Pengaruh Waktu Inokulasi dan Jumlah Inokulum Terhadap Patogenisitas Phytophthora nicotianae pada Bibit Tembakau

dokumen-dokumen yang mirip
PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

DAN PEMBERIAN ARANG BATOK KELAPA SEBAGAI PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LANAS

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

PENGUJIAN EFEKTIVITAS Trichoderma sp PADA BERBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP PENYAKIT LANAS TEMBAKAU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE

PENGARUH PENYINARAN ULTRA VIOLET TERHADAP PATOGENITAS Fusarium moniliforme PENYEBAB PENYAKIT POKAHBUNG PADA TANAMAN TEBU SKRIPSI.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE A.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

EVALUASI PENYAKIT REBAH KECAMBAH PADA KACANG TANAH YANG DIAPLIKASIKAN INOKULUM SCLEROTIUM ROLFSII SACC. PADA BERBAGAI KONSENTRASI

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

BAB III METODE PENELITIAN

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

Respon Beberapa Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) pada Fase Pertumbuhan Vegetatif Terhadap Cendawan Rhizoctonia solani (Kuhn)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan ABSTRACT

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

VIABILITAS BENIH DAN PERTUMBUHAN

PEKECAMBAHAN JAMUR Alternaria solani DAN INFEKSINYA PADA SEMBILAN VARIETAS TOMAT ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

BAB III METODE PENELITIAN. tertentu, tidak adanya perlakuan terhadap variabel (Nazir, 2003).

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

VIABILITAS DAN EFEKTIVITAS FORMULASI BIOFUNGISIDA

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

KETAHANAN EMPAT VARIETAS TOMAT (Lycopersicum esculentum MILL.) TERHADAP INFEKSI Tobacco Mosaic Virus (TMV)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

SKRIPSI. Oleh: JOGI HENDRO SIAHAAN/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN EPIDERMIS DAUN TERHADAP INFEKSI JAMUR Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA EMPAT VARIETAS BAWANG MERAH

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

Koloni bakteri endofit

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan,

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

FORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS

BABHI BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

Buletin N. Tanaman Hidayah Tembakau, dan T. Yulianti: Serat Waktu & Minyak inokulasi, Industri jumlah 2(2), Oktober inokulum, 2010:75 80 patogenisitas Phytophthora nicotianae, bibit tembakau ISSN: 2085-6717 Pengaruh Waktu Inokulasi dan Jumlah Inokulum Terhadap Patogenisitas Phytophthora nicotianae pada Bibit Tembakau Nurul Hidayah dan Titiek Yulianti Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199, Malang 65152 E-mail: balittas@litbang.deptan.go.id Diterima: 3 Agustus 2010 disetujui: 4 September 2010 ABSTRAK Waktu inokulasi yang tepat serta jumlah inokulum yang digunakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan inokulasi buatan yang lazim dilakukan dalam pengujian ketahanan suatu varietas terhadap patogen tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu inokulasi dan jumlah inokulum Phytophthora nicotianae yang paling efektif untuk dapat menimbulkan gejala penyakit lanas pada bibit tembakau. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kasa Fitopatologi Balittas, Malang pada bulan Juli Oktober 2006. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu umur bibit saat inokulasi (faktor I), terdiri dari tiga tingkat yaitu: 1) bibit berumur 5 minggu setelah se-mai (mss), 2) bibit berumur 6 mss dan 3) bibit berumur 7 mss dan jumlah inokulum (faktor II), terdiri dari 4 tingkat yaitu: 1) tanpa inokulum (kontrol), 2) 1.350 2.400 zoospora/bibit, 2) 2.700 4.800 zoospora/bibit, dan 4) 5.400 9.600 zoospora/bibit. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan dilaku-kan pada masa inkubasi dan kejadian penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit dipengaruhi oleh umur bibit saat inokulasi. Bibit yang lebih muda mempunyai masa inkubasi lebih cepat yak-ni 4,5 hari dibandingkan dengan bibit yang lebih tua. Kejadian penyakit tertinggi yaitu sebesar 56,9% terjadi pada saat bibit diinokulasi berumur 5 mss dengan jumlah inokulum 1.350 2.400 zoospora/bibit. Kata kunci: Tembakau, Nicotiana tabacum, lanas, Phytophthora nicotianae Effect of Time of Inoculation and Inoculum Density on Pathogenicity of Phytophthora nicotianae on Tobacco Seedling ABSTRACT Suitable time of inoculation and inoculum density are factors to determine the success of artificial inoculation to evaluate of resistant level of plant variety to pathogen. The aim of this research was to study the appropriate time of inoculation and inoculum density of Phytophthora nicotianae, the causal agent of black shank and damping off on tobacco seedling. The research was conducted in Phytopathology laboratory and screen house of IToFCRI Malang from July-October 2006. This research was arranged in complete randomized design which consisted two factors and three replicates. The first factor was comprised of three times of inoculation, and the second was the density of P. nicotianae inoculum. The parameters observed were incubation period and disease incidence. The result showed that the incubation period was affected by the age of seedling when it was inoculated. The younger seedling was more susceptible than the older one. The high disease incidence (56.9%) was reached when the seedling five weeks old and inoculated by inoculum contained of 1,350 2,400 zoospores/seedling. Keywords: Tobacco, Nicotiana tabacum, black shank, Phytophthora nicotianae 75

