BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat)

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak stabil, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

Karakter Berlokasi Pkl Sebagai Faktor Penting Dalam Strategi Penataan Ruang Kota

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. juga cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. kerja merupakan faktor yang sangat penting, karena tenaga kerja tersebut

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

Gambar 1.1 Skema Aerotropolis

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang signifikan serta memberikan konstribusi positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pembangun ekonomi masih terus berlangsung, sudut pandang yang

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR

IDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal. Meskipun sering dipandang sebagai sebuah masalah, sektor informal sebenarnya turut berperan dalam siklus kehidupan perkotaan, keduanya bergerak beriringan menciptakan sebuah dinamika yang saling melengkapi. Sektor formal membutuhkan keberadaan sektor informal dan begitupun sebaliknya, sektor informal membutuhkan keberadaan sektor formal. McGee dan Yeung (1977) menyebutkan bahwa PKL memiliki karakteristik khusus, yakni untuk berlokasi di tempat-tempat keramaian seperti di pasar atau pusat pertokoan, pusat permukiman, menempel pada pusat aktivitas formal, dan simpul-simpul transportasi. Kemudian Widodo (2000) menambahkan bahwa PKL memiliki karakter PKL untuk berlokasi di dekat tempat tinggalnya. Rahayu et al. (2012) dalam penelitiannya mendata aktivitas formal yang didekati oleh PKL berturut-turut dari aktivitas yang paling banyak didekati adalah aktivitas perdagangan, aktivitas rekreasi, aktivitas pendidikan, aktivitas perkatoran, dan aktivitas kesehatan. Mc Gee dan Yeung (1997) menjelaskan PKL menurut barang dagangannya dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu PKL makanan, PKL makanan mentah, PKL non makanan, dan PKL Jasa. Dari teori yang dikemukakan McGee dan Yeung ini, Rahayu et al. (2012) membagi PKL makanan siap saji menjadi dua jenis, yaitu PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat. Kelima jenis PKL ini terdapat di semua kota di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2012) menunjukkan fakta bahwa PKL jenis makanan siap saji (akumulasi dari PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat) adalah jenis PKL dengan jumlah tertinggi. Penelitian Rahayu et al (2014) dilakukan di Kota Surakarta dan diperoleh data jumlah PKL menurut jenisnya yaitu: 385 PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang, 1507 PKL makanan untuk dimakan di tempat, 114 PKL makanan mentah, 397 PKL non makanan, dan 517 PKL jasa. Total PKL makanan siap saji yang ada di Kota Surakarta adalah 1892 PKL. Jumlah ini menunjukkan bahwa PKL makanan siap saji adalah jenis PKL yang paling banyak dibutuhkan dan dicari oleh masyarakat. Makanan adalah kebutuhan dasar manusia dan keberadaan PKL makanan siap saji dipandang sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan adanya PKL makanan siap saji, masyarakat sebagai konsumen dapat

