POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN RAKYAT DI NAD

dokumen-dokumen yang mirip
Ditulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

DAFTAR ISI. Hal LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO...

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB II TINJAUAN UMUM

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PENENTUAN ZONA PENGENDAPAN TIMAH PLASER DAERAH LAUT LUBUK BUNDAR DENGAN MARINE RESISTIVITY Muhammad Irpan Kusuma 1), Muhammad Hamzah 2), Makhrani 2)

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

KEGIATAN PEMETAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN POTENSI SUMBER DAYA MINERAL, BATUBARA DAN PANAS BUMI DI PROVINSI BANTEN (83.

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah lembaga pemerintahan yang bergerak dibidang pertambangan umum yang. dengan tugas dekonsentrasi dibidang pertambangan.

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

LAPORAN KERJA PRAKTIK : OLEH : SEPTA DIAN PERMANA DBD BOBBY STEVEND DBD KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN MANGAN DI KABUPATEN MANGGARAI, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

GAS BIOGENIK SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BAGI MASYARAKAT DAERAH TERPENCIL DI WILAYAH PESISIR SISTEM DELTA SUNGAI BESAR INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk. dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR KEPADA PT. ACEH TIMUR ENERGI DAN MINERAL

BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

PERTAMBANGAN TANPA IZIN (PETI) DAN KEMUNGKINAN ALIH STATUS MENJADI PERTAMBANGAN SKALA KECIL

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

PROSPEK PENGEMBANGAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG TIMAH DAN EMAS ALUVIAL

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

KESIAPAN DATA POTENSI PANAS BUMI INDONESIA DALAM MENDUKUNG PENYIAPAN WILAYAH KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era desentralisasi saat ini, pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada

Tambang Terbuka (013)

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. haves and the have nots. Salah satu sumberdaya alam yang tidak merata

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

Transkripsi:

POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN RAKYAT DI NAD Ditulis Oleh SAID AZIZ Selasa, 06 Januari 2009 Pusat Survei Geologi - Badan Geologi Dept. ESDM Bandung-Indonesia Dipresentasikan pada Temu Sinkronisasi Kerja Dinas Pertambangan dan Energi Se Provinsi NAD, Sabang 18 20 Mei 2004 Sari (abstrak) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak di jalur Patahan Sumatera bagian baratlaut. Jalur ini merupakan daerah mineralisasi yang cukup potensial, khususnya emas. Banyak perusahaan telah melakukan explorasinya pada masa orde baru, namun sampai sekarang belum ada yang berhasil sampai pada tahap penambangan, kecuali pertambangan emas plaser di S. Woyla, Aceh Barat.Emas plaser merupakan hasil erosi dari emas primer yang kemudian diendapkan di lembah, sungai, dan pantai di dalam sedimen Kuarter. Selama ini emas plaser banyak ditambang oleh masyarakat, terutama di sungai-sungai. Di Indonesia sampai saat ini baru empat tambang emas aluvial yang pernah beroperasi yaitu Monterado di Kalimantan Barat, Ampalit dan Kapuas di Kalimantan Tengah dan Woyla di Aceh (NAD). Pertambangan emas plaser itu terhenti karena banyaknya gangguan dari penduduk setempat. Diharapkan dimasa mendatang pemerintah daerah dapat menggiatkan lagi penelitian atau eksplorasi emas plaser di wilayahnya. Di era otonomi daerah, Pemda mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur dan melakukan usaha inventarisasi dan explorasi emas plaser di wilayahnya, yang akan membuka lapangan kerja baru bagi penduduk setempat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan, disarankan kepada Pemda agar dapat melokalisir daerah-daerah yang layak untuk dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan daerah yang bisa diperuntukkan kepada para investor. 1 / 5

