HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED SOCIAL SUPPORT DAN SELF-ESTEEM PADA MAHASISWA PSIKOLOGI JENJANG SARJANA

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan antara Self-Regulation dan Self-Esteem pada Mahasiswa Psikologi Jenjang Sarjana

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Keberhargaan diri (self esteem) asuhan

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang)

GAMBARAN PENERIMAAN DIRI DAN MANFAAT PENDIDIKAN PSIKOLOGI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI JENJANG SARJANA

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo


Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

Hubungan Dukungan Sosial dan Learning Burnout Pada Mahasiswa Kelas Karyawan di Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

ABSTRAK. Kata kunci : self-esteem, power, significance, competence, virtue, make up. v Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

Prosiding Psikologi ISSN:

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

Abstrak. Kata kunci : subjective wellbeing, lansia, penyakit kronis. vii Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA ADVERSTY INTELLIGENCE DENGAN SCHOOL WELL-BEING (Studi pada Siswa SMA Kesatrian 1 Semarang)

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href=" Pendidikan Indonesia (UPI)</a>

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

ABSTRAK. Universitas Kristen Marantha

Abstrak. Berdasarkan pengolahan data secara statistik, didapatkan koefisien korelasi untuk derajat self-efficacy dan perilaku hidup sehat +0,453

KATA PENGANTAR..iii. DAFTAR ISI vii. DAFTAR TABEL DAN BAGAN...xii. DAFTAR LAMPIRAN xiii Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah 10

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Abstrak. vii Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA MAHASISWA PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI STATUS EKONOMI KELUARGA PADA MAHASISWA Oleh : Meriam Yuliana Mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Psikologi U

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB 3 METODE PENELITIAN

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Studi Deskriptif Mengenai Student Centered Learning yang Diterapkan. pada Siswa di SMA X Bandung

Kumpulan Abstrak Jurnal Psikologika Nomor 6 Tahun IIII

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU-SISWA DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA SMAN 9 SEMARANG

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

Rizki Ramadhani. Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Intisari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

ABSTRAK. ii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. v Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Kata kunci: peers support, student engagement, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan penghargaan

BAB III METODE PENELITIAN

vii UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

IJEEM: Indonesian Journal of Environmental Education and Management, Volume 2 Nomor 1 Januari 2017

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada Sub-bab ini, akan dipaparkan mengenai Variable penelitian yang

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

3. METODE PE ELITIA. Hubungan Universitas Antara..., Edesia Indonesia Sekarwiri, F.PSI UI, 2008

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN KARIR DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 5 SEMARANG

ABSTRAK. Kata kunci: Peer Attachment, Self Esteem. vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Kata Kunci: loneliness, istri yang ditinggal meninggal suami

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. 4. A. Gambaran Umum Subjek Penelitian 4. A.1. Gambaran jenis kelamin subjek penelitian

ABSTRAK. Kata kunci: conflict resolution style, dewasa awal, pacaran. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

EFIKASI DIRI DAN STRES KERJA PADA RELAWAN PMI KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP CAHAYA HARAPAN BEKASI

Reflected Appraisals dan Mathematic Academic Self-Efficacy pada Siswa SMA

Kata kunci: Remaja Akhir, Sexting, Intensi

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

NEVER BE AFRAID HUBUNGAN ANTARA FEAR OF FAILURE

RANCANGAN INTERVENSI SELF ESTEEM DALAM RANGKA BERELASI INTIM HETEROSEKSUAL PADA ODAPUS WANITA DEWASA AWAL

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

Abstrak. Kata kunci : Attachment to God, Psychological Well Being, Early Adulthood

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

Abstrak. Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Remaja yang Tidak Bermain Musik dan Remaja yang Bermain Piano Klasik. iii. Universitas Kristen Maranatha

Hubungan antara Kesabaran dan Academic Self-efficacy pada Mahasiswa

PENGARUH INTERNAL CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KETERIKATAN KARYAWAN PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK TUGAS AKHIR FIKA FAUZIATI

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS TAHUN 2014

SKRIPSI HUBUNGAN CHILD ABUSE DENGAN PERILAKU AGRESIF ANAK USIA SEKOLAH DI SDN 10 SUNGAI SAPIH KOTA PADANG TAHUN Penelitian Keperawatan Anak

