BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Moad, 2014 Pengembangan Kesadaran Demokrasi Dalam Organisasi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

PANDUAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN (ORMAWA) UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013

Pola Pengembangan Kemahasiswaan UNJ 2011

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

PROGRAM KERJA WAKIL REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN PEROIDE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan. Modul 1

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil enelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI LOKAL MELALUI KEBIJAKAN LEADER CLASS DI DAERAH CILACAP. Oleh : Ma rifani Fitri Arisa

KETETAPAN BADAN PERWAKILAN MAHASISWA NOMOR : 03/BPM FIK UI/III/2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

DINAMIKA KEMAHASISWAAN DAN ARAH KEBIJAKAN UNY DALAM PEMBINAAN KEMAHASISWAAN. Oleh Herminarto Sofyan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi pada era globalisasi saat ini menjadi pilar-pilar bagi

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEWARGANEGARAAN. Ruang Lingkup Mata Kuliah Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi : Etika Berkewarganegaraan. Rizky Dwi Pradana, M.Si PSIKOLOGI PSIKOLOGI

Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Finy F. Basarah, M.Si. Modul ke: Fakultas Ilmu Komputer

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

GARIS-GARIS BESAR PEDOMAN KERJA ORGANISASI PEMERINTAHAN MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2016 (GBPK OPM FT UM 2016)

2015 PERAN SOSIALISASI POLITIK ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLIITK MAHASISWA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakaniklim budaya sekolah yang penuh makna. Undang-Undang

Garis Garis Besar Haluan Program Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung Periode

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pedoman Organisasi Mahasiswa FOR/SPMI-UIB/PED

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di lahirkan sebagai suatu mahluk yang utuh dan mandiri, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erwin Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

UNDANG UNDANG DASAR KELUARGA MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA MUQADDIMAH

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat memahami yang diajarkan.pendidikan harus mendapat perhatian baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG TATA LAKSANA ORGANISASI KEMAHASISWAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketidak-konsistenan antara pendidikan dan keberhasilan kehidupan

Nomor: 10071/STKIP-AK/PGRI/SB/2012 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN ORGANISASI KEMAHASISWAAN DI STKIP PGRI SUMATERA BARAT KETUA STKIP PGRI SUMATERA BARAT

ANGGARAN DASAR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN 2015 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara memiliki tingkat penghidupan yang cukup dan mereka

TUGAS INI UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MENGENAI BAB I PENGANTAR MEMAHAMI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DIPERGURUAN TINGGI

GARIS BESAR HALUAN PROGRAM KELUARGA MAHASISWA ITB Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

A. Identitas Program Studi

DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/DIKTI/Kep/2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

Pasal 3 HMPF-ITB berkedudukan di Class Room 1.2 LABTEK VIII Institut Teknologi Bandung Kampus Ganesha.

ASOSIASI BADAN PENYELENGGARA PERGURUAN TINGGI SWASTA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Hasil FGD Kemahasiswaan. Rakernas Ditjen Belmawa2016

BAB I PENDAHULUAN. materi mengenai kehidupan politik suatu negara. Juga bertujuan untuk membentuk

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA KETETAPAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asep Mauludin Syahdani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam standar isi BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) 2006, disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dengan jelas. Perubahan tersebut diantaranya perubahan dalam

Draft : GBHP. Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Pengertian. 1.2 Landasan. 1.3 Tujuan. 1.4 Sistematika. Bab 2 Bidang-Bidang BP HIMATIKA ITB Periode

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi merupakan perubahan zaman apabila tidak bisa dihadapi dengan persiapan yang matang oleh bangsa Indonesia dihawatirkan akan merusak suatu tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Pengaruh globlisasi salah satunya ialah batas-batas wilayah negara bukan lagi hambatan bagi proses hubungan atau interaksi antarumat manusia disegala aspek kehidupan dan kepentingan. Globalisasi membawa perubahan yang besar dalam tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dewasa ini, tidak bisa ditampikkan bahwa Indonesia harus mengahadapi masalah yang sangat berat yaitu perubahan tatanan sosial, politik ekonomi, pertahanan negara dan lain sebagainya sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya perubahan yang terjadi pada lingkungan strategis global disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena perubahan tata nilai dalam kehidupan masyarakat global. Kekuatan yang lebih dahsyat adalah bahwa globalisasi itu akan mempengaruhi kehidupan dimanapun manusia hidup. Senada dengan uraian di atas, Kalidjernih (2009:118) menyatakan bahwa: Globalisasi dapat mendorong terbentuknya suatu budaya global baru yang lebih luas. Hal itu dapat berupa globalisasi budaya, dengan ditandai oleh aliran tanda-tanda, simbol-simbol dan globalisasi informasi diseluruh dunia dan reaksi terhadap aliran ini. Kekuatan ini memungkinkan jangkauan informasi yang luas sehingga dapat dikonsumsi lebih banyak orang. Ini berarti bahwa masyarakat diberbagai pelosok dunia bukan hanya berbagi pengetahuan melainkan juga berbagi masalah. Globalisasi membawa perubahan-perubahan di dalam tatanan kehidupan sosial yang disebut sebagai jiwa globalisasi yang dikemukakan oleh James, P. (2010) dalam Tilaar (2012:23) sebagai berikut : 1. Interkonektivitas khususnya melalui hubungan komunikatif elektronik. Dalam setiap momentum, baik dalam keadaan tatap muka maupun dalam isolasi kita secara individu merasa bagian dari dunia ini. 1