1. Pendahuluan Hasil pemetaan geologi yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi, menunjukkan bahwa Indonesia yang terletak di jalur vulkanik banyak mengandung mineral bernilai ekonomis terutama emas. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung baratlaut Pulau Sumatera, dan berada pada jalur Patahan Sumatera merupakan daerah mineralisasi emas yang cukup potensial (Sunarya.Y., 1989 ; Peta 1). Pemineralan tersebut disebabkan oleh faktor geologi, dimana sebagian batuan bekunya mengalami mineralisasi. Banyak investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang pada masa pemerintahan Orde Baru melakukan explorasi emas primer di Prop. NAD. Namun belum ada satupun yang sampai pada tahap exploitasi. Ketidakberhasilan explorasi tersebut terutama disebabkan oleh faktor keamanan. Adapun investor yang melakukan explorasi emas plaser masih sangat terbatas, yaitu hanya dilakukan di Kr. Woyla, Kab. Aceh Barat. Hal ini bukan berarti bahwa endapan emas plaser di NAD tidak bernilai ekonomi, tetapi lebih banyak disebabkan oleh faktor keamanan yang dialami oleh para investor. Berdasarkan pengalaman mereka di daerah lain, banyak penambang lokal yang melakukan penambangan emas plaser di dalam konsesi pertambangan resmi, seperti di Kalbar, Kalteng dan Sulut. Dalam hal ini pemerintah daerah tidak bisa mengatasi masalah ini dengan baik. Adanya Undang-Undang Nomor. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, diharapkan PEMDA bisa lebih pro-aktif melakukan inventarisasi dan explorasi emas di wilayahnya. Perlu dilokalisir daerah mana yang mengandung emas yang bisa ditambang secara ekonomi. Data explorasi tersebut dapat juga digunakan oleh PEMDA untuk mendeliniasi dan menentukan Kawasan Pertambangan Emas Rakyat (WPR) untuk masyarakatnya, dan daerah lain yang jumlah cadangan emasnya cukup besar sehingga bisa diperuntukkan bagi para investor atau koperasi untuk dilakukan explorasi rinci dan exploitasi. Dengan adanya penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat yang didasarkan pada data explorasi diharapkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pertambangan emas rakyat dapat dikurangi. Selama ini kita melihat di berbagai daerah terutama di Kalimantan, Sulawesi Utara dan Sumatera bagian Selatan, banyak sekali Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang melakukan kegiatannya tanpa didasari data explorasi, sehingga memicu terjadi kerusakan lingkungan. Mereka hanya melakukan penambangan dengan perkiraan semata, dan jika tidak ditemukan emas di lokasi tersebut maka mereka pindah ketempat lain. Keadaan tersebut membuat kerusakan lingkungan menjadi semakin parah. Oleh karena itu explorasi emas plaser di daerah-daerah yang diperkirakan mengandung emas, sangat perlu dilakukan oleh Pemda setempat untuk mengetahui potensi bahan galian emas tersebut. 2. Metoda Penelitian dan Explorasi Emas diketahui terdapat hampir di seluruh Provinsi di Indonesia, sedangkan di Prop. NAD hanya dijumpai di beberapa daerah Kabupaten. Apabila di suatu wilayah terdapat emas primer, 2 / 5

maka dapat diperkirakan di sekitarnya juga akan ditemukan emas sekunder. Untuk mengetahui endapan emas sekunder tersebut mempunyai nilai ekonomi atau tidak, perlu dilakukan survey dan explorasi oleh para ahli geologi yang mempunyai pengetahuan tentang geologi Kuarter. Metoda Explorasi emas plaser sangat berbeda dengan explorasi emas primer, karena keterdapatan masing-masing berbeda. Emas primer terdapat didalam batuan yang keras seperti batuan beku, metamorf, maupun batuan sedimen. Sedang emas plaser terdapat didalam sedimen lepas yang belum kompak (Kuarter). Butiran emas yang terdapat pada sedimen itu mudah untuk digali/ditambang, sehingga biaya exploitasinya jauh lebih murah dibandingkan dengan exploitasi emas primer yang terdapat didalam batuan keras, yang prosesnya harus dihancurkan dulu. Pembentukan emas plaser dimulai dari proses pelapukan batuan yang mengandung emas primer, kemudian tererosi, terangkut oleh air, dan terakumulasi pada tempat-tempat yang lebih rendah dari batuan induknya. Para ahli geologi biasanya menemukan indikasi adanya emas plaser berdasarkan pendulangan oleh penduduk di sungai. Disamping itu para ahli geologi Kuarter juga dapat mengetahui adanya emas plaser di suatu daerah berdasarkan data keterdapatan emas primer di wilayah tersebut. Lembah-lembah dan sungai-sungai di sekitar lokasi emas primer kemungkinan besar akan mengandung emas plaser. Emas plaser yang dapat ditambang secara ekonomi, hampir seluruhnya terdapat di lembah, sungai, pantai dan sungai purba. Survey emas plaser pada tahap awal cukup dilakukan dengan pengambilan contoh pasir dari sungai dan lereng sungai, endapan undak dan pasir pantai. Kemudian contoh pasir tersebut di dulang untuk mendapatkan contoh mineral berat Heavy Mineral Concentrate (HMC) yang kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisa. Emas selanjutnya ditimbang dan kemudian dikalkulasikan secara matematis untuk mengetahui potensi kandungan emas pada contoh tersebut. Secara garis besar, dari hasil explorasi awal sudah dapat diketahui seberapa besar potensi emas plaser di wilayah tersebut, dan kemungkinannya untuk di explorasi lebih lanjut. Sekiranya potensi emas plaser di daerah tersebut cukup memberikan harapan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan explorasi lanjut yang lebih rinci. Berdasarkan hasil explorasi lanjut dapatkah ditentukan daerah tersebut mengandung emas plaser yang ekonomis untuk ditambang atau tidak. Kalau cadangan emas di daerah tersebut diperkirakan cukup besar, dan kadarnya lebih dari 200 mg/meter kubik, maka Pemda bisa mengalokasikan wilayah tersebut untuk ditambang oleh badan usaha milik daerah, koperasi, atau dijadikan sebagai wilayah pertambangan emas rakyat. Dengan demikian, Pemda mendapatkan tambahan pemasukan kas daerah atau PAD dari sektor pertambangan dan sekaligus membuka lapangan kerja baru dan mengurangi kerusakan lingkungan akibat pertambangan rakyat yang berpindah-pindah. 3. Metoda Penambangan Dalam melakukan penambangan emas skala kecil, perlu diketahui metoda apa yang cocok dilakukan disuatu daerah dan sesuai dengan keadaan sosial masyarakat setempat sehingga program tersebut dapat diterima oleh mereka. Karena meskipun bagaimana canggihnya suatu peralatan yang ada kalau tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat maka teknologi tersebut akan terhambat penerapannya. Berdasarkan pengalaman dalam mempelajari emas plaser diberbagai wilayah di Indonesia dan Afrika, maka metoda penambangan semi mekanis, sangat baik diterapkan di Provinsi NAD, diperkirakan akan mendapat respon yang baik dari masyarakat Aceh. Karena metoda ini sudah dilaksanakan oleh masyarakat penambang dibeberapa daerah di Indonesia dan sangat 3 / 5

