BAB III GAMBARAN UMUM. Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

GUBERNUR JAWA TENGAH,

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

GUBERNUR JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN


ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

Anggaran Realisasi Realisasi Cat

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN UMUM I. KEADAAN GEOGRAFI Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yangn letaknya cukup strategis karena berada di daratan padat Pulau Jawa, diapit oleh dua Provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544,12 Hektar (Ha), terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota dengan 565 Kecamatan serta 8.568 desa. Daerah yang terluas adadah Kabupaten Cilacap dengan luas 2.13.851 Ha atau sekitar 5,57 persen dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan kota Magelang merupakan daerah yang memiliki wilayah paling kecil yaitu seluaas 1.81 Ha. Topografi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan sebagai berikut: 1. Ketinggian antara 0 100 m dari permukaan laut yang memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan seluas 53,3%, 2. Ketinggian 100 500 m dari permukaan laut yang memanjang pada bagian tengah pulau sseluas 27,4%, 3. Ketinggian 500 1. 000 m dari permukaan laut seluas 14,7 %, 4. Ketinggian di atas 1.000 m dari permukaan laut seluas 4,6% II. POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH

1. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya di Jawa tengah terdiri atas kawasan peruntukan Hutan produksi, hutan rakyat, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, indutri, pariwisata, pemukiman serta pesisir dan pulau pulau kecil. a. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi, b. Kawasan Hutan Rakyat, c. Kawasan Peruntukan Pertanian, d. Kawasan Peruntukan Perkebunan, e. Kawasan Peruntukan Peternakan, f. Kawasan Peruntukan Perikanan, g. Kawasan Peruntukan Pertambangan, h. Kawasan Peruntukan Industri, i. Kawasan Peruntukan Pariwisata, j. Kawasan Peruntukan Pemukiman, k. Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil. 2. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Negara diarahkan penyebaran di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Semarang, Temanggung. Untuk kawasan hutan lindung yang dikeloa oleh masyrakat terus di dorong setidaknya mencapa minimal 10 % melalui alih fungsi lahan tidak produktif, yang diarahkan pengembangannya di 29 kabupaten dan 3 kota.

3. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan Bawahnya Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya berbentuk kawasan resapan air. Luas kawasan resepan air di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan seluas +114.882 Ha. Kawasan resapan air tersebar di kabupaten cilacap, Banyumas, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen. 4. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sempadan sungai, sempadan pantai, sekitar mata air, dan sekitar danau/waduk/rawa. Luas kawasan perlindungan setempat di tetapkan minimal 59.918 Ha. 5. Kawasan Lindung Lainnya Kawasan lindung lainnya meliputi : a) Daerah perlindungan plasma nutfah, tersebar di 29 kabupaten dan 4 kota b) Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan, tersebar di kabupaten/kota sepanjang pantai utara dan pantai selatan c) Daerah pengungsian satwa berada di Srondol kota Semarang. III. KONDISI DOMOGRAFI Jumlah penduduk Jawa Tengah pada Tahun 2012 berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk (SP) 2010 sebanyak 33.270.207 jiwa atau sekitar 13, % dari jumlah penduduk di Indonesia, terdiri dari laki laki sebanyak 16.495.705 jiwa (49,58%) dan perempuan sebanyak 16.774.502 jiwa (50,42%), dengan sex ratio sebesar 98,34%. Sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak 8.913.425 ( Tahun 2011) dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,7 jiwa.

Kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang diukur dengan indeks Wiliamson menunjukan bahwa pada kurun waktu tahun 2008 2012 kesenjangan antar wilayah menyempit selama 2008-2010, namun kian melebar pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2011-2012, indeks Wiliamson meningkat menjadi 0,6972 dan 0,7042 yang menunjukkan kesenjangan antar wilayah di Jawa Tengah kian melebar. Indeks wiliamson yang berada diatas angka 0,5 menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar wilayah di kabupaten atau kota Jawa Tengah termasuk kategori tinggi, Perkembangan indeks Wiliamson Jawa Tengah dapat dilihat di kolom bawah ini. Gambar 3.1 Kondisi Domografi Sumber : Tinjuan PDRB Kabupaten/kota 2012,BPS dan Bappeda provinsi Jawa Tengah Penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 14,98% (4,863 juta orang), dengan rincian berada di perdesaan sebesar 16,55% (2,916 juta orang) selebihnya diperkotaan 13,11% (1,946 juta orang). Perkembangan jumlah penduduk miskin di Jawa