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED SOCIAL SUPPORT DAN SELF-ESTEEM PADA MAHASISWA PSIKOLOGI JENJANG SARJANA Elizabeth Trifilia dan Julia Suleeman Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia E-mail: elizabeth.trifilia@ui.ac.id Abstrak Kesehatan mental dibutuhkan mahasiswa psikologi terkait persiapan mereka untuk berkecimpung dalam helping profession. Social support, terutama perceived social support, dan self-esteem dapat memengaruhi kesehatan mental (Taylor & Brown, 1988; Vinokur, Schul, & Caplan, 1987; Zimet, Dahlem, Zimet & Farley 1988). Berbagai penelitian menemukan bahwa semakin tinggi perceived social support seseorang, semakin tinggi pula self-esteem yang dimiliki. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived social support dan self-esteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana. Perceived social support diukur dengan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet et al., 1988) sedangkan untuk self-esteem dengan Rosenberg Self-Esteem Scale (Rosenberg, 1965). Dari 184 mahasiswa jenjang sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang menjadi partisipan, hasil yang didapatkan menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara perceived social support dan self-esteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana (r = 0.274; p < 0.01). Disarankan agar pendidikan psikologi dapat memerhatikan perceived social support sebagai salah satu cara meningkatkan self-esteem mahasiswa, seperti dengan melakukan intervensi psikoedukasi. Kata kunci: perceived social support, self esteem, mahasiswa psikologi jenjang sarjana Relationship between Perceived Social Support and Self-Esteem Among Psychology Undergraduate Students Abstract Psychology students need good mental health as they prepare themselves to work as helping professional. Social support, especially perceived social support, and self-esteem are found to influence mental health (Taylor & Brown, 1988; Vinokur, Schul, & Caplan, 1987; Zimet, Dahlem, Zimet & Farley 1988). Recent studies found that people with higher level of perceived social support are having higher level of self-esteem. This study was conducted to find the relation between perceived social support and self-esteem among undergraduate psychology students. Perceived social support was measured using Multidimensional Scale of Perceived Social Support (Zimet et al., 1988) and self-esteem was measured using Rosenberg Self-Esteem Scale (Rosenberg, 1965). The participants of this research are 184 undergraduate psychology students at the Universitas Indonesia from four different yearly intakes. The main result of shows that perceived social support correlated significantly with self-esteem (r = 0.274; p < 0.01). Results of this study may be taken by psychology educational institution to increase the concern of perceived social support as one of the factors to increase their students self-esteem level, for example is by applying a psychoeducational intervention. Keyword: perceived social support; self-esteem; undergraduate psychology students Pendahuluan Self-esteem merupakan salah satu topik yang paling banyak diteliti dalam ranah psikologi (Sedikides & Gregg, 2003; Swann, Chang-Schneider, & McClarty, 2007 dalam

Gebauer, Riketta, Broemer, & Maio, 2008). Hal ini mungkin disebabkan karena self-esteem merupakan bagian fundamental dari pengalaman dan kualitas hidup seseorang (Crocker & Wolfe, 2001 dalam Wen 2011). Self-esteem adalah sikap positif atau negatif terhadap diri (Rosenberg, 1965 dalam Mruk, 2006). Self-esteem memengaruhi aspek-aspek fundamental dalam kehidupan seseorang, seperti motivasi, perilaku fungsional, dan kepuasan terhadap hidup serta secara signifikan berhubungan dengan well-being individu sepanjang kehidupannya (Guindon, 2010). Rosenberg (1981 dalam Elliot, 2001) menemukan bahwa rendahnya self-esteem dapat menyebabkan individu menjadi depresi dan tidak bahagia. Individu dengan self-esteem rendah juga memiliki kecemasan yang tinggi, baik pada somatis maupun perilaku, lebih mudah menjadi agresif, mudah terganggu, dan marah. Mereka juga sulit memahami norma dan tidak puas pada kehidupan secara umum. Selain itu, mereka juga lemah terhadap kritik, memiliki konsep diri yang tidak stabil dan kecemasan sosial yang tinggi. Tidak hanya itu, rendahnya self-esteem dapat menyebabkan gangguan dysthymic atau depresi syaraf, depresi mayor, gangguan kecemasan, gangguan makan, disfungsi seksual, rasa malu patologis, percobaan bunuh diri dan gangguan kepribadian (Leary & MacDonald, 2003 dalam Mruk, 2006). Taylor & Brown (1988) juga menemukan bahwa memiliki self-esteem yang tinggi dapat memprediksi kesehatan mental yang tinggi pula. Self-esteem memiliki hubungan dengan berbagai faktor, salah satunya social support, terutama yang diukur melalui perceived social support, karena dianggap lebih baik dalam memprediksi status psikologis individu dibandingkan pengukuran social support secara objektif (Barrera, 1981; Brandt & Weinert, 1981; Sarason, Sarason, Potter, & Antoni, 1985; Schaefer, Coyne, & Lazarus, 1981; Wilcox, 1981 dalam Zimet, Dahlem, Zimet, & Farley, 1988). Social support adalah pertukaran sumber daya antara dua individu atau lebih, yang dipersepsi oleh penyedia atau penerimanya bahwa hal tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan penerima (Shumaker & Brownell, 1984 dalam Zimet et al., 1988). Perceived social support ditemukan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan self-esteem pada penelitian yang dilakukan Tam et al., (2011), Tajbakhsh dan Rousta (2012), serta Teoh dan Nur Afiqah (2010), yang berarti semakin tinggi perceived social support yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pula tingkat self-esteem yang dimilikinya. Social support ditemukan dapat meningkatkan keinginan untuk bergotong royong, serta perkembangan kognitif serta berkaitan dengan self-worth serta self-efficacy (Newcomb, 1990; Vaux, 1990 dalam Colarossi & Eccles, 2003). Social support juga memengaruhi kesehatan mental dan hasil-hasil akademis baik secara langsung maupun tidak langsung sedangkan social support secara emosional diketahui dapat meningkatkan motivasi dan keyakinan akan kesuksesan

