ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kedua musim ini berpotensi menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB IV METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

BAB IV METODE PENELITIAN

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

III. METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB II METODE PENELITIAN

ESTIMASI DEBIT PUNCAK UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR PADA DAS JANGKOK MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

BAB III METODE PENELITIAN. data penelitiannya. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali

BAB III METODE PENELITIAN

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

IDENTIFIKASI ZONA GENANGAN BANJIR KOTA MAKASSAR BERBASIS SIG

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB III METODE PENILITIAN. Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

BAB II STUDI PUSTAKA

Transkripsi:

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM 2 Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM sigit@geo.ugm.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan citra penginderaan jauh dalam menyadap informasi yang berperan dalam pemetaan zona rawan banjir, memetakan sebaran zona rawan banjir dan menghitung debit puncak banjir yang terjadi di sub DAS Celeng. Citra penginderaan jauh yang digunakan adalah citra Quickbird dengan yang direkam tahun 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penginderaan jauh dengan pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang untuk memberikan skor dan bobot setiap parameter kerawanan banjir genangan. Teknik tumpangsusun (overlay) peta digunakan untuk menghasilkan peta zona rawan banjir genangan. Perhitungan debit puncak banjir dilakukan menggunakan metode rasional yaitu Q = 0,278 x C x I x A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona rawan banjir genangan di sub DAS Celeng terbagi menjadi empat kelas kerawanan banjir yaitu kelas rawan, kelas cukup rawan, kelas tidak rawan dan kelas sangat tidak rawan. Zona rawan banjir tersebut tersebar di sisi kanan dan kiri sungai Celeng yang meliputi desa Selopamioro, desa Sriharjo, desa Karangtengah, desa Girirejo, desa Karangtalun, desa Imogiri dan desa Wukirsari dengan luas mencapai 2,31 km2. Berdasarkan perhitungan, debit puncak sub DAS Celeng adalah 108,78 m3/detik. Kata kunci: Zona rawan banjir, Banjir, Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografi PENDAHULUAN Banjir didefinisikan sebagai peristiwa meluapnya air sungai dari batas tebing sungai sebagai akibat naiknya debit air sungai dalam waktu relatif pendek (Djojosoeharto 1970, dalam Widiastuti 2002). Besarnya banjir yang terjadi di suatu daerah tergantung dari beberapa faktor penyebab banjir, yaitu curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, infiltrasi tanah dan kerapatan aliran yang saling berinteraksi di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah suatu wilayah dataran yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Kodoatie dan Sugiyanto 2002, dalam Wulandari 2010). Bencana banjir pernah terjadi di sub daerah aliran sungai Celeng pada 17 Januari 2012 sebagai akibat dari kiriman air deras dari perbukitan di wilayah Imogiri dan Dlingo. Sungai Celeng meluap dan merendam empat dusun di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Luapan air sungai itu sempat merendam kantor Kepolisian Sektor Imogiri dan memutus akses jalan menuju pemakaman Raja Mataram di Wukisari, atau di dekat Jembatan Celeng (Koran Tempo, 20 Januari 2012). Penelitian mengenai zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi. Salah satu keuntungan menggunakan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi adalah dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga sehingga penelitian mengenai kerawanan banjir dapat berlangsung efektif dan efisien. Penggunaan data penginderaan jauh berupa citra satelit Quickbird mampu menyadap beberapa parameter penyebab banjir. Untuk membuat pemodelan spasial zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng digunakan sistem informasi geografi. 365

TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : Menganalisis peranan citra penginderaan jauh dalam menyadap informasi yang berperan dalam pemetaan zona rawan banjir. Memetakan sebaran zona rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng. Menghitung debit puncak banjir yang terjadi di sub daerah aliran sungai Celeng METODE Alat Seperangkat komputer untuk pengolahan data dan penulisan laporan. Software ENVI 4.5, Arc GIS 9.3, SPSS 17, Microsoft Office untuk pengolahan dan analisis data. Peralatan lapangan meliputi: o GPS (Global Positioning System) o Pita ukur o Kamera digital o Alat tulis o Lembar pengisian data lapangan Bahan Citra Satelit SRTM liputan Jawa tahun perekaman 2004. Citra Satelit Quickbird liputan Kabupaten Bantul tahun perekaman 2010. Peta Administrasi Kabupaten Bantul Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1 : 25.000 Lembar 1408-222 Imogiri, Edisi I 1999. Peta Jenis Tanah Daerah Aliran Sungai Oyo. Data curah hujan dan jumlah hari hujan stasiun hujan Jetis (Sumberagung), Pundong, Gedongan, Dlingo, Piyungan, Sewon (Gandok), Ngental, Playen, Patuk (Pengkok) dan Nglipar (Kedung Keris) tahun 2003-2012. Data titik koordinat stasiun hujan Jetis (Sumberagung), Pundong, Gedongan, Dlingo, Piyungan, Sewon (Gandok), Ngental, Playen, Patuk (Pengkok) dan Nglipar (Kedung Keris). Tahapan Pengolahan Data A. Digitasi Pada tahap pengolahan data terdiri dari beberapa kegiatan berupa : Digitasi merupakan proses konversi data spasial format raster ke dalam format digital, tetapi pada penelitian ini, kegiatan digitasi bertujuan untuk membatasi sub DAS Celeng dan sub-sub DAS Celeng, pembuatan peta kemiringan lereng dan pembuatan peta penggunaan lahan. Kegiatan digitasi sub DAS dilakukan berdasarkan garis kontur. Proses digitasi dilakukan pada garis kontur yang 366