Tengah kondisi bulan Maret 2013 sebanyak 4,732 juta jiwa (14,56%), mengalami penurunan dibandingkan jumlah penduduk miskin tahun 2012 sebanyak 4,863 juta jiwa (14,98%). Sebaran penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah Tahun 2012 menunjukan bahwa masih terdapat 15 kabupaten dengan angka kemiskinan di atas ratarata provinsi dan nasional, sehingga masih perlu upaya percepatan penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Presentase penduduk miskin terbesar pada tahun 2012 terdapat di kabupaten Wonosobo sebesar 22,50%, Kebumen 22,40% dan Rembang sebesar 22,88%. IV. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN JAWA TENGAH a. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan Kewajiban daerah melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pengelolaan belanja dan pembiayaan daerah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya sesuai prinsip anggaran berbasis kinerja. Analisis kinerja keuangan dimaksudkan untuk mengetahui rata rata pertumbuhan yang dapat dijadikan sebagai dasar analisis proyeksi keuangan di depan. Analisis kinerja keuangan dilaksanakan terhadap kinerja pelaksanaan APBD dan neraca daerah Provinis Jawa Tengah. Kuangan daerah Provinsi Jawa Tengah dikelola sesuai dengan ketentuan UU/17/2003 Tentang keuangan negara, UU/01/2004 Tentang Perbendaharaan Negara,

Permendagri/13/2006 Tentang pedoman pengelolaan daerah dan terkhir yaitu permendagri/21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah,serta peraturanperaturan yang terkait. Selanjutnta pengelolaan keuangan daerah Provini Jawa Tengah secara spesifikasi diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengelolaan keuangan daerah. Pokok-pokok yang diatur dalam peraturan daerah tersebut meliputi : a. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, b. Azas umum dan struktur APBD, c. Penyususnan rancangan APBD, d. Peneteapan APBD, e. Pelaksanaan APBD, f. Perubahan APBD, g. Pengelolaan kas, h. Penatausahaan keuangan daerah, i. Pelaporan keungan daerah, j. Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD, k. Kerugian daerah, l. Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah, m. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, n. Sistem informasi keuangan daerah.

Sedangkan pedoman penatausahaan pelaksanaan APBD diatur tersendiri dalam Peraturan Gubernur yang ditetapkan setiap tahun yaitu pada akhir tahun sebagai pedoman dalam pelaksanaan APBD pada awal tahun berikutnya. Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari kinerja pelaksanaan APBD dan kondisi neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD ditunjukan dari pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbanan dan lain lain pendapatan daerah yang sah, (Belanja langsung dan belanja tidak langsung) serta pembiayaan daerah. Sedangkan neraca daerah mencerminkan perkembangan dari kondisi aset pemerintahan daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah dan kondisi ekuitas dana tersedia. Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah digambarkan berdasarkan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah sebagai berikut: a. Pendapatan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. Sumber penerimaan Provinsi Jawa Tengah berasal dari pendapatan Daerah dan Penerimaan Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri dari : i. Pendapatan asli daerah (PAD) meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain lain pendapatan asli Daerah yang sah. ii. iii. Dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi khusus Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah, dana darurat, dan lain lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Capaian kinerja pendapatan daerah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yang ditunjukan dengan semakin meningkatnya pendapatan daerah dari tahun ke tahun dengan kontribusi terbesar pada pendapatan asli daerah, terutama yang bersumber dari pajak daerah dan pendapatan transfer dari pemerintahan pusat. Pada tahun 2012 realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah sebesar 11,694 Triliyun, mengalami kenaikan sebesar 124,74% dari Tahun 2008 sebesar 5,203 triliyun. Hal ini menunjukan selama lima tahun (2008-2012) kinerja pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah baik. Berdasarkan realisasi tersebut, rata-rata pertumbuhan PAD Jawa Tengah Tahun 2008-2012 sebesar 15,80%. Pada periode yang sama rata rata pertumbuhan Pajak Daerah sebesar 16,37%. Pajak daerah yang menjadi sumber utama pendapatan daerah yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, pajak Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak air permukaan tanah. Di sisi lain rata-rata pertumbuhan dana perimbangan tahun 2008-2012 sebesar 11,53% dengan rata-rata pertumbuhan terbesar pada dana bagi hasil pajak/bukan pajak mencapai 13,98%. Sedangkan lain-lain pendapatandaerah yang sah mengalami peningkatan cukup segnifikan, dikarnakan oleh adanya perubahan kebijakan dana bantuan operasional sekoah, yang semula di administrasikan langsung pada PBD kabupaten/kota. Kondisi pencapaian tersebut karena di dukung dengan arah kebijakan pendapatan daerah yaitu :

