I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

dokumen-dokumen yang mirip
Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM ARAB

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di

Perbandingan Fase Produksi Telur Kalkun Terhadap Fertilitas, Susut Tetas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kalkun adalah hewan unggas (sejenis burung), asli Amerika Utara, yang

PENGARUH BOBOT TELUR TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS TELUR KALKUN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

PELUANG BISNIS PENETASAN TELUR ITIK

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

Gambar 1. Itik Alabio

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam:

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

I. PENDAHULUAN. unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah,

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

I. PENDAHULUAN. Ternak itik yang berkembang sekarang merupakan keturunan dari Wild

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wiharto (2002) a yam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

PENGARUH SEX RATIO AYAM ARAB TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih yaitu yang kaya nutrisi dan harganya terjangkau. Selain daging ayam dan daging sapi, produk hasil ternak yang mulai menjadi perhatian oleh masyarakat adalah daging kalkun. Masyarakat Indonesia pada umumnya belum banyak mengenal kalkun. Hal ini disebabkan oleh populasi kalkun yang masih relatif sedikit. Menurut Rasyaf dan Amrullah (1983), populasi yang masih rendah disebabkan oleh masih kurangnya peternak kalkun di Indonesia. Selain itu, sistem pemeliharaannya masih semi intensif sehingga produksi telur kalkun hanya mencapai 55--65 %. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi ternak kalkun adalah dengan penetasan. Tujuan dari usaha penetasan adalah untuk menghasilkan bibit kalkun yang berkualitas. Bibit yang berkualitas baik, mengakibatkan kemampuan anak kalkun untuk tumbuh dan berkembang serta berproduksi menjadi lebih baik, yang akhirnya akan memengaruhi perkembangan populasi kalkun sehingga menjadi meningkat.

2 Tingkat keberhasilan usaha penetasan dilihat dari fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas, karena semakin tinggi fertilitas memungkinkan daya tetas yang dihasilkan tinggi. Menurut Kurtini dan Riyanti (2003), salah satu faktor yang memengaruhi fertilitas dan daya tetas adalah produksi telur. Fase produksi telur terdiri dari dua fase yaitu fase produksi pertama dan fase produksi kedua. Menurut Prayitno dan Murad (2009), fase produksi pertama pada kalkun dimulai pada umur induk 6,5 7,0 bulan, puncak fase produksi umur induk 9--10, sedangkan fase produksi kedua pada umur induk lebih dari13 bulan. Produksi telur pada fase produksi pertama lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur di fase produksi kedua. Hal ini disebabkan oleh kemampuan organ reproduksi pada fase produksi pertama lebih baik daripada fase kedua. Produksi telur sejalan dengan umur induk karena semakin tua umur induk, produksi telur akan meningkat. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi fertilitas adalah umur induk (Kurtini dan Riyanti, 2003). Oleh sebab itu, fase produksi dapat memengaruhi fertilitas. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan fase produksi telur kalkun pada fase produksi pertama dan fase produksi kedua terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas guna untuk mengetahui hasil telur tetas yang lebih baik.

3 B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan fase produksi telur kalkun pertama dan fase produksi kedua terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas. C. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan peternak kalkun mengenai fase produksi telur kalkun yang mempunyai fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas yang lebih baik. D. Kerangka Pemikiran Kalkun merupakan jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang didomestikasikan oleh suku bangsa Indian. Kalkun merupakan jenis unggas yang mempunyai produksi daging dan telur yang tidak kalah baik dengan jenis unggas lain. Telur yang digunakan sebagai telur tetas harus memiliki fertilitas serta daya tetas yang tinggi. Tinggi rendahnya fertilitas dan daya tetas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas sperma, ransum, umur, kemampuan berproduksi, pengaruh musim, pengaruh waktu perkawinan, sistem breeding, hormon, kualitas kerabang telur, dan penyakit. Fase produksi telur terdiri dari dua fase yaitu fase produksi pertama dan fase produksi kedua. Menurut Prayitno dan Murad (2009), kalkun betina akan mencapai dewasa kelamin pada umur 6 bulan dan memasuki fase produksi pertama umur induk 6,5 7,0 bulan, puncak fase produksi umur 9--10 bulan