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(2), Oktober 2010:75 80 P PENDAHULUAN ENYAKIT lanas yang disebabkan oleh jamur Phytophthora nicotianae vbdh var nicotianae Waterhouse merupakan salah satu penyakit utama hampir di seluruh sentra pengembangan tembakau di Indonesia. Infeksi jamur pada tanaman terutama yang terjadi saat tanaman masih muda (bibit), akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tersebut. Gejala penyakit lanas yang terjadi di pembibitan adalah daun berwarna kuning, layu, kemudian menjadi busuk cokelat yang akhirnya pembibitan tampak seperti disiram air panas. Penyakit lanas di pembibitan akan cepat meluas sehingga mengakibatkan kerusakan pada bibit (Semangun, 1996). P. nicotianae menyerang tembakau pada semua umur dan semua bagian tanaman, bahkan dapat mengakibatkan tanaman tidak dapat berproduksi. Kerugian karena penyakit lanas bukan hanya menyebabkan berkurangnya produksi, namun juga dapat menurunkan kualitas hasil (Erwin, 2000). Tingkat kerusakan akibat infeksi suatu patogen pada tanaman ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya adalah umur tanaman serta banyaknya inokulum yang menginfeksi. Inokulum adalah bagian patogen yang dapat memulai infeksi. Pada jamur, inokulum dapat berupa spora, sklerotium, atau bagian-bagian miselium. Makin banyak jumlah inokulum, makin berat pula penyakit dan kerusakan yang ditimbulkannya (Agrios, 1997). Informasi yang tepat mengenai waktu inokulasi dan jumlah inokulum yang diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit pada tanaman sangat diperlukan dalam kegiatan pengujian ketahanan suatu varietas terhadap patogen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pada umur berapa bibit tembakau rentan terhadap infeksi P. nicotianae dan dengan jumlah inokulum berapakah P. nicotianae mampu menginfeksi tembakau. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu inokulasi yang tepat dan jumlah inokulum yang diperlukan untuk dapat menimbulkan gejala penyakit pada tanaman yang nantinya bermanfaat dalam kegiatan pengujian ketahanan varietas tanaman terhadap patogen. BAHAN DAN METODE Penyediaan Isolat Jamur P. nicotianae Untuk mendapatkan biakan jamur P. nicotianae, tanaman tembakau yang menunjukkan gejala lanas diambil dari pertanaman tembakau di daerah Jember pada musim tanam tahun 2006. Pangkal batang yang sakit dipotong ± 5 mm pada bagian yang sakit dan sehat. Setelah itu potongan tersebut disterilisasi dalam larutan kloroks 1,25% selama satu menit, lalu dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali selama satu menit, kemudian ditiriskan di atas kertas saring steril. Setelah kering, potongan batang tembakau tersebut ditanam pada cawan petri yang telah berisi media Corn Meal Agar (CMA) dan diinkubasi selama 4 5 hari pada suhu 18 21ºC sampai muncul koloni jamur. Koloni jamur yang tumbuh diamati secara mikroskopis dan diidentifikasi berdasarkan kunci determinasi Barnett dan Hunter (1995) untuk memastikan bahwa koloni jamur tersebut adalah P. nicotianae. Selanjutnya koloni jamur P. nicotianae dimurnikan dan diperbanyak untuk dipergunakan dalam penelitian ini. Persiapan Media Tanam dan Pembibitan Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos dengan perbandingan (1:1). Tanah dan kompos dimasukkan kantong plastik kemudian diletakkan dalam drum yang telah diisi air dan dipanaskan sehingga uap air panasnya memanasi tanah tersebut selama dua jam. Proses sterilisasi ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Selanjutnya media tanam yang sudah steril dimasukkan pada tray dan diletakkan dalam rumah kasa. Sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu selama 5 hari sampai berkecambah. Selanjutnya benih disemai pada tray berkapasitas 80 lubang tanam yang telah diisi me- 76