a) Penerimaan PAD yang bersumber pada peningkatan penerimaan pajak daerah, optimalisasi retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan dan lain-lain PAD yang sah : b) Peningkaan dana perimbangan yang bersumber dari : 1. Peningkatan penerimaan dana bagi hasil pajak 2. Peningkatan penerimaan dana bagi hasil bukan pajak 3. Peningkatan alokasi DAU 4. Konfirmasi dengan pemerintahan pusat terkait alokasi dana lain Realisasi pendapatan Daerah Gambar 3.2 Realisasi pendapatan daerah provinsi jawa tengah tahub 2008 2012 Kontribusi masing masing sumber pendapatan dapat dilihat dari proporsi terhadap total pendapatan daerah. Di Jawa Tengah proporsi PAD terhadap total pendaparan daerah kurun waktu lima tahun (2008-2012 ) sangat tinggi, yaitu mencapai lebih dari 70% bahkan pada tahun 2011 mencapai sebesar 73,72% dengan sumber terbesar berasal dari pajak daerah. Dana perimbangan dan pemerintah pusat hanya memberikan kontrubusi terhadap pendapatan daerah sekitar 28% hingga 30%, dan sisanya berupa lain lain

pendapatan daerah yang sah. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah. b. Belanja Daerah Berdasarkan Permen/58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa Belanja Daerah adalah Kewajiban pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Untuk memperoleh gambaran realisasi pembelanjaan pada periode Tahun 2008-2013 dilakukan melalui analisis daerah. Adapun kebijakan Belanja Daerah Tahun 2008 2013 adalah sebagai berikut : 1) Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi : a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan. Belanja bunga digunakan untik pembayaran bunga atas pinjaman pemerintah daerah kepada pihak lainnya b.subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau ileh masyarakat banyak. c. Belanja hibah di gunakan untuk menganggarkan pembeian hibah dalam bentuk uang, barang/jasa kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah lainnya dan kelompok masyarakat/ peroprangan yang secara spesifikai telah ditetapkan peruntukannya.

d.bantuan sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, engepengadaan pangan dan bantuan partai politik. Bantuan keuanfan yang bersifat umum maupun khusus kepada kabupaten / kota. e. Belanja modal pengeluaran pengadaan tanah, gedung, alat-alat berat, alat-alat angkutan darat bermotor, alat-alat angkutan darat tidak bermotor, pertanian, peternakan, perlengkapan dan peralatan kantor. c. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Kebijakan penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah diarahkan : 1. Penggunaan sisa lebih perhitungan (SILPA) tahun sebelumnya sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya, didasarkan pada perhitungan yang cermat dan rasional. 2. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati hatian. 3. Silpa di upayakan menurun seirin dengan semakin efektifnya penggunaan perencanaan anggaran 4. Membentuk dana cadangan Kebijakan keuangan daerah, baik angka kebijakan pendapatan, belanja maupun pembiayaan yang di dukung dengan kebijakan keuangan negara, sebagaimana tertuang

dalam APBD Provinsi Jawa Tengah maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah. d. Neraca Daerah Analisis Neraca Daerah bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Daerah melalui perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, dan rasio aktivitas serta kemampuan aset daerah untuk penyediaan dana pembangunan daerah. Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Lporan ini sangat penting bagi manajemen Pemerintah daerag, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban peraturan perundangundangan yang berlaku, tetapi juga sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terarah, dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Daftar Pemerintahan Daerah Tabel 3.1 Daftar Pemerintah Daerah sebagai sampel penelitian No Kabupaten Ya Tidak No Kabupaten Ya Tidak 1 Banjarnegara V 16 Klaten V 2 Banyumas V 17 Kudus V 3 Batang V 18 Magelang V 4 Blora V 19 Pati V 5 Boyolali V 20 Pekalongan V 6 Brebes V 21 Pemalang V 7 Cilacap V 22 Purbalingga V

8 Demak V 23 Purworejo V 9 Grobokan V 24 Rembang V 10 Jepara V 25 Semarang V 11 Karanganyar V 26 Sragen V 12 Kebumen V 27 Sukoharjo V 13 Kendal V 28 Tegal V 14 Temanggung V 29 Wonosobo V 15 Wonogiri V Dari tabel 3.1 Provinsi Jawa Tengah mempunyai 29 Kabupaten, menunjukkan bahwa daftar pemerintah daerah diatas sebagai sampel penelitian di Provinsi Jawa Tengah, ada 3 Kabupaten yang tidak ada dalam penelitian, yaitu Kabupaten Batang, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purbalingga. 1V. Karakteristik Responden Pendidkan Tabel. 3.2 Karakteristik Keterangan N Jumlah % Pendidikan SMA 0 S1 36 36 69,23% S2 16 16 30,77% 100% Grafik 3.1 Pendidikan

