PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bagas Laksawicaka Gedung Bioskop di Kota Semarang 1

SEMARANG CINEMA CENTER Dengan Penekanan Desain Eco-Architecture

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek. Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan,

SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern

GEDUNG BIOSKOP DI KOTA SEMARANG (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST MODERN)

BAB I PENDAHULUAN. dari rutinitas yang mereka lakukan. Untuk menghilangkan ketegangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN GEDUNG BIOSKOP MENJADI CINEPLEX DI WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari

I.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I LATAR BELAKANG. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

BAB I PENDAHULUAN. sarana hiburan,dan merupakan salah satu yang sangat populer di hampir semua

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

Medan Convention and Exhibition Center 1 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

STUDIO TUGAS AKHIR (TKA- 490) ARSITEKTUR METAFORA BAB I PENDAHULUAN

SEKOLAH TINGGI PERFILMAN JAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINEMATEK DAN SINEPLEKS TRPADU DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekolah Desain Animasi dan Game Semarang

SINEMATEK TERPADU DI YOGYAKARTA

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan Yogyakarta. Tahun Wisatawan Lokal Wisatawan

Medan Culinary Center Arsitektur Rekreatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall

Fasilitas sportainment Di Taman Ria Senayan Jakarta

PUSAT SINEMA SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya alam dan sumber daya manusia harus maksimal agar bisa menyejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

Taman Imaginasi Di Semarang 126/48

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dipelajari, baik secara formal maupun nonformal/otodidak), benda angkasa. Penemuan lain, ilmu informasi dan komunikasi,

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

Aplikasi Teknologi Tinggi sol,agai I^rnbcnt.uk ^^l^unan BAB! LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu individu yang dinamis namun sudah. cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ada di sekitarnya. Dengan pemakaian teknologi informasi, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE CLUB DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 P e n d a h u l u a n

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Tabel 1.1 Daftar Jumlah Penonton Bioskop BlitzMegaplex PVJ Bandung Tahun Jumlah Penonton

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BOOK POINT MIZAN DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi ini, banyak orang bersaing untuk mendapatkan kehidupan yang semakin

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

Kolam Renang Indoor Universitas Diponegoro - Tugas Akhir 135 LP3A BAB I PENDAHULUAN

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

melodi dan keharmonisan dari nada dan suara yang disusun '). Seni

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Koentjaranigrat (seniman). Majalah Versus Vol 2 edisi Februari 2009

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman di era globalisasi ini menuntut aktivitas-aktivitas sosial yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dunia semakin hari semakin berkembang pesat begitu juga perkembangan teknologi di indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia indonesia harus dapat bersaing dengan negara-negara maju dunia sepeti amerika, inggris, korea selatan dan negara maju lainnya khususnya dalam bidang teknologi. Di era modernisasi saat ini teknologi mengusai berbagai bidang dan Salah satu bidang yang terkena dampak besar akan perkembangan teknologi dan informasi adalah dunia hiburan. Saat ini dunia hiburan berkembang semakin cepat, kreatif dan variatif. Dunia hiburan sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh masyarakat perkotaan. Dalam dunia hiburan, rekreasi dan komersial memiliki keterkaitan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan. Rekreasi dan komersial akan saling mendukung satu sama lain dan menghasilkan suatu hiburan yang berkualitas. Dunia hiburan merupakan salah satu bidang bisnis yang akan selalu hidup karena hiburan adalah salah satu kebutuhan yang di butuhkan manusia terlebih dengan kesibukan masyarakat perkotaan saat ini yang aktivitas kehidupan hariannya begitu padat sehingga menyebabkan minimnya waktu istirahat dan juga waktu berkumpul dengan keluarga. Selain itu, aktivitas yang begitu padat akan mengakibatkan rasa tegang, lelah, penat dan bosan pada masyarakat kota sehingga sangat diperlukan penyegaran fisik dan mental agar selalu siap untuk bekerja setiap harinya, sehingga waktu luang yang ada benar-benar digunakan untuk bersantai, melepaskan kepenatan dan ketenangan selama bekerja. Salah satu cara manusia untuk mengurangi rasa penat tersebut adalah dengan hiburan, baik dalam hal psikologisnya atau fisik.

