BAB VI LANGKAH KEDEPAN

dokumen-dokumen yang mirip
MEMPERKUAT KEMAMPUAN SWASEMBADA PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

STABILISASI HARGA PANGAN

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

KEMENTERIAN PERTANIAN

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

PEMERINTAH KABUPATEN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam segala sisi kehidupannya memiliki tingkat kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007

PENDAHULUAN. penduduk suatu Negara (Todaro, 1990).

Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

Transkripsi:

BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367

368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan

LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada pangan strategis padi, jagung, kedele, gula, dan daging dalam kurun waktu lima tahun yang akan datang patut dihargai dan di dukung sepenuhnya. Disadari bahwa mewujudkan swasembada komoditi tersebut tidaklah mudah karena kompleksnya interaksi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pangan seperti jumlah penduduk yang terus meningkat dan peningkatan pendapatan masyarakat yang mempengaruhi pola konsumsi dengan faktorfaktor yang mempengaruhi suplai pangan seperti ketersediaan lahan dan keragaman iklim. Dari perspektif sejarah walaupun Indonesia dalam suatu kurun waktu berhasil mencapai swasembada suatu komoditi seperti beras namun tidak dapat dihindari terjadinya krisis pangan pada tahun-tahun tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun eksternal sistem produksi nasional. Pada hakekatnya kemampuan berswasembada suatu negara dapat diukur dari kemampuannya untuk dapat menghasilkan produksi komoditi tertentu secara mencukupi atau melebihi kebutuhan masyarakat. Sebaliknya suatu negara yang terus menerus mengimpor kebutuhan pangannya dan belum pernah dapat mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakatnya dari produksi dalam negeri boleh dikatakan negara tersebut belum mampu berswasembada. Dalam perspektif tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia mempunyai kemampuan berswasembada beras dan jagung dan belum mempunyai kemampuan berswasembada kadele dan swasembada gula. Sebelum perang dunia kedua Indonesia adalah pengekspor gula terbesar sesudah Kuba. Indonesia juga mengekspor beras sebelum perang dan terakhir kalinya adalah pada tahunm 1941 sebesar 500 ribu ton. Sesudah itu Indonesia terus mengimpor beras. Memperhatikan gejala yang terjadi pada komoditi tebu bukanlah tidak mungkin bahwa komoditi yang mempunyai kemampuan swasembada pada suatu waktu kedepan menghilang kemampuannya karena merosotnya ketersediaan lahan yang diperlukan misalnya lahan sawah beririgasi untuk produksi padi. Dalam hubungan dengan krisis pangan kemampuan swasembada dapat pula dimaknai sebagai kemampuan melakukan pemulihan secara cepat. Misalnya setelah terjadi krisis pangan karena kekeringan atau karena kekeliruan kebijakan upaya pemulihan dilakukan dengan penyesuaian pola tanam, perbaikan pengelolaan air, dan perbaikan kebijakan yang terkait maka segera terjadi peningkatan produksi dan kebutuhan konsumsi masyarakat terpenuhi. Semakin lama proses pemulihan terjadi semakin terdegradasi kemampuan swasembada. Dengan perkataan lain tantangan kedepan adalah bagaimana membangun kemampuan pemulihan secara cepat dalam menghadapi krisis pangan yang mungkin terjadi. Sejarah mencatat bahwa kemampuan yang bersifat reaktif seperti memperluas irigasi atau memperbaiki ketersediaan sarana produksi tidak sepenuhnya dapat mengatasi tantangan mengingat pembangunan prasarana irigasi memerlukan waktu yang relatif lama (5 10 tahun untuk skala besar) demikian pula manajemen sarana produksi memerlukan kecermatan dalam penyediaan dan distribusi. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengantisipasi terjadinya krisis pangan dan membangun upaya untuk mengatasinya. Ini merupakan masalah yang sulit dihadapi tetapi bukan tidak mungkin dilakukan. Apabila kurun waktu krisis dapat diprediksi dengan baik maka upaya mengatasi krisis dapat dilakukan sebelumnya misalnya dengan memperkuat stok pangan untuk menghadapi masa krisis Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 369