N. Hidayah dan T. Yulianti: Waktu inokulasi, jumlah inokulum, patogenisitas Phytophthora nicotianae, bibit tembakau dia tanam steril. Bibit dipelihara sampai dengan tiga minggu setelah semai dan disisakan satu bibit per lubang tray. Pembuatan Suspensi Jamur P. nicotianae Inokulum P. nicotianae yang diperbanyak pada media CMA diinkubasikan pada suhu ± 23 o C selama 14 hari. Suspensi P. nicotianae dibuat dengan menambahkan 10 ml akuades steril pada tiap petri biakan P. nicotianae kemudian dihaluskan menggunakan blender dan dikocok sampai homogen. Selanjutnya dihitung jumlah zoosporanya di bawah mikroskop dengan menggunakan haemasitometer. Inokulasi Jamur P. nicotianae Varietas tembakau yang digunakan dalam penelitian ini adalah H382. Varietas ini termasuk varietas yang rentan terhadap P. nicotianae. Bibit yang diperlakukan dengan inokulum P. nicotianae adalah bibit yang sudah dipelihara dan disisakan satu tanaman per lubang tray. Bibit tembakau yang sudah disiapkan, dilukai dengan menggunakan cutter pada pangkal batangnya, kemudian diinokulasi dengan suspensi jamur P. nicotianae. Inokulasi dilakukan sesuai dengan perlakukan masingmasing. Perlakuan terdiri atas dua faktor, yakni faktor pertama adalah waktu inokulasi (I) yang terdiri atas tiga level, yaitu I1: waktu inokulasi pada bibit berumur 5 minggu setelah semai (mss) I2: waktu inokulasi pada bibit berumur 6 minggu setelah semai (mss) I3: waktu inokulasi pada bibit berumur 7 minggu setelah semai (mss) dan faktor kedua adalah jumlah inokulum (J) yang terdiri atas empat level, yaitu Jo: tanpa diberi inokulum sebagai kontrol J1: jumlah inokulum 1.350 2.400 zoospora/ bibit J2: jumlah inokulum 2.700 4.800 zoospora/ bibit J3: jumlah inokulum 5.400 9.600 zoospora/ bibit Tiap perlakuan terdiri atas 40 bibit/ulangan. Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dan diulang sebanyak tiga kali. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada masa inkubasi dan kejadian penyakit lanas. Masa inkubasi diamati setiap hari sejak hari pertama setelah inokulasi sampai timbulnya gejala. Penghitungan kejadian penyakit dilakukan dengan mencatat jumlah bibit yang bergejala lanas kemudian dihitung berdasarkan rumus Abadi (2000) sebagai berikut: a I = x100% b I = Kejadian penyakit a = Jumlah bibit yang sakit b = Jumlah bibit yang diinokulasi Analisa Data Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji F taraf 5% dan apabila didapatkan data yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Masa Inkubasi Masa inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh jamur P. nicotianae untuk menimbulkan gejala pertama pada tanaman sejak dilakukannya inokulasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa waktu inokulasi pada berbagai umur bibit berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit lanas, tetapi jumlah inokulum tidak berpengaruh nyata (Tabel 1). Inokulasi saat bibit berumur 5 mss memiliki masa inkubasi paling cepat yaitu 4,5 hari dan ini berbeda nyata dengan inokulasi saat bibit berumur 6 dan 7 mss yakni masing-masing selama 8,7 dan 8,1 hari. Hal ini menunjukkan bahwa bibit yang masih muda lebih rentan terhadap infeksi patogen. Hasil penelitian Elena (2000) menunjukkan bahwa timbulnya gejala awal pada tanaman tembakau dan tomat yang diinokulasi oleh 77

