4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan temperatur dan kelembaban ruangan hidupnya (M t-25 & M t-29 ) dapat disajikan pada tabel 6 dan 7. Secara umum diketahui bahwa perbedaan ruang hidup Macaca fascicularis terlihat berpengaruh terhadap nilai fisiologis kardiorespirasi dan temperatur Macaca fascicularis. 4.1 Suhu Tubuh, Frekuensi Napas, dan Denyut Jantung Tabel 6. Nilai Rataan Suhu Tubuh, Frekuensi Napas, dan Denyut Jantung Macaca fascicularis Tersedasi pada Perbedaan Mikroklimat Ruangan AC (Hidup) AC (Mati) Parameter M t-25 M t-29 H1 H7 H14 H28 Literatur Suhu tubuh ( C) Napas (kali/menit) Denyut Jantung (kali/menit) 36,73 ± 32,76 ± 35,55 ± 32,72 ± 38-39,5 2 1,58 a 3,99 bcd 3,62 ad 4,77 d 21,31 ± 17,35 ± 14,20 ± 13,04 ± 23-36 1 9,47 a 6,99 ab 10,62 ab 7,24 b 155,89 ± 29,79 a 162,17 ± 36,15 a 153,55 ± 21,89 a 131,00 ± 21,51 b 88-131 1 Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<) 1 = Ungerer et al. 1997 2 = Smith & Mangkoewidjojo 1987 Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan ruang tempat hidup antara Macaca fascicularis yang hidup pada mikroklimat M t-25 dan M t-29 terlihat bahwa Macaca fascicularis yang tesedasi pada mikroklimat M t-25 lebih tinggi nilainya baik pada H1, H7, dan H14 dibandingkan dengan M t-29 pada H28 (P<). Hasil menunjukkan nilai fisiologis pada kedua mikroklimat tersebut (denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu tubuh) bila dibandingkan dengan literatur cenderung
berbeda. Terutama perbedaan itu terjadi pada parameter frekuensi napas dan suhu tubuh. Terlihat dalam tabel 6, bahwa nilai frekuensi napas dan suhu tubuh pada Macaca fascicularis ini cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan tersebut kemungkinan saja terjadi mengingat kondisi lingkungan, waktu pengukuran parameter, dosis ketamin dan Macaca fascicularis (umur, bobot badan, dan jenis kelamin) yang digunakan berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa, kondisi Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 menghasilkan suhu tubuh yang berada jauh di bawah kisaran suhu normal. Hal ini dapat diartikan bahwa Macaca fascicularis yang tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 lebih mendekati titik kritis dibandingkan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25. Dari tabel 6 terlihat bahwa selama 14 hari Macaca fascicularis tersedasi yang berada pada kondisi mikroklimat M t-29 menghasilkan suhu tubuh 32,72 ± 4,77 C, sedangkan Macaca fascicularis tersedasi yang berada pada kondisi mikroklimat M t-25 tampak lebih tinggi suhunya yaitu, 35,55 ± 3,62 C. Kelly (1974) menyatakan titik kritis suhu tubuh mamalia, yaitu tidak boleh kurang dari 32 C. titik kritis penting diketahui sebagai indikator keamanan selama hewan tersedasi atau teranestesi, karena hal ini menggambarkan kondisi titik metabolisme terendah dan hal ini harus dihindari. Tabel 6 menunjukkan, Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu pengukuran suhu tubuh pada H1, H7, dan H14 cenderung memiliki nilai yang serupa, walaupun terlihat pada pengukuran suhu tubuh di H7 yang memiliki nilai lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena kondisi homeostasis tubuh pada mekanisme termoregulasi terhadap kondisi lingkungan yang memungkinkan akan kembali lagi pada kondisi yang lebih baik pada pengukuran suhu tubuh di H14. Isnaeni (2006) menyatakan bahwa, suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh, oleh karena itu hewan harus melakukan termoregulasi agar suhu tubuhnya selalu dalam keadaan homeostasis. Hal ini diperkuat oleh Sturkie (1981) yang menyatakan mamalia (homoitermis) mengontrol suhu tubuhnya dengan termoregulasi untuk memelihara proses fisiologis tubuh agar tetap optimum.
Terjadi penurunan suhu tubuh pada kondisi mikroklimat M t-29 menandakan turunnya tingkat metabolisme hewan tersebut selama hidup di mikroklimat M t-29. Penurunan metabolisme ini ditandai dengan penurunan frekuensi napas dan frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis. Tabel 6 menunjukkan Macaca fascicularis tersedasi yang hidup pada kondisi mikroklimat M t-29 memiliki frekuensi napas yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu, 13,04 ± 7,24 kali/menit dan 14,20 ± 10,62 kali/menit. Di samping itu, frekuensi denyut jantung juga terjadi penurunan pada kondisi mikroklimat M t-29 dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu 131,00 ± 21,51 kali/menit dan 153,55 ± 21,89. Perbedaan ini sangat terkait dengan tingkat metabolisme hewan tersebut selama tersedasi. Tabel 6 menunjukkan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 pada pengukuran frekuensi napas dan denyut jantung pada H1, H7, dan H14 terlihat tidak berbeda nyata (P>). 4.4 Elektrokardiogram (EKG) Penelitian ini juga merekam parameter EKG Macaca fascicularis tersedasi pada perbedaan temperatur dan kelembapan ruangan hidupnya (M t-25 & M t-29 ). Hasil rekaman EKG dapat disajikan pada Tabel 7. Perekaman parameter EKG (gelombang P, kompleks QRS, gelombang R, gelombang T, interval P-R, interval Q-T, dan segmen S-T) menunjukkan nilai yang sesuai dengan literatur. Sedangkan untuk interval R-R terlihat pada tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan nilai yang signifikan, yaitu pada Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 jauh lebih besar nilai interval R-R dibandingkan dengan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu dengan nilai 0,56 ± 0,10 dibandingkan 0,44 ±. Sampai saat ini belum ada literatur yang mengatakan kisaran normal untuk interval R-R. Namun, perbedaan ini sangat terkait dengan frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis yang dimana frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis pada kondisi mikroklimat M t-29 jauh lebih rendah dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25. Hasil perekaman EKG secara umum diketahui bahwa baik pada Macaca fascicularis tersedasi yang hidup pada kondisi mikroklimat M t-29 maupun
mikroklimat M t-25 tidak terlihat tanda-tanda adanya perubahan aktivitas jantung seperti hipertropi atria, infark jantung, infark miokard, aneurisma, perikarditis angina pectoris dan efek digitalis (Widjaja 1990 & Gavahan 2003). Tabel 7. Nilai Rataan EKG Macaca fascicularis Tersedasi Pada Perbedaan Mikroklimat Ruangan Parameter Gelombang P Amplitudo (milivolt) Kompleks QRS Gelombang R Amplitudo (milivolt) Gelombang T Interval P-R Interval R-R Interval Q-T Segmen S-T Keterangan: 1 = Gonder et al. 1980 2 = Azwar 1990 3 = Kapeghian et al. 1984 AC (Hidup) AC (Mati) M t-25 M t-29 H1 H7 H14 H28 ± 0,13 ± 0,74 ± 0,23 0,11 ± 0,10 ± 0,41 ± 0,07 0,19 ± 0,14 ± ± 0,19 ± 0,19 0,74 ± 0,18 0,04 0,42 ± 0,08 0,20 ± 0,04 0,15 ± 0,10 ± 0,78 ± 0,32 0,07 ± 0,08 ± 0,44 ± 0,21 ± 0,03 0,18 ± 0,03 0,62 ± 0,23 0,08 ± 0,56 ± 0,10 0,22 ± 0,09 0,2 ± Literatur (1) 0,16 ± (1) (1) 0,8 ± (1) 0,074 ± 9 (2) (1) - 0,22 ± 13,3 (3) 0,218 ± 0,03 (2) Penelitian menunjukkan untuk nilai fisiologis parameter penelitian ini, diketahui bahwa kondisi mikroklimat tempat hidup dari Macaca fascicularis ini memiliki andil besar dalam mempengaruhi kondisi fisiologis hewan tersebut selama tersedasi, walaupun kondisi Macaca fascicularis tersedasi (ketamin) sudah
diketahui pengaruhnya oleh peneliti terdahulu. Dari penelitian ini diketahui bahwa kondisi Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 memiliki nilai fisiologis yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-29. Hal ini karena kondisi mikroklimat M t-25 masih merupakan kondisi yang nyaman untuk monyet tersebut. Hasil ini penting diketahui bahwa Macaca fascicularis dalam kondisi tersedasi (ketamin) diharapkan berada dalam kondisi nyaman pada kondisi mikroklimat M t-25. Sebaliknya, apabila tindakan sedasi atau anestesi dilakukan pada kondisi mikroklimat yang tidak nyaman (M t-29 ), kemungkinan akan muncul perubahan fisiologis yang drastis berupa penurunan suhu tubuh mendekati titik kritis, penurunan frekuensi napas dan denyut jantung.