memenuhi kebutuhannya tanpa repot memasak dan terlebih harga yang ditawarkan oleh PKL jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga makanan di restoran maupun rumah makan besar. Ditambah lagi dengan gaya hidup penduduk kota yang memiliki aktivitas dan mobilitas padat, keberadaan PKL makanan siap saji sangatlah membantu. Kawasan pendidikan tinggi adalah kawasan yang memiliki fungsi untuk menyelenggarakan aktivitas pendidikan tinggi. Dilihat dari segi penggunaan ruangnya, kawasan pendidikan tinggi memiliki perbedaan dengan kawasan pendidikan lain (pendidikan dasar dan/atau menengah), hal ini dipengaruhi oleh skala pelayanan kawasan pendidikan yang mencapai skala nasional, sementara kawasan pendidikan lain hanya berskala pelayanan lokal. Jika dilihat dari sisi waktu aktivitas, aktivitas yang diselenggarakan di kawasan pendidikan tinggi jauh lebih panjang dibandingkan dengan aktivitas yang diselenggarakan di kawasan pendidikan lain, di mana kawasan pendidikan tinggi memiliki aktivitas hingga 24 jam dan kawasan pendidikan lain hanya beraktivitas maksimal 12 jam. Di samping itu, aktivitas pendidikan tinggi juga berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas penggunaan ruang sekitar. Seperti misalnya, terhadap aktivitas transportasi lokal kawasan, terhadap aktivitas perumahan dengan bermunculannya rumah-rumah indekos karena migrasi sementara yang dilakukan oleh pelaku aktivitas pendidikan tinggi, terutama mahasiswa yang dapat pula dikatakan memiliki kebutuhan sama seperti kebutuhan rumah tangga. Yudistira dan Giyarsih (2012) menyebutkan bahwa kawasan pendidikan tinggi memiliki ciri karakter aktivitas penggunaan ruang yang lebih beragam dibandingkan dengan kawasan pendidikan lain, yaitu dengan adanya daerah indekos, swalayan, photocopy, dan rumah makan. Dengan aktivitas yang heterogen seperti ini, bukanlah hal yang mengagetkan jika kawasan pendidikan tinggi menjadi salah satu lokasi tempat berkumpulnya PKL menggelar aktivitas. Kota Surakarta, memiliki satu kawasan pendidikan tinggi terluas yang berada di Kecamatan Jebres. Di kawasan ini terdapat setidaknya tiga perguruan tinggi negeri dan swasta; yaitu Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta, yang mampu menarik angka migrasi masuk ke Kota Surakarta. Adanya tiga kompleks kampus perguruan tinggi ini menimbulkan karakter ruang kawasan yang khas ruang kawasan pendidikan tinggi seperti yang dijelaskan oleh Yudistira dan Giyarsih (2012), yaitu: daerah indekos, swalayan, photocopy, dan rumah makan. Pada sistem aktivitas keruangan di sini, PKL memiliki kesempatan untuk mengisi ruang-ruang publik dengan sasaran pelaku aktivitas formal yang dilayani utamanya adalah mahasiswa. Di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres diketahui dari hasil observasi lapangan, bahwa jumlah PKL secara keseluruhan adalah 502 PKL, yang dari 387 PKL makanan siap saji (222 PKL makanan siap saji dibawa pulang dan 165 PKL 2

makanan siap saji di tempat), 11 PKL makanan mentah, 46 PKL non makanan, dan 58 PKL jasa. PKL yang berlokasi di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres mayoritas adalah jenis PKL makanan siap saji. Hal ini sejalan dengan fakta yang terjadi bahwa PKL yang ada di Kota Surakarta paling banyak merupakan jenis PKL tersebut (Rahayu et al. 2012). Kawasan pendidikan tinggi memiliki aktivitas yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kawasan pendidikan dasar dan/atau menengah pada jam sekolah (rata-rata pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00), yaitu sampai 24 jam lamanya, khususnya dengan keberadaan mahasiswa rantau yang indekos. Kesempatan waktu berdagang yang lebih lama dan sasaran jumlah konsumen yang lebih besar tentunya menguntungkan bagi PKL makanan siap saji di tempat dalam memilih waktu berdagang maupun varian jenis makanan yang dijual. Dengan demikian, mahasiswa rantau yang ada di kawasan ini diberikan pilihan praktis yang lebih terjangkau serta variatif untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Dengan dasar hal tersebut, penelitian dilakukan terhadap PKL makanan siap saji, dengan fokus penelitian pada jenis PKL makanan siap saji di tempat. Dipilihnya jenis PKL makanan siap saji di tempat didasari oleh sisi kepraktisan yang ditawarkan PKL, sehingga mahasiswa sebagai sasaran konsumen dapat memperoleh makanan dengan harga terjangkau tanpa perlu menyiapkan ataupun membersihkan peralatan makan yang digunakan setelah selesai makan. Di sisi lain, muncul kehawatiran karena PKL makanan siap saji di tempat membutuhkan tempat yang jauh lebih luas dibandingkan dengan PKL jenis lain. Kekhawatiran ini disebabkan karena PKL menggunakan ruang publik sebagai tempat beraktivitas, sehingga ruang publik yang digunakan oleh PKL makanan siap saji di tempat akan menjadi jauh lebih besar. Keberadaan PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres ini merupakan preseden dari keberadaan PKL di kawasan pendidikan tinggi yang kasusnya dapat dijumpai di semua kawasan perkotaan di Indonesia. Berbagai kebijakan penataan PKL telah dilakukan, termasuk dengan melegalkan aktivitas PKL. Namun upaya yang telah dilakukan belum sepenuhnya berhasil membuat PKL meninggalkan lokasi-lokasi yang seharusnya ilegal untuk digunakan sebagai tempat berjualan. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui karakteristik PKL makanan siap saji di kawasan pendidikan tinggi untuk dimakan di tempat berdasarkan faktor lokasinya. 3