Axis Title PENDIDIKAN 35 30 25 20 15 10 5 0 sma s1 s2 sma s1 s2 jumlah 0 17 35 Responden mempunyai jenjang pendidikannya sendiri sendiri. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari jenjang SMA tidak ada, jenjang S1 berjumlah 15 orang dan jenjang S2 berjumlah 35 orang. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai jenjang pendidikan S1 dan S2 tetapi dilihat dari banyaknya, jenjang S2 lebih banyak. Tabel 3.3 Masa Jabatan Karakteristik Keterangan N Jumlah % Masa Jabatan < 5 Tahun 0 0% 5-10 Tahun 16 42% >10 Tahun 36 58% 100% Grafik 3.2

Axis Title Masa Jabatan MASA JABATAN 40 30 20 10 0 < 5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun < 5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun Jumlah 0 16 36 Dapat diketahui dari grafik diatas bahwa Responden yang berkedudukan menjadi Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai masa kerja jabatan yang berbeda, diantaranya yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun tidak ada, 5-10 tahun terdapat 16 orang dan yang masa jabatannya lebih dari 10 tahun yaitu 36 orang. Dari data diatas bisa disimpulkan bahwa Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai masa jabatan yang sangat lama dan tentunya sudah mahir dalam melaksanakan pekerjaan sebagai pengawas dan pelaksana Dana Desa di Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Tabel 3.4 Jabatan Karakteristik Keterangan N Jumlah % Jabatan Inspektorat 26 50% Perangkat Desa 26 50% 100%

Axis Title Grafik 3.3 Jabatan JABATAN 100% 80% 60% 26 26 40% 20% 0% Perangkat Desa Inspektorat Jumlah 26 26 Dari grafik diatas, kita dapat memperoleh informasi menganai total responden yang mempunyai jabatan menjadi auditor adalah 26 orang dan jabatan sebagai perangkat desa adalah 26 orang. Bisa disimpulkan bahwa responden yang mempunyai jabatan sebagai Perangkat Desa dan Inspektorat mempunyai jumlah yang sama. Tabel 3.5 Jenis Kelamin Karakteristik Keterangan N Jumlah % Jenis Kelamin Laki-laki 36 80% Perempuan 16 20% 100% Grafik 3.4

Axis Title Jenis Kelamin JENIS KELAMIN 40 30 20 10 0 Laki - laki Perempuan Laki - laki Perempuan Jumlah 36 16 Dari Simpulan data diatas, kita dapat mengetahui informasi entang jenis kelamin responden, bahwa laki laki berjumlah 36 orang dan perempuan berjumlah 16 orang. Secara mengejutkan ternyata responden laki laki menduduki tingkat pertama dengan 77% lebih banyak dibanding responden peremuan. Disimpulkan bahwa laki laki lebih banyak bekerja di Inspektorat dan Perangkat Desa dibandingkan Perempuan. Tabel 3.6 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.Deviation X1 2 4 3,62 0,565 X2 1 4 3,58 0,637 X3 1 4 3,48 0,727 X4 2 4 3, 0,641 X5 2 4 3,48 0,700 X6 2 4 3,50 0,642 X7 2 4 3,40 0,664

X8 1 4 3,37 0,793 X9 1 4 3,40 0,823 X10 1 4 3,44 0,777 TOTAL 20 40 34,79 5,627 RATA2 2 4 3,48 0,563 STATUS 1 2 1,50 0,505 Valid N (listwise) Tabel 3.7 Pelaksanaan Dana Desa dilaporkan secara transparant dan akuntabel No Responden Rata-Rata 1 Inspektorat 3,53 2 Aparatur Desa 3,57 Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes kepada Bupati atau Walikota setiap akhir tahun anggaran No Responden Rata-Rata 1 Inspektorat 3,57

2 Aparatur Desa 3,50 Dilih at dari tabel 3.7 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden yang tekait tentang pelaksanaan dana desa yang dilaporkan secara transparant dan akuntabel. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,53 dan aparatur desa adalah 3,57. Dari hasil mean keduanya bisa disimpulkan bahwa inspektorat (pemeriksa) dan aparatur desa (pelaksana), hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa dikarenakan aparatur desa sudah sebagain besar melaksanakan pelaksanaan yang dilaporkan secara transparant dan akuntabel. Tabel 3.8 Dilihat dari tabel 3.8 menunjukkan mean dari setiap responden terkait mengenai laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes kepada Bupati atau walikota. Secara keseluruhan mean dari inspektorat sebesar 3,57 dan aparatur desa adalah 3,50. Dari hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat, dikarenakan inspektorat atau pemeriksa sudah memahami lebih dahulu tentang peraturan pertanggungjawaban realisasi APBDes. Tabel 3.9 Laporan dana desa dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,50 2 Aparatur Desa 3,46

