oleh para pihak dan atau sesuai dengan kesepakatan dan atau menggunakan jasa hakim mediator yang tidak dipungut biaya, namun apabila mediasi gagal maka para pihak atau pihak pengugat tetap akan dikenakan biaya sebagai uang panjar, sedangkan bila kita menggaris bawahi kalimat Memberikan akses kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang memuaskan di mana pendekatan mediasi mengunakan metode mufakat dan kesepakatan, bila kita mengamati lebih jauh proses medisai yang singkat dan hanya bertemu satudua kali maka kecil kemungkinan hasil dari kesepakatan para pihak ditemukan kepuasan. Hal ini dikarenakan waktu yang singkat bagi para pihak untuk sama-sama berfikir tentang kepentingan atas perkaranya tidak serta merta diingat, kemudian ketika sudah menjadi Akta Perdamaian yang tercantum lengkap dengan hasil kesepakatan, baru ada dari salah satu pihak yang merasa dirugikan. Poin (a) tentang pertimbangan dikeluarkanya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bahwa pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di Pengadilan Agama adalah instrumen efektif untuk mengatasi masalah penumpukan perkara dan sebagai penguat fungsi Lembaga Pengadilan dalam

71 menyelesaikan sengketa. Kenyataanya, sejauh yang diketahui, dan berdasarkan data lapangan, belum ada di Pengadilan Agama Bangil setelah dikeluarkanya peraturan tersebut ± 7 tahun lalu perkara yang berkurang dari bulan ke bulan. Berangkat dari fakta tersebut mediasi atau peraturan tersebut belum cukup valid menyebut mediasi sebagai instrumen efektif guna mengurangi penumpukan perkara. Pertimbangan lain dikeluarkanya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 adalah hasil evaluasi dan revisi Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 dengan tujuan mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan. Revisi yang dilakukan Mahkamah Agung atau substansi dalam peraturan Mahkamah Agung tersebut sangat baik dan sistematis, hanya perlu diperhatikan tentang instrumen yang mendukung keberhasilan aturan-aturan tersebut, sehingga formalitas yang tertulis dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk nyata yaitu benarnya prosedur berperkara, mediasi yang berhasil, mediator yang profesiaonal dengan legitimasi sertifikat dan lainlain, selain itu, kekurangan dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut adalah fasilitas berupa mediator handal, dan sistematika beracara. Hal yang perlu dilakukan adalah pengontrolan atas efektivitas dan kebenaran praktik lapangan atas berlakunya peraturan tersebut, contoh apakah hakim telah mempersilahkan para pihak untuk menempuh proses mediasi terlebih dahulu, adakah pembedaan perkara yang masuk ke Pengadilan untuk dimediasi atau sesuai dengan bunyi Pasal 7 Tentang Tahap Pra Mediasi bahwa seluruh

72 perkara wajib menempuh mediasi baik dihadiri oleh kedua belah pihak atau tidak dan lain-lain. Selain itu sudah sapatutnya setelah hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak hakim mewajibkan kedua belah pihak untuk menempuh mediasi secara langsung tanpa senggang waktu yang lama. Usulan untuk memediasi secara langsung setelah sidang ini tidak akan terealisasi bila tenaga yang dimilki oleh Pengadilan terbatas. Namun apabila opini tentang proses mediasi ini dapat dipraktekkan dengan tetap tidak meniggalkan apa yang sudah disusun oleh para pihak maka akan menjangkau mediasi sebagai proses yang cepat dan murah. Dewasa ini penggunaan jasa hakim mediator adalah hal yang wajar karna mediator independen yang murni hasil akdemisi khusus mediasi dan telah mengikuti pelatihan serta bersertifikat sangat terbatas. Pada Peraturan Mahkamah Agung Pasal 10 yang mengatur tentang honorarium mediator berbunyi Ppenggunaan hakim mediator tidak dipungut biaya sedangkan bila kita melihat banyaknya kasus yang masuk dan jadwal sidang hakim ditambah dengan tugas tambahan yaitu menjadi mediator seharusnya hakim mediator mendapatkan honorarium baik itu dari poin yang dikumpulkan dan atas rekapitulasi keaktifan lembaga sendiri ataupun dengan adanya aturan tambahan dalam PERMA. Kalau Mahkamah Agung masih terkendala untuk mendidik calon-calon parktisi hukum khusus dalam bidang untuk menjadi mediator kenapa tidak mencantumkan honorarium bagi hakim mediator sebagai tunjangan kesejahteraan dan motivator untuk gigih menjadi mediator yang profesional.