sehingga meningkatkan usaha untuk mencapai suatu tujuan (Colarossi & Eccles, 2003). Perceived social support menunjukkan hubungan yang kuat dan konsisten terhadap kesehatan mental dan seringkali juga pada kesehatan fisik (Sarason, Sarason & Gurung, 2001; Uchino, 2004; Wills & Filler, 2001 dalam Lakey, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menemukan bahwa perceived social support yang tinggi ditemukan berhubungan dengan rendahnya depresi dan gejala kecemasan yang merupakan indikator dari kesehatan mental yang rendah (Vinokur, Schul, & Caplan, 1987; Zimet et al., 1988). Dalam Zimet et al. (1988) perceived social support dapat bersumber dari tiga sumber spesifik, yaitu keluarga, teman, dan significant others. Baik social support, terutama yang diukur melalui perceived social support, maupun self-esteem diketahui memengaruhi kesehatan mental individu (Taylor & Brown, 1988; Vinokur, Schul, & Caplan, 1987; Zimet, et al, 1988). Kesehatan mental adalah keadaan wellbeing pada individu, yaitu ketika individu menyadari kemampuannya, dapat mengatasi stress normal pada kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi pada masyarakat tempat ia berada. Kesehatan mental merupakan dasar dari well-being individu dan fungsi efektifnya di masyarakat (WHO, 2010). Kesehatan mental ditemukan dapat dijaga dengan memiliki self-esteem yang tinggi (Hunt & Guindon, 2010). Kesehatan mental yang tinggi merupakan hal yang penting untuk dimiliki, terutama pada individu yang berkecimpung dalam ranah psikologi, terutama karena ilmu psikologi merupakan salah satu ilmu yang berada dalam ranah helping profession, bersama dengan ranah pengobatan, hukum, keperawatan, farmasi, seminari (keagamaan), pekerja sosial, dan pengajaran (guru), yang menolong individu yang memiliki masalah, seperti masalah fisik, psikologi, emosi, dan well-being spiritual (Engs, 1980). Untuk menolong individu yang memiliki masalah, tentunya seseorang memerlukan kesehatan mental yang tinggi. Heppner, Casas, Carter, dan Stone (2000) menyatakan bahwa ilmu psikologi tidak hanya bermanfaat dalam menciptakan pengetahuan, namun juga untuk menolong orang lain menyelesaikan masalah-masalah penting, seperti masalah kesehatan mental, dan melalu hal tersebutlah ilmu psikologi dapat berkontribusi bagi masyarakat. Tanpa kesehatan mental yang tinggi, seseorang yang yang berkecimpung dalam ranah ilmu psikologi tidak dapat menolong orang lain serta berkontribusi secara efektif bagi masyarakat. Mahasiswa psikologi, sebagai individu yang memelajari ilmu psikologi, juga memerlukan kesehatan mental yang tinggi, terutama karena mereka juga dipersiapkan untuk berkecimpung dalam helping profession. Walaupun kesehatan mental merupakan hal yang penting untuk dimiliki individu yang berkecimpung dalam ranah ilmu psikologi, terutama karena nantinya akan terjun dalam

helping profession, namun ternyata tidak seluruh individu yang belajar psikologi memiliki kesehatan mental yang tinggi. Payne & Firtzh-Cozes, 1987; Helm, 1991; Guthrie & Black, 1997 dalam Tillet, 2003) menemukan bahwa ada peningkatan masalah psikiatris, yang dapat menyebabkan menurunnya kesehatan mental, pada helping profession, salah satunya psikolog. Masalah psikiatris lebih banyak dialami oleh individu pada helping profession dibandingkan individu yang bekerja pada profesi lain. Peningkatan masalah psikiatris tersebut antara lain berupa peningkatan kecemasan, depresi, bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Pada mahasiswa psikologi juga diketahui bahwa tidak seluruh mahasiswa psikologi memiliki kesehatan mental yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari salah satu kasus bunuh diri oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dengan inisial NM pada tahun 2008 yang diduga karena ia mengalami stress (detiknews.com, 2008). Di lingkungan mahasiswa psikologi, berdasarkan percakapan peneliti dengan beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, diketahui bahwa social support memengaruhi bagaimana perasaan mereka terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Mereka mengakui bahwa ketika sedang merasa kurang mendapatkan social support, terutama ketika sedang menghadapi masalah, mereka merasa tidak berharga, tidak penting bagi orang lain, serta tidak mampu untuk menjalani hidup lagi, hingga terpikirkan untuk melakukan bunuh diri. Namun, ketika mereka mendapat social support, mereka merasa bahwa mereka penting bagi orang lain serta ada orang yang peduli dengan mereka sehingga mereka lebih bersemangat untuk menyelesaikan masalah dan terutama tetap berusaha menjalani kehidupan. Goedeke (2007) juga menemukan bahwa dalam lingkungan mahasiswa psikologi, pemberian social support antar mahasiswa lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dari jurusan lain yang cenderung kompetitif dan individualis. Namun, tidak semua mahasiswa yang bercakap-cakap dengan peneliti merasa bahwa social support bagi mereka sudah cukup atau tinggi. Sebagian menyatakan bahwa social support bagi mereka cukup ketika sedang tidak ada masalah, sebagian menyatakan tetap cukup walaupun ada masalah, dan sebagian lagi menyatakan bahwa mereka tidak merasa cukup mendapatkan social support. Peneliti menemukan bahwa penelitian mengenai hubungan antara perceived social support dan self-esteem sebelumnya lebih banyak dilakukan pada remaja, seperti penelitian Tam et al., (2011) dan Tajbakhsh dan Rousta (2012) atau mahasiswa secara umum, seperti penelitian Teoh dan Nur Afiqah (2010) meski penelitian mengenai kedua variabel tersebut juga penting diteliti pada mahasiswa psikologi. Oleh karena itu. peneliti ingin meneliti mengenai bagaimana gambaran perceived social support dan self-esteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana serta hubungan di antara keduanya. Penelitian dilakukan di

