Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

dokumen-dokumen yang mirip
Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

IV. HASIL PENELITIAN

V. PEMBAHASAN. Dinamika Hara K. Dinamika hara K merupakan perubahan hara K dalam tanah akibat

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid

111. BAHAN DAN METODE

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

DASAR-DASAR ILMU TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

DASAR-DASAR ILMU TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. P tersedia adalah P tanah yang dapat larut dalam air dan asam sitrat. Bentuk P

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

Transkripsi:

11. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Tanah Ultisol dan Vertisol Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). Tanah ini umumnya diusahakan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan. Ultisol merupakan ordo tanah yang berkembang dari bahan induk tua di daerah dengan curah hujan tinggi dan suhu tanah lebih tinggi dari 8" C (Hardjowigeno, 1993). Tanah ini mempunyai horison argilik, bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kendala kesuburan tanah yang utama adalah tingkat kemasamannya yang tinggi (ph rendah), kejenuhan aluminium (Al) umumnya tinggi, miskin unsur-unsur hara N, PI K, Ca, Mg dan S, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa rendah (Djaenudin dan Sudjadi, 1987). Kejenuhan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman dan menghambat pertumbuhan akar sehingga hara K tidak optimum diserap oleh tanaman. Tanah Ultisol pada umumnya didominasi oleh tipe mineral liat 1 : 1 (kaolinit). Mineral liat 1 : 1 terdiri dari lembar-lembar oktahedra aluminium dan tetrahedra silikat yang diikat bersama oleh ikatan hidrogen. Ukuran ruang antar misel tetap dengan jarak dasar 7,14A. Mineral ini mempunyai muatan negatif yang berubahubah tergantung ph (ph dependent charge), sedang muatan permanen hanya sedikit (Tan, 1998). Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah yang didominasi oleh mineral liat kaolinit umumnya rendah yaitu berkisar antara 1 sampai 10 cmol kg-' dan dapat berubah dengan perubahan ph.

Mineral liat pada tanah Ultisol di daerah Kotabumi Lampung Utara didominasi oleh mineral liat kaolinit (Prasetyo ef a/., 1997). Demikian juga mineral liat tanah sawah di daerah Lampung didominasi oleh mineral liat kaolinit (Prasetyo dan Kasno, 2001). Tanah yang didominasi oleh mineral liat kaolinit mempunyai daya sangga tanah yang rendah. Sulaeman eta/. (2000) menyampaikan bahwa daya sangga tanah Ultisol terlihat terendah dibanding tanah lnceptisol dan Vertisol. Pada tanah dengan daya sangga rendah berarti kemampuan tanah mengikat K cukup rendah, sehingga pemupukan K lebih mudah tersedia, namun mudah hilang tercuci pada daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dalam kondisi demikian pemupukan K yang efisien akan dicapai apabila tanah Ultisol diberi amelioran terlebih dahulu atau pemupukan K diberikan 2 sampai 3 kali dalam satu musim tanam. Vertisol merupakan tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 2 : 1 (smektit), bersifat netral dengan KTK yang tinggi. Mineral tipe 2 : 1 terdiri dari satu lembar oktahedra aluminium diapit oleh dua lembar tetrahedra silikat yang diikat bersama oleh ikatan OH. lkatan yang menahan lapisan-lapisan secara nisbi lemah, sehingga ruang antarmisel akan mengembang dengan kenaikkan kadar air dan sebaliknya akan mengkerut dengan penurunan kadar air. Pada kondisi kering jarak dasar pencirinya 12,4-148, dan jarak dasar saat mengembang 17,O 8,. KTK pada mineral smektit adalah sekitar 70 cmol kg-' dan luas permukaan spesifiknya 700-800 m2 g-i. Kadar Ca pada tanah ini cukup tinggi sehingga komplekjerapan dan larutan tanahnya dijenuhi oleh Ca, sedangkan K dapat dipertukarkan rendah. Sifat utama tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit adalah mengembang saat basah