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(2), Oktober 2010:75 80 P. nicotianae yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada pangkal batang, dimulai pada hari ketiga sampai dengan keenam setelah inokulasi. Perbedaan masa inkubasi tersebut disebabkan karena perbedaan umur tanaman waktu diiinokulasi. Fraser (1983) mengemukakan bahwa umur tanaman yang berbeda akan menyebabkan perbedaan kepekaan tanaman terhadap infeksi patogen. Abadi (2000) menyatakan bahwa ketahanan tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman dan pada tanaman yang lebih tua akan lebih tahan terhadap infeksi penyakit dibandingkan dengan tanaman yang lebih muda. Hal ini dikarenakan, saat tanaman masih muda batangnya masih sukulen jadi lebih mudah diinfeksi oleh patogen. Tabel 1. Rerata masa inkubasi (hari) pada berbagai umur bibit tembakau Perlakuan Rerata masa inkubasi (hari) 1) Umur bibit waktu inokulasi (mss) 5 4,5 a 6 8,7 b 7 8,1 b BNJ 5% 5,21 Jumlah inokulum (zoospora/bibit) 0 0 1 350 2 400 9,9 2 700 4 800 9,8 5 400 9 600 8,7 1) Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ 5%. 0= bibit tidak bergejala. tn= tidak nyata Kejadian Penyakit Lanas Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa waktu inokulasi dan jumlah inokulum berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit lanas dan kejadian penyakit tertinggi (53,9 56,9%) terjadi pada bibit yang diinokulasi 1.350 2.400 zoospora/bibit pada umur 5 mss (Tabel 2). tn Tabel 2. Kejadian penyakit lanas (%) pada perlakuan umur bibit saat diinokulasi dan jumlah inokulum Perlakuan Rerata kejadian penyakit (%) I1J0 I1J1 I1J2 I1J3 I2J0 I2J1 I2J2 I2J3 I3J0 I3J1 I3J2 I3J3 0,00 a 56,90 d 56,70 d 53,90 d 0,00 a 15,10 ab 30,00 c 31,00 c 0,00 a 22,00 bc 24,60 bc 24,00 bc 1) Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ 5%. 2) I1= waktu inokulasi pada bibit berumur 5 mss, I2= waktu inokulasi pada bibit berumur 6 mss, I3= waktu inokulasi pada bibit berumur 7 mss; J0= tanpa inokulum (kontrol), J1= jumlah inokulum 1.350 2.400 zoospora/bibit, J2= jumlah inokulum 2.700 4.800 zoospora/bibit; J3= jumlah inokulum 5.400 9.600 zoospora/bibit. Kejadian penyakit lanas meningkat seiring dengan bertambahnya umur bibit. Namun kejadian penyakit tertinggi terjadi pada bibit yang saat diinokulasi berumur 5 mss dengan berbagai jumlah inokulum (Gambar 1). Elena (2000) mengemukakan bahwa bibit tembakau yang masih muda sangat rentan terhadap infeksi P. nicotianae yang mengakibatkan bibit menjadi layu dan rebah, sedangkan pada tanaman tembakau yang lebih dewasa serangan biasanya terjadi pada pangkal batang. Pada kultivar tanaman yang rentan, gejala penyakit pada tanaman dewasa adalah layu, daun-daunnya menjadi berwarna cokelat dan kering sehingga tidak laku dijual. Layu yang diakibatkan oleh P. nicotianae ini lebih cepat dan parah dibandingkan dengan kelayuan yang disebabkan oleh Fusarium. Sementara itu pada kultivar tanaman yang tahan, meskipun terjadi infeksi pada akar tetapi bagian daunnya 78