Universitas Indonesia. Peneliti melakukan perbandingan perceived social support dan selfesteem berdasarkan angkatan atau tahun masuknya mahasiswa ke universitas. Perbedaan angkatan akan membedakan pengalaman mahasiswa dalam belajar psikologi sehingga diduga akan memengaruhi kualitas perceived social support dan self-esteem mereka. Ada lima masalah pada penelitian ini, yaitu : 1. Apakah terdapat perbedaan pada perceived social support, baik secara keseluruhan maupun yang bersumber dari keluarga, teman, dan significant others, pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan angkatan? 2. Apakah terdapat perbedaan pada perceived social support, baik secara keseluruhan, maupun yang bersumber dari keluarga, teman, dan significant others, pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan jenis kelamin? 3. Apakah terdapat perbedaan pada self-esteem mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan angkatan? 4. Apakah terdapat perbedaan pada self-esteem mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan jenis kelamin? 5. Apakah terdapat hubungan positif antara perceived social support dan self-esteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana? Tinjauan Teoritis Penelitian ini menggunakan definisi dari Shumaker dan Brownell (1984 dalam Zimet et al., 1988, hal. 31) yaitu an exchange of resources between at least two individuals perceived by the provider or the recipient to be intended to enhance the well-being or the recipient. Terdapat tiga kategori besar dari social support yang menentukan bagaimana pengukuran dilakukan, yaitu social connectedness, actual social support, dan perceived social support (Gottlieb, 1983; Barrera, 1986 dalam López & Cooper, 2011). Kategori yang digunakan dalam penelitian ini adalah perceived social support karena perceived social support merupakan prediktor yang lebih baik tentang status psikologis dibandingkan pengukuran social support secara objektif (Barrera, 1981; Brandt & Weinert, 1981; Sarason, Sarason, Potter, & Antoni, 1985; Schaefer, Coyne, & Lazarus, 1981; Wilcox, 1981 dalam Zimet et al., 1988). Perceived social support adalah apraisal kognitif dari individu mengenai social support yang mereka terima. Pengukuran perceived social support memfokuskan pada

apraisal dari seorang individu mengenai ada dan tidaknya dan/atau seberapa memadai dukungan yang diterima, terlepas dari apakah individu benar-benar menerima dukungan tersebut (López & Cooper, 2011). Usia, jenis kelamin, dan self-esteem merupakan beberapa faktor yang diketahui memiliki hubungan dengan social support. Berbagai penelitian menemukan bahwa social support, terutama yang diukur melalui perceived social support, memiliki hubungan positif yang signifikan dengan self-esteem, di antaranya adalah penelitian Teoh dan Nur Afiqah (2010) pada 200 mahasiswa pada tahap perkembangan dewasa muda, Tam, Lee, Har, dan Pok (2011) pada 460 remaja Malaysia, dan Tajbakhsh dan Rousta (2012) pada 1623 siswa SMA di Iran. Meehan, Durlak, dan Bryant (1993 dalam Moradi dan Funderbunk, 2006 dalam Tam et al., 2011) juga menemukan bahwa diketahui bahwa semakin tinggi self-esteem yang dimiliki individu, semakin tinggi pula perceived social support yang ia miliki. Definisi dari self-esteem yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi dari Rosenberg (1965 dalam Mruk, 2006, hal. 16) yaitu a positive or negative attitude toward a particular object, namely, the self. Terdapat dua pendekatan terhadap self-esteem yang akan membedakan bagaimana pengukuran terhadap self-esteem dilakukan, yaitu self-esteem global yang melihat evaluasi secara keseluruhan mengenai diri individu dan self-esteem yang melihat self-esteem pada domain spesifik (Heatherton, 2009). Baumeister, Campbell, Krueger, dan Vohs (2003) menyatakan bahwa intervensi pada self-esteem global lebih baik daripada selfesteem spesifik karena self-esteem global dapat lebih mengena secara afektif sedangkan intervensi yang dilakukan dengan self-esteem spesifik akan terbagi-bagi, berdasarkan aspek apa yang ingin diukur. Self-esteem diketahui memiliki hubungan dengan berbagai faktor berikut: 1) budaya, 2) usia, 3) jenis kelamin, 4) gen, 5) pola asuh orang tua. Dalam penelitian ini, faktor yang diteliti hubungannya dengan self-esteem adalah social support. Huurre (2000) menemukan bahwa pada perempuan maupun laki-laki yang mendapatkan skor lebih tinggi pada dukungan dari orangtua serta hubungan dengan teman memiliki self-esteem yang lebih tinggi. Social support juga ditemukan dapat meningkatkan keinginan untuk bergotong royong, serta perkembangan kognitif serta berkaitan dengan self-worth serta self-efficacy (Newcomb, 1990; Vaux, 1990 dalam Colarossi & Eccles, 2003). Self-worth (atau dalam Branden disebut sebagai self-respect yang berarti perasaan berharga dari seorang individu) dan self-efficacy yang merupakan dua aspek dalam self-esteem yang saling berkaitan menurut Branden (1992).

