BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Data yang Digunakan Untuk mengamati suatu pola deformasi yang terjadi di suatu wilayah, diperlukan pengamatan GPS dengan ketelitian hingga fraksi milimeter. Metodenya dengan melakukan pengamatan GPS secara kontinu di tiap-tiap stasiun pengamatan. Hal itulah yang dilakukan untuk mengamati pola deformasi di pulau Sumatera, yaitu dengan melakukan pengamatan GPS secara kontinu di stasiun SuGAr (Sumatran GPS Array). Untuk tugas akhir ini, data pengamatan yang digunakan adalah data GPS kontinu dari tahun 2004 hingga tahun 2007. SuGAr merupakan jaringan stasiun pemantau GPS kontinu yang dioperasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) Nanyang Technological University. SuGAr ini dimulai dengan memasang 6 buah stasiun cgps (continued GPS) pada tahun 2002. Dari waktu ke waktu, SuGAr mengalami penambahan jumlah stasiun dan peningkatan dalam segi teknologi peralatan GPS, termasuk sistem telemetri data dari jaringan ini. Hingga tahun 2008, SuGAR telah memiliki stasiun cgps sebanyak 33 buah tersebar dari wilayah Bengkulu hingga Sumatera Utara dan Aceh. Bahkan di beberapa lokasi stasiun, cgps ini dilengkapi dengan alat seismometer dan akselerometer untuk keperluan studi aspek seismologinya. Stasiun SuGAr umumnya menggunakan receiver GPS tipe ASHTECH MICROZ dan antena GPS tipe ASH701945B_M serta interval waktu pengamatan 30 detik dan 120 detik seperti yang ditunjukkan tabel berikut. Tabel 3.1 Daftar interval waktu pengamatan stasiun SuGAr [Rino, 2011] Interval waktu pengamatan (detik) 30 ACEH LAIS SAMP 120 Stasiun Sumatran GPS Array (SuGAr) ABGS BITI BSAT BSIM BTET BTHL JMBI LEWK LHWA LNNG MKMK MLKN MNNA MSAI NGNG PBJO PBLI PPNJ PRKB PSKI PSMK PTLO SLBU TIKU UMLH 31
Data GPS ini diproses dan disimpan di SOPAC (Scripts Orbit and Permanent Array Center) yang dikelola oleh IGPP (Institut of Geophysics and Planetary) Universitas California dengan tujuan untuk membantu pengukuran geodesi dan geofisika berketelitian tinggi sebagai bagian untuk mempelajari bahaya gempa bumi, pergerakan lempeng tektonik, deformasi lempeng dan proses-proses meteorologi. Titik-titik pengamatan GPS kontinu SuGAr ini kemudian diikatkan terhadap stasiun IGS yang termasuk dalam kerangka ITRF-05. Adapun stasiun IGS yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu HYDE, KUNM, COCO dan DGAR. 3.2 Software yang Digunakan dalam Mengolah Data Dalam mengolah data pengamatan GPS SuGAr digunakan software Bernese 5.0, yaitu perangkat lunak yang dikembangkan oleh AIUB (Astronomical Institute University of Berne), Swiss. Software ini dapat digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dari GNSS (Global Navigation Satellite System), jadi software ini dapat digunakan baik untuk mengolah data GPS milik Amerika Serikat maupun GLONASS (Global Navigation Satellite System) milik Rusia. Bernese 5.0 ini adalah hasil pengembangan dari versi-versi sebelumnya yang mengalami berbagai peningkatan. Dapat dikatakan bahwa Bernese 5.0 ini mampu memberikan user data hasil yang lebih akurat karena software ini mampu mereduksi kesalahan dan bias yang terjadi pada GPS secara maksimal. Pada umumnya, software GPS Bernese ini cocok digunakan untuk [Dach, et.al, 2007] : a. proses yang cepat untuk survey single frequency untuk cakupan yang kecil dan survey double frequency, b. proses otomatis pada jaringan yang permanen, c. memproses data dari banyak receiver, d. kombinasi dari berbagai macam tipe receiver, e. mengkombinasikan proses dari pengamatan GPS dan GLONASS, f. resolusi ambiguitas pada baseline yang panjang (lebih dari 2000km), g. generation of minimum constraint network solutions, h. memonitor ionosphere dan troposphere, i. estimasi clock offset dan perambatan waktu, j. perhitungan orbit dan estimasi dari parameter orientasi bumi. 32