merupakan igir-igir pegunungan sebagai batas dari sub DAS. Kegiatan digitasi penggunaan lahan dilakukan menggunakan citra Quickbird tahun 2010 berdasarkan kenampakan obyek pada citra dan diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan menurut Meijerink (1970). Peta kemiringan lereng diperoleh dari hasil ekstraksi DEM citra satelit SRTM dan diklasifikasikan kelas kemiringan lerengnya berdasarkan klasifikasi Zuidam (1979), CSR/FAO dan Staff (1983) untuk analisis kerawanan banjir, sedangkan klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan untuk analisis debit puncak diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi menurut metode Cook. B. Masukan Data (Input Data) Pengolahan data pada tahap ini berupa memasukkan data untuk pembuatan peta tematik yang digunakan sebagai analisis kerawanan banjir dan analisis debit puncak. Data masukan analisis kerawanan banjir genangan dan debit puncak diantaranya data curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir stasiun hujan di sekitar sub daerah aliran sungai Celeng, jumlah hari hujan dan titik koordinat stasiun hujan. Rata-rata dari curah hujan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dan titik koordinat stasiun hujan digunakan untuk pembuatan peta isohyet curah hujan sedangkan jumlah hari hujan digunakan untuk analisis debit puncak banjir. Data jenis tanah Daerah Aliran Sungai Oyo digunakan sebagai masukan data dalam pembuatan peta infiltrasi. Peta infiltrasi diperoleh dari hasil pendekatan jenis tanah. Peta kerapatan aliran diperoleh dari hasil perbandingan antara panjang sungai pada sub daerah aliran sungai (km) dengan luas sub daerah aliran sungai (Km2). Data masukan untuk menghitung besarnya debit puncak adalah data koefisien aliran, data intensitas curah hujan (mm/hari) dan luas sub-sub daerah aliran sungai. Koefisien aliran diperoleh dari hasil analisis kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran. Kemiringan lereng merupakan hasil digitasi dari ekstraksi DEM SRTM, infiltrasi diperoleh dari pendekatan jenis tanah pada sub-sub daerah aliran sungai, penutup vegetasi diperoleh dari interpretasi kondisi penutup vegetasi pada masing-masing penggunaan lahan dan kerapatan aliran diperoleh dari perbandingan panjang sungai di setiap sub-sub DAS dengan luas sub DAS. C. Analisis Data Kegiatan analisis data yang dilakukan meliputi analisis data spasial dan data atribut untuk memperoleh informasi baru. Analisis data berupa proses tumpangsusun (overlay). Tumpangsusun (overlay) adalah penggabungan antara dua atau lebih data grafis sehingga diperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan gabungan dari beberapa data grafis masukan. Peta kerawanan banjir diperoleh dari hasil tumpangsusun (overlay) parameter kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, penggunaan lahan dan curah hujan. Tumpangsusun (overlay) dilakukan pula untuk menghitung koefisien aliran yang digunakan untuk analisis debit puncak. Parameter kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran dilakukan tumpangsusun (overlay) sehingga menghasilkan nilai total yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien aliran pada masing-masing sub-sub daerah aliran sungai. Klasifikasi kemiringan lereng pada peta kemiringan lereng dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan klasifikasi Zuidam (1979), CSR/ FAO dan Staff (1983) seperti pada tabel tabel 1. 367

Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng Sumber : Zuidam (1979), CSR/FAO dan Staff (1983) dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi infiltrasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi menurut Gunawan (1991) dan Suprojo (1993) seperti pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Infiltrasi Tanah Sumber : Gunawan (1991) dan Suprojo (1993) dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi kerapatan aliran didasarkan pada klasifikasi menurut Linsey (1959), Meijerink (1970) dan Ortiz (1977) seperti pada tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Kerapatan Aliran Sumber : Linsey (1959), Meijerink (1970) dan Ortiz (1977)dalam Kustiyanto (2004) Klasifikasi curah hujan didasarkan pada klasifikasi menurut Puslitbangtanak - Bogor (2002) seperti pada tabel 4. 368

Tabel 4. Klasifikasi Curah Hujan Sumber : Puslitbangtanak - Bogor (2002) dalam Widiastuti (2002) Peta penggunaan lahan dibuat dengan melakukan interpretasi citra Quickbird tahun perekaman 2010. Digitasi obyek pada citra Quickbird dilakukan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan menurut Meijerink (1970) seperti pada tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Penggunaan Lahan Sumber : Meijerink (1970) dalam Kustiyanto (2004) Kerawanan banjir genangan sub daerah aliran sungai Celeng dianalisis menggunakan metode pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang dengan memberikan skor dan bobot untuk setiap parameter kerawanan banjir. Setiap parameter diberikan skor 1 5. Bobot diberikan untuk masingmasing parameter sesuai besar pengaruhnya terhadap banjir. Bobot tertinggi diberikan pada para meter kemiringan lereng sedangkan bobot terendah diberikan pada parameter curah hujan dan penggunaan lahan. Besarnya faktor pembobot setiap parameter untuk analisis kerawanan banjir disajikan pada tabel 6. 369

Tabel 6. Faktor Pembobot Kerawanan Banjir Sumber : Widiastuti (2002) dan Kustiyanto (2004) Tingkat kerawanan banjir dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu kelas sangat rawan, kelas rawan, kelas cukup rawan, kelas tidak rawan dan kelas sangat tidak rawan. Klasifikasi kelas kerawanan banjir genangan disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Pembagian Tingkat Kerawanan Banjir Genangan Sumber : Hasil analisis skor dan bobot kerawanan banjir, 2013 D. Survei Lapangan Tahap survei lapangan merupakan tahap penelitian yang bertujuan untuk mencocokkan hasil akhir penelitian dengan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Kegiatan pencocokan hasil penelitian disertai dengan kegiatan lapangan berupa mengukur luas penampang sungai dan kecepatan aliran pada setiap sub-sub daerah aliran sungai Celeng untuk menghitung kapasitas saluran sungai, sehingga dapat dibuktikan kebenaran hasil penelitian dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Survei lapangan juga dilakukan untuk uji akurasi kemiringan lereng yang diperoleh dari citra SRTM dan uji akurasi hasil interpretasi penggunaan lahan yang diperoleh dari citra Quickbird tahun 2010. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Zona Rawan Banjir Genangan Sub Daerah Aliran Sungai Celeng Zona rawan banjir adalah suatu daerah yang memiliki potensi terjadinya banjir dalam jangka waktu tertentu. Peta zona rawan banjir genangan diperoleh dari hasil analisis beberapa parameter kerawanan banjir, diantaranya parameter kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, curah hujan dan penggunaan lahan. Peta kemiringan lereng sub daerah aliran sungai Celeng menunjukkan bahwa sub DAS Celeng didominasi oleh lereng agak curam dengan kemiringan lereng 16 25 % seluas 7,06 km2 yang tersebar di daerah hulu dan tengah sub daerah aliran sungai. Bagian hulu dan tengah daerah aliran sungai memiliki karakteristik topografi yang bergunung, sedangkan pada bagian hilir sub daerah aliran sungai Celeng memiliki karakteristik topografi yang cenderung datar. 370