1.2.Rumusan Masalah PKL sebagai sektor informal beraktivitas di kawasan pendidikan tinggi. Jenis PKL yang mendominasi adalah PKL makanan siap saji. PKL makanan siap saji dapat dibedakan melalui sifat barang dagangan yang dijual, yaitu PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat. Keberadaan PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres memiliki dua sisi mata uang, pertama keberadaan PKL makanan siap saji di tempat membantu mahasiswa sebagai pelaku utama aktivitas di kawasan dalam memenuhi kebutuhan makanan dengan harga yang lebih terjangkau dan kedua keberadaan PKL makanan siap saji di tempat dipandang merusak tatanan keindahan kota dengan menggunakan ruang publik di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres yang besar. Dengan demikian, maka dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimanakah karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. 1.3.Tujuan dan Sasaran Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter faktor lokasi PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi. Dari tujuan tersebut, maka dapat dirumuskan sasaran penelitian adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya, dan 2. Analisis karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. 1.4.Posisi Penelitian Dilihat dari sudut pandang perencanaan wilayah dan kota, PKL muncul sebagai bagian dari sisi informal kota yang tidak bisa menjawab tuntutan akan keterampilan khusus serta latar belakang pendidikan yang dibutuhkan dalam mencari pekerjaan di kawasan perkotaan. PKL sebagai bagian dari elemen perkotaan perlu dilibatkan secara langsung dalam setiap perencanaan dan pengambilan kebijakan. Keberadaan PKL membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya jenis PKL makanan untuk dimakan di tempat, yaitu dengan menyediakan makanan sebagai kebutuhan dasar manusia dengan harga yang lebih terjangkau. Keberadaan PKL selalu terkait dengan aktivitas perkotaan lain dan saling berinteraksi hingga menciptakan suatu sinergi. Aktivitas pendidikan tinggi adalah salah satu aktivitas formal perkotaan yang tidak bisa lepas dari PKL. Aktivitas pendidikan tinggi memiliki waktu 4

aktivitas yang lebih panjang dengan mahasiswa sebagai pelaku utamanya. Di sinilah PKL makanan siap saji di tempat muncul untuk menyediakan kebutuhan mahasiswa akan makanan. Perencanaan Wilayah dan Kota Aktivitas Perkotaan Perkotaan Penduduk Sosial Lapangan Pekerjaan Aktivitas Pendidikan Aktivitas Pendidikan Tinggi Ekonomi Formal Informal Mahasiswa sbg pelaku aktivitas utama PKL Kebutuhan akan makanan PKL makanan siap saji di tempat Gambar 1.1 Keterkaitan PKL dengan Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota Sumber: Analisis Penulis, 2016 Sebagai sebuah elemen perkotaan yang terus berkembang, penelitian dan kajian mengenai PKL sebelumnya pernah dilakukan. Sifat PKL yang cenderung menempel pada aktivitas utama kota dapat membentuk suatu hubungan simbiosis mutualisme antara PKL dengan aktivitas utama yang ditempelinya. Akan tetapi, keberadaan PKL yang menggunakan ruang publik sebagai lokasi berdagang juga menimbulkan masalah lain, mulai dari terganggunya aktivitas transportasi sampai berpengaruh terhadap keindahan kota. Namun pada sisi yang lain lagi, pendekatan yang digunakan untuk penataan PKL juga perlu mempertimbangkan kepentingan PKL yang juga merupakan salah satu elemen penyusun perkotaan dan berhasil memberikan lapangan pekerjaan yang secara tidak langsung berhasil mengurangi jumlah pengangguran di perkotaan. Pada penelitian-penelitian terdahulu, telah dilakukan beberapa kajian mengenai faktorfaktor pemilihan lokasi hingga pola penataan PKL, yang bertujuan untuk mencari upaya penanganan PKL yang terpadu dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak. Widodo (2000) menyebutkan PKL cenderung memilih lokasi usaha yang: (a) dekat dengan keramaian, (b) dekat dengan tempat tinggal, (c) terdapat angkutan umum, dan (d) keinginan untuk mengelompok dengan pedagang sejenis. Sari (2003) mengemukakan aspek-aspek yang 5