3.3 Pengolahan Data dengan Bernese 5.0 Pengolahan data dalam Bernese menuntut data yang akan diolah harus dalam format RINEX (Receiver Independent Exchange). Pada awalnya, seluruh data pengamatan GPS SuGAr disimpan di situs ftp://garner.ucsd.edu/pubrinex atau http://sopac.ucsd.edu/dataarchive/site dalam format hatanaka yang terkompres (zip). Contohnya untuk data pengamatan untuk stasiun ABGS tahun 2006 bentuknya adalah abgs0010.07d.z (XXXX.doy0.yyd.z). Data tersebut pertama-tama di ekstrak sehingga menjadi dalam format hatanaka abgs0010.07d (XXXXdoy0.yyd) dan untuk merubah formatnya menjadi format RINEX, maka digunakan software CRX2RNX sehingga didapat abgs0010.07o (XXXXdoy0.yyo). Setelah data-data pengamatan GPS yang dibutuhkan telah dalam format RINEX, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data pendukung pengamatan GPS, antara lain : a. Informasi Orbit. Data informasi orbit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data GPS Precise Ephemeris.Data ini dapat diperoleh dengan mendownload dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/code/200x/ dalam format CODwwwwd.EPH dan CODwwwwd.ERP. Maksud dari wwww yaitu menunjukkan GPS week atau minggu GPS yang informasinya dapat dilihat pada kalender GPS, sedangkan d menunjukkan hari (day) dari GPS week. Data CODwwwwd.EPH dan CODwwwwd.ERP nantinya disimpan dalam directory/folder ORB. b. Informasi Differential Code Bias (DCB) satelit. Informasi ini tersedia dalam format P1P2yymm.DCB dan P1C1yymm.DCB dan dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/code/200x/. Maksud dari yy dan mm masing-masing yaitu menunjukkan tahun dan bulan dari data pengamatan. Data ini jug disimpan dalam directory/folder ORB. c. Parameter ionosfer dan troposfer. Parameter ionosfer ini berisi model ionosfer global yang digunakan untuk memecahkan ambiguitas dase menggunakan Quasi Ionosfer Free (QIF). Parameter ini tersedia dalam format CODwwwwd.ION dan dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari 33
situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/code.200x lalu kemudian disimpan dalam directory/folder ATM. d. Parameter GEN. Parameter ini terdapat dalam directory/folder ${X}/GEN. Dalam folder ini, terdapat data-data lain yang juga diperlukan dalam pengolahan yaitu cost, datum, receiver, phase_cose.rel, satellite.101, dan SAT_$Y+0.crx. e. Data Koordinat ITRF dan pergerakannya. Terdiri atas file ITRF2005.FIX, ITRF2005_R.FIX, dan ITRF2005_R.VEL. Ketiganya dapat diperoleh dengan mendownloadnya dari situs ftp://ftp.unibe.ch/aiub/bswuser/sta dan kemudian data-data tersebut disimpan dalam directory/folder STA. Data pengamatan GPS biasanya dipengaruhi oleh kesalahan atau bias yang umumnya terkait dengan satelit (kesalahan orbit dan kesalahan jam satelit), receiver (kesalahan jam receiver, kesalahan pusat fase antena dan noise), dan pada data pengamatan (ambiguitas fase serta kesalahan dan bias lingkungan sekitar pengamatan GPS). Dengan menggunakan software Bernese 5.0, diharapkan hasil olahan dari data tersebut akan lebih teliti karena kemampuan software Bernese untuk mengestimasi kesalahan dan bias yang optimal. Kesalahan dan bias yang dapat diestimasi