Kelas kemiringan lereng datar (0-2 %) memiliki luas 2,42 km2 dengan persentase 9,8 %, kelas kemiringan lereng landai (3-8 %) memiliki luas 5 km2 dengan persentase 20,24 %, kelas kemiringan lereng miring (9-15 %) memiliki luas 5,54 km2 dengan persentase 22,43 %, kelas kemiringan lereng agak curam (16-25 %) memiliki luas 7,06 km2 dengan persentase 28,58 % dan kelas kemiringan lereng curam (> 25 %) memiliki luas 4,68 km2 dengan persentase 18,95 %. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah. Peta infiltrasi sub daerah aliran sungai Celeng menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di sub daerah aliran sungai Celeng memiliki laju infiltrasi yang baik. Laju infiltrasi yang terdapat di sub DAS Celeng hanya ada 2 (dua) macam yaitu laju infiltrasi baik dan sedang. Laju infiltrasi baik seluas 19,68 km2 dengan persentase 79,68 % dan laju infiltrasi sedang seluas 5,02 km2 dengan persentase 20,32 %. Laju infiltrasi baik tersebar meluas di bagian hulu dan tengah sub daerah aliran sungai, sedangkan laju infiltrasi sedang tersebar di bagian hilir sub DAS dan sedikit di bagian tengah sub DAS. Kerapatan aliran menunjukkan kemampuan sungai menyimpan air permukaan. Nilai kerapatan aliran diperoleh dari rasio panjang sungai setiap sub-sub daerah aliran sungai terhadap luas sub-sub daerah aliran sungai. Sub daerah aliran sungai Celeng memiliki 2 (dua) macam kriteria kerapatan aliran yaitu agak rapat dan sedang. Sebagian besar sub daerah aliran sungai Celeng memiliki kerapatan aliran dengan kriteria sedang dengan luas 14,68 km2 dan persentase 59,43 % sedangkan untuk kerapatan aliran dengan kriteria agak rapat seluas 10,02 km2 dengan persentase 40,57 %. Curah hujan mempengaruhi potensi terjadinya banjir genangan di suatu daerah. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi maka potensi terjadinya banjir juga tinggi, sedangkan daerah yang memiliki curah hujan rendah maka potensi terjadinya banjir di daerah tersebut juga rendah. Berdasarkan peta isohyet hasil analisis sistem informasi geografi, sub daerah aliran sungai Celeng memiliki curah hujan dengan kriteria kering yaitu curah hujan sebesar 1.501 2.000 mm/th. Penggunaan lahan di suatu daerah erat kaitannya dengan besarnya limpasan permukaan yang mempengaruhi genangan. Penggunaan lahan di sub daerah aliran sungai Celeng merupakan hasil interpretasi citra satelit Quickbird tahun perekaman 2010. Sub daerah aliran sungai memiliki penggunaan lahan dominan yaitu tegalan yang memiliki luas 9,56 km2 dengan persentase 38,7 % sedangkan penggunaan lahan dengan luas terkecil adalah lahan terbuka dengan luas 0,05 km2 dan persentase 0,16 % dari total luas sub daerah aliran sungai Celeng. Peta zona rawan banjir genangan diperoleh dari hasil tumpangsusun parameter-parameter kerawanan banjir yaitu kemiringan lereng, infiltrasi, kerapatan aliran, curah hujan dan penggunaan lahan. Banjir terjadi karena adanya peningkatan debit air sehingga sungai tidak mampu menahan debit air, oleh sebab itu sungai meluap dan airnya menggenangi daerah sekitar. Pada umumnya daerah yang memiliki potensi banjir sangat tinggi memiliki kemiringan lereng datar. Berdasarkan analisis sistem informasi geografi, diperoleh hasil bahwa sub daerah aliran sungai Celeng memiliki 4 (empat) kelas kerawanan banjir yaitu kelas sangat tidak rawan, kelas tidak rawan, kelas cukup rawan dan kelas rawan. Sebagian besar wilayah di sub daerah aliran sungai Celeng termasuk dalam kelas tidak rawan banjir dengan luas wilayah 14,55 km2 dan memiliki persentase 58,91 % dari total luas keseluruhan wilayah sub daerah aliran sungai Celeng. Daerah rawan banjir di sub daerah aliran sungai Celeng seluas 2,31 km2 dengan persentase 9,35 %. Hasil pemetaan kerawanan banjir disajikan pada gambar 1. Pemetaan Zona Rawan Banjir Limpasan Sub Daerah Aliran Sungai Celeng Zona rawan banjir limpasan merupakan suatu daerah yang berpotensi terjadi banjir limpasan air permukaan dalam waktu tertentu. Pembuatan peta zona rawan banjir limpasan dilakukan dengan menggunakan metode Cook. Metode Cook mempertimbangkan parameter kemiringan lereng, infiltrasi, penutup vegetasi dan kerapatan aliran. Kemiringan lereng sub DAS Celeng berdasarkan metode Cook menunjukkan bahwa sebagian besar sub daerah aliran sungai Celeng didominasi oleh relief perbukitan seluas 12,64 km2 dengan persentase luas sebesar 51,17 %. Hasil pemetaan kerawanan banjir limpasan disajikan pada gambar 2. 371

Gambar 1. Peta Zone Rawan Banjir Genangan Sub-DAS Celeng Gambar 2. Peta Zone Rawan Banjir Limpasan Sub-DAS Celeng Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa debit puncak total sub DAS Celeng sebesar 108.78 m3/detik. Hal ini berarti ketika terjadi banjir, debit puncak total yang diperkirakan sebesar 108.78 m3/detik. 372