2 2. Kemungkinan yang diberikan teknologi yang telah membuat interkonektivitas usia baik secara praksis maupun dalam ide. 3. Adannya interkonektivitas dari manusia maka muncullah masalah keamanan karena kita berada ditengah masyarakat asing. 4. Keadilan dan demokratis merupakan hal yang imperatif dalam pengakuan hak asasi manusia. 5. Kemerdekaan, otonomi, dan transendensi. Kemerdekaan dan otonomi merupakan syarat mutlak untuk mengatasi keterbatasan dan penindasan. Demikian pula transendensi merupakan salah satu tuntutan hidup manusia yang mempunyai hak otonomi sendiri. Berdasarkan pendapat diatas bahwa sesungguhnya globalisasi membawa berbagai perubahan tatanan kehidupan yang disebabkan sebuah interkonektivitas hubungan komunikasi yang semakin mudah, interkonektivitas baik secara psikis maupun ide-ide. Perubahan tatanan kehidupan terebut akan berdampak pada sistem keamanan dalam sebuah negara, rasa keadilan, demokratis dan pengakuan hak asasi manusia, serta kemerdekaan dan otonomi individu. Indonesia telah memasuki sebuah kenyataan bahwa ekspansi proses transnasional dan fleksibilitas pergerakan populasi, kapital dan teknologi membawa tantangan terhadap kedaulatan dan eksistensi negara. Di satu pihak, kemajuan teknologi informasi dan pertukaran gagasan secara lintas batas. Di lain pihak, gerakan individu semakin fleksibel dan kurang loyal pada tempat. Kalidjernih (2007:94) mengemukakan kondisi ini lazim dijuluki sebagai crisis boundaries atau krisis batas-batas. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, dalam era global ini diperlukan suatu bentuk program pendidikan yang mampu mengakomodasi segala kecenderungan yang mungkin timbul sebagai akibat dari proses globalisasi. Peran lembaga pendidikan menempati posisi yang sangat strategis, dalam hal ini peran guru disekolah perlu mempersiapkan diri untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengajar. Pengetahuan dan keterampilan untuk mengajar yang harus dimilki pengajar menurut Merryfield (1990) dalam Wahab A. dan Sapriya (2011:238) meliputi: 1. Mengapresiasi perbedaan dan persamaan budaya termasuk cara mengajar keberagaman dan kesadaran akan perspektif. 2. Dunia sebagai sebuah konsep yang saling ketergantungan dan saling terkait.

3 3. Keberadaan siswa yang ada pada suatu tempat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hubungan orang dan organisasi global diseluruh dunia. Keterampilan yang dikemukakan diatas merupakan kemampuan (skill) dan pengetahuan dalam melakukan proses pembelajaran yang dimiliki oleh tenaga pengajar. Skill dan pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga pengajar meliputi pengetahuan akan keberagaman budaya, saling ketergantungan dan siswa dipengaruhi dan mempengruhi oleh orang dan organiasasi global. Oleh karena mengingat peran lemabaga pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya filterisasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi. Masalah utama yang sangat dirasakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi era global ini adalah keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan, baik dalam lingkup nasional ataupun internasional. Untuk mengatasi masalah tersebut tidak kalah pentingnya peran pemuda dan mahasiswa yang dianggap menjadi peran sentral sebagai sosok pemuda yang harus siap dan tanggap dalam memberikan kontribusinya untuk mengahadapi dampak dari globaisasi. Pemuda dan mahasiswa berkontribusi mencegah dampak negatif globalisasi melalui sebuah organisasi kepemudaan dan organisasi kepemudaan yang dipandang sebagai peran sentral pemuda. Organisasi merupakan suatu kesatuan yang didalamnya terdapat sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan berpengaruh, semuanya bergerak ke arah tujuan yang telah ditentukan. James (1996:6) mengatakan Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Hal senada dengan apa yang dikatakan oleh Sukanto dan Handoko (2000:5) menjelaskan bahwa organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja, pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan diantara pemegang peranan dan kemudian digabung kedalam berbagai bentuk hasil. Selanjutnya Muhamad, A. (2000: 23) mengungkapkan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan

4 sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Berdasarkan beberapa teori diatas maka dapat disimpukan bahwa organisasi merupakan suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang atau individu yang saling berinteraksi dan mempegaruhi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Organisasi merupakan suatu wadah kegiatan yang didalam pelaksanaannya memerlukan adanya suatu kerja sama dan saling hubungan antar anggota melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Dalam organisasi individu sebagai anggota mempunyai hubungan yang mendalam antara yang satu dengan yang lain. Hubungan itu dapat berupa hubungan pribadi antaranggota, maupun hubungan secara struktural dan hierarkis, sepeti antara orang atau individu yang menjadi pemimpin dan staf kelompok serta anggota biasa. Hubungan tersebut berdasarkan pembagian tugas antaranggota yang menuju suatu kepentingan bersama. Dalam organisasi tersebut terdapat adanya susunan pemimpin dan pembantunya atau stafnya, anggaran dasar dan rumah tangga yang semua itu menjadi acuan dan pedoman bagi anggota dalam melaksanakan kegiatan. Untuk dapat mencapai tujuan diperlukan suatu tata cara untuk bekerja. Organisasi merupakan keadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengkoordinasikan usaha-usaha yang mencapai tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang bersifat spesialisasi. Hubungan antaranggota dalam organisasi dan semua kegiatan didasarkan pada aturan yang sebelumnya sudah ditetapkan. Dengan berpedoman pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, struktur organisasi dan program kerja yang telah dibuat, para anggota secara bekerja sama dapat melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi tersebut. Dengan mengikuti organisasi dapat memperoleh manfaat terutama dalam menjalin hubungan dengan orang lain, karena dalam organisasi setiap anggota dituntut untuk saling berinteraksi dan bekerja sama satu dengan yang lain. Dalam organisasi terdapat adanya suatu hubungan atau interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain untuk melakukan suatu kerjasama demi tercapainya

5 suatu tujuan. Dengan adanya tuntutan tersebut organisasi pemuda dan kemahasiswaan dapat menjadi wahana untuk belajar dan pengalaman mahasiswa dalam menjalin hubungan atau berinteraksi dengan orang lain, sehingga berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan dan peningkatan kecerdasan serta integrasi kepribadian sebagai warganegara yang demokratis dan partisipasif melalui berbagai organisasi intra kampus dan organisasi kemasyarakatan dalam masyarakat, Universitas Negeri Semarang (UNNES) (2003: 65). Melalui kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan mahasiswa yang meliputi penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran serta upaya perbaikan kesejahteraan mahasiswa di perguruan tinggi. Sesuai dengan Kepmendikbud.155/U/1998 tentang pedoman organisasi mahasiswa dalam perguruan tinggi dalam keputusan ini yang dimaksud dengan organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi kemahasiswaan merupakan suatu wadah bagi sekelompok orang atau mahasiswa dengan suatu koordinasi yang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan kearah perluasan wawasan dan peningkatan kecerdasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara yang demokratis dan partisipasif melalui berbagai organisasi intra kampus dan organisasi kemasyarakatan dalam masyarakat. Organisasi intra kampus beperan aktif dalam mengambangkan wawasan dan kemapuan dalam berorganisasi dan sebagai pendukung teraksananya tridarma perguruan tinggi. Dari uraian diatas organisasi pemuda memiliki peran membina generasi muda agar menajadi warganegara yang baik disamping membina sikap, keteladanan, kepemimpinan, dan tanggungjawabnya sebagai warganegara yang

6 demokratis dan memiliki semangat kepeloporan serta menciptakan budaya organisasi demokratis dikalangan mahasiswa. Pemuda yang diharapkan ialah pemuda yang memiliki semangat juang yang tinggi, motivasi organisasi dan pembudayaan sistem demokrasi. Melihat dari peran serta organisasi kepemudaan telah ada organisasi kepemudaan yang secara riil melakukan peran dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat. Secara nyata organisasi kepemudaan itu juga mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan berdedikasi tinggi bukan hanya untuk tataran intern organisasinya, tetapi secara nyata tokoh organisasi tersebut juga banyak berkiprah dalam behidupan berbangsa dan bernegara. Organisasi kepemudaan berkiprah dalam konteks kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan politik nasional. Dengan demikian dalam abad modern yang ditandai oleh infrastruktur dan teknologi yang berkembang pesat, agar organisasi tetap dapat berperan dan eksis di tengah-tengah masyarakat maka harus melakukan fungsinya sesuai dengan landasan organisasinya masing- masing. Keberadaan organisasi mahasiswa memiliki peran yang sangat strategis dalam penanaman nilai-nilai kepemimpinan, lebih dari itu organisasi mahasiswa merupakan wadah aspirasi mahasiswa sebagai yang independen. Memahami dasar pemikiran oragnisasi mahasiswa dan serta dasar kepemimpinan mahasiswa dapat dirumuskan beberapa pemikiran yang dapat dijadikan bahan pengembangan organisasi mahasiswa dan peranannya di kampus dan masyarakat. Organisasi mahasiswa perlu secara terprogram kearah memperkuat nilai-nilai kepemimpinan. Untuk itu kepemimpinan tidak terbatas pada pimpinan formal lembaga kemahasiswaan, akan tetapi nilai kepemimpinan harus dikembangkan pada setiap individu mahasiswa sehingga memilki kesadaran akan potensi individu. Organisasi mahasiswa menjadi media pengembangan nilai kepemimpinan sehingga memungkinkan potensi kepemimpinan dapat dikembangkan tanpa terhambat oleh birokrasi keorganisasian. Oragnisasi mahasiswa menjadi aset perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas partisipasi mahasiswa dalam dalam menjalankan birokrasi organisasi kemahasiswaan. Oraganisasi mahasiswa merupakan sebuah wadah pendidikan kepemimpinan yang mendasari perilaku