secara optimal dengan menggunakan software Bernese 5.0 adalah sebagai berikut : a. Kesalahan orbit direduksi menggunakan informasi orbit yang teliti (precise ephemeris), b. Kesalahan akibat media propagasi (bias ionosfer dan troposfer) direduksi dengan melakukan pemodelan tertentu, juga dapat dilakukan dengan mengestimasi parameter bias tersebut. Pemodelan bias troposfer pada software Bernese 5.0 antara lain Saastamoinen, Niell, Hopfield, Essen and Frome dan Marini-Murray. Sedangkan bias ionosfer dapat dilakukan dengan pemodelan ionosfer global atau regional, c. Kesalahan akibat antena receiver dapat direduksi menggunakan model-model tertentu yang terkait dengan variasi pusat fase antena yang digunakan, d. Pemecahan ambiguitas fase merupakan problema utama pengolahan data fase dalam software Bernese 5.0. Resolving ambiguitas fase ini dapat dilakukan 34
dengan berbagai metode, antara lain Round, Sigma, Search dan QIF (Quasi Ionosphere Free). Metode terakhir ini yang digunakan dalam pengolahan data GPS Setelah pendefinisian baseline, data pengamatan diolah dengan Bernese Processing Engine (BPE), yaitu tool di Bernese yang mampu menyelesaikan seluruh program dan script dalam sekali pengolahan sehingga mengefisiensi proses pengolahan. Adapun komponen-komponen penyusun BPE dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.2 Komponen-komponen penyusun BPE Bagian Processing Control File (PCF) CPU Control File Run BPE User Script Input Option Fungsi Daftar job yang akan dilakukan Letak CPU yang akan dijalankan Dasar organisasi yang menjalankan BPE Client Script yang harus dijalankan Direktori option yang dimasuki input kedalam program Fungsi-fungsi dari komponen BPE diatas dijalankan dengan suatu mekanisme tertentu seperti pada gambar dibawah ini. Membaca List Pekerjaan Cek Konsistensi dan Ketersediaan dari CPU ok Tidak ada script lagi Mencari Script yang Dapat Dijalankan Script ditemukan yes Apakah Terdapat CPU yang Dapat Menjalankan Script no error Menjalankan Client Script Sleep ok Menunggu Sampai Semua Script Dijalankan error End : Session Telah Diproses Diagram 3.1 Flowchart server BPE [Dach, et.al, 2007]. 35
Sebelum menjalankan BPE pada Bernese 5.0, maka dilakukan tahap-tahap sebagai berikut [Meilano, 2008] : a. Copy Rinex Observation files ke dalam ORX directory 1. Cek script PCF pada GPSUSER/SCRIPT 2. Pahami alur dari script BPE pada Bernese 5.0 b. Masukkan data pendukung pengolahan GPS 1. CODwwwwd.EPH ke direktori ORB 2. CODwwwwd.ERP ke direktori ORB 3. ITRF 2005.CRD ke direktori STA 4. ITRF 2005_R.VEL ke direktori STA 5. CODwwwwd ke direktori ATM 6. P1P2yymm.DCB ke direktori ORB 7. P1C1yymm.DCB ke direktori ORB c. Buat suatu file stasiun informasi 1. Default berekstensi STA disimpan dalam direktori STA 2. Optional mendeteksi kesalahan stasiun dalam file koreksi ocean loading (BLQ) 3. Meng-update tabel abbreviation (singkatan) nama stasiun (ekstensi ABB) d. Buat file PLD (Lempeng tektonik yang digunakan untuk model NUVEL) e. Buat file FIX (Berisi stasiun yang dipilih sebagai koordinat stasiun referensi) f. Buat file BSL (Berisi nama stasiun yang digunakan untuk membangun baseline) g. Jalankan script PCF yang digunakan pada menu BPE Pada dasarnya, penggunaan BPE hanya bekerja pada komponen PCF saja karena komponen ini mengandung daftar script dari direktori ${U}/ SCRIPT untuk dijalankan dalam urutan pendefinisian yang baik oleh server BPE. Adapun untuk Tugas Akhir ini, script yang digunakan adalah BANTEN.PCF. Setelah semua data siap, maka pengolahan data dapat dimulai dengan menjalankan BPE. Pengolahan data yang selesai tanpa ada error akan menghasilkan koordinat titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya di dalam folder STA dengan format FINyydoy0.CRD dan standar deviasinya terbentuk dalam folder OUT dengan format ESTyydoy0.OUT. 36