menjadi prioritas dalam pemilihan lokasi berdagang PKL dilihat melalui faktor ekonomi, sosial, dan fisik; yang ketiganya dikaji dari sudut pandang pemerintah, PKL dan masyarakat sehingga dapat diperoleh titik temu dalam usaha penataan PKL. Heryani (2007) mengemukakan bahwa penataan PKL yang tidak memperhatikan karakteristik aktivitas dari masing-masing PKL akan menimbulkan masalah baru. Sutrisno, dkk (2007) menjelaskan ada tiga pendekatan yang dilakukan dalam pola penataan PKL di Kota Surakarta yang didasarkan pada perpaduan tiga kepentingan utama yaitu pemerintah, masyarakat, dan PKL itu sendiri. Sementara itu, Susilo (2011) melakukan studi komparasi PKL dengan pedagang yang menempati pasar dan menyimpulkan kecenderungan pemilihan lokasi PKL di bahu jalan adalah besarnya omset, perputaran modal, asumsi akan besarnya harga sewa kios di pasar, usia, serta asumsi terhadap lokasi yang paling strategis untuk berdagang. Sedangkan Rahayu et al. (2012) meneliti tentang karakter berlokasi PKL sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi strategi penataan ruang kota, di mana penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat keberhasilan program penataan PKL yang telah dilakukan. Zees dan Sugiantoro (2013) melakukan penelitian di Kota Manado dan menemukan bahwa PKL utamanya memperhatikan modal, jarak dengan tempat tinggal PKL, pendapatan, dan jumlah pengunjung/pembeli sebagai hal-hal yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi PKL. Pada tahun 2014 dan 2015, Rahayu et al melakukan penelitian lanjutan mengenai model zonasi lokasi PKL di Kota Surakarta. Pada tahun pertama hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik aktivitas dengan karakter lokasi PKL. Dari hal tersebut kemudian Rahayu mampu merumuskan tipologi PKL berdasarkan karakter berlokasi sesuai dengan jenis dagangannya. Melanjutkan penelitian yang sama di tahun kedua dengan melakukan identifikasi terhadap karakteristik lokasi stabilisasi PKL di Kota Surakarta, diperoleh model zonasi lokasi PKL. Terdapat 2 model zonasi lokasi PKL, yaitu berdasakan kedekatan dengan lokasi tempat tinggal dan kedekatan lokasi dengan tempat berjualan PKL sebelumnya. Aktivitas pendidikan tinggi sebagai salah satu bentuk kegiatan formal memiliki karakteristik khusus yang mampu menarik PKL. Karakter aktivitas pendidikan tinggi ini mampu menciptakan suatu sistem keruangan yang memiliki ciri khusus. Ciri khusus yang dimaksud yaitu dengan munculnya sistem permukiman berupa kantung-kantung indekos; adanya kegiatan jasa berupa rental pengetikan, print, dan/atau photocopy; serta keberadaan warung-warung dan rumah makan. Di sini dapat dilihat perbedaan yang sangat mencolok pada pelaku aktivitas pendidikan tinggi dengan aktivitas pendidikan dasar dan/atau menengah, sehingga turut berpengaruh pula pada karakteristik PKL yang ada. PKL yang terdapat di 6