Metode Penelitian Tipe dan Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari perceived social support dan self-esteem serta korelasi antara keduanya sehingga termasuk penelitian deskriptif dan korelasional. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah 184 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang berasal dari jenjang sarjana program studi reguler dan paralel angkatan 2009 (55 orang), 2010 (39 orang), 2011 (40 orang), dan 2012 (50 orang). Range usia sampel adalah 17 sampai 22 tahun dengan modus 21 tahun. Sebanyak 155 orang sampel adalah perempuan dan 29 orang lainnya adalah laki-laki. Pemilihan dan pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada ketersediaan dan kesediaan sampel untuk mengisi kuesioner (Gravetter & Forzano, 2009). Alat Ukur yang Digunakan Perceived social support diukur dengan hasil adaptasi dari alat ukur Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang secara spesifik mengukur pandangan subjektif seseorang mengenai memadai atau tidaknya social support yang ia miliki (Zimet et al., 1988). MSPSS terdiri dari 12 item dengan tujuh skala yang kemudian dimodifikasi menjadi empat skala yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, dan (4) sangat setuju berdasarkan hasil uji keterbacaan. MSPSS memiliki tiga subskala yang merupakan kategori sumber dukungan, yaitu keluarga, teman, dan significant others. Setiap subskala memiliki empat item pertanyaan. Hasil dari uji reliabilitas dari alat ukur MSPSS secara keseluruhan mendapatkan koefisien reliabilitas 0,832 dan berbeda-beda antara subskala keluarga (0,898), teman (0,886), dan significant others (0,829). Hasil uji validitas item MPSS mendapatkan kisaran 0,266-0,617 untuk 12 item. Untuk mengukur self-esteem, digunakan hasil adaptasi alat ukur Rosenberg Self- Esteem Scale yang mengukur self-esteem global dan merupakan alat ukur unidimensional (Rosenberg, 1965). RSES terdiri dari sepuluh item dengan empat skala yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, dan (4) sangat setuju. Sepuluh item tersebut terbagi atas lima item yang menggambarkan diri secara positif dan lima item yang menggambarkan diri secara negatif. Hasil uji reliabilitas pada alat ukur RSES mendapatkan koefisien reliabilitas 0,839 sedangkan hasil uji validitas item pada sepuluh item berkisar antara 0,369 0,639.

Hasil Penelitian Hasil pengolahan data dari alat ukur MSPSS menhasilkan mean sebesar 37,261 (SD = 4,767) dengan range skor dari 21 sampai 48. Mean dan range skor yang didapatkan setiap subskala terangkum dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Gambaran Skor Subskala Perceived Social Support Subskala Range M (Dimensi) SD (Dimensi) Jumlah Item Keluarga 4 16 12,298 2,425 4 Teman 4 16 12,222 2,549 4 Significant Others 8 16 12,739 1,851 4 Hasil perbandingan mean perceived social support, baik secara keseluruhan maupun yang bersumber dari keluarga, teman, dan significant others berdasarkan angkatan, yang didapat melalui teknik One-Way Analysis of Variance (ANOVA) dapat dilihat pada Tabel 2. Tidak ada hasil yang signifikan dari perbandingan yang dilakukan. Hal ini menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada perceived social support, baik secara keseluruhan maupun yang bersumber dari keluarga, teman, dan significant others, antar tiap-tiap angkatan. Tabel 2. Perbandingan Perceived Social Support berdasarkan Angkatan Perceived Social Support Angkatan Keluarga Teman Significant Others Keseluruhan M SD M SD M SD M SD 2012 3,110 0,658 3,060 0,684 3,245 0,472 3,138 0,404 2011 3,118 0,434 3,181 0,601 3,081 0,443 3,127 0,344 2010 3,057 0,691 2,987 0,671 3,224 0,543 3,089 0,417 2009 3,022 0,611 3,009 0,596 3,177 0,401 3,069 0,419 Signifikansi F = 0,269 p = 0,848 F = 0,763 p = 0,516 F = 1,050 p = 0,372 F = 0,319 p = 0,812 Pada Tabel 3 dapat dilihat perbandingan mean perceived social support, baik yang bersumber dari keluarga, teman, maupun significant others, antara responden perempuan dengan laki-laki sebagai satu variabel terhadap variabel yang lain. Hasil yang signifikan didapatkan pada perceived social support yang bersumber dari teman dengan t(182) = 2,049, p < 0,05. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat perbedaan mean yang signifikan pada perceived social support yang bersumber dari teman antara responden perempuan dan lakilaki, sehingga dapat dikatakan bahwa perceived social support yang bersumber dari teman secara signifikan lebih tinggi pada responden perempuan dibandingkan laki-laki.