73 Peraturan tidak selalu dapat dikonversi menjadi kenyataan, suatu pedoman hukum yang dirancang melalui proses pengamatan atas kenyataan, dan disusun dari evaluasi kemudian lahir menjadi revisi belum tentu dapat secara instan efektif dan optimal dalam aplikasinya. Sudah mencapai waktu 7 tahun PERMA No 1 Tahun 2008 sejak ditetapkan masih belum dominan dan ideal sesuai harapan, walaupun proses sistemasi dan pembenahan yang bertujuan untuk mewujudkan mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa masih belum mencapai kata cukup. Faktornya tentu adalah kesadaran dari para pelaku baik hakim, mediator, para pihak dan instansinya. Kerapian dari subtansi PERMA No 1 Tahun 2008 harus diiringi dengan sidak dan pengontrolan lapangan oleh Mahkamah Agung. Langkah ini untuk menggali kendala apa yang menghambat laju peraturan tersebut dan kemudian dapat memberikan solusi secara taktis berupa instruksi atau himbauan kepada pelaksana yaitu Intitusi Pengadilan. Rasanya mediasi tidak akan pernah efektif ketika pemenuhan kebutuhan berupa instrumen, alat bantu, dan kesadaran oleh semua pihak untuk mensukseskan mediasi tidak ada, terkecuali bila PERMA No 1 Tahun 2008 hanya dianggap sebagai peraturan prosedural yang sarat akan formalitas. 2. Analisa Terhadap Upaya Damai Oleh Hakim Mediator dan Majelis Hakim Kepada Para Pihak di Pengadilan Agama Bangil Amanat dari Peraturan Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi adalah terciptanya penyelesaian perkara yang memuaskan dan adil (win-win solution) tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan tidak ada kubu yang

74 merasa diuntungkan. Selain itu dorongan daripada Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rgb adalah mengintensifkan kepada para pihak untuk menyelesaikan perkara dengan menempuh perdamaian. Trobosan tentang mediasi ini yang kemudian mengilhami Mahkamah Agung untuk mengintegrasikan mediasi dalam prosedur berperkara di Pengadilan. Sejak ditetapkannya pada tahun 2008 mediasi terintegral dengan proses beracara di Pengadilan. Hakim wajib mempersilahkan para pihak untuk menempuh mediasi. Dalam proses beracara di Pengadilan Agama Bangil hakim dalam sidangnya memberikan arahan agar perkara diselesaikan melalui jalur damai. Proses mempersilahkan kepada para pihak untuk berdamai ini dapat dikatagorikan mediasi. Namun di Pengadilan Agama Bangil mediasi berlangsung dengan ruang khusus dan disertai dengan tenaga hakim mediator. Hakim dalam sidangnya walaupun para pihak telah mengikuti mediasi dan telah dinyatakan gagal oleh mediator tetap harus memberikan penawaran perdamaian terhadap para pihak, selain sudah menjadi tanggung jawab sebagi profesi hakim tuntutan untuk mendamaikan para pihak lebih pada tuntutan moral, spiritual, dan tingkat keimananya kepada Tuhan yang Maha Esa, maka dengan tangung jawab yang begitu besar dan dibarengi oleh kesadaran tinggi tentang nilai kebersamaan, keharmonisan dan, perdamaian, oleh karena itu tidak sedikit ditemukan di lingkungan Pengadilan Agama Bangil sebenarnya mempunyai potensi hakim mediator yang intens dan bersungguh-sungguh dalam memproses mediasi, walaupun mediasi ini hanya sekedar prosedural dalam tahapan berperkara namun dalam pelaksanaanya subtansi mediasi untuk

75 menyerukan damai selalu dilakukan oleh hakim, dan hakim mediator. Ini menampik asumsi bahwa mediasi yang dilakukan hanya bersifat formalitas dan tidak begitu memperhatikan asas terciptanya perdamaian diantara para pihak. Fenomena serupa tidak hanya terjadi ketika mediasi berlangsung, tetapi apabila kita mengikuti persidangan, Majlis Hakim akan menyerukan kepada para pihak untuk berdamai, hal ini terjadi untuk menempatkan asas perdamaian sebagai solusi utama dan terbaik bagi penyelesaian sengketa. Memang ketika kita melihat fungsi mediasi adalah menciptakan perdamaian di antara para pihak yang bersengketa dan tidak ada proses penyelesaian sengketa yang memenuhi nilai keadilan selain mediasi, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan mediasi atas asas mufakat, musyawarah dan, kesepakatan. Langkah yang dilakukan oleh Majlis Hakim di Pengadilan Agama Bangil dengan menyerukan untuk berdamai kepada para pihak adalah untuk memberikan ruang berfikir kembali kepada para pihak agar benar-benar matang dalam memutuskan perkara kepada hakim, selain itu jika upaya perdamaian masih dapat diharapkan dan masih mempunyai harapan untuk didamaikan Majlis Hakim dalam setiap persidangan selalu menyerukan agar berdamai, selain itu, dengan tidak ditopangnya faktor pendukung dan intrumen yang dapat mewujudkan keberhasilan mediasi, usaha para hakim yang juga secara keseluruhan di Pengadilan Agama Bangil merangkap sebagai mediator merupakan bentuk alternatif untuk mewujudkan mediasi

76 yang lain, walaupun secara perspektif pandangan tentang anjuran damai anatar para pihak melebar namun pada saat ini menggantungkan perdamaian hanya pada proses mediasi bukan solusi yang efektif. B. Analisa Terhadap Efetivitas Mediasi Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Waris di Pengadilan Agama Bangil Sejalan dengan semangat untuk melaksanakan mediasi yaitu mewujudkan salah satu proses penyelesaian perkara atau sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses keadilan yang lebih besar kepada para pihak dalam menemukan penyelesaian sengketa yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan dengan menempuh cara mediasi, diharapkan para pihak dibimbing untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan, yang dihasilkan dari pembicaraan atau dialog para pihak sendiri, dimana posisi mediator hanya sebagai pengatur suasana dan merangsang para pihak untuk mencapai win win solution tersebut dan tidak sebagai orang terakhir penentu hasil mediasi atau memaksakan suatu pendapatnya kepada para pihak. Secara umum efektivitas mediasi dalam proses penyelesaian sengketa Waris sejak tahun 2010 sampai pada tahun 2014 dapat diamati sesuai statistik dibawah ini: Tabel 4.1 Data Hasil Pelasanaan Upaya Mediasi Pada Perkara Waris Pada Tahun 2010-2014. PerkaraWaris Di Pengadilan Agama

77 No Tahun Bangil Masuk Dimediasi Berhasil Dimediasi % 1 Januari-Des 2010 1 1 0 0% 2 Januari-Des 2011 0 0 0 0% 3 Januari-Des 2012 1 1 0 0% 4 Januari-Des 2013 1 1 0 0% 5 Januari-Des 2014 1 1 0 0% Rekapitulasi data tersebut bersumber dari laporan tahunan Pengadilan Agama Bangil. Sementara pada proses selanjutnya yaitu untuk mengkomparasikan dengan data jumlah perkara yang masuk dengan cara menjumlah dari laporan tahunan Pengadilan Agama Bangi\l tentang perkara yang masuk dan diputus. Perkara Waris yang masuk saat penyusunan penelitian ini dimulai yaitu dengan mengambil sampel penelitian mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2014 Terdata perkara Waris yang masuk selama kurun waktu 4 tahun hanya 4 perkara, dalam mengukur efektivitas mediasi dalam penyelesaian sengketa Waris dengan cara membuat alat ukur jenis ukuran rasio yaitu dimana keterangan tentang nilainya mencakup absolut dari objek yang dikaji.

78 Ukuran keefektivan mediasi dalam penyelesaian sengketa Waris dalam skripsi ini dinyatakan dengan huruf A, huruf B sebagai nilai pelaksanaan mediasi yang tidak berhasil, dan huruf C mewakili terselengaranya mediasi, sedangkan dalam bentuk angka dinilai mulai angka 0 sampai dengan angka 10 seperti sekala berikut: A B C Pelaksanaan Mediasi dalam penyelesaian sengketa waris di PA Bangil 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Dari data skala ukur rasio di atas huruf A dengan pernyataan tentang keefektifan proses mediasi dalam penyelesaian sengketa Waris mempunyai kisaran angka antara angka 4. Sedangkan mediasi yang tidak berhasil dalam menyelesaikan sengketa waris mendapat nilai rangking 7 dari perkara yang masuk di Pengadilan Agama Bangil sedangkan huruf C adalah bagaiamana pelaksanaan mediasi dalam perkara waris yang masuk di Pengadilan Agama Bangil, dengan indikasi cara pengukuran variabel jenis rasio di atas menyatakan bahwa mediasi dalam penyelesaian sengketa waris di Pengadilan Agama Bangil berjalan cukup efektif, meski didukung dengan temuan 4 perkara mengenai waris dan kesemuanya harus berlanjut ke dalam proses litigasi namun dalam mendamaikan para pihak mediator Pengadilan Agama Bangil sudah berhasil mengupayakan berbagai hal sebagai berikut:

79 1. Penentuan ahli waris dalam perkara tersebut, serta menjelaskan siapa saja yang tidak termasuk dalam ketentuan ahli waris, fungsi dari penjelasan ini agar para ahli waris terutama yang bersengketa benar-benar faham mengenai siapa saja yang berhak untuk mendapatkan harta warisan. 2. Penentuan tirkah (harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta maupun yang lainnya), hal ini dilakukan oleh mediator guna membedakan mana yang tergolong harta waris, harta gono-gini dan harta bawaan, hal ini menjadi penting guna menjaga kesefahaman antara para pihak yang bersengketa. 3. Penentuan siham dari masing-masing ahli waris, mediator dalam proses mediasi juga menyampaikan seberapa besar bagian-bagian yang seharusnya diterima oleh para ahli waris, sehingga nantinya para pihak tidak lagi bingung mengenai bagiannya masing-masing. Pada realita tersebut, dapat kita analisa sebarapa jauh efektivitas mediasi dalam mendamaikan para pihak. Keberhasilan proses mediasi di Pengadilan Agama Bangil dalam sengketa Waris ini di nyatakan cukup efektif, karna meski dari 4 perkara yang masuk mesih harus berlanjut ke dalam proses litigasi akan tetapi pihak Pengadilan Agama Bangil sudah berhasil mengupayakan perdamaian dengan memberikan 3 hal seperti yang telah dipaparkan Di antara identifikasi tentang faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan mediasi adalah bahwa PERMA No 1 Tahun 2008 adalah peraturan yang dalam pelaksanaanya membutuhkan kesadaran, sosialisasi,

80 pembiasaan dan penegakan dari intansi terkait dan atau para subjek hukum,dari beberapa item yang dapat mendukung berjalannya peraturan tersebut secara penuh hanya tersusunnya pedoman secara tertulis peraturan tersebut, dalam pelaksanaan, sosialisasi dan pembiasaan, Mahakamah Agung perlu membuat suatu program secara terus menerus tentang pengoptimalan peraturan tersebut. Upaya ini dirasa perlu seperti tentang minimnya tenaga mediator di lembaga pengadilan, apabila ada sosialisasi tentang pelatihan atau lembaga pembelajaran yang telah mendapatkan akreditasi dari Mahakamah Agung khusus pelatihan dan pengembangan mediator maka problem tentang minimnya potensi mediator ini mungkin akan terpecahkan 10 tahun ke depan. Faktor yang menyebabkan efektivitas mediasi terkendala adalah kasus yang dibawa oleh para pihak umumnya adalah kasus berat, dalam artian sudah tidak bisa didamaikan pada tingkat daerahnya atau tempat para pihak berdomisili. Usaha mediasi dan atau upaya mendamaikan para pihak sebelum masuk ke Pengadilan sebenarnya telah dilakukan yaitu dengan musyawarah yang dipimpin oleh tokoh masyarakat atau kerabat yang dituakan, namun apabila usaha ini gagal perkara akan dibawa ke pengadilan, selain itu, minimnya tenaga mediator di lembaga Pengadilan Agama Bangil juga menjadi kendala, selama ini di Pengadilan Agama Bangil hanya ada mediator berjumlah 4 orang yang kesemuanya berasal dari hakim, hal ini membuat proses mediasi tidak optimal, karena jumlah hakim tidak mencukupi, selain itu mediator yang berasal dari hakim juga berpotensi adanya pencampuran

81 fungsi peran ganda yakni antara fungsi hakim dan fungsi sebagai mediator, karena kedua fungsi itu jelas sangat berbeda dalam pengambilan sikap, hakim dituntut sebagi pemutus perkara sedangkan mediator hanya bertugas menengahi tanpa berwenang untuk memutus. Penyelesaian perdamaian di lingkungan Pengadilan Agama Bangil juga terhambat dikarenakan dari para pihak telah mempunyai pandangan sekaligus keyakinan untuk menyelesaikan perkaranya melalui putusan hakim bukan lewat penetapan akta perdamaian. Pengadilan Agama Bangil terlalu memberikan ruang sempit kepada mediator dan para pihak untuk menyelesaikan perkara dengan durasi waktu rata 15 menit dan hanya terjadi satu kali sampai dua kali pertemuan dalam waktu 2 minggu. Fakta ini, dikarenakan minimnya tenaga mediator dan terbatasnya waktu hakim mediator karena banyaknya jadwal sidang. Pelaksanaan mediasi dengan ruh perdamaian juga dibantu dengan adanya dorongan dan anjuran dari Majlis Hakim untuk berdamai kepada para pihak yang bersengketa. Proses penyusunan skripsi tentang efektivitas mediasi dalam proses penyelesaian sengketa Waris di Pengadilan Agama Bangil mulai tahun 2010 hingga 2014, di Pengadilan Agama Bangil perkara Waris yang diterima selama kurun waktu 4 tahun hanya 4 perkara dengan detail keadaan 1 perkara diterima di masing-masing tahun, yakni pada tahun 2010, 2011, 2013, 2014 dan kesemuanya dinyatakan tidak berhasil dalam proses mediasi.