Hiburan yang dilakukan bisa dengan berbagai jenis hiburan baik dalam bentuk audio dan visual. Film adalah salah satu karya seni yang lahir dari suatu kreatifitas dan imajinasi orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya seni film terbukti mempunyai kemampuan kreatif. Film mempunyai kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas imaginer tersebut dapat menawarkan rasa keindahan ataupun hanya sekedar hiburan bagi yang melihatnya. Tabel 1. 1 Jumlah produksi film indonesia tahun 2001-2012 Sumber : lembaga sensor film Indonesia 2012 Perkembangan film di indonesia juga sangat berdampak dengan antusiasme masyarakat akan kegemaran menonton film di bioskop. Bioskop sudah lama dikenal masyarakat luas, dan pertama di dunia dibangun pada 1902. Sedangkan di indonesia bioskop pertama kali dikenal pada tahun 1900 di jakarta tepatnya di jalan tanah abang. Menurut www.indonesiafilm.net (diakses pada 2 februari 2015), perkembangan pertumbuhan bioskop di Indonesia saat ini masih kurang pesat. Bioskop di Indonesia pernah mengalami masa kejayaan pada tahun 90-an

dimana pada tahun tersebut mencapai jumlah tertinggi yaitu 2600 buah dengan 2853 layar, serta jumlah penonton mencapai 32 juta orang. Era 1999-2002 terjadi keterpurukan bagi usaha perbioskopan secara drastis. Dari jumlah 2600 pada tahun 1990, hanya menyisakan 264 bioskop dengan 676 layar di tahun 2002. Grafik 1. 1 Pertumbuhan Bioskop di Indonesia Sumber : www.indonesiafilm.net Selain itu juga menurut data dari penelitian dari www.indonesiafilm.net masih banyak sekali jumlah penonton yang tidak terlayani dengan bioskop atau tempat pemutaran film yang ada saat ini. Berikut adalah grafik perbandingan jumlah penduduk terhadap akses ke bioskop dan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi tertinggi yang penduduknya tidak mendapatkan akses ke bioskop. Dari data dibawah dapat dikatakan bahwa Provinsi Jawa Barat masih membutuhkan banyak fasilitas rekreasi khususnya bioskop jumlah kuantitas yang banyak.

Grafik 1. 2 Perbandingan jumlah penduduk dengan akses ke bioskop Sumber : www.indonesiafilm.net Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat sehingga sebagai ibukota Provinsi, kota Bandung harus dapat membantu perkembangan kota-kota sekitarnya dengan memberikan fasilitas yang belum ada di kotakota lainnya dalam hal ini khususnya kota-kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat kota Bandung Saat ini sedang melakukan pembenahan dalam berbagai bidang. Pembenahan ini memberikan dampak positif yang begitu besar terhadap kota Bandung. Sehingga memicu perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang. Terlebih dalam bidang pariwisata, kota Bandung dikenal sebagai salah satu kota wisata yang menawarkan berbagai wisata dan rekreasi. Namun dengan bertambahnya jumlah wisatawan yang datang ke kota Bandung jumlah kebutuhan akan fasilitas wisata dan rekreasi pun semakin meningkat.. NAMA BIOSKOP JUMLAH LAYAR CIWALK XXI 8 EMPIRE XXI 6 BTC XXI 5 BSM XXI 5

