BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Menurut Jensen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. manajer dalam memilih kebijakan akuntansi yang mempengaruhi laba untuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Landasan teori merupakan penjelasan mengenai definisi teori

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa

PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan

BAB I PENDAHULUAN. individu, sosiasi atau organisasi bisnis yang terdiri dari neraca, laba rugi,

BAB I PENDAHULUAN. modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan didalam teori agensi bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara pihak agent dengan pihak principal. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. merupakan sebuah kontrak, dimana pemilik perusahaan (principal) tidak mampu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menyatakan bahwa teori keagenen mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Agency Theory

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan usahanya perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana, baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sebagai principal dan pihak manajemen sebagai agent. Pihak principal selaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Yustisia dan Andiyani, 2006). Jensen dan Meckling (1976) dalam Sunarto (2009)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keagenan mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha pada mulanya merupakan perusahaan perseorangan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang

RINGKASAN MATERI KULIAH EARNING MANAGEMENT

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menggambarkan hubungan kontrak kerjasama antara

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI dan UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan produk akuntansi yang menyajikan data-data

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VIII. No. 1 Tahun 2010 Hal EARNINGS MANAGEMENT DALAM HUBUNGAN KEAGENAN. Oleh: Amanita Novi Yushita*)

BAB I PENDAHULUAN. karena laporan keuangan memperlihatkan kondisi perusahaan pada tahun bersangkutan. Laporan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. penelitian ini sebagai berikut: Ulfah (2013) dan Sumomba (2012) melakukan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya dunia perekonomian di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah perusahaan yang dikeluarkan secara periodik oleh perusahaan, akan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya dunia ekonomi ditandai dengan banyaknya alternatif perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memenuhinya. Oleh sebab itu dibutuhkan pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan. keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman yang semakin pesat telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan. Informasi laba haruslah menggambarkan keadaan. laba untuk memaksimalkan kepuasan mereka sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Tujuan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. harus berupaya secara efisien dan efektif untuk mengelola perusahaan agar dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konflik manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika. terjadi karena adanya asimetri informmasi.

Bab 2 Telaah Pustaka dan Pengembangan Model

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. antara pihak pemilik perusahaan dengan pihak manajemen. Menurut Jensen dan

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keagenan muncul ketika pemilik perusahaan (principal) tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS. RMK Pertemuan 13 MANAJEMEN LABA OLEH: NI MADE KUSUMA AYUNI (32) PROGRAM EKSTENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. kredibilitas yang dijunjung tinggi, mempunyai kualitas bagus dan harus bisa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leverage, Dividend Payout Ratio dan Net Profit Margin terhadap Perataan. Laba membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai agent dengan pemilik modal sebagai principal. Teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di sini akan dijelaskan teori-teori yang mendukung dalam perumusan hipotesis

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keagenan antara principal dengan agent. Menurut Jensen dan Meckling

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah informasi laba dalam laporan laba rugi (Ningsaptiti,

BAB II DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN DAN MANAJEMEN LABA. Tujuan umum pelaporan keuangan adalah untuk memberi informasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Pemisahan yang terjadi antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan menimbulkan suatu konflik yang disebut dengan agency conflict (Ahmad dan Septriani, 2008). Biasanya ada tiga jenis konflik keagenan yang sering terjadi, yaitu: (1) Konflik antara pemegang saham dengan manajemen, (2) Konflik antara pemegang saham dengan pemegang hutang, dan (3) Konflik antara pemegang saham mayoritas dengan minoritas (Purwantini, 2011). Masdupi (2005) mengemukakan cara-cara untuk mengatasi masalah keagenan antara lain : 9

1) Meningkatkan kepemilikan manajerial. Dengan adanya kepemilikan saham maka manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga merasakan apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. 2) Pendekatan pengawasan eksternal. Pendekatan ini dilakukan melalui penggunaan utang. Adanya utang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajer karena perusahaan harus melakukan pembayaran atas bunga dan pokok pinjaman secara periodik serta mematuhi ketentuan pada perjanjian utang. 3) Institutional investor sebagai monitoring agent Adanya kepemilikan saham oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh intitusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya keagenan (agency cost) sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka. Eisenhardt (dalam Sam ani, 2008) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas 10

mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Dengan adannya asumsi sifat dasar manusia tersebut maka seorang manajer akan cenderung bertindak oportunis, yaitu lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dan hal tersebut memicu terjadinnya konflik keagenan. Teori ini memiliki asumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent (Usadha dan Gerianta, 2009). Oleh karena itu teori keagenan lebih menekankan pada penentuan kontrol yang efisiensi dalam hubungan pemilik dengan agen. Dengan demikian dibutuhkan kontrak yang efisien yaitu kontrak yang jelas untuk masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan kewajiban, dengan demikian dapat meminimumkan konflik keagenan. Konflik kepentingan antara agent dan principal dapat diminimalkan melalui beberapa cara antara lain pemberian insentif kepada agent atas tindakannya sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Salah satu bentuk insentif yang dapat diterapkan adalah memberikan pihak agent kesempatan untuk menjadi principal atau pemegang saham, hal ini dikarenakan apabila pihak agent diberikan kesempatan menjadi pemegang saham maka kepentingan pihak agent akan sejalan dengan kepentingan principal. Scott (dalam Astika, 2009) menggambarkan program kompensasi eksekutif merupakan salah satu bentuk kontrak keagenan antara perusahaan dengan para agentnya sebagai usaha penyejajaran kepentingan yang dimiliki masing-masing pihak. 11

2.1.2 Teori Akuntansi Positif Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktek-praktek akuntansi. Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori normatif (Watt & Zimmerman, 1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt & Zimmerman, 1986 ): 1) Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris. 2) Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas. 3) Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien. 12

Selanjutnya Watt & Zimmerman (1986) menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan normatif, Watt & Zimmerman 1986 mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empiris dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi dikemudian hari. Tiga hipotesis teori akuntansi positif adalah : 1) Hipotesis Rencana Bonus Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini. Para manajer perusahaan, seperti orang-orang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang, dengan faktorfaktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan 13

manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa kini. 2) Hipotesis Kontrak Hutang Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini. Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta pemilik saham. Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang tersebut bisa memberikan atau mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan pinjaman. Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah atau paling tidak menunda pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini. Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati kelalaian atau memang sudah berada dalam lalai atau cacat, lebih cenderung untuk melakukan hal ini. 14

3) Hipotesis biaya politik Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju masa depan. Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan-perusahaan yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar. Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poin-poin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada menurunnya profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan akuntansi pendapatan menurun (income-decreasing) dalam rangka meyakinkan pemerintah bahwa profit sedang turun. 2.1.3 Asimetri Informasi Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua 15

kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham tersebut. 2) Moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Chift dan Lewin (1970) dalam Arief dan Bambang (2007), menyatakan bahwa agent berada pada posisi yang memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi 16

yang tidak diketahui principal. Sehingga dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada posisi yang tidak diuntungkan. Dalam penyajian informasi akuntansi, khususnya penyusunan laporan keuangan, agen juga memiliki informasi yang asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2009). 2.1.4 Leverage Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan hutang. Hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva berasal dari kreditor, bukan dari pemegang saham maupun investor (Sudarmaji dan Sularto, 2007). Leverage dibagi menjadi dua yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage) (Van Horne dan Wachowicz, 2005). Leverage Operasi menunjukan seberapa besar biaya tetap yang digunakan dalam operasi perusahaan sedangkan Leverage keuangan menunjukan seberapa besar kemampuan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya. Perusahaan yang memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil (Mardiyah, 2005). Perusahaan yang melanggar hutang secara potensial menghadapi berbagai kemungkinan seperti, kemungkinan percepatan 17

jatuh tempo, peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang (Beneish dan Press, 1995 dalam Herawaty dan Baridwan, 2007). 2.1.5 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar perusahaan (market capitalization). Semakin besar total aktiva atau penjualan bersih perusahaan maka akan semakin besar ukuran perusahaan begitu juga sebaliknya, semakin rendah total aktiva atau penjualan bersih perusahaan maka semakin kecil pula ukuran perusahaan. Kapitalisasi pasar diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga penutupan saham tersebut. Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang kurang dari 1 triliun menunjukkan bahwa perusahaan itu perusahaan kecil. Perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasarnya antara 1 triliun sampai 5 triliun menunjukkan perusahaan tersebut berukuran sedang. Sedangkan perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar di atas 5 triliun, menunjukkan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan besar. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu: perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan 18