Merosotnya produksi pangan seperti yang telah dibahas dalam buku ini tidak dengan serta merta dapat ditanggulangi dengan kebijakan impor seperti yang biasa dilakukan selama ini sebab merosotnya kemampuan sumber daya lahan dan air tidak saja terjadi di Indonesia tetapi kecenderungan tersebut juga terjadi secara global. Dari perspektif sejarah sekitar 20 persen permukaan bumi mengalami kekeringan setiap saat dalam suatu tahun. Keadaan tersebut akan semakin meningkat yang diperkirakan akan meningkat menjadi 35 persen pada tahun 2020. Menurut perkiraan Calow yang dibahas dalam buku ini antara satu sampai tiga persen permukaan bumi mengalami kekeringan yang paling parah setiap tahun dan situasi tersebut menjadi semakin buruk. Demikian pula tidak selalu kekeringan mempunyai asosiasi dengan krisis pangan. Dalam kurun waktu satu setengah abad sejak kekeringan yang terparah pada tahun 1848 hanya terjadi sebanyak tujuh kali kekeringan yang berasosiasi dengan krisis pangan dengan siklus waktu berkisar antara 16 sampai 39 tahun (Pasandaran, 2015 dalam makalah yang disampaikan pada seminar regular PSEKP). Dalam era kemerdekaan kekeringan yang menyebabkan krisis pangan hanya terjadi dalam dua kurun waktu yaitu pada tahun 1972 dan 1998. Krisis pangan 1972 bersifat global dan Indonesia harus mengimpor beras lebih dua juta ton sesuatu yang sangat mahal pada waktu tersebut, demikian pula serangan elnino tahun 1998 yang berbarengan dengan krisis ekonomi menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras lebih dari lima juta ton. Memang mengantisipasi terjadinya krisis pangan tidak mudah tetapi belajar melakukan antisipasi atau anticipative learning merupakan kemampuan yang perlu dibangun secara berulang dan terus menerus pada berbagai jenjang sistem produksi mulai dari tingkat kelompok usahatani, wilayah dan tingkat nasional. Pada tingkat kelompok usahatani misalnya kemampuan yang telah ada dalam penyesuaian pola tanam baik jadwal maupun jenis tanaman perlu terus menerus diperkuat dan difasilitasi oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kompetensi. Kemampuan tersebut pada tingkat wilayah diperkuat melalui penguatan jaringan kerjasama antar kelompok usahatani dan pemangku kepentingan yang terkait. Tingkat nasional kemampuan mengadakan stok dalam menghadapi krisis bukanlah semata-mata tugas BULOG tetapi merupakan tugas bersama yang mencerminkan sinergi antara Kementerian Pertanian dan BULOG. Kementerian Pertanian melaksanakan fungsi fasilitasi dalam antisipasi situasi produksi dan BULOG menyediakan stok yang bersifat antisipatif. Berdasarkan uraian diatas dapatlah disimpulkan ada tiga kategori kemampuan swasembada yang perlu diperhatikan dan dikembangkan terus. Pertama swasembada yang ditunjukan oleh kemampuan menghasilkan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh sistem produksi yang ada pada berbagai jenjang. Kedua adalah kemampuan swasembada yang bersifat responsif yaitu kemampuan melakukan pemulihan yang cepat setelah terjadinya goncangan produksi yang menyebabkan berkurangnya produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Ketiga adalah kemampuan swasembada yang bersifat antisipatif yaitu kemampuan mengantisipasi terjadinya goncangan produksi yang menyebabkan berkurangnya produksi dan kemampuan antisipatif dalam pengadaan stok untuk mengatasi kekurangan kebutuhan konsumsi. Kemampuan swasembada kategori pertama adalah kondisi yang diperlukan namun dalam menghadapi ancaman goncangan atau krisis swasembada kategori pertama tidaklah mencukupi melainkan sesuai dengan konteks yang dihadapi dilengkapi dengan kemampuan swasembada kategori kedua dan ketiga. Pada ketiga kategori swasembada tersebut kebijakan utama yang diharapkan adalah membangun lingkungan memampukan (enabling environment) dalam menempatkan petani sebagai arus utama dalam produksi pangan. 370 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan

Ada empat pelajaran kebijakan untuk penguatan kemampuan swasembada dan kemandirian pangan kategori pertama. Pertama, adanya kecenderungan bahwa ketersedian lahan merupakan kendala umum yang dihadapi untuk peningkatan produksi. Pergeseran peran luar Jawa dalam areal panen dan produksi menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan investasi untuk produksi pangan harus diarahkan keluar Jawa. Namun demikian sebagai lumbung pangan peran pulau Jawa masih sangat signifikan oleh karena itu peran pulau Jawa dalam produksi pangan tidak boleh serta merta diabaikan tetapi perlu di pertahankan mengingat populasi penduduk pulau Jawa yang tinggi dan produktifitas tanaman pangan yang masih lebih tinggi dari pulau-pulau lainnya. Kedua adanya pergeseran peran wilayah dalam kontribusinya terhadap pembangunan pertanian berbasis pangan. Salah satu potensi yang perlu segera dimanfaatkan adalah pembangunan pertanian berbasis pangan di Pulau Sulawesi. Ketiga, pembangunan pertanian berbasis pangan dalam jangka panjang tidak perlu hanya dibatasi pada sistem sawah beririgasi tetapi di arahkan untuk memanfaatkan semua potensi yang tersedia. Lahan kering merupakan salah satu potensi yang segera perlu dipetakan mengingat adanya peluang-peluang yang muncul dalam pengembangan teknologi. Petani lahan kering juga memerlukan investasi publik untuk mendukung keberlanjutan pembangunan misalnya dalam pembangunan sistem konservasi lahan secara menyeluruh dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Keempat, pembangunan pertanian berbasis pangan dalam wilayah luas seperti halnya di Merauke, Papua, hendaknya merupakan bagian integral pembangunan wilayah jangka panjang yang perlu disiapkan melalui penyiapan Blue Print yang dapat dijadikan pegangan bagi semua pihak yang terkait dengan pembangunan wilayah tersebut. Berdasarkan keempat pelajaran tersebut langkah-langkah kebijakan yang perlu ditempuh untuk memperkuat kemampuan swasembada dan kemandirian pangan kategori pertama adalah: Pertama, memperkuat kemampuan eksplorasi sumber daya lahan dan air yang layak bagi perluasan produksi pangan pada wilayah pulau Sulawesi dan Papua. Kemampuan explorasi bersifat menyeluruh tidak saja untuk pertanian pangan tetapi untuk keseluruhan aspek pembangunan wilayah dengan mengidentifikasi potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Kedua, Menyiapkan blue print pembangunan wilayah yang diharapkan disepakati oleh semua pemangku kepentingan. Dalam hubungan tersebut Bappenas mempunyai peran sentral dalam melakukan fungsi kordinasi pembangunan wilayah. Disarankan dalam jangka waktu satu sampai dua jangka waktu RPJM (kurang lebih 10 tahum) pembangunan wilayah di Sulawesi yang mendukung produksi pangan sudah dapat dilaksanakan. Hal ini mengingat adanya modal sosial yaitu kemampuan petani Bugis yang dapat mengakselerasi pembangunan usahatani dilapangan. Sedangkan pembangunan wilayah Papua memerlukan waktu yang lebih lama (mungkin sekitar duapuluh tahun) karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Pembangunan kemampuan kategori kedua menyangkut penguatan kelembagaan baik ditingkat birokrasi pemerintah dan masyarakat petani. Penguatan kelembagaan birokrasi dimaksudkan agar sistem birokrasi mempunyai kemampuan facilitating dibandingkan yang selama ini bersifat dictating. Perubahan pola pikir perlu dibangun dengan pendekatan kemitraan bersama-sama dengan masyarakat petani. Selanjutnya diperlukan langkah kebijakan untuk memperkuat kelembagaan petani dalam menghadapi goncangan-goncangan baik yang berasal dari luar seperti kekeringan dan banjir ataupun dari dalam yang menyangkut masalah alokasi sumber daya air dalam hal terjadi Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 371

kelangkaan air. Pendekatan sekolah lapangan yang selama ini dipraktekan pada pengendalian hama mungkin perlu diperluas termasuk sekolah lapangan dalam menghadapi masalah kekeringan dan banjir. Demikian pula penguatan jaringan kerjasama baik antar kelembagaan masyarakat petani maupun antar sistem birokrasi. Pembangunan kemampuan kategori ketiga menyangkut penguatan kemampuan antisipasi. Langkah kebijakan yang terkait dengan stabilisasi harga yang dibahas dalam buku ini memerlukan dukungan kerjasama yang erat antara birokrasi yang bertanggung jawab terhadap produksi pangan (Kementerian Pertanian) dan birokrasi yang mengelola stok pangan yaitu BULOG. Dukungan kemampuan antisipasi berasal dari Kementerian Pertanian sedangkan kewenangan pengelolaan stok sepenuhnya berada ditangan BULOG. Masalah data yang dipakai untuk analisis situasi produksi dan situasi stok pangan perlu secara bertahap diperbaiki sehingga lebih dapat diandalkan baik dalam manajemen produksi dan manajemen stok pangan. 372 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan