BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG STANDARISASI PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dikemukakan oleh Ian Munt (dalam Mandia,2008), yang menunjukkan pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga, dikelola dan dikembangkan dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Cilacap merupakan kota yang terletak di sebelah selatan dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Sanur Kaja terletak di pesisir utara (Kaja) kawasan Sanur dan

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku buruk tentang sampah. Masyarakat membuang sampah sembarangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

ANALISIS DAMPAK PARIWISATA TERHADAP TIMBULAN SAMPAH DI PULAU TIDUNG

Pembangunan pariwisata di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 10. Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mempunyai tujuan antara lain: (a)

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

PENDAHULUAN. Kawasan pesisir Indonesia, disarnping kaya akan potensi sumberdaya. alamnya, juga mempunyai potensi untuk dikernbangkan rnenjadi obyek

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

PEMERINTAH DESA KUCUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. pengelolaan kebersihan lingkungan pantai di Bali dan Pantai Sanur Kaja.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi

kita bisa mengetahui dan memperoleh informasi mengenai destinasi pariwisata yang ada dan baru ada di Bali. Mengenai banyaknya jumlah biro perjalanan

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/ /KD-TPS/16.01/ /2002 TENTANG DAERAH PENGAMANAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

dari laut serta karangnya sampai kepada keindahan panorama gunung yang masyarakat lokal sampai kepada tradisi adat istiadat masyarakat Bali.

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. lokal merupakan paradigma yang sangat penting dalam kerangka pengembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

SEKILAS TENTANG MATARAM DAN TAMAN NASIONAL WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA LOMBOK, JUNI 2011

1. Bab I Pendahuluan Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebagai destinasi wisata nasional dalam Masterplan Kementerian

EKOWISATA DI KAWASAN HUTAN MANGROVE TRITIH CILACAP (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR)

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan zaman belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. wisata alam tersebar di laut, pantai, hutan dan gunung, dimana dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2018 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN Orang Jumlah Perempuan Orang Jumlah Total Orang Jumlah Kepala Keluarga Orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN Desa Jungutbatu yang secara administratif terletak di kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali menyimpan sejumlah pesona alam dan kebudayaan tersendiri. Desa ini berada di pulau Nusa Lembongan, sebelah tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh melalui jalur laut. Kawasan ini berkembang menjadi sebuah daerah tujuan wisata di Propinsi Bali. Kekayaan alamnya menjadi modal utama pariwisata di Desa Jungutbatu. Pariwisata di Desa Jungutbatu membawa dampak yang luar biasa untuk masyarakat lokal desa, terutama dari segi ekonomi. Pariwisata membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat lokal. Walaupun mayoritas hingga saat ini masih bekerja di budi daya rumput laut, namun sebagian masyarakat lokal desa juga mencoba peruntungannya di bidang pariwisata. Pariwisata yang ada di Desa Jungutbatu termasuk dalam jenis ekowisata. Ekowisata merupakan jenis pariwisata yang memanfaatkan lingkungan (baik itu keindahan dan keunikan alam) ataupun budaya masyarakatnya dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dalam ekowisata, peran serta masyarakat lokal dalam menjaga lingkungannya (terutama alam) sangatlah penting agar tercipta sebuah sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan, terutama dalam hal menjaga kebersihan lingkungan. Kebersihan juga merupakan salah satu modal pariwisata, dimana

kenyamanan para turis yang datang berkunjung ke Desa Jungutbatu akan dipertaruhkan. Partisipasi masyarakat lokal terlihat aktif dalam penentuan strategi kebijakan arah pembangunan terlihat dalam pembuatan sebuahawig-awig. Awigawig merupakan peraturan yang dibuat oleh desa adat (Pakraman Jungutbatu). Seluruh proses ini diawasi oleh krama atau masyarakat umum, yang hasilnya nanti sebagai hukum yang mengikat untuk mengatur kepentingan bersama. Kedudukan desa adat (pakreman) Jungutbatu sangatlah dihormati oleh masyarakatnya. Masyarakat lokal sangat patuh pada desa adat dan segala peraturannya. Awig-awig mengenai lingkungan desa hanya ada pada pelestarian hutan mangrove saja. Dimana masyarakat lokal dilarang menebang pohon bakau secara sengaja. Fungsi dari hutan Mangrove selain untuk kepentingan bersama (fungsi ekologis hutan mangrove yang sangat penting), juga untuk kepentingan pariwisata. Salah satu hal yang menarik adalah adanya perbedaan persepsi atau nilai di masyarakat lokal pada konsep bersih dan kotor di lingkungan domestik serta publik (umum) yang mempengaruhi perilaku sehari-hari masyarakat lokal terhadap lingkungannya.dalam penelitian ini, lingkungan dimana masyrakat lokal tinggal dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan umum (publik) dan lingkungan rumah (domestik). Terdapat perbedaan mencolok diantara keduanya terkait maslaha kebersihan. Sebagai contohnya,lingkungan rumah (domestik) sebagai tempat tinggal dari si empunya rumah, sangatlah bersih dan terjaga dari kotoran dan sampah. Kebersihan rumah merupakan sebuah keharusan bagi mereka.

Menurut mereka, jika rumah bersih maka akan mempengaruhi hati, pikiran, dan jasmani mereka di hadapan Sang Hyang Widi. Terdapat nilai religi di dalamnya yang menyebabkan kebersihan menjadi sebuah keharusan di lingkungan domestik. Jiwa dan raga mereka akan ikut suci jika rumah (tempat tinggal mereka) bersih dari kotoran dan sampah. Nilai atau konsepsi Hindu yang terkandung dalam Tri Hita Karana tercermin dalam lingkungan rumah. Selain itu, rasa memiliki atas rumah sebagai hak pribadi juga ikut mempengaruhi perilaku mereka sehari-hari. Berbeda halnya dengan yang tampak pada lingkungan publik desa mereka, dimana terdapat banyak sampah yang berserakan. Masyarakat Desa Jungutbatu belum sepenuhnya siap dalam mengembangkan pariwisata (ekowisata). Sampah-sampah terlihat masih banyak berserakan di berbagai sudut desa (lingkungan publik). Dengan banyaknya sampah-sampah yang berserakan (terutama sampah plastik), mengindikasikan jika partisipasi masyarakat lokal terhadap kebersihan lingkungannya sangat kurang atau pasif. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Bali, keberadaan sampah tersebut tentu saja sangat mengganggu dan mengurangi kenyamanan para turis yang datang berkunjung. Tidak jarang turis baik asing maupun lokal sering kali mengeluhkan mengenai banyaknya sampah yang ada. Partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga kebersihan lingkungan umum secara perorangan di Desa Jungutbatu sangat kecil. Masih banyak terlihat orang yang dengan enaknya membuang sampah sembarangan, dan banyaknya sampahsampah yang mengotori di sembarang tempat. Tidak adanya rasa memiliki tempat umum sebagaimana tempat domestik. Partisipasi masyarakat lokal yang terlihat di

lingkungan publik hanya pada saat melakukan kerja bakti yang merupakan bagian dari acara adat dan dilakukan setiap tiga hari sebelum hari raya Galungan. Menurut Tosun, partisipasi tersebut termasuk dalam partisipasi coercive (kekerasan atau paksaan). Dikatakan partisipasi coercive karena terdapat sanksisanksi yang akan dikenakan jika masyarakat lokal tidak mengikutinya, termasuk sanksi adat di dalamnya. Yang mana menurut masyarakat lokal, sanksi adat tersebut sangat memberatkan dan juga memberi tekanan untuk mereka. Kedudukan desa adat (pakreman) sangat dihormati oleh masyarakat lokal Desa Jungutbatu. Partisipasi lainnya ditunjukkan oleh sebuah kelompok pemuda yang peduli akan kebersihan lingkungan bernama Karnyok. Digerakkan oleh beberapa pemuda yang bekerja di bidang pariwisata, mereka melakukan kerja bakti setiap minggunya dengan rute yang telah ditentukan sebelumnya. Karnyok mendapatkan dukungan dan juga bantuan dari para pelaku pariwisata di Desa Jungutbatu. Adanya keluhan mengenai kebersihan desa dari para turis, menjadi salah satu faktor terbentuknya kelompok ini. Partisipasi yang dilakukan karnyok menurut Tosun, merupakan partisipasi terdorong untuk melakukannya (induced participation). Semua anggota dari Karnyok bekerja di bidang pariwisata, dimana mereka setiap hari harus bertemu dan menemani turis yang datang berkunjung. Rasa malu akan menghinggapi di diri mereka jika para turis mengeluh mengenai kotornya lingkungan umum Desa Jungutbatu. Adanya kepentingan terutama ekonomi, karena pariwisata merupakan sumber kehidupan mereka menyebabkan mereka melakukan kegiatan bersih-bersih sampah di desa.

Tidak adanya awig-awig desa adat yang mengikat masyarakat lokal mengenai larangan membuang sampah sembarangan, ataupun dalam menjaga kebersihan menjadi salah satu penyebab kurang disiplinnya masyarakat lokal dalam menjaga lingkungannya. Selain itu juga, faktor kurangnya kesadaran, kurangnya rasa memiliki atas tempat publik, serta adanya nilai profan untuk pantai dan laut pun ikut mempengaruhi perilaku membuang sampah sembarangan di tempat umum. Saat ini, perilaku membuang sampah sembarangan sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal desa dan susah untuk dihilangkan. Adanya nama ekowisata sebagai jenis pariwisata yang ada di Desa Jungutbatu tidak diikuti dengan partisipasi aktif dari masyarakat lokal dalam menjaga kebersihan lingkungannya, terutama lingkungan umum. Peran serta atau partisipasi dari masyarakat lokal dirasakan sangat kurang di dalamnya. Kebersihan hanya dirasakan dalam lingkungan domestik yang tidak lain adalah rumah tempat tinggal masyarakat lokal dan juga lokasi wisata. Partisipasi masyarakat lokal hanya tampak pada saat kerja bakti adat sebelum hari raya galungan danyang dilakukan oleh kelompok pemuda yang bekerja di bidang pariwisata saja dengan mendapat dukungan dari para pemilik usaha pariwisata di Desa Jungutbatu. Hal tersebut seperti menjadi sebuah antiklimaks, dimana seharusnya sebuah lokasi pariwisata (ekowisata) yang menjual keindahan dan keunikan alam di samping budaya masyarakat lokal mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal selaku tuan rumah,namun hal tersebut tidak terlihat sepenuhnya di Desa

Jungutbatu. Dukungan tersebut juga ditujukan supaya pariwisata yang berada di desanya dapat terus tumbuh dan berkembang, karena pariwisata sudah menjadi bagian hidup (sumber penghasilan) dari Desa Jungutbatu. Penamaan atau pelebelan ekowisata di Desa Jungutbatu menjadi sebuah pertanyaan kembali ketika berada di desa tersebut dengan keadaan lingkungan seperti itu. Sebagai tuan rumah, diperlukan kerja keras untuk mengembangkan ekowisata dari masyarakat lokal. Nilai Tri Hita Karana(parahyangan, pawongan, palemahan)yang menjadi sebuah nilai penting dalam agama Hindu hanya tampak pada lingkungan domestik.nilai dan perilaku yang mereka lakukan dan tanamkan dalam lingkungan domestik, sebaiknya dilakukan juga pada lingkungan publik desa mereka.sehingga lingkungan akan terus terjaga dan pariwisata di Desa Jungutbatu (Nusa Lembongan umumnya) akan terus berkembang.