Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Ditulis oleh David Dwiarto Kamis, 21 Februari :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 21 Februari :47

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

Permen ESDM No 11 Tahun 2012

Disampaikan pada Sosialisasi dan Koordinasi Bidang Mineral dan Batubara

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

PMK No.13/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Bambang Yunianto. SARI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

Tadinya, PT Freeport mematok penjualan emas akan 50,5% dibanding tahun lalu

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE ALUMINA REFINERY, ANTAM DAN PLN DI KETAPANG KALIMANTAN BARAT. 2 4 April 2015

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI BENGKULU, LAMPUNG, DAN BANTEN

4*, 44n0300 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH

BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT

BAB III PRO DAN KONTRA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI MALUKU, PAPUA, DAN PAPUA BARAT

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Impact Analysis of Indonesia s Mineral Value Added Policy on Export and Employment

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SEMARANG, 20 MEI 2015

RASIONALITAS DAN EVALUASI PENETAPAN BEA KELUAR DALAM RANGKA MENDUKUNG KEBIJAKAN PENGELOLAAN MINERAL

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan Perekonomian Nasional

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 Februari 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

nnesb: MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

BAB IV UPAYA PT NEWMONT DALAM MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA. Dalam penerapan kebijakan pemerintah terkait dalam UU minerba no 4

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

Oleh: Hendra Sinadia/Resources

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF

V E R S I P U B L I K

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

POKOK-POKOK PERMENDAG NO. 04/M-DAG/PER/1/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian

2012, No

Divestasi Minerba tak Kunjung Pasti, Pengaturan tak Tegas? Oleh : Olsen Peranto *

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM

BAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban

2017, No Daya Mineral Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam N

A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK) / PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

DUKUNGAN PENYEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERBA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153/PMK.011/2014 TENTANG

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Iuran Produksi mineral dan batubara memberikan kontribusi 62% dari

V E R S I P U B L I K

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS. Jakarta, 25 September 2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014

ISBN: Dampak Hilirisasi Bauksit Terhadap Perekonomian Regional Provinsi Kalimantan Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROSES REDUKSI BIJIH BESI MENJADI BESI SPONS DI INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PROGRES IMPLEMENTASI 5 (LIMA) SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 04/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH BATANGAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14/M-DAG/PER/5/2008

Waktu dan Tempat Penyelenggaraan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 932/KM.4/2017 TENTANG PENETAPAN HARGA EKSPOR UNTUK PENGHITUNGAN BEA KELUAR

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1187/KM.4/2017 TENTANG PENETAPAN HARGA EKSPOR UNTUK PENGHITUNGAN BEA KELUAR

Transkripsi:

Oleh Rangga Prakoso JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan memuat perlakuan khusus bagi perusahaan yang berkomitmen melakukan pengolahan dan pemurnian bahan mineral di dalam negeri. PP itu juga secara tegas melarang ekspor bijih mineral (ore). Namun, mineral yang sudah diolah atau dimurnikan (konsentrat) dalam kadar tertentu masih boleh diekspor. Hanya saja, ekspor konsentrat akan dikenai bea keluar (BK). Sementara itu, berdasarkan draf PP revisi yang diperoleh Investor Daily, pemerintah merombak batas minimum pengolahan dan pemurnian seluruh bahan mineral sebagai persyaratan untuk ekspor. Dalam draft aturan baru yang akan dilimpahkan ke Kantor Menko Perekonomian itu, persentase atau kadar pengolahan dan pemurnian diturunkan, sehingga perusahaan tambang memiliki kesempatan lebih longgar untuk mengekspor bahan mineral yang telah diolah atau dimurnikan. Dari 10 komoditas, hanya komoditas nikel lainnya yang batas minimum persentasenya tetap. Sedangkan batas persentase pengolahan atau pemurnian sembilan komoditas lainnya diturunkan atau dilonggarkan. Sembilan komoditas itu meliputi pasir besi, bauksit, bijih besi, nikel, logam nikel, logam kobal, nikel lainnya, mangan, seng, dan timbal, (lihat tabel). Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM R Sukhyar mengungkapkan, substansi revisi PP 23/2010 mengacu pada rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 27 Desember 2013. Dalam rapat itu diputuskan pengusaha yang berkomitmen membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan mineral (smelter) akan mendapat perlakuan khusus yang diatur dalam PP. Dari hasil rapat tersebut, Kementerian ESDM kemudian melakukan analisa terhadap pengusaha pertambangan yang sudah berkomitmen atau sedang membangun smelter. "Kami kasih mereka; kesempatan untuk selesaikan sampai 2017. Jadi, kira-kira dikasih batas waktu. Tetapi juga diberikan kesempatan untuk bisa ekspor olahan. Ekspor ore (bijih mineral) tetap nggak boleh, tetap dilarang. Sedangkan untuk pengolahan atau pemurnian, kami sedang membuat batasannya," kata Sukhyar di Jakarta, Selasa (7/1). 1 / 5