ekonomis, karena bisa dilakukan dengan modal yang tidak begitu besar penambangan skala kecil serta mudah dioperasikannya. Yang penting dalam penerapannya kita harus benar-benar mendapat dukungan Pemda dan dari masyarakat di wilayah tersebut. Sebagian besar peralatannya bisa didapatkan di daerah Aceh dan sebagian kecil yang masih perlu didatangkan dari Jakarta. Pengoperasian peralatan penambangan ini bisa dilakukan oleh mereka yang tamatan STM atau orang yang mengetahui peralatan mesin. Dalam melakukan penambangan, tiap unitnya dioperasikan oleh satu kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang dan biasanya berkisar antara 5 sampai 8 orang. Dan tiap unit penambangan bisa menghasilkan emas 10-20 gram perhari tergantung dari kandungan emas yang terdapat didalamnya. 4. Pembahasan Keterdapatan emas disuatu wilayah tidak akan memberikan manfaat bagi Pemda sebelum emas tersebut dapat di tambang dengan ekonomis. Di era otonomi daerah sekarang ini Pemda mempunyai wewenang untuk mengelola wilayah sesuai dengan kepentingan daerahnya. Untuk memaksimalkan PAD sektor pertambangan, terutama pertambangan emas plaser, Pemda dapat melakukan survey dan explorasi untuk melokalisir wilayah yang mengandung emas. Datanya dapat disajikan kepada para investor, atau dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Karena teknik penambangan emas plaser cukup sederhana, dan modal yang diperlukan tidak terlalu besar, maka disarankan sistim penambangannya secara berkelompok atau koperasi. (Aziz, 2003) Untuk mencapai maksud tersebut diatas diharapkan Pemda bisa mengambil inisiatif untuk melakukan inventarisasi potensi endapan emas plaser di masing-masing wilayahnya, baik melalui Dinas Pertambangan Daerah atau konsultan pertambangan. 5. Kesimpulan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebenarnya kaya akan potensi bahan tambang terutama emas, akan tetapi karena kurangnya sumberdaya manusia menyebabkan wilayah tersebut belum dapat dikelola dengan baik. Di samping itu pula kurangnya informasi dan infra struktur yang memadai menyebabkan emas tersebut tidak diketahui oleh para investor, baik itu dari dalam negeri maupun asing. Oleh karena itu dalam otonomi daerah sekarang ini diharapkan Pemda bisa lebih proaktif melakukan inventarisasi sumberdaya mineral (SDM), terutama emas yang ada di wilayahnya. Kemudian ditindak lanjuti dengan survey dan explorasi untuk mengetahui secara umum potensi emas plaser. Dengan adanya kegiatan penambangan di daerah ini diharapkan akan dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakatnya dan juga untuk meningkatkan PAD dari sektor pertambangan. Khusus pertambangan emas plaser, Pemda dapat mengarahkan masyarakat untuk mengelola pertambangan emas plaser di suatu daerah dengan mudah, karena teknik penambangannya sangat sederhana dan modal untuk penambangan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pertambangan emas primer. Daftar Pustaka : Sunarya, Y., 1989, Overview of gold exploration and exploitation in Indonesia. Geol. Indo. V 12, n 1,345 357. Jakarta. Aziz, Said., 2003, Potensi Emas Plaser di Wilayah Timur Indonesia. Forum Litbang ESDN 4 / 5

2003, 244-152. Jakarta. Aziz, Said., 1995, The Quarternary Stratigraphy and Gold Placer Exploration In The Sintang Area, West-Kalimantan, Indonesia. Doc. Thesis Free University of Brussels. Aziz, Said., 1990, Quaternary geological mapping for evaluation of flacer gold prospect in Sintang C.O.W. area. Unpublish rep. PT. Kapuas Alluvial Jaya, Jakarta. Aziz, Said., 1988, Field report of progress on the Bangka drilling programme in the Sebalau Valley, Banyi area, West-Kalimantan, Indonesia. Unpublished report. PT. Dominion, Jakarta, Indonesia Australia Mining Cooperation. 5 / 5