kawasan pendidikan tinggi didominasi oleh PKL makanan siap saji dan memiliki waktu berdagang yang lebih panjang dibandingkan dengan PKL yang berada di kawasan pendidikan dasar dan/atau menengah. Penelitian tentang PKL ini menggunakan preseden PKL makanan siap saji di tempat dengan alasan PKL jenis ini membutuhkan ruang yang lebih besar dibandingkan PKL jenis lain. Mengingat sifat PKL adalah menggunakan ruang-ruang publik atau ruang yang bukan peruntukannya untuk kegiatan perdagangan, maka dapat dipastikan jenis PKL makanan siap saji di tempat akan menyalahgunakan penggunaan ruang publik yang lebih. Penelitian dilakukan di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres yang merupakan kawasan pendidikan tinggi terbesar di Kota Surakarta dengan 3 (tiga) perguruan tinggi berskala nasional berlokasi di sana. Kajian dilakukan terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. Tabel 1.1 Review Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti (Tahun) Keterangan 1. Faktor-faktor yang Ahmad Widodo PKL dipilih sebagai mata pencaharian tetap karena Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Kota Semarang) (2000) modal usaha yang relatif kecil, namun bisa memberikan hasil yang cukup. Kecenderungan PKL dalam memilih lokasi usaha adalah yang dekat dengan keramaian, dekat dengan tempat tinggal, terdapat angkutan umum, serta keinginan untuk 2. Studi Aspek yang Diprioritaskan pada Faktor Ekonomi, Sosial, dan Fisik Dalam Penentuan Lokasi Pedagang Kaki Lima di Kota Mataram 3. Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pendidikan Tembalang Kota Semarang 4. Pola Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Surakarta Berdasarkan Paduan Kepentingan PKL, Warga Masyarakat, dan Pemerintah Kota 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pedagang Kaki Lima Menempati Bahu Jalan di Kota Bogor (Studi Kasus Pedagang Sembako di Jalan Dewi Sartika Utara) 6. Karakter Berlokasi PKL sebagai Faktor Penting Aulia Purnama Sari (2003) Dian Heryani (2006) Budi Sutrisno, et al (2007) Agus Susilo (2011) Murtanti Jani Rahayu, et al mengelompok dengan pedagang sejenis. Usaha penataan PKL yang dilakukan oleh pemerintah seringkali hanya dilihat dari sudut pandang pemerintah saja, tanpa melihat kebutuhan PKL dan masyarakat sebagai pengguna. Hal ini menyebabkan tidak optimalnya usaha penataan PKL yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pemerintah, PKL, dan masyarakat. Penentuan lokasi PKL tidak memperhatikan karakteristik dari masing-masing PKL, sehingga menyebabkan berbagai macam masalah. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik aktivitas PKL. Krisis ekonomi berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah PKL di Kota Surakarta dan kemudian berdampak pada penggunaan fasilitas publik sebagai lokasi berjualan. Dilakukan tiga sisi pendekatan untuk menata PKL, yaitu dari sisi pemerintah, dari sisi PKL sendiri, serta dari sisi masyarakat. Melakukan pembandingan antara PKL di Jalan Dewi Sartika (utara) dengan pedagang di kios dalam Pasar Anyar. Kecenderungan pemilihan lokasi berdagang di Jalan Dewi Sartika adalah besar omset pedagang, perputaran modal, asumsi pedagang terhadap harga sewa kios/los dalam pasar, usia pedagang, dan asumsi terhadap lokasi strategis untuk bedagang. PKL merupakan sektor informal perkotaan yang jumlahnya meningkat dengan pesat. Pemkot 7

No. Judul Penelitian Peneliti (Tahun) Keterangan dalam Strategi Penataan Ruang Kota (2012) Surakarta mencoba memberikan ruang bagi PKL agar dapat bersaing dengan sektor formal perkotaan melalui relokasi dan stabilisasi. Tolok ukur kesuksesan program ini tidak hanya ditinjau dari segi estetika kota akan tetapi perlu dilihat dari sudut 7. Sensitivitas Pedagang Kaki Lima Terhadap Lokasi Pada Skala Mikro di Kota Manado 8. Model Zonasi Lokasi PKL yang Berkelanjutan dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Kota Surakarta (Tahun 1 dari Rencana 2 Tahun) 9. Model Zonasi Lokasi PKL yang Berkelanjutan dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Kota Surakarta (Tahun 2 dari Rencana 2 Tahun) Sumber: Dari Berbagai Sumber, 2016 1.5.Manfaat Penelitian Eko Adityawan Tumenggung Zees dan Sugiantoro (2013) Murtanti Jani Rahayu, et al (2014) Murtanti Jani Rahayu (2015) pandang PKL. Modal, jarak dengan tempat tinggal, pendapatan, dan jumlah pengunjung/pembeli menjadi hal-hal yang paling diperhatikan oleh PKL dalam memilih lokasi berdagangnya di Kota Manado. PKL memiliki karakter lokasi sebagai ciri khas dalam mempertimbangkan pemilihan lokasi PKL. Karakter berlokasi PKL tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi tapak dan relativitas posisi lahan, namun juga pada struktur pembangunan manusia dan nilai sosial. Dalam berlokasi PKL mempertimbangkan karakteristik aktivitasnya. PKL memiliki tipologi berdasakan karakter berlokasi dan jenis barang dagangannya. Melanjutkan dari penelitian yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya, dilakukan identifikasi terhadap lokasi-lokasi stabilisasi PKL yang selanjutnya diolah bersama dengan teori dan kebijakan sehingga mendapatkan lokasi alternatif stabilisasi. Model zonasi dirumuskan dari hasil alternatif lokasi yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis dan teoritis, yaitu antara lain: 1. Secara praktis hasil penelitian bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya penanganan, penataan, dan/atau stabilisasi PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi dengan mempertimbangkan karakteristik PKL berdasarkan faktor lokasi, demi tercapainya kehidupan kota yang harmonis dan mengutamakan kepentingan bersama; dan 2. Secara teoritis hasil penelitian dapat menambah wacana kajian dalam bidang perencanaan wilayah dan kota, khususunya mengenai karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang berlokasi di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai karakteristik PKL makanan siap saji di tempat berdasarkan faktor lokasinya maupun mengenai karakteritik PKL dilihat berdasarkan faktor lokasi dengan menggunakan obyek penelitian PKL jenis lain yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi pada lokasi yang berbeda. 8