7 manajerial sehingga pelaksanaan oeganisasi lebih terarah dan terograniasir. Intelektualitas dan profesionalitas hendaknya dijadikan sebagian sifat kepemimpinan mahasiswa dan yang perlu dipandang bahwa setiap mahasiswa memiliki potensi kepemimpinan, dengan demikian secara profesional harus dikembangkan dengan menggunakan lembaga ornganisasi kemahasiswaan sebagai media pengembangannya. Sesuai dengan misi pola pengembangan mahasiswa menyatakan mengembangkan idealisme dan suasana demokratis dalam kehidupan kemahasiswaan. Kultur yang dibangun dalam suasana kepemimpinan mahasiswa menciptakan iklim yang demokratis terutama mengenai peran yang positif terhadap organisasi. Secara pembiasaan suasana demokratis dapat dibangun dengan memberikan kesempatan terhadap pengurus dalam menyampaikan dan mengembangkan pemikiranya dalam setiap divisi kepengurusan organisasi. Secara kondisional upaya ini dapat dilakukan dengan penuh kesadaran, terencana, teratur dan terarah berkesinambungan untuk mewujudkan sikap tanggung jawab serta kesadaran demokrasi dalam berorganisasi. Mekanisme pemilihan pengurus dari ormawa merupakan sarana pengemabangan sikap demokrasi pada mahasiswa. Mekanisme ini merupakan ajang pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengemukakan pendapat secara rasional dan bertanggung jawab, menghargai orang lain yang mempunyai pandangan berbeda tanpa menimbulkan konflik dan permusuhan. Pembiasaan sikap demokratis dan rasional dalam kepengurusan oraganisasi mahasiswa ini berfungsi sebagai wadah pengembangan potensi yang dimiliki mahasiswa dan eksistensinya secara formal diakui oleh kampus. Kondisi yang diharapkan kondisi organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi adalah terjadinya sebuah keseimbangan proporsi kegiatan bidang kurikuler yang dilaksanakan mahasiswa. Lebih dari itu ormawa mampu melibatkan mahasiswa dalam mengembangkan aktualisasi diri serta meningkatkan daya saing mahasiswa dalam berbagai kompetensi melalau berbagai sarana yang diberikan oleh perguruan tinggi dalam mengembangkan program kerja ormawa. Iklim yang dibangun adalah iklim komunikasi yang dialogis antara perguruan tinggi dan pengurus ormawa dalam mengatasi permasalaahn yang dihadapi. Dari berbagai

8 kegiatan yang dilakukan akan adanya kesadaran mahasiswa bahwa posisi mereka sebagai dari bagian civitas akademika yang tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat perguruan tinggi. Dari berbagai program kerja organisasi yang dilakukan dapat meningkatkan tanggung jawab mahasiswa terhadap aturan, peningkatan kualitas diri baik sebagai individu maupun kelompok sehingga tercipta sebuah prestasi akademik yang membanggakan. Meningkatnya keterlibatan pembimbing kegiatan kemahasiswaan dalam membantu mahasiswa mengembangkan programprogram kemahasiswaan dan aktualisasi mahasiswa. Pembangunan bangsa yang demokrasi partisipatif diperlukan adanya suatu upaya dan proses pendidikan demokrasi yang sungguh-sungguh mengingat secara historis, bangsa Indonesia memiliki latar belakang sistem pemerintahan kerajaan yang berbeda dengan sistem demokrasi. Oleh karena itu, akan tejadi berbagai polemik dalam masyarakat yang dapat menggerus proses demokrasi di indonesia. Untuk menjaga eksistensi demokrasi di Indonesia perlunya penyelenggaraan pendidikan demokrasi yang terus-menerus dan berkesinambungan baik melalui lembaga persekolahan maupun melalui organisasi kemasyarakatan dan organisasi mahasiswa. Pembangunan bangsa seyogianya melibatkan berbagai komponen bangsa, baik pada tataran supra strukutur politik maupun infrastruktur politik, teoritis maupun praktisi, berbagai komponen pendidikan pada seluruh jenjang dan jenis, serta partisipasi seluruh warganegara dan bangsa. Dari seluruh komponen berpengaruh tersebut, komponen pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis. Pendidikan sebagai wahana transformasi budaya, nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan seni telah menjadi pusat untuk pembangunan sumber daya manusia baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Sejumlah bahan kajian dan mata pelajaranpun telah ditawarkan, baik yang berdasarkan pada kebijakan pemerintah untuk jangka waktu tertentu maupun berdasarkan pada tuntutan perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat. Bahan kajian yang telah menjadi program pendidikan dan ditawarkan di Indonesia yang tetap eksis hingga kini adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

9 Pendidikan kewarganegaraan memiliki dua istilah teknis, yaitu civic educatian dan citizenship education, sesuai dengan yang di utarakan oleh Cogan (1994) dalam Budimansyah D. ( 2012 : 44). Civic educatian dapat diartikan sebagai suatu mata pelajaran dasar yang diracang untuk mempersipkan warga negara muda agar nantinya menjadi dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan citizenship education mencakup pengalaman belajar di luar sekolah, baik dalam lingkungan keluarga, pengalaman dalam organisasi keagamaan, pengalaman dalam organisasi kemasyarakatan dan pengalaman melalui media yang membantu untuk menjadi warganegara seutuhnya. PKn sebagai kajian ilmu kependidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan warga negara yang cerdas, demokratis dan religius serta memiliki karakteristik yang multidimensional. Maka dari itu Winataputra (1999:23) mengemukakan bahwa PKn perlu dilihat dalam tiga kedudukan, yaitu: 1. PKn sebagai suatu bidang kajian ilmiah mengenai civic virtue dan civic culture yang menjadi landasan PKn sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan. 2. PKn sebagai program kurikuler yang memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius baik dalam lingkungan pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah, yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah sosial secara interdisipliner, sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang jernih dan bernalar serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. 3. PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun civic virtue dan civic culture melalui partisipasi aktif secara cerdas, demokratis dan religius dalam lingkungannya. Berdasarkan pendapat diatas bahwa kedudukan PKn sebagai suatu bidang kajian ilmiah yakni civic virtue dan civic culture, PKn sebagai program kurikuler yang memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius baik dalam lingkungan pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah dan PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun civic virtue dan civic culture melalui partisipasi aktif secara cerdas, demokratis dan religius. Berkaitan dengan kajian PKn dan kedudukan PKn diatas tersebut,

10 Muchtar (2000:6) mengemukakan bahwa mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan: Memiliki potensi yang sangat strategis sebagai pendidikan demokrasi, karena secara etismologis dikembangkan dalam tradisi citizenship education antara lain mengembangkan nilai demokrasi untuk menegakkan negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berpikir, bersikap dan bertindak demokratis. Dapat disimpulkan bahwa PKn adalah program pendidikan yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang berpikir, bersikap, bertindak, berkembang dan berinteraksi dengan cerdas, kritis analitis, berpartisipasi aktif dan bertanggungjawab terhadap diri, lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Mewujudkan warganegara yang menjiwai nilai-nilai demokrasi, budaya, hukum, keilmuan, serta watak yang bersemangat dan mewujudkan sikap demokratis dalam negara Indonesia yang religius, adil, beradab dan bersatu, bermasyarakat yang berkeadilan sosial. Oleh karena itu, fokus dan target utama dari pembelajaran PKn adalah pembekalan pengetahuan, pembinaan sikap perilaku, dan pelatihan keterampilan sebagai warga negara domokrasi dan taat hukum dalam kehidupan masyarakat madani. Disamping itu, PKn sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan disemua jenjang dan jenis sekolah secara pragramatik memiliki psyco-pedagogis, yaitu membina warganegara yang demokratis dalam ruang lingkup pendidikan di lembaga pendidikan fomal maupun formal. Sapriya dan Winataputra (2010:1.2) menyatakan bahwa tugas PKn dengan paradigma barunya mengembangkan pendidikan demokrasi mengembangkan tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intelegence), membina tanggungjawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic participations). Kedudukan PKn dalam konteks demokrasi adalah dalam rangka tranformasi nilai-nilai demokrasi sebagaimana pernah dikemukakan Toqueville, A. (1859), Branson (1998) dalam Wahab A. dan Sapriya (2011:41-44) bahwa

11 each generation is a new people that mush acquire the knowledge, learn the skills and develop disposition or trait of vrivate and public character that undergird a constitusional democracy. Hal ini menunjukakan bahwa betapa pentingnya proses pembelajaran bagi suatu generasi untuk mewarisi pengetahuan, keterampilan dan watak atau sifat karakter pribadi maupun publik demi tegaknya demokrasi konstitusi. Perilaku dan kultur demokrasi di oraganisasi dan masyarakat didasari oleh nilai-nilai demokrasi yang mengakui adanya hak bagi setiap individu. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Menurut Cipto (2002) dalam Taniredja (2009:59) nilai-nilai demokrasi meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antarwarga, rasa percaya (trust) dan kerjasama. Lebih lanjut menurut Dahl (1971) dalam Candra C. (2012:73) mengemukakan bahwa kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokrasi. Masyarakat yang demokrastis akan menjunjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan adanya sebuah jaminan perlindungan hukum terhadap kebebasan menyatakan pendapat baik individu maupun kelompok yang diatur oleh undang-undang. Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain. Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok. Kesetaraan diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warganegara. Rasa percaya antara politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kerjasama dalam hal kebajikan. Perilaku demokrasi warga negara merupakan sebuah bentuk internalisasi nilai demokrasi yang menujukan sebuah sikap kepekaan terhadap permasalahan sosial dan partisipasi demokratis warganegara. Kesadaran merupakan sikap dan perilaku mengetahui atau mengerti terhadap sebuah aturan dan memiliki ketaatan terhadap aturan serta ketentuan perundang-undangan. Kesadaran seseorang dapat berimplikasi terhadap cara

12 pandang seseorang berkaitan dengan dirinya maupun lingkugannya. Fraenkel (1940) dalam Djahiri (1985) dalam Candra (2011:75) mengatakan kesadaran adalah suatu tingkat kesiagaan individu pada saat ini stimulus internal dan eksternal, terhadap peristiwa dilingkungan dan sensasi tubuh, memori dan fikiran. Kesadaran seseorang dapat menjadikan seseorang berfikir tentang masa sekarang dan masa depannya dengan menjadikan masalalu sebagai pijakan dalam melangkah. Kemudian selanjutnya Widjaya (2006:83) mengatakan sifat kesadaran itu yaitu sebagai berikut: a. Kesadaran itu bersifat statis, yaitu sesuai dengan peraturan perundangundangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat. b. Kesadaran bersifat dinamis, yang menitikberatkan pada kesadaran yang timbul dari kesadaran moral, keinsyafan dari dalam dir sendiri yang merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa tanggung jawab. Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesadaran demokrasi merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa tanggung jawab yang menitikberatkan pada kesadaran yang timbul dari kesadaran moral, keinsyafan dari dalam diri sendiri untuk bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat. Dalam tatanan masyarakat yang lebih luas dan pemerintahan, demokrasi dilakukan dengan pemilih oleh rakyat, memalakukan pemilu yang bebas, adil dan bekerinambungan dengan tetep diberikan kebebasan untuk berasosiasi bagi setiap warganegara. Dalam menanggai fenomena sosial baik ditingkat lokal dan nasional mahasiswa selayaknya bersikap sebagai warga masyarakat akademis, sehingga citranya tetap sebagai civitas akademik. Fenomena bertolakbelakang yang terjadi ialah mahasiswa masih belum mencerminkan sikap sebagai insan akademis, yaitu memahami etika, tatacara berkomunikasi, penggunaan nalar dalam bertindak, pemahaman terhadap hak, tanggung jawab dan kewajibannya sebagaimana yang diharapkan, baik sebagai bagian dari masyarakat kampus, maupun sebagai warga negara Indonesia. Mahasiswa hendaknya tampil sebagai kekuasaan moral (moral force) yang menyuarakan hati nurani masyarakat (social conscience). Citra ini perlu dikukuhkan oleh perilaku mahasiswa pada umumnya, bukan hanya citra

13 sebagai demonstran yang menyuarakan sikap tidak setuju dan menetang tanpa menawarkan alternatif pemecahannya. Dalam menungkapkan ketidak setujuan atau penolakan, mahasiswa sebaiknya menyarankan hasil pemikirannya dalam bentuk alternatif jalan keluar pemecahan masalah. Pada umumnya, permasalahan pembinaan organisasi mahasiswa yang dikemukakan oleh Polbangwa (2006) bahwa kebijakan yang ada di berbagai perguruan tinggi saat ini mencerminkan keadaan yang relatif sama yaitu belum adanya keterpaduan antara kegiatan kurikuler dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kondisi ini jelas kurang kondusif untuk mendorong keterlibatan mahasiswa dalam kegaiatan ekstrakulikuler yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi diri mahasiswa. Pola pengemabangan mahasiswa (Polbangwa) (2006:6) mengemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi organisasi mahasiswa, meliputi: 1. Secara kuantitatif, masih sangat sedikit mahasiswa yang berminat pada program pengembangan penalaran dan kelimuan; bakat, minat, dan kemampuan; kesejahteraan; kepedulian sosial; dan kegiatan penunjang. 2. Ketika terjadi peristiwa yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, mahasiswa dengan cepat menunjukan sikapnya melalui protes yang cenderung reaktif dan sporadis. 3. Keterlibatan organisasi eksta perguruan tinggi secara langsung didalam kampus akan dapat berdampak pada pengkotak-kotakan mahasiswa yang selanjunya dapat mengakibatkan perpecahan dan konflik dikalangan mahasiswa. 4. Kesalah pengetian menafsirkan Kepmendikbud Nomer 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi sebagai pemberian kebebasan seluas-luanya kepada mahasasiswa tanpa memperhatikan kedudukan, fungsi dan tanggung jawabnya. Secara kuantitatif, masih sangat sedikit mahasiswa yang berminat pada program pengembangan penalaran dan kelimuan; bakat, minat, dan kemampuan; kesejahteraan; kepedulian sosial; dan kegiatan penunjang. Keadaan ini antaralain dilatarbelakangi oleh tingginya biaya perkuliahan yang mengakibatkan mereka ingin cepat selesai dan segera mencari pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu untuk dapat lebih banyak lagi mahasiswa, maka kegiatan kemahasiswaan selain ditujukan untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa, sebaiknya juga ditujukan untuk mengemangkan keahlian atau keterampilan yang

14 mendukung mereka untuk memudahkan dalam mencari kerja dan menciptakan kerja setelah lulus nanti. Mahasiswa yang berpartisipasi dalam organisasi mahasisswa (ormawa) intra perguruan tinggi jumlahnya relatif kecil, akan tetapi ketika terjadi peristiwa yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, mahasiswa dengan cepat menunjukan sikapnya melalui protes yang cenderung reaktif dan sporadis. Keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas semacam ini, di satu sisi bernilai positif karena mereka menunjukan tingkat kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Tetapi disisi lain bernilai negatif karena dalam mengekspresikan protesnya itu cenderung mengabaikan kaidah-kaidah akademik yang dijunjung tinggi oleh perguruan tinggi. Keterlibatan organisasi eksta perguruan tinggi terutama parpol secara langsung didalam kampus akan dapat berdampak pada pengkotakan mahasiswa yang selanjunya dapat mengakibatkan perpecahan dan konflik dikalangan mahasiswa. Keterlibata semacam itu jelas bertentangan dengan Kepmendikbud Nomor 155/U/1998, tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi dan Keputusan Dirjen Dikti Nomor 26/Dikti/kep/2002, tentang Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus atau Partai Politik dalam kehidupan kampus. Mahasiswa cenderung menafsirkan Kepmendikbud Nomer 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi sebagai pemberian kebebasan seluas-luanya kepada mahasasiswa tanpa memperhatikan kedudukan, fungsi dan tanggung jawabnya. Kesalah pengetian ini terjadi karena adanya aturan Kepmendikbud pasal 2, bahwa organisasi kemahasiswaan diperguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasisswa dengan memberikan peranan dan kekeluasaan yang lebih besar kepada mahasiswa. Padahal Kepmendikbud pada pasal 6 tersebut diatur bahwa derajat kebebasan mahasiswa intra perguruan tinggi terhadap perguruan tinggi ditetapkan melalui kesepakatan antara mahasiswa dengan pimpinan perguruan tinggi dengan tetap berpedoman bahwa pimpinan perguruan tinggi merupakan penanggung jawab segala kegiatan diperguruan tinggi dan atau mengatasnamakan

15 perguruan tinggi. Kesalahpengertian ini berdampak pada sikap mahasiswa yang merasa berhak untuk mengabaikan wewenang pimpinan perguruan tinggi untuk mengatur ormawa di kampus. Kesalahpahaman ini harus segera diatasi melalui proses audiensi dan berbagai kegiatan yang difasilitasi oleh perguruan tinggi. Dewasa ini peran pemuda atau mahasiswa terlihat sangat kurang berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan serta rendahnya partisipasi politik sebagai wujud dari kurangnya kesadaran demokrasi dan semangat kepeloporan yang dimiliki. Hal tersebut disebabkan oleh banyak aspek yang mempungaruhi terjadinya penurunan kesadaran pemuda atau mahasiswa akan peran sentral pemuda yang seharusnya memiliki kapasitas sebagai agen perubahan sekaligus monitoring terhadap isu atau fenomena yang sedang berkembang. Permasalahan nyata terjadi dikalangan mahasiswa ialah sikap apatis terhadap kepemimpinan mahasiswa dalam sebuah organisasi kampus. Fenomena ini berujung pada rendahnya tingkat jumlah mahasiswa yang mengikuti pemilihan ketua himpunan mahasiswa, rapat kepengurusan himpunan, sikap apatis ini juga berdampak pada rendah pertisipasi mahasiswa dalam organisasi. Fenomena lain juga terlihat pada rendahnya kepercayaan mahasiswa terhadap himpunan dalam upaya penyelesaian masalah kemahasiswaan. Mahasiswa lebih menganggap bahwa orasi dilapangan merupakan sebuah cara yang paling efisien menyelesaikan masalah diabandingkan dengan melakukan sebuah upaya diplomasi terhadap organisasi mahasiswa dan bahkan terhadap kampus. Walaupun pada dasarnya fenomena demonstrasi adalah hal yang lumrah dalam demokrasi, tapi demonstrasi merupakan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah itu yang dianggap keliru dalam proses demokrasi. Fenomena yang terjadi tersebut mencederai citra organisasi mahasiswa sebagai organisasi pelopor kepemudaan dan pemuda yang mengedepan diplomatis. Sehingga keberadaan organisasi mahasiswa dipandang sebelah mata oleh perguruan tinggi karena keberadaanya yang dirasakan membuat sebuah gerakan yang tidak mendukung kebijakan kampus. Padahal keberadaan sangat memiliki peran yang sangat strategis dalam kepeloporan pemuda dan idealisme pemuda serta pemikiran demokrasi.

16 Organisasi kemahasiswaan mempunyai peran yang sangat urgen dalam kehidupan negara kita ini. Salah satu peran yang urgennya adalah berupaya untuk membangun demokrasi yang sehat dan bersih dan dapat menunjukan aspek akademis dilandasi oleh nilai-nilai pancasila dan undang-undang. Organisasi kemahasiswaan yang ada saat ini tidak hanya ada dalam lingkup intern kampus tetapi dalam lingkup ektern kampus. Dalam UUNRI Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi (pasal 4) mengemukakan bahwa organisasi mahasiswa terdapat dalam lingkup intern pendidikan tinggi, dan juga terdapat di lingkungan ekstra perdidikan tinggi. Dalam konteks organisasi yang kampus, organisasi mahasiswa pastinya berupaya untuk mengembangkan dan membangun nilai-nilai demokrasi yang baik dan cerdas, berupaya untuk merubah pola fikir mahasiswa tentang pemahaman demokrasi. Organisasi kampus mengimplementasikan kesadaran demokrasi melalui kegiatan-kegiatan pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dengan tidak melakukan aksi yang radikal dan sporadis dan mengedepankan sisi akademis dan kompromi. Berdasarkan keterangan dari beberapa mahasiswa mengatakan bahwa himpunan mahasiswa secara umumnya masih belum bisa menaungi dan memecahkan berbagai permasalahan mahasiswa dan masih kurang optimalnya peran ormawa sebagai mediator yang baik antara mahasiswa dan kampus. Pandangan ini yang bapat berujung pada sikap apatis terhadap organisasi mahasiswa sebagai wadah aspirasi mahasiswa. Menurut peneliti masalah pembinaan organisasi mahasiswa merupakan bagian dari pendidikan kewarganegaraan dalam meningkatkan kualitas warganegara muda yang cerdas, demokratis, krits dan aspiratif. Pemuda bertanggungjawab terhadap negara dan pelaksanaan proses demokrasi di Indonesia dengan membangkitkan semangat kepedulian terhadap masalah sosial yang merupakan salah satu tugas PKn, khususnya PKn sebagai domain sosialkultural atau Pendidikan Kewarganegaraan di masyarakat (community civics). Atas pemikiran tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Kesadaran Demokrasi di Organisasi Mahasiswa

