Transformator Dasar Konversi Energi
Transformator Transformator adalah suatu peralatan listrik yang termasuk dalam klasifikasi mesin listrik statis dan berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya, dengan frekuensi sama. Transformator juga didefinisikan sebagai alat listrik yang dapat memindahkan energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain melalui suatu gandengan magnet berdasarkan prinsip induksielektronagnet.
Dasar teori transformator Apabila ada arus listrik bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnit dan apabila magnit tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada kedua ujung belitan tersebut akan terjadi beda tegangan mengelilingi magnit, sehingga akan timbul gaya gerak listrik (GGL).
Klasifikasi Transformator Berdasarkan frekuensi, transformator dikelompokkan sebagai berikut: 1. frekuensi daya, 50 60 Hz 2. frekuensi pendengaran, 50 20 khz 3. frekuensi radio, di atas 30 khz
Trafo dalam STL Dalam bidang tenaga listrik pemakaian transformator dikelompokkan menjadi: 1. Transformator Daya 2. Transformator Distribusi 3. Transformator pengukuran: terdiri atas trafo arus dan trafo tegangan.
Kerja transformator yang berdasarkan induksi elketromagnet, menghendaki adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan sekunder Gandengan magnet ini berupa inti besi tempat melakukan fluks bersama Berdasarkan cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua macam transformator, yaitu tipe inti dan tipe cangkang.
Trafo Tanpa Beban φ N 1 N 2 I 0 V 1 E 1 E 2 V 1 E 1 Bila kumparan primer suatu transformator dihubungkan dengan sumber tegangan V 1 yang sinusoid. Akan mengalir arus primer I 0 yang sinusoid dan dengan menganggap belitan N 1 reaktif murni, I 0 akan tertinggal 90 O dari V 1. Arus primer I 0 akan menimbulkan fluks (φ) yang sefasa dan juga berbentuk sinusoid φ = φ maks sin ωt Fluks yang sinusoi ini, akan menghasilkan tegangan induksi e 1 (Hukum Farraday) d(φ e 1 = N maks sin ωt) 1 dt Harga efektifnya : = N 1 ωφ maks cos ωt (tertinggal 90 O dari φ) E 1 = N 12πfφ maks 2 = 4,44 N 1 fφ maks
Di sisi sekunder N 1 N 2 V 1 E 1 E 2 Pada rangkaian sekunder, fluks φ bersama tadi akan menimbulkan e 2 yang besarnya: d(φ e 2 = N maks sin ωt) 2 dt Harga efektifnya : E 2 = N 22πfφ maks 2 = N 2 ωφ maks cos ωt = 4,44 N 2 fφ maks Sehingga : E 1 E 2 = N 1 N 2 Dengan mengabaikan rugi tahanan dan adanya fluks bocor, maka: E 1 E 2 = V 1 V 2 = N 1 N 2 = a a = perbandingan transformasi Dalam hal ini tegangan induksi E 1 mempunyai besaran yang sama tetapi berlawanan arah dengan tegangan sumber V 1
Arus Penguat I 0 φ I 0 V 1 R C I C I M X M I M V 1 I C E 1 Arus primer I 0 yang mengalir pada saat kumparan sekunder tidak dibebani disebut arus penguat. Dalam kenyataannya arus primer I 0 bukanlah merupakan arus induktif murni. Arus ini terdiri atas dua komponen yaitu: 1) Komponen arus pemagnetan I M, yang menghasilkan fluks φ. Karena sifat besi yang nonlinear, maka arus pemagnetan I M dan juga fluks φ dalam kenyataannya tidak berbentuk sinusoid. 2) Komponen arus rugi tembaga I C, menyatakan daya yang hilang akibat adanya rugi histerisis dan arus eddy. I C sefasa dengan V 1, dengan demikian hasil perkalian antara I C x V 1 merupakan daya (watt) yang hilang.
Keadaan Berbeban I 2 N 1 N 2 Z L V 1 E 1 E 2 Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban Z L. I 2 mengalir pada kumparan sekunder, dengan I 2 = V 2 Z L dan θ 2 = faktor kerja beban. Arus beban I 2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N 2 I 2 yang cenderung menentang fluks φ bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan I M. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir I 2, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I 2. Sehingga keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi: I 1 = I 0 + I 2
Perbandingan Arus Bila rugi besi diabaikan I C diabaikan maka I 0 = I M I 1 = I M + I 2 Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan I M saja, berlaku hubungan: N 1 I M = N 1 I 1 N 2 I 2 N 1 I M = N 1 I M + I 2 N 2 I 2 Sehingga: N 1 I 2 = N 2 I 2 Karena nilai I M dianggap kecil, maka I 2 = I 1 Jadi: N 1 I 1 = N 2 I 2 atau I 1 I 2 = N 2 N 1
Rangkaian Ekivalen Dalam pembahasan sebelumnya kita mengabaikan adanya tahanan dan fluks bocor. Analisis selanjutnya akan memperhitungkan kedua hal tersebut. Tidak seluruh fluks φ yang dihasilkan oleh arus pemagnetan I M merupakan fluks bersama φ M, sebagian darinya mencakup kumparan primer φ 1 atau kumparan sekunder saja φ 2. Dalam model rangkaian ekivalen yang dipakai untuk menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks bocor φ 1 dan φ 2 ditunjukkan sebagai reaktans X 1 dan X 2. Sedangkan rugi tahanan ditunjukkan dengan R 1 dan R 2. Dengan demikian model rangkaian dapat digambarkan sebagai berikut: R 1 X 1 R 2 X 2 V 1 I C X M I M E 1 R C Z L E 2 V 2 N 1 N 2
Model Matematis Dari model rangkaian ekivalen dapat dtuliskan hubugan (persamaan matematis) trafo berbeban sebagai berikut: V 1 = E 1 + I 1 R 1 + I 1 X 1 E 2 = V 2 + I 2 R 2 + I 2 X 2 E 1 = N 1 = a atau E E 2 N 1 = ae 2 2 Sehingga: E 1 = a V 2 + I 2 R 2 + I 2 X 2 E 1 = a I 2 Z L + I 2 R 2 + I 2 X 2 Karena: I 2 I 2 = N 2 N 1 = 1 a atau I 2 = ai 2, maka: I 1 R 1 X 1 I 0 a 2 R 2 a 2 X 2 I 2 V 1 R C X M a 2 av Z 2 L E 1 = a 2 I 2 Z L + a 2 I 2 R 2 + a 2 I 2 X 2 dan V 1 = a 2 I 2 Z L + a 2 I 2 R 2 + a 2 I 2 X 2 + I 1 R 1 + I 1 X 1 Persamaan terakhir mengandung pengertian bahwa parameter rangkaian sekunderdinyatakan dalam harga rangkaian primer, harganya perlu dikalikan dengan faktor a 2 Sekarang model rangkaian menjadi seperti gambar berikut:
Dilanjutkan pada pertemuan berikutnya