Koordinat yang berhasil diolah ditandai dengan huruf A seperti ada gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Koordinat titik BAKO yang diperoleh dari hasil pengolahan Bernese. Setelah dilakukan pengolahan data GPS dengan menggunakan Bernese 5.0, maka akan diperoleh ouput berupa koordinat titik-titik stasiun pengamatan dalam sistem koordinat geosentrik (X,Y,Z) beserta standar deviasinya. Adapun proses pengolahan data menggunakan Bernese 5.0 untuk mendapatkan output berupa koordinat titiktitik stasiun pengamatan meliputi tahap-tahap seperti yang digambarkan oleh diagram alir berikut ini. 37
Parameter Ionosfer Parameter Gen Data Orbit DCB Satelit Koordinat ITRF 2005 Data Pengamatan GPS Continuous stasiun SuGAr Tahun 2004-2007 Data Pengamatan Stasiun IGS Tahun 2004-2007 Menyiapkan Campaign dan Session Convert Menjadi Data Rinex Data Pengamatan GPS Format Bernese (Observasi) Persiapan Pengolahan Data Data Siap Olah Start Processing BPE Meng-copy file dan membuat koordinat apriori Menyiapkan informasi kutub, orbit, dan jam teliti Konservasi dan sinkronisasi data pengamatan Membentuk baseline, preprocess, secreen, dan phase Menghitung solusi jaring Ambiguity float Menghitung solusi jaring Ambiguity fixed Membuat file ringkasan dan menyimpan hasil Koordinat Geosentrik [X,Y,Z] dan standar deviasi Diagram 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data dengan GPS 38
3.4 Strategi Pengolahan Data GPS dengan Menggunakan Bernese 5.0 Menentukan strategi yang tepat dalam mengolah data akan berpengaruh ketelitian koordinat yang diinginkan karena pengaruhnya yang signifikan terhadap hasil yang diperoleh. Strategi pengolahan yang akan diterapkan dapat berbeda-beda, tergantung pada beberapa faktor, contoh pada hal ini yaitu panjang atau pendeknya baseline titik yang akan ditentukan koordinatnya, ketersediaan data pengamatan, dan kualitas data tersebut. Pada Tugas Akhir ini, strategi yang dilakukan dalam melakukan pengolahan data adalah DEFINE, dimana baseline yang digunakan pada proses pengolahan ditentukan secara manual seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Dalam kasus ini, baseline yang digunakan yaitu dengan mengikatkan titik IGS (HYDE, KUNM, COCO, dan DGAR) ke titik SAMP, ACEH, BAKO, dan NTUS sebagai titik bantu, kemudian dari titik-titik bantu tersebut diteruskan untuk diikatkan ke titik-titik pengamatan. Cara ini digunakan dengan maksud untuk mereduksi kesalahan yang diakibatkan karena baseline yang terlalu panjang. Gambar 3.2 Pembuatan baseline manual pada bernese. 39
Baseline yang dibentuk akan disimpan dalam folder tersendiri dengan file berbentuk BSLyydoy0. Adapun daftar baseline yang digunakan adalah sebagai berikut. Tabel 3.3 Baseline yang dibuat [Rino, 2011] 1 COCO BAKO 5 COCO ACEH 2 DGAR BAKO 6 DGAR ACEH 3 HYDE BAKO 7 HYDE ACEH 4 KUNM BAKO 8 KUNM ACEH 17 SAMP JMBI 29 NTUS JMBI 18 SAMP LNNG 30 NTUS LNNG 19 SAMP MKMK 31 NTUS MKMK 20 SAMP MSAI 32 NTUS MSAI 21 SAMP PRKB 33 NTUS PRKB 22 SAMP PSKI 34 NTUS PSKI 23 BAKO JMBI 35 ACEH JMBI 24 BAKO LNNG 36 ACEH LNNG 25 BAKO MKMK 37 ACEH MKMK 26 BAKO MSAI 38 ACEH MSAI 27 BAKO PRKB 39 ACEH PRKB 28 BAKO PSKI 40 ACEH PSKI Untuk empat baris pertama pada Tabel 3.3 menjelaskan bahwa baseline yang terbentuk yaitu dari titik-titik IGS (COCO, DGAR, HYDE, KUNM) masing-masing ke dua buah titik bantu yaitu titik BAKO dan ACEH. Dari titik bantu tersebut kemudian dibentuk baseline ke masing-masing titik pengamatan SuGAr lainnya. 40
