4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Macaca fascicularis (Anonim )

PROFIL NILAI KARDIORESPIRASI DAN SUHU TUBUH MONYET EKOR PANJANG (MACACA FASCICULARIS) TERSEDASI PADA PERBEDAAN MIKROKLIMAT RUANGAN HARLENDO SWEDIANTO

Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan

SEJARAH & PERKEMBANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

PENDAHULUAN. dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan di bidang olahraga, sarana rekreasi maupun sebagai hewan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan binatang pemamah biak dan pemakan rumput (daundaunan),

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel,

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi

BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMASANGAN DAN INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

I. PENDAHULUAN. pembuluh darah secara teratur dan berulang. Letak jantung berada di sebelah kiri

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

METABOLISME ENERGI DAN TERMOREGULASI ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Klasifikasi dan Pengenalan Pola pada Sinyal EKG Berdasarkan Sifat Keacakan (Entropy) dengan 6 Channel

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

Tingkat Kelangsungan Hidup

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

TINJAUAN PUSTAKA Pedet Sapi Friesian Holstein Perkembangan Saluran Pencernaan dan Penyapihan Pedet

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan temperatur dan kelembaban ruangan hidupnya (M t-25 & M t-29 ) dapat disajikan pada tabel 6 dan 7. Secara umum diketahui bahwa perbedaan ruang hidup Macaca fascicularis terlihat berpengaruh terhadap nilai fisiologis kardiorespirasi dan temperatur Macaca fascicularis. 4.1 Suhu Tubuh, Frekuensi Napas, dan Denyut Jantung Tabel 6. Nilai Rataan Suhu Tubuh, Frekuensi Napas, dan Denyut Jantung Macaca fascicularis Tersedasi pada Perbedaan Mikroklimat Ruangan AC (Hidup) AC (Mati) Parameter M t-25 M t-29 H1 H7 H14 H28 Literatur Suhu tubuh ( C) Napas (kali/menit) Denyut Jantung (kali/menit) 36,73 ± 32,76 ± 35,55 ± 32,72 ± 38-39,5 2 1,58 a 3,99 bcd 3,62 ad 4,77 d 21,31 ± 17,35 ± 14,20 ± 13,04 ± 23-36 1 9,47 a 6,99 ab 10,62 ab 7,24 b 155,89 ± 29,79 a 162,17 ± 36,15 a 153,55 ± 21,89 a 131,00 ± 21,51 b 88-131 1 Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<) 1 = Ungerer et al. 1997 2 = Smith & Mangkoewidjojo 1987 Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan ruang tempat hidup antara Macaca fascicularis yang hidup pada mikroklimat M t-25 dan M t-29 terlihat bahwa Macaca fascicularis yang tesedasi pada mikroklimat M t-25 lebih tinggi nilainya baik pada H1, H7, dan H14 dibandingkan dengan M t-29 pada H28 (P<). Hasil menunjukkan nilai fisiologis pada kedua mikroklimat tersebut (denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu tubuh) bila dibandingkan dengan literatur cenderung

berbeda. Terutama perbedaan itu terjadi pada parameter frekuensi napas dan suhu tubuh. Terlihat dalam tabel 6, bahwa nilai frekuensi napas dan suhu tubuh pada Macaca fascicularis ini cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan tersebut kemungkinan saja terjadi mengingat kondisi lingkungan, waktu pengukuran parameter, dosis ketamin dan Macaca fascicularis (umur, bobot badan, dan jenis kelamin) yang digunakan berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa, kondisi Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 menghasilkan suhu tubuh yang berada jauh di bawah kisaran suhu normal. Hal ini dapat diartikan bahwa Macaca fascicularis yang tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 lebih mendekati titik kritis dibandingkan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25. Dari tabel 6 terlihat bahwa selama 14 hari Macaca fascicularis tersedasi yang berada pada kondisi mikroklimat M t-29 menghasilkan suhu tubuh 32,72 ± 4,77 C, sedangkan Macaca fascicularis tersedasi yang berada pada kondisi mikroklimat M t-25 tampak lebih tinggi suhunya yaitu, 35,55 ± 3,62 C. Kelly (1974) menyatakan titik kritis suhu tubuh mamalia, yaitu tidak boleh kurang dari 32 C. titik kritis penting diketahui sebagai indikator keamanan selama hewan tersedasi atau teranestesi, karena hal ini menggambarkan kondisi titik metabolisme terendah dan hal ini harus dihindari. Tabel 6 menunjukkan, Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu pengukuran suhu tubuh pada H1, H7, dan H14 cenderung memiliki nilai yang serupa, walaupun terlihat pada pengukuran suhu tubuh di H7 yang memiliki nilai lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena kondisi homeostasis tubuh pada mekanisme termoregulasi terhadap kondisi lingkungan yang memungkinkan akan kembali lagi pada kondisi yang lebih baik pada pengukuran suhu tubuh di H14. Isnaeni (2006) menyatakan bahwa, suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh, oleh karena itu hewan harus melakukan termoregulasi agar suhu tubuhnya selalu dalam keadaan homeostasis. Hal ini diperkuat oleh Sturkie (1981) yang menyatakan mamalia (homoitermis) mengontrol suhu tubuhnya dengan termoregulasi untuk memelihara proses fisiologis tubuh agar tetap optimum.