dan mengkerut saat kering. Pada kondisi mengembang ion K lebih mudah dipertukarkan dibanding pada kondisi mengkerut. Grimme (1985) menyampaikan bahwa hara K cukup tersedia pada periode dengan curah hujan cukup dan berada di bawah optimum pada periode kering. Tanah sawah di daerah Madiun diklasifikasikan sebagai Chromic Hapluderts dan didominasi oleh mineral liat smektit (Prasetyo etal., 1996), sedang di daerah Ngawi tanah diklasifikasikan sebagai Typic Pelludert yang juga didominasi oleh mineral liat smektit (Subagyo, 1983). Selanjutnya Prasetyo et a/, (1996) menyatakan bahwa kation dapat dipertukarkan pada tanah ini didominasi oleh Ca2' yaitu 27,35-58,40 cmol kg-' dan Mg2' 8,56-11,93 cmol kg-', sedangkan K hanya 0,24-0,63 cmol kg-'. Batas kritis hara K terekstrak N NH,OAc, ph 7 tanah sawah di Madiun - Ngawi adalah 0,30 cmol kg-' (Team Pembina Uji Tanah, 1973). Kapasitas erap hara K pada tanah Ultisol Lampung dan Vertisol Ngawi berturutturut adalah 0,7995 dan 25,878 m.e. g-', daya sangga 15,92 dan 212,8 m.e. 100 g-' M-Ot5, serta K-labil 0,0420 dan 0,2209 cmol kg-' (Sulaeman etal., 2000). Bentuk K dalam Tanah Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P. Kalium dalam tanah terdapat dalam jumlah yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,3-2,5% (Mutscher, 1995; Havlin et a/., 1999). Kalium dalam tanah berada dalam struktur mineral, berikatan dengan muatan negatif permukaan partikel dan berada dalam larutan tanah. Di daerah tropik total K dalam tanah berada dalam jumlah yang rendah. Rendahnya hara K di daerah tropik ini karena secara alami kadar K dalam tanah rendah, tingkat pelapukan yang cepat (Ritchey, 1979) dan pencucian yang tinggi (Mutscher, 1995). Widjaja-Adhi et a/. (1990) menyampaikan dalam proses

pemasaman K bersama kation lainnya terdesak oleh ion H' dan AT+ sehingga K' mudah tercuci. Siklus K dalam sistem tanah-tanaman tertera pada Gambar I. Pemupukan K 1 I K tidak tersedial 5 K dapat dipertukarkan 6 A 10 9 Gambar 1. Siklus K dalam Sistem Tanah-Tanaman (Cao dan Hu, 1995) 1 11 2 v a Keterangan : 1. Absorpsi, 3. Sekresi, 5. Adsorpsi, 7. lrigasi 9. Pelapukan I 'l. Fiksasi 2. Dilepas, 4. Pemberian, 6. Desorpsi, 8. Hujan. 10. Mineralisasi Kalium dalam tanah berada dalam bentuk K dalam larutan, K dapat dipertukarkan (exchangeable K), dan K tidak dapat dipertukarkan misalnya K yang difiksasi. Secara dinamik akan terbentuk suatu keseimbangan yang saling mengisi dari bentuk-bentuk K tersebut. Kalium yang ditambahkan maupun yang diangkut oleh hasil atau residu tanaman berpengaruh terhadap dinamika K dalam tanah, yang selanjutnya mempengaruhi ketersediaan K bagi tanaman. Grimme (1985) menyatakan bahwa keseimbangan konsentrasi K dalam larutan tanah tergantung pada K dapat dipertukarkan, ph, jumlah dan jenis mineral liat.