Sukhyar menjelaskan, batas waktu 2017 ditetapkan dengan pertimbangan lamanya proses pembangunan smelter. Batasan waktu itu pun akan dicantumkan dalam PP revisi. Soalnya, dalam PP 23/2010 juga tertuang batas waktu pengolahan dan pemurnian. Sukhyar menegaskan, konsentrat mineral masih bisa diekspor setelah PP baru diberlakukan mulai 12 Januari 2014. Namun, berapa persen tingkat kadar konsentrat yang diizinkan untuk diekspor masih dalam pembahasan dengan pihak-pihak terkait Pembahasan antara lain melibatkan para pengusaha pertambangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) Kementerian ESDM, serta pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB). "Belum ada kepastian bagaimana format sebenarnya dan berapa yang boleh ekspor. Yang jelas, yang sudah mengolah dan memurnikan dapat diatur untuk diberi kesempatan," ujar dia. Ekspor konsentrat, menurut Sukhyar, akan dikenai bea keluar (BK), namun besarannya menjadi wewenang Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dengan terbitnya PP revisi ekspor mineral, PP No 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga bakal direvisi. "PNBP emas berapa, turunnya berapa, sedang kami ajukan ke Kemenkeu. Kami di internal ESDM sedang membahas," tutur dia. Batasan Khusus Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Syahrir AB mengatakan, mengacu pada keputusan pemerintah 27 Desember 2013, setelah 12 Januari 2014 produk konsentrat masih boleh diekspor dengan tingkat kadar berdasarkan kesepakatan bersama dengan kalangan pengusaha. Dia mengungkapkan, tingkat pemurnian diwajibkan terpenuhi paling lambat pada 2017 pada level minimum 25% dari jumlah konsentrat "Pemurnian itu dibatasi sampai 2017. Minimum 25% dari konsentrat yang ada sudah harus dimurnikan. Kadarnya sedang dibahas," ucap dia. 2 / 5

Dia menjelaskan, dalam revisi PP secara gamblang dinyatakan, bahan mineral tidak boleh diekspor. Namun, produk pengolahan dan pemurnian boleh diekspor dengan batasan yang ditetapkan melalui revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 20 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian, yang sedang dibahas. Syahrir menambahkan, setelah pembahasan rampung, harus dilakukan harmonisasi sistem kode (harmonisedsystem code/ HSO) mineral antara Kementerian ESDM, Kementerian Per dagangan, dan Ditjen Bea Cukai. Nantinya, kode ore maupun konsentrat memiliki kode yang berbeda. Syahrir meminta pemerintah tidak lagi menetapkan BK bagi produk olahan dan pemurnian mineral. Pasalnya, BK yang ditetapkan selama ini sebesar 20% hanya diperuntukkan bagi ekspor bahan mineral mentah (ore). "Ini kan bukan ore, tapi produk olahan," tandas dia. Di sisi lain, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral ESDM Dede I Suhendra menjelaskan, pembahasan revisi Permen ESDM kali ini terkait kadar pengolahan dan kadar pemurnian. Berbeda dengan Permen 20/2013 yang hanya mencampurkan keduanya. Dia mengakui adanya wacana agar pemurnian diberi tenggat hingga 2017. Namun, hal itu belum tentu disetujui pemerintah lantaran hasil pembahasan revisi Permen ini akan dibawa ke rapat dengan menko perekonomian. Dede mengungkapkan, dalam pembahasan itu tidak ada pembicaraan mengenai pencabutan atau pengenaan BK mineral setelah 12 Januari 2014. "BK merupakan wewenang Kemenkeu," tutur dia. Kementerian ESDM menggelar pertemuan secara maraton dengan pengusaha pertambangan dalam sepekan terakhir untuk membahas batasan minimum pengolahan dan pemurnian komoditas mineral. 3 / 5

Sejumlah kadar pengolahan beberapa komoditas sudah selesai dibahas, antara lain pasir besi dengan konsentrat kadar 58%. Permen 20/2013 hanya mengatur pemurnian pasir besi berupa pig iron dengan kadar 90%. Komoditas berikutnya adalah bauksit telah disepakati kadar pengolahan sebesar 45%. Permen 20/ 2013 hanya mengatur pemurnian bauksit dalam bentuk smelter grade alumina (SGA) dengan kadar 98%, chemical grade alumina dengan kadar 99% dan logam 99%. Selanjutnya bijih besi dengan olahan primary sampai kadar 62% dan /ate/#kadar 51%. Kesepakatan ini berbeda dengan ketentuan dalam Permen 20/2013 yang hanya mengatur pemurnian berupa besi spon (sponge iron) kadar 75%, besi wantah (pig iron) kadar 90%, dan logam padu an (alloy) 88%. Adapun komoditas nikel harus melalui proses pemurnian yang berarti tidak ada produk pengolahan nikel. Dalam pembahasan disepakati pemurnian nikel berupa nikel pig iron (NPD sebesar 4%. Sedangkan dalam Permen 20/2013 kadar NPI sebesar 6%. Kemudian logam nikel dise-pakti kadar 93%, sedangkan dalam permen disebutkan 99%. Adapun kadar logam kobal ditetapkan menjadi 93% dari 99%. Kadar pemurnian nikel lainnya tetap mengacu pada Permen 20/ 2013, seperti nikel matte tetap 70%, feronikel tetap 10%, mix hydroxide presipitate kadar 25%, hydroxide nickle carbonate tetap 40%, dan NiS tetap 40%. Untuk komoditas mangan, batasan konsentrat ditetapkan 40%, komoditas seng (Zn) 62%, dan Timbal (Pb) 54%. Sedangkan komoditas tembaga masih dibahas. Menanggapi hal itu, anggota Komisi VII Dito Ganinduto mengatakan, perubahan persentase konsentrat tidak menyalahi aturan dalam UU No 4 Tahun 1999 tentang Pertambangan Minerba. "Semangat dalam UU ini adalah ekspor mineral mentah dilarang dan harus mengalami proses pengolahan di dalam negeri agar tercipta nilai tambah. Mengenai besaran persentasenya, itu masalah teknis yang harus dikaji khusus," kata dia. Mengenai adanya perlakuan khusus bagi perusahaan yang memiliki komitmen untuk membangun smelterdi dalam negeri. Dito menjelaskan, pemerintah harus benar-benar mencermati realisasi di lapangan. 4 / 5

Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia mengapresiasi capaian pembahasan batasan minimum pengolahandan pemurnian mineral yang dilakukan Kementerian ESDM bersama para pengusaha pertambangan. Ketua Satgas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia Didie Suwondho mengatakan, pembahasan tersebut menghasilkan kesepakatan kadar olahan mineral yang diberi kesempatan ekspor setelah 12 Januari. "Artinya dengan kadar konsentrat itu, pengusaha bisa bekerja, masih bisa berproduksi," kata Didie. Menurut Didie, dalam pembahasan, bijih besi ditetapkan kadar olahan lateritnya sebesar 51% dan kadar olahan primary sebesar 62%. Angka itu berbeda dengan ketetapan kandungan dalam Permen ESDM No 20/ 2013 yang menyatakan bijih besi boleh diekspor hanya produk jadi yang telah melalui proses pemurnian di smelter. Produk akhir pemurnian itu seperti sponge iron dengan kadar 75%, pig iron dengan kadar 90%, dan logam paduan dengan kadar 88%. "Ada kajian bahwa untuk menghasilkan 51% berat, tapi ada bantuan dari ITB maupun Tekmira untuk memberikan konsultasi," tutur dia. Sekjen Asosiasi Pengusaha Mangan Indonesia (Aspemindo) Saleh A Rais menyampaikan hal serupa dengan ditetapkannya kadar minimum konsentrat mangan yang diperbolehkan ekspor. Dalam pembahasan hari ini ditetapkan kadar konsentrat mangan sebesar 40%. Sedangkan pada Permen ESDM 20/2013 dinyatakan produk mangan yang diperbolehkan ekspor seperti ferromangan dengan kadar 60% dan silikamangan dengan kadar 60%. "Kami mengapresiasi pemerintah dengan adanya kemudahan ini. Kami diberi waktu oleh pemerintah sampai 2017, untuk melakukan pemurnian mangan di dalam negeri," ujar dia. (es) Sumber : Investor Daily, 8 Januari 2014 5 / 5