6 FESTIVAL CITYLINK XXI BLITZ MEGAPLEX PVJ 9 BLITZ MEGAPLEX MIKO MALL 8 TOTAL 47 Tabel 1. 2 Jumlah bioskop dan layar bioskop di kota Bandung Sumber : Dokumentasi Pribadi Dan menurut RTRW kota Bandung hampir setiap wilayah di kota Bandung masih membutuhkan bioskop seperti yang dapat dilihat di gambar 1.3 Gambar 1. 1 Jumlah Kebutuhan dan Fasilitas WP Sumber : RTRW kota Bandung 2013-2031 Jumlah kebutuhan akan bioskop semakin meningkat namun ketersediaan yang kurang menyebabkan menurunnya kualitas sinema atau bioskop dan hampir seluruh bisokop yang ada di kota Bandung. Bioskop merupakan salah satu dari banyak alternative seseorang untuk berekreasi. Ketajaman dan efek bunyi pada bioskop pun sangat menentukan kepuasan masyarakat yang sedang menyaksikan sebuah pertunjukan film Penataan akustik ruang perlu dilakukan agar efek bunyi yang dihasilkan bisa menunjang pertunjukan film yang sedang di putar. Akustik

ruang adalah bentuk dan bahan dalam suatu ruangan yang terkait dengan perubahan bunyi yang terjadi (Joko Sarwono, 2009). Pengolahan akustik ruang dalam gedung pertunjukan khususnya bioskop mempengaruhi kualitas efek dan kejelasan bunyi dari pertunjukan yang sedang ditayangkan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perancangan akustik ruang bioskop yang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar kualitas pertunjukan yang optimal bisa tercapai. Dalam dunia perfilman, Bandung terkenal dengan festival film Bandung yaitu sebuah acara tahunan yang diselenggarakan untuk mengapresiasi perkembangan film Indonesia. Festival Film Bandung ini di selenggarakan oleh Forum Film Bandung. kota Bandung juga terkenal dengan sineas-sineas film independent atau yang lebih sering di kenal film indie. Dimana film indie juga memberikan kontribusi yang begitu besar dalam dunia perfilman indonesia terbukti dengan diraihnya pernghargaan oleh sineas film indie indonesia di dunia internasional. Berawal dari latar belakang ini muncul sebuah gagasan yang tercetus dari potensi yang dimiliki kota Bandung sebagai sebuah daerah yang memiliki peran besar dalam perkembangan film di Indonesia. selain itu juga melihat fakta kebutuhan kota Bandung akan tempat pemutaran film yang masih belum mencukupi. Di rancangnya Cinema Centre merupakan sebuah gagasan yang sangat potensial untuk di rencanakan di kota Bandung. Terlebih kota Bandung saat ini yang sedang melakukan pembenahan dalam bidang tata kota. Agar dapat menjawab tantangan perkembangan global perancangan bangunan Cinema Center ini menggunakan tema arsitektur hi-tech agar menjadi bangunan yang kontras dengan lingkungan sekitarnya dan dapat menarik perhatian pengunjung.

Perancangan Cinema Center ini selain sebagai sebuah sarana hiburan atau rekreasi ini juga menjadi public space atau area publik yang dapat mewadahi aktivitas masyarakat kota Bandung. Perencanaan Cinema Center ini diharapkan dapat menjadi solusi dari masalah akan kebutuhan masyarakat kota Bandung akan bangunan hiburan atau rekreasi. Terlebih di kota bandung saat ini bahkan di Indonesia belum ada bangunan sejenis Cinema Center. Selain itu juga Cinema Center ini dapat menjadi sebuah bangunan yang menjadi pendorong kemajuan perfilman indonesia agar bisa bersaing dengan negara-negara di dunia B. Maksud dan tujuan Perancangan Cinema Center ini di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat kota Bandung akan fasilitas bangunan rekreasi dalam hal ini jenis hiburan yang di butuhkan adalah tempat pemutaran film/ bioskop dan menjadikan bandung Cinema Center ini sebagai wadah nagi insan perfilman dalam mengaktualisasi diri. Adapun tujuan dari perancangan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : Merancang fasilitas rekreasi dan hiburan berupa pusat sinema/film di kota Bandung. Merancang Cinema Center yang mampu mewadahi aktivitas perfilman Merancang Cinema Center yang mampu memenuhi kebutuhan ruang public Merancang Cinema Center yang Memberikan wadah bagi insan perfilman untuk mengaktualisasi diri Merancang Cinema Center yang menunjang fungsi akustik ruang C. Identifikasi masalah perancangan Bandung Cinema Center merupakan jenis bangunan rekreasi komersial yang baru dan pertama kali direncakan di Indonesia. Bandung

Cinema Center merupakan jenis bangunan rekreasi komersial khusus, ke khususan yang dimiliki bandung Cinema Center ini menampung beberapa aktivitas yang berbeda namun dalam satu jenis bidang yaitu perfilman. Munculnya beberapa aktivitas yang berbeda dan nilai komersial yang harus dipenuhi pada bangunan rekreasi memunculkan permasalahan tersediri. namun, perancangan bandung Cinema Center tersediri merupakan pemecahan masalah kebutuhan akan fasilitas rekreasi khususnya dalam bidang film yang melibatkan audio serta visual. Dengan demikian permasalahan perancangan dapat diidentifikasi sebagai berikut : Bagaimana merancang bandung Cinema Center yang dapat menampung beberapa jenis aktivitas perfilman yang berbeda dalam satu bangunan? Bagaimana merancang bandung Cinema Center yang dapat memenuhi kebutuhan ruang publik? Bagaimana merancang bandung Cinema Center yang mampu menarik perhatian dan minat masyarakat untuk mengunjungi bangunan Cinema Center? Bagaimana meracncang bandung Cinema Center yang mampu memberikan wadah aktualisasi pada insan dunia perfilman? Bagaimana merancang bangunan Cinema Center yang menunjang fungsi akustik ruang? D. Batasan Perancangan Batasan dari proyek perancangan bandung Cinema Center ini adalah : Pemilihan lokasi dibatasi berada di kota bandung Fungsi bangunan dibatasi dengan fungsi pelayanan rekreasi komersial Skala perancangan bandung Cinema Center dibatasi hingga tahap nasional

Perancangan bandung Cinema Center dibatasi dengan flexibilitas akustik ruang E. Pendekatan perancangan Pendekatan perancangan arsitektur dalam perancangan Bandung cinema centre ini menggunakan pendekatan kinerja. Pendekatan ini menitikberatkan pada 3 hal yaitu sistem, perilaku dan tampilan bangunan (building performance). Dengan menggunakan pendekatan kinerja, perancangan proyek bandung Cinema Center ini diharapkan mampu memecahkan permasalahan secara menyeluruh. F. Sistematika Pelaporan BAB I PENDAHULUAN Pemaparan mengenai latar belakang perancangan, maksud dan tujuan perancangan, identifikasi masalah perancangan dan batasan masalah, sasaran perancangan, pendekatan perancangan, dan kerangka berfikir. BAB II KAJIAN Kajian berupa teori-teori yang menjadi dasar dan pedoman perancangan Cinema Centerseperti pengertian, sejarah, dan standard perancangan bangunan. BAB III DESKRIPSI PROYEK Deskripsi mengenai proyek perancangan mulai dari lokasi,luas lahan, kepemilikan dan regulasi-regulasi pemerintah mengenai proyek juga membahasa mengenai kaji banding proyek sejenis yang menjadi dasar pertimbangan dalam bangunan. BAB IV ELABORASI TEMA

Penjelasan dan kolaraborasi mengenai tema perancangan, interpretasi tema, sintesa terhadap konsep perancangan juga aplikasinya terhadap proyek BAB V KONSEP PERENCANAAN Pemaparan konsep perancangan baik dari segi bangunan dan lingkungan secara detail dimulai dari sistem tata bangunan hingga detail ruang dalam bangunan