perusahaan berukuran kecil (Indriani, 2005 dalam Hasibuan, 2009). Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk melakukan akses ke pasar modal (Almilia dan Devi, 2007). Selain itu, ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor, semakin besar perusahaan maka semakin dikenal perusahaan tersebut oleh masyarakat. Menurut Madura (2007:86), hipotesis mengenai ukuran perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan besar secara positif lebih sensitif terhadap peraturan pajak, peraturan mentransfer kekayaan oleh pemerintah, subsidivitas politis perusahaan bervariasi dengan ukurannya, sehingga perusahaan besar cenderung untuk mengadopsi prosedur akuntansi yang dapat menangguhkan laba yang dilaporkan. Para peneliti akuntansi menggunakan ukuran perusahaan (total aktiva atau total penjualan) sebagai indikator untuk menunjukkan insentif bagi manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menambah atau mengurangi laba. Perusahaan yang berukuran besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil (Almilia dan Devi, 2007). Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar dianggap lebih mempunyai akses ke pasar modal, sehingga perusahaan tersebut memiliki fleksibelitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau permodalan. 2.1.6 Manajemen Laba Definisi manajemen laba menurut Sulistyanto (2008) adalah perilaku manajer untuk bermain-main dengan komponen-komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba, sebab akuntansi memang 19

menyediakan berbagai alternatif serta metode yang bisa dimanfaatkan. Dengan demikian, manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu tindakan manajemen yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat mengganggu bahkan membahayakan perusahaan (Merchant dan Rockness, 1994 dalam Mayangsari, 2001) Healey dan Wahlen (1999) membagi motivasi yang mendasari manajemen laba kedalam tiga kelompok. Pertama, motivasi dari pasar modal yang ditunjukkan dengan return saham. Kedua, motivasi kontrak yang dapat berupa kontrak utang (Sweeney, 1994) dan kontrak kompensasi manajemen (Holthausen, Larcker dan Sloan, 1995). Ketiga, motivasi regulatory seperti yang dikemukan Jones (1991). Healey dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi merubah laporan keuangan. Keadaan ini dapat menyesatkan stakeholder atas kinerja ekonomi perusahaan dan mempengaruhi hasil sehubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati 20

dan Na im, 2000). Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba: 1) Bonus Purpose Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan mamaksimalkan laba saat ini. 2) Political Motivation Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3) Taxation Motivation Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. 4) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, maka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5) Initial Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan melakukan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 21

6) Pentingnya Memberi Informasi kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Menurut Scoot (2000), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. 2) Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba pada periode sebelumnya. 3) Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. 4) Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 22

2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2012:84). Berdasarkan rumusan masalah serta penelitian-penelitian terdahulu, maka didapat hipotesis sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh Asimetri Informasi pada Manajemen Laba Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Fleksibelitas manajemen untuk melakukan manajemen laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal 23

yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Asimetri informasi dapat mempengaruhi praktek manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, seperti yang dikemukakan oleh penelitian Richardson (1998). Ketika asimetri informasi tinggi, stakeholder tidak memiliki sumber daya yang cukup atas informasi yang relevan dalam memonitor tindakan manajer sehingga akan memunculkan praktek manajemen laba. Akibatnya asimetri informasi ini akan mendorong manajer untuk tidak menyajikan informasi selengkapnya jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Sesuai dengan penelitian Rahmawati (2006) bahwa asimetri informasi mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Desmiyawati (2009) dan Muliati (2011). Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H 1 : Asimetri informasi berpengaruh positif pada manajemen laba. 2.2.2 Pengaruh Leverage pada Manajemen Laba Leverage sebagai salah satu usaha dalam peningkatan laba perusahaan, dapat menjadi tolok ukur dalam melihat perilaku manajer dalam hal manajemen laba. Perusahaan yang memiliki financial leverage tinggi akibat besarnya hutang dibandingkan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban membayar hutang pada waktunya. Keadaan ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan leverage tinggi memiliki pengawasan yang lemah terhadap 24

manajemen yang menyebabkan manajemen dapat membuat keputusan sendiri, dan juga menetapkan strategi yang kurang tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Husnan (2001) menyebutkan bahwa leverage yang tinggi disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam mengolah keuangan perusahaan atau penerapan strategi yang kurang tepat dari pihak manajemen. Kurangnya pengawasan selain menyebabkan leverage yang tinggi juga akan meningkatkan perilaku oportunis manajemen seperti melakukan manajemen laba untuk mempertahankan kinerjanya di mata pemegang saham dan publik. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H 2 : Leverage berpengaruh positif pada manajemen laba. 2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks 25

dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Moses (1997) mengemukakan bahwa perusahaan perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Marrakchi et al. (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredibel. Penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Siddharta (2005) di BEJ (BEI) pada periode pengamatan 1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif signifikan pada manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H 3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada manajemen laba. 26