Tabel 3.9 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai laporan dana desa yang dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan. mengenai keseluruhan meandari inspektorat adalah 3,50 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi inspektorat karena sebagai pemeriksa tentang pelaporan dana desa. Tabel 3.10 menyampaikan laporan kepada Bupati dan Walikota No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,43 2 Aparatur Desa 3,57 Pada tabel 3.10 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden terkait tentang kepala desa harus menyampaikan laporan pengelolaan kekayaan desa kepada bupati atau walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran dan sewaktu-wakti bila diperlukan. Secara keseluruhan mean inspektorat adalah 3,43 dan mean dari aparatur desa sebesar 3,57. Dari hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat karena dalam penyampain laporan kepada bupati dan walikota, aparatur desa belum sepenuhnya melaksanakan hal tersebut. Tabel 3.11

laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang disampaikan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,42 2 Aparatur Desa 3,58 Tabel diatas menunjukkan bahwa mean dari setiap masing-masing responden yang terkait tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang harus disampaikan. Dilihat dari masing-masing responden, inspektorat mempunyai mean 3,42 dan aparatur desa mendapatkan mean 3,58. Dapat disimpulkan daru hasil kedua mean tersebut antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi aparatur desa dikarenakan aparatur desa. Karena aparatur desa sudah sangat mengerti dalam melaksanakan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang harus disampaikan. Tabel 3.12 Laporan yang harus dilaporkan dalam realisasi APBDesa yaitu realisasi,program,dan aset No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,50 2 Aparatur Desa 3,57 Dari tabel diatas bisa diketahui bahwa mean dari setiap responden terkait dengan laporan yang harus dilaporkan dalam realisasi APBDesa yaitu realisasi,program,dan aset. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,50 dan aparatur desa yaitu 3,57. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat dan apartur desa, hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa. Hal

tersebut dikarenakan aparatur desa pelaksanaannya dalam realisasi APBDes sudah benar dan sebagaian besar sudah dilakukan. Tabel 3.13 Laporan kekayaan milik desa mengambarkan akumulasi kekayaan milik desa per tanggal tertentu No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,42 2 Aparatur Desa 3,53 Dari tabel 3.13 diatas bisa diketahui bahwa mean dari setiap responden terkait dengan laporan kekayaan milik desa mengambarkan akumulasi kekayaan milik desa per tanggal tertentu. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,42 dan aparatur desa yaitu 3,53. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat dan apartur desa, hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa. Hal tersebut dikarenakan aparatur desa pelaksanaannya dalam aparatur kekayaan milik desa sudah sebagaian besar dilaksanakan. Tabel 3.14 aplikasi yang digunakan dalam membuat pelaporan dana desa yaitu jumlah pelaporan dan standart pelaporan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,58

2 Aparatur Desa 3,50 Tabel 3.14 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai aplikasi yang digunakan dalam membuat pelaporan dana desa yaitu jumlah pelaporan dan standart pelaporan. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,58 dan aparatur desa yaitu 3,50. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean laporan keterangan pertanggungjawaban realisasi,pelaksanaan APBDes yang terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,59 2 Aparatur Desa 3,46 nya lebih tinggi inspekto karena dalam membuat pelaporan dan standart pelaporan, aparatur desa sudah sebagaian besar melaksanakan. rat Tabel 3.15 Dari tabel 3.15 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai laporan dana desa yang dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan. mengenai laporan keterangan pertanggungjawaban realisasi,pelaksanaan APBDes yang terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,59 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi inspektorat karena sebagai pemeriksa tentang

pendapatan belanja dan pembiayaan,inspektorat sudah sebagai besar melaksanakan hal tersebut dibandingkan dengan aparatur desa.. Tabel 3.16 laporan program sektoral dan program daerah yang masuk ke desa No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,65 2 Aparatur Desa 3,46 Dili hat dari tabel 3.16 menunjukk an bahwa mean dari setiap responden terkait tentang laporan program sektoral dan program daerah yang masuk ke desa. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,65 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat (pemeriksa) dan aparatur desa (pelaksana), hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat sebagai pemeriksa, karena dalam laporan sektoral dan program daerah yang masuk ke desa, inspektorat sudah sebagaian besar melaksanakan hal tersebut dibandingkan dengan aparatur desa.