2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

2015 PEMBELAJARAN PAI PADA PROGRAM AKSELERASI DI SD AR-RAFI BALEENDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendefinisian manusia dinyatakan Allah Swt. dalam Al-Qur an dengan

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan memajukan pendidikan di Indonesia telah dilakukan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan semua zaman. Di dalamnya terkandung nilai-nilai dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. menyadarkan manusia akan potensi-potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Erlangga, 2010), terj. Eka Widayati, hlm Jenny Thompson, Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, pada saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

...tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab (Q.S. Al An ām [6] : 38) 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

, 2015 MODEL PENDIDIKAN ISLAM BAGI LANSIA DI DAARUT TAUHIID BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN !"#$%&'

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa untuk mencapai

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Jakarta, 2003, hlm Hamzah B Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses belajar Megajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.

BAB I PENDAHULUAN. luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan nama benda-benda tersebut (Al-Baqarah : 31) lainnya adalah penekanannya terhadap masalah pendidikan (mencari ilmu).

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan makmur, maka diperlukan suatu pendidikan. Hal ini. ditegaskan pada pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat dianjurkan pelaksanaannya oleh Allah SWT. Islam juga memerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eni Suratmi Ningsih, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat untuk sesama, untuk lingkungan disekitarnya dan juga untuk

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Menurut Syahidin (2009, hlm. 19) manusia yang terlahir diciptakan oleh Allāh yang salah satu tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai khalīfaħ di muka bumi ini, hal tersebut seperti apa yang dijelaskan dalam surat Al- Baqaraħ ayat 30 sebagai berikut: Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalīfaħ di muka bumi : Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan khalīfaħ di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (Q.S. Al-Baqaraħ [2]:30). 1 * Ayat tersebut memberikan gambaran bahwa manusia dipercaya oleh Allāh untuk mengemban tugas sebagai khalīfaħ di muka bumi ini, untuk menjadi seorang khalīfaħ tentu manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan demikian terdapat perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya, yaitu manusia dianugerahi akal oleh Allāh SWT. Hal * Seluruh teks ayat al-qur`ān dan terjemahannya dalam skripsi ini dikutip dari software al-qur`ān in word versi 1.3 oleh Mohamad Taufiq yang disesuaikan dengan Al-Qur`ān dan Terjemahnya yang diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara penerjemah/penafsir al-qur`ān Departemen Agama RI yang didistribusikan oleh CV. Karya Utama Surabaya tahun 2000.

2 tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh Sauri (2006, hlm. 21) sebagai berikut: Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan rasional, karena ia memiliki akal. Akal adalah daya yang memberikan kemampuan bagi manusia untuk berpikir. Para ahli ilmu fisik menghubungkan akal dengan menunjuk kepada fungsi otak. Manusia memiliki otak yang lebih besar dibandingkan dengan binatang. Otak besar yang disebut dengan otak rasional karena memiliki kemampuan pada untuk berpikir, mempersepsi, memproses informasi, dsb. Agar potensi yang dimiliki oleh manusia bisa berkembang kepada tujuan yang benar, maka manusia memerlukan perawatan dan bimbingan dan salah satu cara untuk mengembangkan potensi manusia kearah yang positif yaitu melalui suatu upaya yang disebut al-tarbiyaħ, al-ta`dīb, al-ta līm, atau yang kita kenal dengan istilah pendidikan (Syahidin, 2009, hlm. 20). Hal inilah yang menjadikan alasan mengapa Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Majdi (2011) yang terdapat dalam surat Al-Taubaħ ayat 122 sebagai berikut: Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagaian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya (Q.S. Al-Taubaħ [9] :122). Kewajiban untuk menuntut ilmu tidak hanya dijelaskan dalam al-qur`ān tetapi juga dalam al-ḥadīṡ seperti yang diungkapkan oleh Sumarna (2009, hlm. 21) sebagai berikut:

3 Artinya: Dari Abdullāh bin Mas ūd, berkata: Rasūlullāh SAW bersabda: Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (HR. Ṭabrānī). Pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Kurniasih dan Tatang Syarifudin (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm.87) adalah sebagai berikut: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Kesuma dan Hendriyani (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 219) di Indonesia sendiri sudah terdapat Undang-Undang yang mengatur mengenai masalah pendidikan secara lengkap diantaranya ialah Pasal 31 Undang-Undang dasar 1945, Ayat 1: Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, Ayat 2: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Berkenaan dengan hal di atas, sudah jelas bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Pendidikan diberikan kepada anak bangsa yang sehat jasmani dan rohani serta sehat fisik dan mental bahkan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam kajian ini peneliti mengkhususkan pada anak berkebutuhan khusus (ABK) tunanetra. Menurut Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008, hlm. 1502) tunanetra adalah tidak dapat melihat atau buta. Jumlah penyandang tunanetra merupakan jumlah penduduk berkebutuhan khusus yang paling banyak terdapat di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang

4 dilakukan oleh Lynch (Mahmud, 2003, hlm. 16) menyimpulkan bahwa jumlah anak-anak berkebutuhan khusus sulit untuk dihitung secara pasti khususnya di Asia, hal ini disebabkan karena belum adanya tes yang baku untuk mendiagnosa dan mencari indikator-indikator kelainan, kurang lengkapnya dalam kajian kependudukan, serta kurangnya kekuasaan pemerintah yang melaporkan jumlah anak. Meskipun terjadi simpang siur mengenai jumlah penduduk di Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus, di bawah ini akan dijelaskan mengenai data jumlah populasi penduduk yang memiliki kebutuhan khusus di Indonesia yang di ambil dari beberapa situs sebagai berikut: Jumlah populasi penduduk yang memiliki kebutuhan khusus yang diungkapkan oleh Wibisono (2014)adalah sebagai berikut: Menurut Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN) dari kementrian sosial pada tahun 2010, menyebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berjumlah sebesar 11.580.117 orang dengan rincian 3.474.035 orang adalah tunanetra, 3.010.830 orang adalah tunadaksa, 2.547.626 orang adalah tunarungu, 1.389.614 orang adalah tunagrahita, dan 1.158.012 orang adalah penyandang disabilitas kronis. Penyandang disabilitas diperkirakan sekitar 4,8% penduduk Indonesia. Data lain mengenai jumlah penduduk yang memiliki kebutuhan khusus diungkapkan oleh Aravena (2013) adalah sebagai berikut: Menurut data dari Kementrian Republik Indonesia pada tahun 2011 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11% atau sebesar 6,7 juta jiwa. Data terbaru tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah tunanetra berjumlah 1.749.981 jiwa, tunarungu/wicara berjumlah 602.784 jiwa, tunadaksa berjumlah 1.652.741 jiwa, dan tunagrahita berjumlah 777.761 jiwa. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah populasi penyandang disabilitas laki-laki lebih banyak sekitar 57,96%. Berdasarkan data yang diperoleh di atas jumlah populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia tergolong cukup banyak. Pada kenyataannya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus di Indonesia masih

5 sangat sedikit yang bisa mendapatkan pendidikan. Hal tersebut berdasarkan data yang diungkapkan oleh Nugroho (2012) sebagai berikut: Berdasarkan data yang dilansir Pusdatin Kemensos tahun 2010 jumlah penyandang disabilitas mencapai angka 11.580.117 orang. Dari jumlah tersebut penyandang tunanetra menempati angka terbanyak yaitu 3.474.035 orang, sedangkan tunadaksa 3.010.830 orang, tunarungu 2.547.626, cacat mental mencapai 1.389.614, dan cacat kronis sejumlah 1.158.012 orang. Jumlah penyandang disabilitas mencapai 1,5 juta anak sedangkan hanya tersedia 1.500 SLB, dengan demikian sekitar 90.000 anak tidak terlayani pendidikannya. Pendapat senada mengenai sedikitnya anak yang memiliki kebutuhan khusus yang masih sedikit yang mendapatkan pendidikan diungkapkan oleh Wahman (2012) sebagai berikut: Berdasarkan survey yang dilakukan Departemen Sosial di 24 provinsi tercatat sebanyak 1.235.320 penyandang disabilitas, yang terdiri dari 687.020 penyandang disabilitas laki-laki dan 548.300 penyandang disabilitas perempuan. Sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD sebesar 59,9%, berpendidikan SD 28,1%. Hal yang memprihatinkan sekitar 89% tidak memiliki keterampilan, sehingga membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Kesuma dan Hendriyani (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 219) disebutkan dalam Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 ayat 2 yang menjelaskan bahwa warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Pasal 5 ayat 2 s.d ayat 4 dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 32. Meskipun secara perundang-undangan sudah diatur secara jelas mengenai kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI), namun pada kenyataannya anak yang memiliki kebutuhan khusus masih kesulitan mengakses pendidikan yang layak dan setara. Hal tersebut

6 disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang diungkapkan oleh Wibisono (2014) sebagai berikut: Beberapa faktor yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak dan setara diantaranya sekolah memberikan kriteria kesehatan yang sejatinya membedakan anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti kesehatan fisik. Sebagian besar pula menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak membutuhkan pendidikan formal. Selain itu juga dikarenakan kondisi ekonomi anak berkebutuhan khusus. Terlebih jika seseorang yang memiliki keterbatasan tersebut merupakan seorang muslim maka pendidikan agama Islam pun perlu untuk diberikan. Hal tersebut sudah sangat jelas terdapat dalam Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 ayat 1 dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Agama (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, hlm. 226). Permasalahan lainnya adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus mempunyai cara belajar yang berbeda dari anak yang lainnya. Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa guru di sekolah tidak dipersiapkan untuk menjadi seorang konselor terlebih lagi konselor bagi anak berkebutuhan khusus, dengan demikian pengetahuan guru tentang bimbingan dan konseling relative sedikit, demikian pula program yang khusus dirancang bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah belum tersedia (Mahmud, 2003, hlm. 4). Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat diketahui bahwa seorang guru harus mempunyai keterampilan khusus untuk bisa menangani anak berkebutuhan khusus agar tidak terjadi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Johnsen dan Skjorten (Mahmud, 2003, hlm. 26-27) mengemukakan syarat minimal kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki oleh guru spesialis adalah: memahami pendidikan luar biasa ditinjau dari segi filosofis, historis, maupun peraturan-peraturan resmi yang mendasarinya, karakteristikkarakteristik siswa, asesmen, diagnosis dan evaluasi, materi dan proses belajar mengajar, perencanaan dan pengelolaan lingkungan belajar mengajar, keterampilan dalam perilaku siswa dan interaksi social,