3.5 Transformasi Koordinat dari Geosentrik ke Toposentrik Koordinat yang diperoleh dari hasil pengolahan oleh software Bernese 5.0 adalah koordinat dalam sistem geosentrik (X,Y,Z). Koordinat geosentrik adalah koordinat yang pusat koordinatnya berimpitan dengan pusat massa bumi. Untuk keperluan praktis dalam mengamati pergeseran yang terjadi pada suatu titik, umumnya digunakan koordinat toposentrik, yaitu koordinat yang memiliki pusat koordinat di salah satu titik di permukaan bumi. Ilustrasi dari hubungan antara sistem koordinat geosentrik dengan sistem koordinat toposentrik adalah seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 3.3 Hubungan antara sistem koordinat geosentrik dengan sistem koordinat toposentrik [Kosasih & Wedyanto, 2005]. Pada Gambar 3.3 tersebut, titik yang menjadi objek pengukuran adalah titik P dan titik Q. Kedua titik P dan Q masing-masing telah diketahui koordinat geosentriknya yang diperoleh dari hasil pengukuran GPS. 41
Dengan menjadikan titik Q sebagai pusat koordinat untuk sistem koordinat toposentrik, maka untuk memperoleh koordinat toposentrik dari titik P, maka dilakukan proses transformasi koordinat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut [Kosasih & Wedyanto, 2005] : np ep up = R (υ Q,λ Q ) x y z dengan x y z = xp xq yp yq zp zq Adapun R (υ Q,λ Q ) = sin φq cos (λq) sin φq sin(λq) cos (φq) sin (λq) cos (λq) 0 cos φq cos (λq) cos φq sin (λq) sin (φq) adalah matriks rotasi Keterangan : np, ep, up υ Q, λ Q x Q, y Q, z Q x P, y P, z P x, y, z R = koordinat toposentrik = lintang geodetik dan bujur geodetik dari titik Q = koordinat titik ikat (geosentrik) = koordinat titik pantau (geosentrik) = selisih antara koordinat titik pantau dan titik ikat = matriks rotasi 3.6 Ekstrak Data Proses ini dilakukan dengan menggunakan software MATLAB dengan tujuan untuk memperoleh data yang bebas dari outlier. Proses ekstrak data ini antara lain yaitu pertama-tama memplot data mentah koordinat dari masing-masing stasiun SuGAr, kemudian lakukan fitting linier terhadap data tersebut. Dari fitting linier tersebut, maka akan diperoleh residu yaitu dengan rumus sebagai berikut v (residu) = data observasi data model...[4] 42
Dari data residu tersebut, kemudian dilakukan penghitungan terhadap standar deviasi. Rumus yang digunakan dalam menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut. σ = [Σ (x i μ) 2 ] 1/2 / (N-1)... [5] dengan : σ = standar deviasi x i μ = data ke-i = mean (rata-rata) sampel N-1 = jumlah sampel Data yang tidak digunakan adalah data yang nilai residunya lebih dari 3 kali standar deviasi yang dianggap sebagai outlier. Setelah data outlier tersebut direduksi, barulah kita dapatkan data yang telah bersih. Berikut adalah gambar dari stasiun PSKI pada saat outlier belum direduksi dan setelah outlier direduksi. a) b) Gambar 3.4 Perbandingan antara data time series stasiun PSKI sebelum oulier dihilangkan (a) dan sesudah outlier dihilangkan (b). Adapun untuk kondisi data time series stasiun lainnya dapat dilihat pada bagian lampiran Tugas Akhir ini. 43