Tabel 3. Perbandingan Perceived Social Support berdasarkan Jenis Kelamin Perceived Social Support Jenis Kelamin Keluarga Teman Significant Others Keseluruhan M SD M SD M SD M SD Perempuan 12,37 2,303 12,38 37,47 4,499 1,882 37,47 4,499 Laki-laki 11,93 3,402 11,32 36,07 6,012 1,701 36,07 6,012 Signifikansi t = 0,877 p = 0,382 t = 2,049 p = 0,042* t = -0,255 p = 0,799 t = 1,438 p = 0,182 * Signifikan pada L.o.S 0,05 Gambaran self-esteem dapat dilihat dari nilai mean RSES responden, yaitu sebesar 29,168 (SD = 3,953) dengan range skor dari 15 sampai 40. Hasil ANOVA untuk mean selfesteem berdasarkan angkatan dapat dilihat pada tabel 4. Tidak ada hasil yang signifikan dari perbandingan yang dilakukan. Hal ini menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada self-esteem antar tiap-tiap angkatan. Tabel 4. Perbandingan Self-Esteem berdasarkan Angkatan Angkatan Self-Esteem Signifikansi M SD 2012 2,944 0,450 F = 1,496 2011 2,882 0,374 p = 0,217 2010 3,012 0,414 2009 2,849 0,332 Pada Tabel 5 terangkum perbandingan antara self-esteem berdasarkan jenis kelamin. Dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan adalah signifikan dengan t(182) = -2,057, p < 0,05. Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada self-esteem antara responden perempuan dan laki-laki, yaitu self-esteem secara signifikan lebih tinggi pada responden laki-laki dibandingkan pada perempuan. Tabel 5. Perbandingan Self-Esteem berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Self-Esteem Signifikansi M SD Perempuan 28,92 3,890 t = -2,057 Laki-laki 30,57 4,077 p = 0,041* * Signifikan pada L.o.S 0,05 Hasil korelasi antara perceived social support dan self-esteem adalah signifikan dengan koefisien korelasi r(182) = 0,274, p < 0,01 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived social support dan self-esteem pada

mahasiswa psikologi jenjang sarjana. Pada Tabel 6 dapat dilihat korelasi antara setiap subskala perceived social support dengan self-esteem. Tabel 6. Hasil Perhitungan Korelasi antara Subskala Perceived Social Support dengan Self-Esteem Variabel r Sig (p) Perceived Social Support Subskala Keluarga dengan Self-Esteem 0,256 < 0,001** Perceived Social Support Subskala Teman dengan Self-Esteem 0,151 0,021* Perceived Social Support Subskala Significant Others dengan Self-Esteem 0,162 0,014* * Signifikan pada L.o.S 0,05 ** Signifikan pada L.o.S 0,01 Pembahasan Dalam beberapa penelitian, seperti penelitian Teoh dan Nur Afiqah (2010) pada dewasa muda dan Tam et al., (2011) pada remaja, ditemukan bahwa perceived social support memiliki hubungan yang positif dengan self-esteem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana ditemukan hal yang sama. Secara umum, hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori dan penelitian yang telah dipaparkan di tinjauan pustaka. Peneliti belum menemukan adanya studi yang membandingkan perceived social support antar angkatan pada mahasiswa. Namun, peneliti memiliki asumsi bahwa semakin lama seorang mahasiswa mempelajari ilmu psikologi, maka semakin tinggi perceived social support mereka sehingga terdapat perbedaan mean yang signifikan pada kedua variabel jika dibandingkan berdasarkan angkatan. Asumsi tersebut didasarkan pada penelitian Goedeke (2007) yang menemukan bahwa mahasiswa psikologi memberikan dukungan satu sama lain lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dari jurusan lain yang cenderung kompetitif dan individualis. Asumsi peneliti tidak didukung hasil penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada perceived social support antar angkatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak adanya perbedaan tahap perkembangan antara setiap angkatan, walaupun terdapat perbedaan usia, seperti yang dapat dilihat dari mean setiap angkatan. Hal tersebut mengacu pada tahap perkembangan menurut Arnett (2000) yang menyatakan bahwa individu yang berusia 18 sampai 25 tahun berada pada tahap perkembangan emerging adulthood. Range usia responden pada penelitian ini adalah 17 sampai 22 tahun sehingga sebagian besar responden berada pada tahap perkembangan