4 sedangkan fase produksi kedua pada umur induk lebih dari 13 bulan dan induk diafkir pada umur induk lebih dari 15 bulan. Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), umur induk merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas. Umur yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua akan menghasilkan telur tetas dengan fertilitas dan daya tetas yang tinggi, sehingga semakin tua umur induk maka fertilitas yang dihasilkan semakin menurun. Fertilitas yang baik diperoleh dari pejantan yang berumur 6 bulan dan tidak lebih dari 2 tahun. Menurut Rasyaf dan Amrullah (1983), sebagai penghasil telur, kalkun dapat memproduksi telur per tahun mencapai 150--200 butir bahkan dapat mencapai 220 butir dengan bobot telur 75--100 g dengan ukuran telur relatif besar. Prayitno dan Murad (2009) menyatakan bahwa kalkun yang dipelihara di Indonesia dapat bertelur sekitar 100--150 butir dalam periode umur 6--12 bulan dengan bobot telur mencapai 60--85 g/butir. Pada periode berikutnya jumlah telur semakin sedikit tetapi ukuran telur semakin besar dengan bobot mencapai 80--100 g/butir. Penetasan telur merupakan suatu proses biologis yang kompleks untuk menghasilkan generasi baru dalam suatu usaha untuk pengembangan ternak unggas yang berkesinambungan (Setiadi, et al., 1992). Penetasan telur kalkun dapat dilakukan dengan metode alamiah yaitu dengan bantuan induk lain (mentok), atau dengan metode buatan (mesin tetas). Baik penetasan secara alami maupun dengan buatan semuanya memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Terlepas dari semua itu, baik penetasan alami

5 maupun buatan diharapkan dapat menghasilkan tingkat fertilitas, daya tetas, serta bobot tetas yang tinggi. Untuk mendapatkan bobot tetas anak kalkun umur sehari atau Day Old Turkey (DOT) maka penetasan kalkun harus memiliki standar bobot tetas yang sudah ditentukan. Bobot tetas berkorelasi positif dengan bobot telur tetas. Semakin besar bobot telur tetas maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan (Hasan, et. al., 2005). Untuk itu seleksi telur tetas lebih dulu diutamakan pada bobot telur karena akan memengaruhi bobot awal DOC (Rasyaf, 1998). Standar bobot telur tetas kalkun yang akan ditetaskan di dalam mesin tetas pada fase produksi pertama berkisar antara 50--55 g/butir dan pada fase produksi kedua berkisar antara 70--80 g /butir (Prayitno dan Murad, 2009). Berdasarkan penelitian Rasyaf (1991) perbedaan pada fase produksi telur pertama dan fase produksi telur kedua adalah dari segi besarnya telur, pada fase produksi kedua telur lebih besar daripada fase produksi pertama. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa bagi ayam petelur yang memasuki periode fase produksi telur kedua, ukuran telurnya semakin besar sehingga mempunyai kerabang yang lebih tipis daripada fase produksi telur pertama karena kerabang harus tersebar ke area permukaan telur yang lebih luas. Menurut North dan Bell (1990), fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya tetas, walaupun tidak selalu mengakibatkan daya tetas yang tinggi pula. Hasil penelitian Hale (1953) menyatakan bahwa fertilitas pada kalkun sangat dipengaruhi oleh sex ratio. Menurut Sudaryanti,

6 (1985) bahwa induk yang memproduksi telur yang tinggi akan menghasilkan telur yang fertil daripada induk yang produksi telurnya rendah. Penyusutan berat telur merupakan perubahan yang nyata di dalam telur. Selain itu, air adalah bagian terbesar dan unsur biologis di dalam telur yang sangat menentukan proses perkembangan embrio di dalam telur (Romanoff dan Romanoff, 1975). Menurut Shanawany (1987), selama perkembangan embrio di dalam telur akan terjadi penyusutan telur sebesar 10--14% dari beratnya karena penguapan air, selanjutnya setelah menetas menyusut sebesar 22,5--26,5%. Tebal kerabang telur sedikit memengaruhi berkurangnya berat telur selama penetasan. Kerabang yang terlalu tebal menyebabkan telur kurang terpengaruh oleh suhu penetasan sehingga penguapan air dan gas sangat kecil. Telur yang berkerabang tipis mengakibatkan telur mudah pecah sehingga tidak baik untuk ditetaskan (Rasyaf, 1991). Dari telur tetas yang berukuran kecil (41,09--50,97g) dan berukuran besar (57,40- -69,64 g) akan mendapatkan susut tetas sebesar 11,24% dan 11,57% (Abiola, et al. 2008). Daya tetas dipengaruhi oleh penyimpanan telur, faktor genetik, suhu dan kelembapan mesin, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, dan nutrisi (North dan Bell, 1990). Pattison (1993) menyatakan bahwa nutrisi induk sangat memengaruhi daya tetas telur yang dihasilkan.

7 Penurunan daya tetas dapat disebabkan oleh tingginya kematian embrio dini. Kematian embrio tidak terjadi secara merata selama masa pengeraman telur. Sekitar 65% kematian embrio terjadi pada dua fase masa pengeraman pada fase awal, puncaknya terjadi pada hari ke-4, fase akhir, puncaknya terjadi pada hari ke- 19 (Jassim, et al., 1996). Lebih lanjut Christensen (2001) melaporkan bahwa kematian embrio dini meningkat antara hari ke-2 dan ke-4 masa pengeraman. Rendahnya daya tetas telur kalkun di Kabupaten Dati II Banyumas yang berkisar antara 10--93% dengan rata-rata 43,44 +6.8% (36,6 sampai dengan 50,2%) disebabkan oleh umur telur, tekstur telur, penyimpanan, pengaruh dari induknya, dan perbandingan jantan dan betina (Rosidi, et al., 1999). Aboleda (1975) berpendapat bahwa daya tetas akan menurun seiring dengan meningkatnya umur induk. Hal ini disebabkan oleh semakin tua umur induk maka kemampuan untuk berproduksi dan melakukan perkawinan semakin menurun. Hasil penelitian Hermawan (2000) menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Menurut Rasyaf dan Amrullah (1983), penguapan air yang terjadi dalam telur kalkun pada waktu pengeraman kurang lebih 66 %. Bobot telur yang berbeda dengan penguapan sekitar 66 % akan menghasilkan bobot anak kalkun yang berbeda pula. Bobot telur yang dianggap baik untuk menghasilkan anak kalkun yaitu antara 80,0--85,0 g.

8 Berkaitan dengan hal di atas, pada fase produksi pertama menghasilkan bobot telur lebih kecil daripada fase produksi kedua. Rata-rata bobot telur tetas yang dihasilkan pada fase produksi pertama oleh induk kalkun umur 6,5 7,0 bulan berkisar antara 60--70 g, sedangkan pada puncak fase produksi umur induk 9--10 bulan berkisar antara 70--75 g, dan pada fase produksi kedua oleh induk kalkun umur lebih dari13 bulan sebesar 80 g (Prayitno dan Murad 2009). Dengan adanya perbedaan bobot telur tersebut, memungkinkan ada perbedaan pada fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas. Penetasan dengan bobot telur kalkun yang seragam akan menghasilkan DOT yang seragam pula. Kaharudin (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi bobot tetas yaitu bobot telur tetas. Sudaryani dan Santoso (1994) menyatakan bahwa bobot telur tetas merupakan faktor utama yang memengaruhi bobot tetas, selanjutnya dinyatakan bobot tetas yang normal adalah 2/3 dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bisa dikatakan belum berhasil. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini : Fertilitas dan daya tetas pada fase produksi telur pertama lebih baik dibandingkan dengan fase produksi telur kedua sedangkan pada susut tetas dan bobot tetas pada fase produksi telur kedua lebih baik dibandingkan dengan fase produksi pertama.