N. Hidayah dan T. Yulianti: Waktu inokulasi, jumlah inokulum, patogenisitas Phytophthora nicotianae, bibit tembakau tetap hijau dan tidak terlihat adanya serangan patogen. Infeksi P. nicotianae ini akan menjadi lebih parah dengan keberadaan nematoda puru akar, bahkan kultivar yang resisten pun bisa berkurang ketahanannya apabila disertai dengan serangan nematoda puru akar (Shew, 1991). Ini artinya, meskipun dengan jumlah inokulum yang sedikit P. nicotianae tetap mampu menginfeksi tanaman dan menyebabkan terjadinya penyakit. Sementara pada bibit yang diinokulasi saat umur 6 dan 7 mss kejadian penyakitnya lebih rendah dibandingkan dengan bibit yang diinokulasi pada umur 5 mss. Hal ini menunjukkan bahwa pada bibit yang masih muda lebih rentan terhadap infeksi patogen. Hal ini dikarenakan pada tanaman yang masih muda, struktur fisik tanaman lebih sukulen dibandingkan dengan tanaman yang sudah tua, begitu pula dengan aktivitas metabolisme dalam sel yang berguna untuk mengeliminir patogen yang masuk masih terbatas jumlah dan fungsinya sehingga memudahkan patogen untuk menginfeksi tanaman (Agrios,1997). Hal inilah yang menyebabkan tanaman muda akan lebih cepat terinfeksi oleh patogen dibandingkan tanaman yang lebih tua. Gallup et al. (2006) mengemukakan bahwa penyakit lanas berkembang dengan cepat terutama saat tanaman masih muda yakni berupa bibit karena batangnya yang masih lunak sehingga memudahkan patogen untuk menginfeksinya. Selanjutnya penyakit akan berkembang di pembibitan sampai dengan bibit berumur 6 7 minggu (Anonim, 2010). b a a b c d Gambar 1. Perkembangan kejadian penyakit P. nicotianae pada bibit tembakau yang diinokulasi pada umur I1= 5 mss, I2= 6 mss, dan I3= 7 mss dengan jumlah inokulum a) J0= 0 zoospora/ bibit, b) J1= 1.350 2.400 zoospora/bibit, c) J2= 2.700 4.800 zoospora/bibit, d) J3= 5.400 9.600 zoospora/bibit 79

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(2), Oktober 2010:75 80 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian menggunakan varietas H382 dapat disimpulkan bahwa bibit tanaman tembakau yang masih muda (umur 5 mss) lebih rentan terhadap infeksi P. nicotianae dengan masa inkubasi selama 4,5 hari. Inokulasi dengan menggunakan jumlah inokulum yang paling rendah (1.350 2.400 zoospora/bibit) sudah dapat menimbulkan penyakit lanas pada bibit tembakau berumur 5 mss dengan tingkat kejadian penyakit mencapai 56,92%. DAFTAR PUSTAKA Abadi, A.L. 2000. Epidemiologi dan strategi penyakit tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Agrios, G.N. 1997. Plant pathology. Ed.ke-4. Academic Press, New York. Anonim. 2010. Tobacco disease management. www.ikisan.com/links/ap.tobaccodisease%20 management.shtml. Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1995. Illustrated genera of imperfect fungi. Ed. Ke-4. Burgess Publishing Company, Minnesota Elena, K. 2000. Pathogenicity of Phytophthora nicotianae isolates to tobacco and tomato cultivars. Phytopathol. Mediterr. 39:245 250. Erwin. 2000. Hama dan penyakit tembakau deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTP Nusantara II (Persero), Medan. Fraser, R.S.S. 1983. Mechanism involved in genetically controlled resistance and virulence to plant disease. Martinus Nijhoof, Netherland. Gallup, C.A., M.J. Sullivan, and H.D. Shew. 2006. Black shank of tobacco. www.blackshank. aspx.htm. Semangun, H. 1996. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press,Yogyakarta. Shew, H.D. 1991. Black shank. p. 17 20. In Compendium of tobacco diseases. Shew, H.D. and Lucas E.D., editor. APS Press, St. Paul Minnesota, USA. 80