emerging adulthood. Responden yang berusia 17 tahun diasumsikan tidak terlalu berpengaruh karena jumlahnya hanya 3 orang dari seluruh responden yang berpartisipasi. Selain itu, pada perceived social support secara keseluruhan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada antara perempuan dan laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan hasil dari berbagai penelitian lain, seperti penelitian Zimet et al. (1988) dan Colarossi dan Eccles (2003), namun sesuai dengan hasil penelitian Tam et al. (2011). Hal yang mungkin memengaruhi tidak signifikannya hasil ini adalah tidak seimbangnya jumlah responden perempuan dengan laki laki. Responden perempuan mencapai 84% sedangkan responden lakilaki hanya 16%. Selain itu subjek penelitian ini yang berasal dari Indonesia dan mungkin memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan penelitian yang dilakukan Tam et al. (2011) di Malaysia dibandingkan dengan penelitian Zimet et al. (1988) dan Colarossi dan Eccles (2003) yang dilakukan di Amerika Serikat. Jika ditinjau dari sumbernya, hanya perceived social support yang berasal dari teman yang secara signifikan berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perceived social support yang bersumber dari teman pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Hal ini mungkin terkait dengan temuan Colarossi (2001 dalam Tam et al., 2011) bahwa perempuan lebih berorientasi kepada teman dalam hal social support dan lebih puas dengan support yang didapatkan dari teman-teman dibandingkan dengan laki-laki. Peneliti juga memiliki asumsi bahwa akan ada perbedaan self-esteem antar tiap-tiap angkatan karena semakin tua angkatan mahasiswa, semakin tinggi pula self-esteem yang dimiliki. Hal ini didasarkan pada pernyataan Bandura (1997) serta Maddux dan Gosselin (2003 dalam Mruk, 2006) bahwa pembelajaran dapat meningkatkan self-efficacy yang akan meningkatkan self-esteem. Selain itu, penelitian Goedeke (2007) menemukan bahwa mahasiswa psikologi melihat pendidikan psikologi dapat meningkatkan kesadaran mereka akan pilihan dan kesempatan dan ini meningkatkan optimisme akan kemampuan mereka. Hal ini juga terkait dengan peningkatan self-efficacy yang kemudian akan dapat meningkatkan self-esteem mereka. Sayangnya, peneliti belum menemukan penelitian yang secara langsung membandingkan self-esteem antar angkatan pada mahasiswa. Namun, dalam penelitian ini, asumsi peneliti tidak terbukti karena tidak ditemukan perbedaan self-esteem antar angkatan. Hal ini mungkin memiliki penyebab yang sama dengan tidak ditemukannya perbedaan perceived social support antar angkatan, yaitu tidak adanya perbedaan tahap perkembangan antara setiap angkatan dengan mengacu pada tahap perkembangan menurut Arnett (2000) yang menyatakan bahwa individu yang berusia 18 sampai 25 tahun berada pada tahap perkembangan emerging adulthood.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa self-esteem secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan temuan dari meta-analisis yang dilakukan oleh Major et al. (1999) pada 82.469 responden dari 226 studi. Hasil dari dua metaanalisis lainnya yang dilakukan oleh Kling et al. (1999) pada 97.121 responden dari 216 studi serta 48.000 responden dari Amerika Serikat untuk membandingkan self-esteem pada laki-laki dan perempuan juga menemukan hasil yang sama yaitu laki-laki memiliki self-esteem yang lebih tinggi daripada perempuan. Hasil utama dari penelitian ini sesuai dan mengkonfirmasi hasil dari penelitian Teoh dan Nur Afiqah (2010) dan Tam et al. (2011) dengan menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara perceived social support dan self-esteem. Hasil yang sama dapat disebabkan oleh kemiripan karakteristik subjek dari penelitian karena kedua penelitian tersebut dilakukan di Malaysia, dimana ada kemiripan nilai, yaitu nilai ketimuran dengan di Indonesia. Terlebih lagi dengan penelitian Teoh dan Nur Afiqah (2010) yang subjeknya adalah mahasiswa. Kekurangan dari penelitian ini adalah penggunaan pertanyaan pada kuesioner kualitas diri yang hanya dapat menggambarkan sosok sumber dukungan yang dimiliki responden tanpa menggali lebih jauh mengenai self-esteem ataupun aspek lain dari perceived social support. Selain itu, metode pengambilan data pada penelitian ini hanya melalui kuesioner. Pertanyaan secara kualitatif serta metode pengambilan data yang lebih bervariasi dapat membantu menggambarkan kedua variabel dengan lebih dalam dan menyeluruh. Melalui penelitian ini, self-esteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana diketahui dapat ditingkatkan melalui perceived social support. Walaupun begitu, penelitian mengenai perceived social support dan self-esteem pada populasi mahasiswa masih terbatas pada beberapa fakultas dan universitas. Manning (2007), dalam studinya pada konteks siswa di sekolah, menyatakan bahwa dibandingkan dengan membuat program yang secara khusus meningkatkan self-esteem, akan lebih baik jika sekolah membantu siswa meningkatkan kekuatannya lewat lingkungan yang suportif. Hal ini juga dapat diaplikasikan dalam kurikulum perkuliahan. Selain itu, walaupun mahasiswa psikologi, seperti yang ditemukan Goedeke (2007) telah memiliki dasar untuk saling mendukung satu sama lain yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jurusan lainnya, akan semakin baik jika hal tersebut difasilitasi, misalnya dengan intervensi psikoedukasi. Berdasarkan penelitian Brand, Lakey, dan Berman (1995), intervensi psikoedukasi berupa pelatihan kemampuan sosial dan cognitive reframing terkait diri dan hubungan sosial ternyata dapat meningkatkan perceived social support.

Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan penelitian ini adalah : 1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perceived social support, baik secara keseluruhan maupun yang bersumber dari keluarga, teman, dan significant others, pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan angkatan. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perceived social support, baik secara keseluruhan, maupun yang bersumber dari keluarga dan significant others, pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan jenis kelamin. Namun terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki pada perceived social support yang bersumber dari teman. Pada responden perempuan ditemukan perceived social support yang bersumber dari teman lebih tinggi dibandingkan pada responden laki-laki. 3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada self-esteem mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan angkatan. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada self-esteem mahasiswa psikologi jenjang sarjana berdasarkan jenis kelamin, yaitu responden laki-laki ditemukan memiliki self-esteem yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden perempuan. 5. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived social support dan selfesteem pada mahasiswa psikologi jenjang sarjana. Hal ini berarti semakin tinggi perceived social support seseorang, semakin tinggi pula self-esteem yang dimiliki. Saran Terdapat beberapa saran terkait penelitian ini, yaitu: 1. Untuk penelitian selanjutnya, metode pengambilan data dapat ditambah dengan pemberian pertanyaan kualitatif dan melakukan focus group discussion untuk memperkaya data yang didapat. 2. Penelitian selanjutnya dapat pula dilakukan dalam rangka membandingkan gambaran dan hubungan antara perceived social support dan self-esteem pada fakultas dan universitas lain. Perbandingan dapat dilakukan antar rumpun fakultas, seperti rumpun humaniora, ilmu eksakta dan kesehatan serta antara universitas swasta dan negeri. 3. Berdasarkan hasil penelitian, social support dapat bermanfaat jika dijadikan menjadi salah satu faktor yang diperhatikan dalam merancang kegiatan perkuliahan dan kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan karena memiliki kaitan dengan tingkat self-esteem.