3.7 Analisis Spektral dengan Metode Normalisasi Periodogram Lomb Sebuah data time series yang dianalisis secara detail dapat menguak informasi penting dengan lebih jauh lagi. Analisis mengenai karakteristik noise dan sinyal musiman dalam suatu time series membuat kita dapat mengetahui lebih dalam mengenai suatu proses dalam suatu jaring GPS, bahkan mengenai lingkungan sekitar suatu stasiun dipasang. Hal ini memungkinkan kita untuk memperoleh estimasi dari ketelitian kecepatan dan memperoleh informasi tentang kestabilan monumen GPS [Kenyeres, 2006]. Analisis dengan metode Periodogram Lomb dimaksudkan untuk mendeteksi adanya periodesitas dalam data pengamatan. Metode ini secara umum merupakan suatu cara yang ampuh dalam mendeteksi dan menguji signifikansi dari sinyal periodik yang pada dasarnya sulit dideteksi [Press, 1989]. Metode periodogram yang dikembangkan oleh Lomb (1976) dan Scargle (1982) merupakan pengembangan dari dari analisis tipe periodogram yang lain yaitu spektrum Fourier. Dasarnya adalah jika kita memiliki suatu set data yang bernilai h i, dengan i = 1,, N dengan waktu pengamatan masing-masing data yaitu t i, maka periodogramnya dibentuk dengan tahapan-tahapan sebagai berikut [Press, 1989] : Pertama-tama yaitu menghitung rata-rata dan variansi dari set data dengan persamaan : h 1 N N 1 h i, σ 2 1 N 1 N 1 (h i h) 2 [6] Kedua, untuk tiap frekuensi angular yang memenuhi syarat ω 2πf > 0, maka hitung time-offset τ dengan persamaan : tan (2ωτ) = i sin 2ω t i. [7] i cos 2ω t i Langkah ketiga adalah normalisasi periodogram (spectral power sebagai fungsi dari ω, dijelaskan dengan persamaan : P N (ω) = 1 [ i h i h cos ω (t i τ)] 2 2σ 2 i cos 2 ω ( t i τ) + [ i h i h sin ω (t i τ)] 2 i sin 2 ω (t i τ). [8] 44
Nilai τ yang konstan membuat nilai P N (ω) benar-benar independen, tidak dipengaruhi oleh perubahan dari t i dengan nilai konstata berapa pun. Lomb (1976) menujukkan bahwa keputusan untuk memilih offset metode ini memiliki efek lain yang lebih penting; yaitu membuat persamaan [8] identik dengan persamaan dalam mengestimasi komponen harmonik dalam suatu data set, pada frekuensi ω, dengan menerapkan fitting linier kuadrat terkecil terhadap model pada persamaan berikut, h(t) = A cos ωt + B sin ωt. [9] maka dari itu, metode ini cocok diterapkan pada data yang tidak tersebar merata karena metode ini menekankan akan data per titik, bukan data per selang waktu. 3.8 Metode Menghitung Kecepatan Pergeseran di Setiap Titik Persamaan pengamatan untuk pergerakan yang terjadi pada tiap titik yaitu [Nikolaidis, 2002] : Keterangan : y(t i ) = pergeseran titik pada t i, [10] t i a b = data epok untuk i = 1,, n dalam satuan tahun, = koordinat awal stasiun GPS, = kecepatan pergerakan dalam satuan meter/tahun, c dan d = koefisien dari pergerakan yang bersifat periodik tahunan, e dan f = koefisien dari pergerakan yang bersifat periodik semi-tahunan, H = fungsi Heaviside, g Tg = besar magnitudes, = epok. 45
Jika diasumsikan offset dari epok diketahui, maka model persamaan liniernya memiliki koefisien sebagai berikut x= [ a b c d e f g ] T.. [11] maka, y = Ax..... [12] dimana A merupakan matriks desain yang berasal dari turunan parsial. Adapun untuk menghitung parameter yang tidak diketahui adalah : x= A -1 y [13] Untuk mencegah hasil perhitungan yang error akibat dari kondisi matriks A yang tidak simetris, maka matriks A dikalikan dengan matriks transpose-nya, sehingga dihasilkan matriks A yang simetris. Jika matriks A dikalikan dengan matriks A transpose, maka matriks y pun harus dikalikan dengan faktor pengali yang sama, sehingga persamaannya menjadi, x = [A T A] -1 A T y.. [14] 46