Uji Ketelitian Kemiringan lereng untuk analisis banjir genangan dan banjir limpasan metode Cook diperoleh dari hasil ekstraksi citra SRTM. Kemiringan lereng hasil ekstraksi SRTM tersebut sebaiknya dilakukan survei lapangan untuk mengecek seberapa besar tingkat ketelitian citra SRTM untuk ekstraksi kemiringan lereng. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat abney level dan perhitungan persentase kemiringan lereng, diperoleh hasil tingkat ketelitian citra SRTM untuk analisis kemiringan lereng sebesar 100 %. Hal ini berarti citra SRTM memiliki ketelitian yang tinggi untuk analisis kemiringan lereng di suatu daerah. Penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird tahun 2010 sebaiknya dilakukan uji ketelitian untuk membuktikan apakah hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan atau tidak. Hasil survei lapangan menunjukkan sebagian besar hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan, tetapi ada satu obyek yang berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird dimasukkan ke dalam kelas semak tetapi setelah dilakukan survei lapangan ternyata obyek tersebut adalah sawah. Berdasarkan analisis ketelitian hasil interpretasi citra Quickbird dapat diketahui bahwa tingkat ketelitian hasil interpretasi termasuk tinggi yaitu 93,33 %. Tingkat ketelitian interpretasi citra setiap orang berbeda-beda tergantung pengetahuan dan kemampuan orang tersebut untuk menginterpretasikan obyek yang tampak pada citra. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Citra penginderaan jauh mampu menyadap informasi mengenai parameter-parameter zona rawan banjir, seperti kemiringan lereng yang diperoleh dari ekstraksi DEM citra SRTM dengan tingkat ketelitian mencapai 100 % dan penggunaan lahan yang diperoleh dari interpretasi citra Quickbird dengan tingkat ketelitian sebesar 93,33 %. 2. Zona rawan banjir genangan di sub daerah aliran sungai Celeng berada di kanan dan kiri sungai Celeng utama pada bagian tengah dan hilir sub DAS dengan luas 2,31 km2, zona cukup rawan banjir sebagian besar berada di bagian hilir sub DAS dengan luas 6,47 km2, zona tidak rawan banjir sebagian besar berada di bagian hulu dan tengah sub DAS dengan luas 14,55 km2 dan zona sangat tidak rawan banjir memiliki luas 1,37 km2 yang berada di bagian hulu dan sedikit pada bagian hilir sub DAS dengan kriteria lereng curam. 3. Zona rawan banjir limpasan di sub daerah aliran sungai Celeng didominasi oleh kelas tidak rawan dengan luas 14,63 km2 yang tersebar di hulu, tengah dan hilir sub DAS Celeng, sedangkan kelas sangat tidak rawan seluas 0,46 km2 berada di hilir sub DAS Celeng dan kelas cukup rawan memiliki luas 9,61 km2 berada di hulu, tengah dan sedikit bagian hilir sub DAS Celeng. 4. Debit puncak total di sub daerah aliran sungai Celeng berdasarkan analisis menggunakan sistem informasi geografi adalah 108,78 m3/detik, sedangkan kapasitas saluran sungai sebesar 93,62 m3/detik. Saran-saran yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian ini adalah : 1. Pembuatan peta zona kerawanan banjir sebaiknya mempertimbangkan metode lain agar hasil kerawanan yang diperoleh lebih akurat. 2. Pengukuran debit sungai secara langsung sebaiknya dilakukan ketika sungai di setiap sub-sub DAS mengalirkan air dalam kapasitas sedang agar dapat dihitung kecepatan alirannya sehingga perhitungan debit dapat dilakukan di semua sub-sub DAS. DAFTAR PUSTAKA Banjir di Bantul Meluas ke Sungai Kecil.(http://www.ampl.or.id/digilib/read/banjir-di-bantul-meluas-kesungai-kecil/23938) Tanggal akses 19 Juli 2013 pukul 14:44 WIB 373

BPS Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012. Statistik Kecamatan Imogiri 2012. Bantul : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi Hidrologi. Yogyakarta : Jogja Mediautama (Anggota IKAPI). Kustiyanto, Eko. 2004. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir (Studi Kasus Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suhardiman. 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Sub Das Walanae Hilir. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar. Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset Yogyakarta. Widiastuti, Fitri. 2002. Aplikasi Citra Satelit Landsat Thematic Mapper Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Daerah Aliran Sungai Brantas Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus Di Kabupaten Tulungagung). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wulandari, Meyriska. 2010. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Zonasi Daerah Rawan Banjir (Studi Kasus Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah). Tugas Akhir Program Diploma. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 374