Salah satu cara adalah mengadakan pelatihan yang mengutamakan tentang kemampuan sosial dan cognitive reframing terkait diri dan hubungan sosial. Daftar Referensi Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through the twenties, American Psychologist, 55(5), 469 480. Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J., & Vohs, K. (2003). Does high self-esteem cause better performance, interpersonal success, happiness, or healthier lifestyles? Psychological Science in the Public Interest, 4(1), 1-44. Brand, E. F., Lakey, B., & Berman, S. (1995). A preventive, psychoeducational approach to increase perceived social support, American Journal of Community Psychology, 23(1), 117-135. Colarossi, L. G., & Eccles, J. S. (2003). Differential effects of support providers on adolescents' mental health, Social Work Research, 27(1), 19-30. detiknews.com. (17 Desember 2008). Nova diduga bunuh diri karena nilainya anjlok. Diunduh dari http://news.detik.com/read/2008/12/17/122318/1055055/10/novadiduga-bunuh-diri-karena-nilainya-anjlok pada 19 Juni 2013. Engs, R. C. (1980). The drug-use patterns of helping-profession students in Brisbane, Australia, Drug and Alcohol Dependence, 6(4), 231-246. Gebauer, J. E., Riketta, M., Broemer, P., Maio, G. R. (2008). How much do you like your name?: An implicit measure of global self-esteem, Journal of Experimental Social Psychology, 44(5). doi: 10.1016/j.jesp.2008.03.016. Goedeke, S. (2007). Teaching psychology at undergraduate level: Rethinking what we teach and how we teach it, New Zealand Journal of Teacher s Work, 4(10), 48-63. Gravetter, F. J. & Forzano, L.B. (2009). Research Methods for the Behavioral Sciences. USA: Wadsworth Cengage Learning. Heatherton, T. F. (2009). Self-Esteem. In Oxford Companion to the Affective Sciences. (Hal. 357). Oxford: Oxford. Heppner, P. P., Casas, J. M., Carter, J., & Stone, G. L. (2000). The maturation of counseling psychology: multifaceted perspectives, 1978-1998. In S. D. Brown & R. W. Lent (Eds.), Handbook of counseling psychology (3rd ed.) (Hal. 3-49). New York: Wiley. Hunt, B. & Guindon, M. H. (2010). Alcohol and other drug use and self-esteem among young adults. In M. H. Guindon (Ed.), Self-esteem across the lifespan: Issues and intervention (Hal. 219-229). New York: Routledge. Huurre, T. (2000). Psychosocial development and social support among adolescents with visual impairment. Tampere: Tampere University. Kling, K. C., Hyde, J. S., Showers C. J., dan Buswell, B. N. (1999). Gender differences in self-esteem: A meta-analysis, Psychological Bulletin, 125(4), 470-500. Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: SAGE. Lakey, B. (2007). Social support and social integration. In M. Gerrard and K. D. McCaul (Eds.), Health Behavior Constructs and Measures. Diunduh dari cancercontrol.cancer.gov/brp/constructs/social_suppor/social_suppot.pdf pada 3 Mei 2013. López, M. L. & Cooper, L. (2011). Social support measures review: Final report. Los Angeles: National Center for Latino Children and Family Research.

Major, B., Barr, L., Zubek, J., & Babey, S. H. (1999). Gender and self-esteem: A metaanalysis. In W. B. Swann, J. H. Langlois, & L. A. Gilbert (Eds.), Sexism and stereotypes in modern society (Hal. 223-253). Washington, DC: American Psychological Association. Manning, M. A. (2007). Self-concept and self-esteem in adolescents, Principal Leadership (Middle School Ed.), 7(6), 11-15. Tajbakhsh, G. & Rousta, M. (2012). The effect of social support on self-esteem, Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(11), 11266-11271. Tam, C., Lee, T., Har, W., & Pok, W. (2011). Perceived social support and self-esteem towards gender roles: Contributing factors in adolescents, Asian Social Science, l7(8), 49-58. Taylor, S. E. & Brown, J. D. (1988). Illusion and well-being: A social psychological perspective on mental health, Psychological bulletin, 103(2), 193. Teoh, H. J., & Nur Afiqah, R. (2010). Self-esteem Amongst Young Adults: The Effect of Gender, Social Support and Personality, MJP Online Early, 5(2), 20-34. Tillet, R. (2003). The patient within- psychopatology in the helping professions, Journal of Continuing Professional Development, 9, 272-279. Vinokur, A., Schul, Y., & Caplan, R. D. (1987). Determinants of perceived social support: Interpersonal transactions, personal outlook, and transient affective states, Journal of Personality and Social Psychology, 53(6), 1137-1145. Wen, A.C. H. (2011). A study of self-esteem among UTAR psychology students. Selangor: Universiti Tunku Abdul Rahman. World Health Organization. (2010). Mental health: Strengthening our response. Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs220/en/ pada 11 Juli 2013. Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The multidimensional scale of perceived social support, Journal of Personality Assessment, 52(1), 30-41.