17 (Studi Kasus Pendidikan Kewarganegaraan di Badan Eksekutif Mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (IKIP PGRI) Pontianak). B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Ada beberapa identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Secara kuantitatif, masih sangat sedikit mahasiswa yang berminat pada program pengembangan penalaran dan kelimuan, bakat, minat, dan kemampuan, kesejahteraan, kepedulian sosial dan kegiatan penunjang. 2. Mahasiswa yang berpartisipasi dalam organisasi mahasisswa (ormawa) intra perguruan tinggi jumlahnya relatif kecil, akan tetapi ketika terjadi peristiwa yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, mahasiswa dengan cepat menunjukan sikapnya melalui protes yang cenderung reaktif dan sporadis. 3. Keterlibatan organisasi eksta perguruan tinggi secara langsung didalam kampus akan dapat berdampak pada pengkotak-kotakan mahasiswa yang selanjunya dapat mengakibatkan perpecahan dan konflik dikalangan mahasiswa. 4. Mahasiswa cenderung menafsirkan Kepmendikbud Nomer 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi sebagai pemberian kebebasan seluas-luanya kepada mahasasiswa tanpa memperhatikan kedudukan, fungsi dan tanggung jawabnya. Kesalah pengetian ini terjadi karena adanya aturan Kepmendikbud pasal 2, bahwa organisasi kemahasiswaan diperguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan kekeluasaan yang lebih besar kepada mahasiswa. 5. Kesadaran berdemokrasi perlu dibangun bagi setiap warganegara, yang salah satunya kesadaran berdemokrasi bagi mahasiswa baik dalam internkampus maupun eksternkampus. Dalam intern kampus sudah menjadi tugas dan tanggungjawab kampus dan organisasi kemahasiswaan. Sedangkan dalam eksteren kampus, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan pembinaan organisasi.

18 6. Peran organisasi kemahasiswaan sangat urgen dalam membina, mengembangkan dan membangun kesadaran demokrasi bagi mahasiswa sehingga membentuk mereka menjadi mahasiswa yang kritis dan cerdas dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa dan negara. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka fokus masalah penelitian ini yaitu Bagaimana Pengembangan Kesadaran Demokrasi dalam Organisasi Mahasiswa (Studi Kasus Pendidikan Kewarganegaraan di Badan Eksekutif Mahasiswa institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (IKIP PGRI) Pontianak).. Agar lebih terarah, maka fokus masalah di atas dirinci dalam beberapa submasalah yakni sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak? 2. Bagaiamana proses pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak? 3. Kendala apasaja yang dihadapi dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak? 4. Upaya apasaja yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang Pengembangan Kesadaran Demokrasi di Organisasi Badan Eksekurif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan, meliputi: 1. Untuk mengetahui kondisi kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. 2. Untuk mengetahui proses pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak.

19 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. 4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat baik secara kelimuan maupun secara empirik. Secara teoritik penelitian ini akan mengkaji Pengembangan Kesadaran Demokrasi di Organisasi Badan Eksekurif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagaimana diuraikan sebagai berikut : 1. Diketahuinya kondisi kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. 2. Diketahuinya proses pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. 3. Diketahuinya kendala yang dihadapi dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisasi Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. 4. Diketahuinya upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pengembangan kesadaran demokrasi dalam Organisas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP PGRI Pontianak. E. Struktur Organisasi Penulisan Tesis yang ditulis terdiri dari 5 bab, yakni: bab I tentang pendahuluan, bab II tentang tinjauan pustaka, bab III tentang metode penelitian, bab IV tentang hasil penelitian dan pembahasan dan bab V tentang simpulan dan saran. Untuk lebih jelasnya, pembahasan dari kelima bab ini secara singkat dijelaskan dibawah ini. Bab I tentang pendahuluan. Bab ini secara rinci mendeskripsikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis.

20 Bab II tentang tinjauan pustaka. Pada bab ini terbagi dalam beberapa sub bab yaitu: (1) Pengembangan kesadaran demokrasi, (2) Organisasi mahasiswa, (3) Pendidikan Kewarganegaraan, (4) Hasil penelitian terdahulu yang relevan. Bab III membahas tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, penjelasan istilah, teknik pengumpulan data, teknik analsis data dan jadwal penelitian. Bab IV membahas tentang hasil dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang simpulan dan saran. Pada bab ini dibagi menjadi dua sub bab yaitu:(1) Simpulan dan (2) Saran.