Terjadi penurunan suhu tubuh pada kondisi mikroklimat M t-29 menandakan turunnya tingkat metabolisme hewan tersebut selama hidup di mikroklimat M t-29. Penurunan metabolisme ini ditandai dengan penurunan frekuensi napas dan frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis. Tabel 6 menunjukkan Macaca fascicularis tersedasi yang hidup pada kondisi mikroklimat M t-29 memiliki frekuensi napas yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu, 13,04 ± 7,24 kali/menit dan 14,20 ± 10,62 kali/menit. Di samping itu, frekuensi denyut jantung juga terjadi penurunan pada kondisi mikroklimat M t-29 dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu 131,00 ± 21,51 kali/menit dan 153,55 ± 21,89. Perbedaan ini sangat terkait dengan tingkat metabolisme hewan tersebut selama tersedasi. Tabel 6 menunjukkan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 pada pengukuran frekuensi napas dan denyut jantung pada H1, H7, dan H14 terlihat tidak berbeda nyata (P>). 4.4 Elektrokardiogram (EKG) Penelitian ini juga merekam parameter EKG Macaca fascicularis tersedasi pada perbedaan temperatur dan kelembapan ruangan hidupnya (M t-25 & M t-29 ). Hasil rekaman EKG dapat disajikan pada Tabel 7. Perekaman parameter EKG (gelombang P, kompleks QRS, gelombang R, gelombang T, interval P-R, interval Q-T, dan segmen S-T) menunjukkan nilai yang sesuai dengan literatur. Sedangkan untuk interval R-R terlihat pada tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan nilai yang signifikan, yaitu pada Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-29 jauh lebih besar nilai interval R-R dibandingkan dengan Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 yaitu dengan nilai 0,56 ± 0,10 dibandingkan 0,44 ±. Sampai saat ini belum ada literatur yang mengatakan kisaran normal untuk interval R-R. Namun, perbedaan ini sangat terkait dengan frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis yang dimana frekuensi denyut jantung Macaca fascicularis pada kondisi mikroklimat M t-29 jauh lebih rendah dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-25. Hasil perekaman EKG secara umum diketahui bahwa baik pada Macaca fascicularis tersedasi yang hidup pada kondisi mikroklimat M t-29 maupun

mikroklimat M t-25 tidak terlihat tanda-tanda adanya perubahan aktivitas jantung seperti hipertropi atria, infark jantung, infark miokard, aneurisma, perikarditis angina pectoris dan efek digitalis (Widjaja 1990 & Gavahan 2003). Tabel 7. Nilai Rataan EKG Macaca fascicularis Tersedasi Pada Perbedaan Mikroklimat Ruangan Parameter Gelombang P Amplitudo (milivolt) Kompleks QRS Gelombang R Amplitudo (milivolt) Gelombang T Interval P-R Interval R-R Interval Q-T Segmen S-T Keterangan: 1 = Gonder et al. 1980 2 = Azwar 1990 3 = Kapeghian et al. 1984 AC (Hidup) AC (Mati) M t-25 M t-29 H1 H7 H14 H28 ± 0,13 ± 0,74 ± 0,23 0,11 ± 0,10 ± 0,41 ± 0,07 0,19 ± 0,14 ± ± 0,19 ± 0,19 0,74 ± 0,18 0,04 0,42 ± 0,08 0,20 ± 0,04 0,15 ± 0,10 ± 0,78 ± 0,32 0,07 ± 0,08 ± 0,44 ± 0,21 ± 0,03 0,18 ± 0,03 0,62 ± 0,23 0,08 ± 0,56 ± 0,10 0,22 ± 0,09 0,2 ± Literatur (1) 0,16 ± (1) (1) 0,8 ± (1) 0,074 ± 9 (2) (1) - 0,22 ± 13,3 (3) 0,218 ± 0,03 (2) Penelitian menunjukkan untuk nilai fisiologis parameter penelitian ini, diketahui bahwa kondisi mikroklimat tempat hidup dari Macaca fascicularis ini memiliki andil besar dalam mempengaruhi kondisi fisiologis hewan tersebut selama tersedasi, walaupun kondisi Macaca fascicularis tersedasi (ketamin) sudah

diketahui pengaruhnya oleh peneliti terdahulu. Dari penelitian ini diketahui bahwa kondisi Macaca fascicularis tersedasi pada kondisi mikroklimat M t-25 memiliki nilai fisiologis yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi mikroklimat M t-29. Hal ini karena kondisi mikroklimat M t-25 masih merupakan kondisi yang nyaman untuk monyet tersebut. Hasil ini penting diketahui bahwa Macaca fascicularis dalam kondisi tersedasi (ketamin) diharapkan berada dalam kondisi nyaman pada kondisi mikroklimat M t-25. Sebaliknya, apabila tindakan sedasi atau anestesi dilakukan pada kondisi mikroklimat yang tidak nyaman (M t-29 ), kemungkinan akan muncul perubahan fisiologis yang drastis berupa penurunan suhu tubuh mendekati titik kritis, penurunan frekuensi napas dan denyut jantung.