1.6.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian akan dilakukan terhadap PKL makanan siap saji di tempat yang terdampak oleh aktivitas pendidikan tinggi di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres. Dipilihnya Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dikarenakan adanya karakteristik aktivitas pendidikan tinggi yang dimiliki oleh kawasan ini. Karakteristik aktivitas pendidikan tinggi yang dimaksud adalah karakter penggunaan ruang kawasan yang memenuhi kebutuhan mahasiswa dengan ditunjukkan oleh keberadaan daerah indekos, pusat jasa photocopy dan rental pengetikan, warung makan, serta swalayan (Yudistira dan Giyarsih, 2012). Batasan deliniasi lokasi penelitian ditentukan berdasarkan karakter aktivitas yang membentuk kesamaan karakter penggunaan ruang kawasan dalam radius 400 meter dari akses pintu masuk kampus yang terdapat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres. Diputuskannya jarak radius 400 meter dari akses pintu kampus adalah jarak minimal untuk berjalan kaki tanpa beristirahat (SNI 03-1733-2004). Gambar 1.2 Deliniasi Wilayah Penelitian Sumber: Peneliti, 2016 Secara substantif lingkup penelitian adalah karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan faktor lokasinya, yaitu: 9

a. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap fasilitas perdagangan dan jasa terdekat, b. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap indekos terdekat, c. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap tempat tinggal PKL itu sendiri, dan d. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan kemudahan lokasi berjualan PKL dijangkau dengan menggunakan moda transportasi. 1.7.Sistematika Pembahasan Bab 1 Pendahuluan Bab pendahuluan berisikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan sasaran penelitian, posisi penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Bab 2 Tinjuaan Teoritis Faktor Lokasi PKL di Kawasan Pendidikan Tinggi Bab ini berisikan tentang tinjauan secara teoritis mengenai faktor lokasi PKL yang diperoleh dari faktor lokasi perdagangan, karakteristik PKL, dan karakter kawasan pendidikan tinggi. Bab 3 Metode Penelitian Bab metode penelitian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, alur proses penelitian, variabel penelitian, kebutuhan data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis yang digunakan dalam penelitian. Bab 4 Hasil Penelitian Bab ini membahas mengenai gambaran karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di Kawasan Pendidikan Jebres berdasarkan faktor lokasinya dan hasil keluaran mengenai tipologi PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Jebres menurut karakteristik faktor lokasinya. Bab 5 Pembahasan Bab pembahasan membahas tentang karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang ada di Kawasan Pendidikan Jebres berdasarkan faktor lokasinya dan tipologi PKL makanan siap saji untuk dimakan di tempat di Kawasan Pendidikan Jebres menurut karakteristik faktor lokasinya. 10

Bab 6 Penutup Bab penutup berisi kesimpulan, kekurangan penelitian, dan saran dari peneliti atas penelitian yang dilakukan terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di Kawasan Pendidikan Jebres. 11