7 komunikasi, kerjasama dan kolaborasi, dan profesionalisme serta etika pelaksanaannya. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sulihandari (2013, hlm. 99-100) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa permasalahan mengenai pembelajaran PAI untuk siswa tunanetra diantaranya: Tidak adanya pelatihan khusus bagi guru untuk menangani anak berkebutuhan khusus dan tidak adanya pelatihan untuk belajar membaca huruf braille, hal tersebut mengakibatkan kurangnya keterampilan guru dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, keterbatasan waktu apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas, keterbatasan media yang dimiliki sekolah dan belum tersedianya buku PAI dalam bentuk braille, serta perlu adanya sikap hati-hati dalam menyampaikan materi pelajaran untuk menjaga perasaan tunanetra. Intelegensi anak tunanetra secara umum tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal tersebut dikarenakan anak tunanetra memiliki kemampuan diri untuk melakukan eksplorasi melalui indra peraba, sehingga secara mental mereka dapat menghubung-hubungkan bagian-bagian yang terpisah dari suatu objek atau benda menjadi suatu konsep utuh, akan tetapi apabila seorang guru tidak memiliki keterampilan untuk menangani anak berkebutuhan khusus akan mengakibatkan terjadinya kesulitan yang dialami oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran (Delphie, 2009, hlm. 144). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui dan memperoleh informasi lebih mengenai pembelajaran PAI bagi siswa tunanetra. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul mengenai MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA (Studi Deskriptif Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Tunanetra di SMPLBN-A Kota ). B. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: belum tersedianya program yang dirancang secara khusus bagi anak berkebutuhan khusus, kesulitan guru dalam pengelolaan

8 pembelajaran untuk menyampaikan materi PAI yang bersifat konkrit dan pemahaman kepada siswa tunanetra dikarenakan memiliki keterbatasan dalam hal penglihatan, dan belum adanya alat tes yang baku untuk mendiagnosa kemampuan intelegensi anak berkebutuhan khusus terkhusus bagi siswa tunanetra. Sehingga siswa tunanetra memerlukan pembelajaran secara khusus. C. Rumusan Masalah Adapun secara khusus dan operasional, masalah-masalah tersebut yang menjadi fokus dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung? 3. Bagaimanakah evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung? D. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunanetra. Adapun secara khusus dan operasional, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung. 2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung. 3. Mengetahui evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLBN-A Kota Bandung. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

9 Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif, berupa gambaran model pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) pada siswa tunanetra, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam pada siswa tunanetra. 2. Manfaat Praktis Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama orang-orang yang berhubungan dengan dunia pendidikan seperti: a. Bagi civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk para calon guru pendidikan agama Islam khususnya, dan umum bagi seluruhnya. b. Bagi mahasiswa Program Ilmu Pendidikan Agama Islam, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber literatur untuk penelitian selanjutnya yang masih terkait dengan tema skripsi ini. c. Bagi lembaga yang diteliti dapat memberi masukan bagi penyelenggara pendidikan atau sekolah, guru-guru pendidikan agama Islam dan pembuat kebijakan dalam penyusunan kurikulum pendidikan agama Islam dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak berkebutuhan khusus. d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam memahami proses pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak berkebutuhan khusus. e. Bagi Penulis, penelitian ini sebagai acuan untuk memperluas pemikiran dan pengalaman penulisan karya ilmiah sekaligus menjadi acuan dan refleksi untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus.

10 F. Struktur Organisasi Skripsi Agar pembahasan dalam penelitian ini mengarah kepada maksud yang sesuai dengan judul, maka pembahasan ini penulis menyusun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut: 1. BAB I membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II membahas tentang tinjauan teoretis mengenai model pembelajaran, konsep pendidikan agama Islam, dan teori yang berhubungan dengan model pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak berkebutuhan khusus dan siswa tunanetra. 3. BAB III membahas lokasi dan subjek penelitian, pendekatan yang digunakan, metode penelitian, teknik pengumpulan data, analisa data, dan uji keabsahan data. 4. BAB IV membahas hasil penelitian yaitu perencanaan pendidikan agama Islam, pelaksanaan pendidikan agama Islam, dan evaluasi pendidikan agama Islam di SMPLBN-A Kota Bandung tahun ajaran 2013-2014. 5. BAB V membahas kesimpulan dan rekomendasi dari seluruh aspek pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di SMPLBN-A Kota Bandung tahun ajaran 2013-2014.