Penambahan K ke dalam tanah dapat berasal dari pupuk yang diberikan dalam upaya meningkatkan hasil tanaman. Kalium yang berasal dari pupuk ini merupakan K yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Selain dari pupuk, penambahan hara K dalam larutan berasal dari pelapukan mineral penyusun tanah atau yang terfiksasi, K dapat dipertukarkan, sekresi tanaman dan pelepasan dari mikroorganisme. Air pengairan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dapat menyumbang hara K sebesar berturut-turut 7-47, 12-35 dan 20-74 kg K ha-l musim-' (Soepartini et a/., 1996). Berkurangnya K dalam larutan tanah dapat terjadi karena diserap oleh tanaman, berkeseimbangan dengan K dapat dipertukarkan dan K difiksasi atau tercuci. Kehilangan K juga disebabkan oleh pelapukan dan pencucian yang intensif pada kondisi curah hujan dan suhu yang tinggi. Pengamatan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran hara K di daerah tropik dan subtropik sejak tahun 1949-1985 menunjukkan bahwa keseimbangan K selalu minus dan berkisar antara -69,9 sampai -224,O ribu t K,O (Cao dan Hu, 1995). Pengapuran meningkatkan KTK tanah masam (ph dependent charge) sehingga meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat K dan menurunkan tingkat pencucian K. Untuk mengetahui konsentrasi K dalam tanah yang diperlukan untuk rekomendasi pemupukan digunakan berbagai metode. Kalium terekstrak N NH40Ac ph 7 merupakan metode yang umum dipakai. Metode tersebut dapat mengekstrak K dalam larutan dan K dapat dipertukarkan. Kalium yang tersedia bagi tanaman adalah yang dapat diekstrak dengan garam netral seperti N NH40Ac ph 7 dan yang berada dalam larutan tanah (Ritchey, 1979). Pembuatan peta status hara K lahan sawah di Jawa Barat digunakan pengekstrak 25% HCI (Soepartini, 1995). Cara lain adalah analisis K dengan menggunakan metode Q/1 10

sehingga dapat diperoleh K labil atau dapat dipertukarkan, K terfiksasi, nisbah aktivitas K atau K tersedia dan daya sangga K. Status dan Batas Kritis K dan Ca dalam Tanah Status hara K terekstrak 25% HCI dikelompokkan menjadi 3, yaitu rendah, sedang dan tinggi masing-masing dengan kadar K ~ 10, 10-20 dan >20 mg K,O 100 g-'. Dari hasil survei lahan sawah di Jawa menunjukkan bahwa lahan sawah dengan status K rendah sebanyak 39,8%, status K sedang 36,4% dan status K tinggi 23,8% (Sri Adiningsih eta/., 1995). Batas kritis suatu hara tertentu merupakan batas dimana tanaman mengalami defisiensi apabila konsentrasi hara kurang dari nilai tersebut. Batas kritis hara K dipelajari dengan menghubungkan antara hasil tanaman atau kadar K dalam tanaman dengan hara K dalam tanah. Untuk menentukan batas kritis ini, kalium terekstrak Olsen yang dimodifikasi (0,5 N NaHCO, + 0,01 M EDTA), N NH40Ac ph 7 dan Mehlich telah dipelajari pada tanah Ultisol di Sumatera Barat oleh Gill (1988). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa K terekstrak Olsen yang dimodifikasi memiliki korelasi yang lebih baik dengan produksi tanaman dibanding dengan K terekstrak N NH,OAc ph 7 dan Mehlich. Batas kritis hara K pada lahan kering di daerah Sitiung telah dipelajari oleh Gill (1988). Batas kritis hara K terekstrak Mehlich 1 untuk padi gogo adalah 0,20 cmol I-', untuk jagung adalah 0,22 cmol I-' dan untuk kacang hijau dan kacang tunggak adalah 0,20 cmol I-'. Batas kritis hara K terekstrak Mehlich 1 adalah 0,12 cmol kg-'. Batas kritis hara K terekstrak N NH40Ac ph 7 pada tanah Ultisol di Sitiung untuk padi gogo adalah 0,14 cmol kg-', dan untuk kedelai 0,14 dan 0,16 cmol kg-' (Dierolf dan Yost, 2000).

