BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II DASAR TEORI Jalan Perkotaan

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN DI KOTA TANGERANG ( STUDI KASUS JL. JENDERAL SUDIRMAN DAN JL. MH. THAMRIN )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Persyaratan Teknis jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

PENGARUH PERLINTASAN KERETA API TERHADAP KINERJA JALAN RAYA CITAYAM (169T)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FASILITAS PEJALAN KAKI

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

1. Manajemen Pejalan Kaki

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian.

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

ABSTRAK. Kata kunci : Zebra cross, evaluasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

PERTEMUAN KE-8 UJIAN TENGAH SEMESTER

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

Kajian Azaz Manfaat Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Sultan Thaha Kota Jambi. Fakhrul Rozi Yamali

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

BAB II TINNJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan (a) jembatan penyeberangan (b) zebra cross (c) pelican cross (d) terowongan c) Non Trotoar Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. : SK.43/AJ 007/DRJD/97 bahwa jenis fasilitas pejalan kaki untuk menyusuri jalan (pada sisi jalan) dapat berupa trotoar. Fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang pada ruas jalan meliputi : 1. Zebra crossing, dengan pelindung maupun tanpa pelindung 2. Pelican crossing, dengan pelindung maupun tanpa pelindung 3. Jembatan penyeberangan atau terowongan penyeberangan. Menurut Asian Development Bank (1996) fungsi fasilitas pejalan kaki dapat ditinjau dari : 4

5 1. Pejalan kaki yaitu untuk memberi kesempatan bagi lalu lintas orang, sehingga dapat berpapasan pada masing-masing arah atau menyiap dengan rasa aman dan nyaman; 2. Lalu lintas yaitu untuk menghindarkan bercampurnya pejalan kaki dengan kendaraan. Menurut Washington SDT (1997) fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki dapat disediakan secara bertahap sesuai dengan tingkat kebutuhan dan pertimbangan kebijakan lalulintas. Fasilitas bagi pejalan kaki pada tingkatan yang paling sederhana berupa marka penyeberangan (zebra crossing), kemudian tingkatan di atasnya adalah penyeberangan dengan pengendalian lampu lalulintas (pelican crossing), dan selanjutnya jembatan penyeberangan (bridge crossing) atau terowongan. 2.2. LANDASAN TEORI Fasilitas pejalan kaki dibutuhkan : 1. pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi. 2. pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap. 3. pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan pasar dan perkortaan. 4. pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan / permintaan yang tinggi dengan periode pendek, seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga.

6 5. pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan / gelanggang olah raga, tempat ibadah. 6. pada deerah-daerah rekreasi. Pergerakan Pejalan Kaki dapat dibedakan menjadi pergerakan : 1. Menyusuri Jalan 2. Memotong Jalan (pada ruas jalan) 2.2.1 Pergerakan Menyusuri Jalan Pada beberapa daerah yang mempunyai aktivitas tinggi seperti pada jalanjalan pusat pertokoan dan pasar, maka suatu pertimbangan harus diberikan untuk membuat suatu daerah khusus pejalan kaki. Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh: 1. Volume para pejalan kaki yang berjalan 2. Volume arus lalu lintas pada ruas jalan 3. Tingkat kecelakaan 4. Pengaduan/permintaan masyarakat. Trotoar disarankan untuk direncanakan dengan tingkat pelayanan serendahrendahnya C. Pada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan, trotoar dapat direncanakan sampai dengan tingkat pelayanan E. Tingkat pelayanan trotoar dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

7 Tabel 2.1 Tingkat Pelayanan Trotoar Tingkat Pelayanan A B C D E F Modul/Space (m 2 /orang) 3,25 2,3 3,25 1,4 2,3 0,9 1,4 0,45 0,9 0,45 Volume (orang/meter/menit) 2,3 23 33 33 50 50 66 66 2 2 Lebar trotoar berdasarkan kelas jalan menurut Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 1992 adalah: Tabel 2.2 Lebar Trotoar Berdasarkan Kelas Jalan Klasifikasi rencana Kelas 1 Standar minimum (m) 3,0 Lebar minimum pengecualian (m) 1,5 Tipe II Kelas 2 3,0 1,5 Kelas 3 1,5 1,0 Lebar minimum digunakan hanya pada jembatan dengan bentang 50 meter atau lebih pada daerah terowongan dengan volume lalulintas pejalan kaki 300 500 orang per 12 jam. Lebar trotoar berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 tahun 1993 adalah:

Tabel 2.3 Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi No. 1. 2. 3. 4. Lokasi Trotoar Jalan di daerah perkotaan atau kaki lima Diwilayah perkotaan utama Di wilayah industri a. pada jalan primer b. pada jalan akses Di wilayah pemukiman a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses Lebar Trotor Minimal (m) 4 3 3 2 2,75 2 Bila jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, maka lebar trotoar yang dianjurkan adalah menurut Keputusan Menteri Perhubungan No, KM 65 tahun 1993 adalah : Tabel 2.4 Lebar Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki No. 1. 2. 3. 4. Jumlah pejalan kaki/detik/meter 6 3 2 1 Lebar Trotor (m) 2,3 5,0 1,5 2,3 0,9 1,5 0,6 0,9 Ruang bebas diatasnya harus sekurang-kurangnya 2,5 meter.

9 Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Lebar alinyemen jalur pejalan kaki harus leluasa, minimal bila berpapasan, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalulintas kendaraan, untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras dan diberi pembatas. Perkerasan dapat dibuat blok beton, perkerasan aspal, permukaan rata dan mempunyai kemiringan melintang 2 4 % supaya tidak terjadi genangan air. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum dipakai rumus sebagai berikut: LT = Lp + Lh Dimana: LT = Lebar total jalur pejalan kaki Lp = Lebar jalur pejalan kaki yang diperlukan sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diinginkan. Lh = Lebar tambahan akibat halangan bangunan-bangunan yang ada disampingnya, ditentukan pada di bawah ini. Tabel 2.5 Lebar Tambahan Trotoar Fasilitas 1. Patok penerangan 2. Patok lalulintas 3. Rambu lalulintas 4. Kotak surat 5. Keranjang sampah 6. Tanaman peneduh 7. Pot bunga Lebar Tambahan (cm) 75-100 100 120 75 100 100 120 100 60 120 150

10 Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimum untuk 2 orang pejalan kaki yang bergandengan atau 2 orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa bersinggungan adalah 150 cm. (menurut Pedoman Perencanaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum yang disusun oleh Bina Marga, 1999). Pada Pedoman tersebut juga disyaratkan untuk mendapatkan lebar minimum jalur pejalan kaki pada kondisi ideal dipakai rumus: Dimana: W P = Lebar total jalur pejalan kaki (m) = Volume pejalan kaki (orang/menit/meter) 2.2.2. Pergerakan Memotong Jalan Metode umum untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi adalah melalui pengukuran konflik kenderaan/pejalan kaki, yaitu: Dimana: P V 2 P V = Volume pejalan kaki yang menyeberang pad panjang 100 150 meter. = Volume kendaraan setiap jam 2 arah pada jalan 2 arah yang tidak dibagi (tidak ada median). Survey harus dilakukan minimum untuk 6 jam pada periode jam sibuk, dihitung untuk masing-masing jalan, dan 4 nilai tertinggi PV 2 rata-rata.

11 Kriteria untuk zebra cross, pelican crossing dan penyeberangan sebidang dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 2.6 Kriteria Fasilitas Penyeberangan Sebidang PV 2 P (orang/jam) V (kend./jam) Rekomendasi awal 10 2,3 5,0 Tidak perlu penyeberangan > 10 50-1100 300 500 Zebra Cross > 2 x 10 50-1100 400 750 Zebra Cross dengan pemisah > 10 50 1100 > 500 Pelican Crossing > 10 > 1100 > 300 Pelican Crossing > 2 x 10 50 1100 > 750 Pelican Crossing dengan pemisah > 2 x 10 > 1100 > 400 Pelican Crossing Gambar 3.1 Grafik Kriteria Penetapan Jenis Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki

12 2.2.3 Karakteristik Arus Lalulintas Arus lalulintas antara lain : 1. Kecepatan kendaraan Kecepatan adalah tingkat perubahan jarak dibagi dengan waktu. Kecepatan dapat dihitung sebagai kecepatan setempat atau sebagai angka rata-rata waktu atau jarak. Pada saat arus lalu lintas berjalan, karakteristikkarakteristik ini akan bervariasi terus menerus yang disebabkan karena acaknya jarak antara kendaraan, untuk merangkum dan menganalisis arus lalu lintas, maka volume rata-rata, kecepatan dan kepadatan harus dihitung dalam periode waktu. Untuk memperoleh kecepatan kendaraan dipakai rumus : Dimana : V = kecepatan kendaraan (km/jam) L = panjang segmen/jarak (km) TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam) 2. Headway dan gap distance kendaraan Headway adalah jarak antara satu kendaraan dengan kendaraan berikutnya. Sedangkan gap distance adalah jarak antara tepi depan satu kendaraan ke tepi belakang kendaraan berikutnya. 3. Volume lalulintas Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui satu titik yang tetap pada jalan dalam suatu waktu dihitung dalam jumlah kendaraan / hari atau kendaraan / jam. Volume dapat dihitung pada periode waktu yang lain, tetapi periode

13 pencacahannya harus cukup panjang untuk menjamin variasi-variasi yang pendek tidak sampai mempengaruhi angka rata-rata. 4. Kepadatan Kendaraan / Derajat Kejenuhan (DS) Kepadatan kendaraan atau derajat kejenuhan adalah rasio arus lalulintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu. Digunakan sebagai faktor utama penentuan kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Dalam perencanaan suatu jalan, nilai dari derajat kejenuhan (DS) tidak lebih dari 0.75 Persamaan dasar untuk menetukan derajat kejenuhan (DS) adalah sebagai berikut : Keterangan : DS Q C = derajat kejenuhan = volume kendaraan (smp/jam) = kapasitas jalan (smp/jam)

14 2.3. HIPOTESIS Dari hasil penelitian ini dengan diketahuinya karakteristik penyeberang jalan dan karakterisrik arus lalulintas maka dapat ditentukan fasilitas apa yang harus disediakan di kawasan Jend. A. Yani. Diharapakan hasil dapat dijadikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan pada jalan tersebut sehingga jalan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Selain itu dengan mengimplementasikan Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki, para pejalan kaki bisa dengan leluasa, nyaman, dan merasa aman menyeberang pada jalan Jend. A. Yani.