Batas kritis hara K pada lahan sawah di P. Lombok dengan menggunakan pengekstrak 25% HCI dan N NH40Ac ph 7 adalah 10 mg K20 100 g-' dan 0,4 cmol K kg-' (Soepartini et a/., 1994). Disampaikan juga bahwa batas kritis K terekstrak N NH40Ac ph7 yang umum digunakan adalah 0,2 cmol K kg-', dan bervariasi - antara 0,l - 0,4 cmol K kg-'. Variasi batas kritis tergantung dari tekstur tanah, tipe mineral liat dan status K. Batas kritis hara Ca pada lahan kering jarang dipelajari, padahal lahan kering yang bersifat masam, seperti Ultisol dan Oxisol, dijumpai dalam jumlah yang cukup luas di luar P. Jawa. Masalah utama lahan kering masam adalah tingginya kemasaman tanah (ph rendah) dan rendahnya Ca2'. Upaya menanggulangi masalah ph rendah ini adalah melalui pengapuran yang dosis kapurnya ditentukan dengan menggunakan pendekatan Al-dd atau kejenuhan Al. Kapur selain meningkatkan ph tanah juga menambah hara Ca. lnteraksi K dengan Hara Lain Pemupukan K dapat meningkatkan hasil padi pada semua tingkat pemupukan N pada tanah Aluvial di Bengal Barat, India (Tandon, 1995). Pada tanah dengan kecukupan K, pemupukan N akan meningkatkan hasil jagung dan efisiensi pemupukan N di Illinois dan Ohio (Dibb, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara hara K dengan N. Menurut Dobermann dan Fairhust (2000) pertumbuhan tanaman padi sawah optimum apabila rasio N:K pada jerami berkisar antara 1 : 1 dan 1 : 1,4. Respon tanaman terhadap pemupukan P juga meningkat dengan pemupukan K. Demikian juga sebaliknya, respon pemupukan K umumnya meningkat dengan pemupukan P. Hasil jagung pada pemupukan 60 kg P ha-' (P- alam Christmas) adalah 2,85 t ha-' dan meningkat menjadi 3,28 t ha-' setelah

ditambah 150 kg KC1 ha-' (Mulyadi dan Purnomo, 1997). Rata-rata hasil tanaman selama 12 musim kering di Maligaya menunjukkan bahwa pemupukan K tanpa P adalah 0,83 t ha-', sedangkan pemupukan K dengan P menjadi 1,38 t ha-' (De Datta, 1985). Sementara itu penambahan Ca melalui pengapuran dapat meningkatkan hasil kedelai, jagung, kacang tanah dan kacang hijau pada setiap tingkat pemupukan K (Wade etal., 1988). Hasil yang sama dilaporkan pada percobaan pengapuran pada tanah Ultisol di Kuamang Kuning, Jambi (Sri Adiningsih etal., 1988). Pada umumnya AKO semakin negatif dengan pengapuran dan pemupukan K atau pelepasan K ke dalam larutan tanah semakin meningkat (Sparks dan Liebhardt, 1981). Disampaikan juga bahwa umumnya pengapuran meningkatkan daya sangga akibat meningkatnya KTK tergantung ph. Kation lain dalam tanah maupun yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap keseimbangan hara K dalam tanah. Ketidakseimbangan unsur dalam tanah berpengaruh terhadap jumlah dan distribusi ion K' dalam komplek jerapan. Ritchey (1979) menyampaikan bahwa kation lain yang berpengaruh adalah A13' dan Mn2' pada tanah masam, dan Rb', Na' serta NH,' yang bermuatan sama dan berukuran atom hampir sama dengan K'. Selain itu juga ion Ca2' dan Mg2' dapat bersaing secara efektif dengan K' dalam komplek jerapan. Tanah dengan kadar K tinggi dapat menghambat serapan Ca dan Mg (Dibb, 1998). McLean (1977) menyampaikan bahwa perbandingan yang ideal antara Ca, Mg, K dan H dalam tanah adalah 65,10,5 dan 20%.

Ketersediaan dan Serapan K Serapan K oleh tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara K, Ca, Mg dan hara lainnya. Nitrogen berpengaruh terhadap serapan K. Serapan K diketahui lebih tinggi pada lahan yang dipupuk NO, daripada NH,' (Dibb, 1998). Kadar K pada tanaman yang tinggi berpengaruh negatif terhadap konsentrasi Mg dalam tanaman, terutama pada tanah dengan kadar Mg rendah. Disampaikan juga oleh Dibb (1988) bahwa kadar K yang tinggi dalam tanah juga berpengaruh negatif terhadap serapan B, Fe, dan Mo oleh tanaman. Keseimbangan hara K dalam tanah dipengaruhi oleh penambahan unsur tersebut melalui pemupukan dan pemberian bahan organik. Penambahan bahan organik berupa jerami sebagai usaha pengembalian residu dapat meningkatkan KTK tanah sawah Latosol di Sukabumi (Sri Adiningsih, 1988). Peningkatan KTK tanah berarti meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat hara K sehingga tidak mudah hilang karena tercuci. Pengembalian residu tanaman padi gogo pada tanah di Sitiung sangat efektif dapat mempertahankan hasil tanaman dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan K (Gill dan Sri Adiningsih, 1986). Disampaikan juga bahwa penambahan 10 t Calopogonium sp. ha*' sebagai pupuk hijau dapat meningkatkan kadar K terekstrak Modified Olsen yang sama dengan batas kritis, yaitu 0,12 cmol kg-'. Dierolf dan Yost (2000) menyampaikan bahwa pengembalian sisa panen dapat mempertahankan K tanah di atas batas kritis. Pengaruh K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Lahan kering tanah Ultisol pada umumnya kekurangan hara K. Pemupukan K dosis rendah (1 0-20 kg K ha-') pada tanah ini mampu meningkatkan hasil kedelai

2 kali lipat (Gill dan Sri Adiningsih, 1986). Jerami padi gogo dan hasil kedelai optimum dicapai pada pemupukan 100 dan 120 kg K ha-'. Penelitian pemupukan K di Kuamang Kuning, Jambi menunjukkan bahwa tanaman jagung respon terhadap pemupukan K (Sri Adiningsih et al., 1988). Pengapuran dapat meningkatkan ph tanah dan menurunkan Al-dd sehingga K yang ditambahkan dapat masuk ke dalam komplek jerapan dan tidak mudah tercuci. Tujuan pemberian kapur pada tanah masam adalah untuk meniadakan pengaruh AI3+ terhadap ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman. Wade et al. (1986) menghitung kebutuhan kapur untuk tanaman kedelai dengan kejenuhan kemasaman. Batas toleransi kejenuhan kemasaman untuk tanaman kedelai adalah 10-15%. Wade et al. (1988) melaporkan bahwa batas toleransi tanaman terhadap kejenuhan Al pada kacang hijau 5%, kedelai 15%, kacang tanah 28%, jagung 29%, kacang tunggak 55% dan padi gogo 70%. Tanpa pengapuran atau kejenuhan Al dalam tanah 70% hasil kedelai tidak respon terhadap pemupukan K, sementara pengapuran sampai kejenuhan Al mencapai 40% memberi batas kritis 0,12 cmol I-' dan pengapuran sampai kejenuhan Al mencapail 0% batas kritis naik yaitu 0,18 cmol I-' (Gill, 1988). Peningkatan batas kritis dengan penambahan kapur diikuti dengan peningkatan hasil tanaman. Dengan demikian walaupun kebutuhan pupuk K pada tanah yang dikapur lebih tinggi, tetapi efisiensi penggunaan pupuk K semakin meningkat.