BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

Profil Kawasan. Peta Kawasan : Logo : Nama : Branding : Luas : TN Bukit Barisan Selatan Ha

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

I. PENDAHULUAN. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua. taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

BAB III. METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah Kabupaten Lampung Utara berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. No. 408/Kpts-II/1993. Hutan Pendidikan merupakan hasil dari Perjanjian

IV. KONDISI UMUM KAWASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

A. Hewan dan Tumbuhan yang Hampir Punah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SATWALIAR PADA HUTAN KONSERVASI (Kasus : SM. Barumun, Sumatera Utara)

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

BAB II TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

III. KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Penggunaan Jerat dalam perburuan liar: Pengetahuan masyarakat di perbatasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Distribusi populasi babi hutan meliputi benua Eropa, Afrika Utara, Mediterania

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

Bab V. Rencana Kawasan Strategis. 5.1 Dasar Perumusan Rencana Kawasan Strategis Kabupaten

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut : a) Hutan

Secara Geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat. Lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar antara 25% dan

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV APLIKASI PERMASALAHAN

10 Hewan Langka Di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (77 86)

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan kekayaan keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton. Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota

Transkripsi:

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) meliputi areal seluas ± 365.000 hektar yang membentang dari ujung selatan bagian barat Provinsi Lampung sampai bagian selatan Provinsi Bengkulu yang secara geografis terletak pada 4 o 29-5 o 57 LS dan 103 o 24-104 o 44 BT. Kawasan TNBBS terletak di ujung Selatan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan, sehingga memiliki topografi yang cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit-bukit curam dan bergunung-gunung dengan ketinggian berkisar antara 0-1964 mdpl. Lereng timurnya cukup curam sedangkan lereng barat ke arah Samudera Hindia agak landai. Daerah berdataran rendah (0-600 mdpl) dan berbukit (600-1.000 mdpl) terletak di bagian selatan taman nasional sementara daerah pegunungan (1.000-2.000 mdpl) terletak di bagian tengah dan utara taman nasional. Keadaan lapangan bagian utara bergelombang sampai berbukit-bukit dengan kemiringan bervariasi antara 20-80%. Bagian selatan merupakan daerah yang datar dengan beberapa bukit yang agak tinggi dan landai dimana makin ke selatan makin datar dengan kemiringan berkisar antara 3-5% (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2004) Kawasan TNBBS merupakan kawasan yang dapat menghasilkan keseimbangan iklim. Pengaruh rantai pegunungan Bukit Barisan Selatan mengakibatkan kawasan ini memiliki dua tipe iklim (tipe iklim A di sisi barat taman nasional dan tipe iklim B yang lebih kering di sisi timur taman nasional). Di bagian barat taman nasional curah hujannya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 3.000-3.500 mm per tahun dan bagian timur taman nasional berkisar antara 2.500-3.000 mm per tahun. Musim hujan berlangsung dari bulan Novemper sampai Mei. Musim kemarau dari bulan Juni sampai Agustus. Bulan agak kering adalah September sampai Oktober. Jumlah hari hujan di musim penghujan rata-rata tiap bulannya 10-16 hari dan dimusim kemarau 4-8 hari. Keadaan angin musim hujan lebih besar dari musim kemarau dan taman nasional mempunyai kelembaban

27 udara antara 80% sampai 90% dan temperatur berkisar antara 20ºC-28ºC (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2004) Secara umum di TNBBS telah teridentifikasi 514 jenis pohon dan tumbuhan bawah dengan jenis dominan dari famili Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Annonaceae, dan Meliaceae. Terdapat sedikitnya 15 jenis bambu dari 5 marga, yaitu Bambussa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, dan Schizatochyum, 26 jenis rotan serta 126 jenis anggrek dari 59 genus yang beberapa diantaranya telah dibudidayakan, diantaranya anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), anggrek kalung (Coelogyne dayana), dan anggrek merpati (Dendrobium crumenatum). Selain itu terdapat 11 flora endemik Sumatera yaitu Baccaurea multiflora, Madhuca magnifolia, Memecylon multiflorum, Drypetes subsymetrica, Drypetes simalurensis, Ryparosa multinervosa dan lain-lain (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2004). Fauna yang telah teridentifikasi sedikitnya 90 jenis mamalia termasuk 7 jenis primata, 322 jenis burung termasuk 9 jenis rangkong, 51 jenis ikan dan 52 jenis herpetofauna hidup di kawasan ini. Mamalia antara lain badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), ajag (cuon alpinus), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), rusa sambar (Cervus unicolor), kancil (Tragulus javanicus), kerbau (Bubalus bubalis), tapir (Tapirus indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), ungko (Hylobates agilis), siamang (H. syndactylus), simpai (Presbytis melalophos fuscamurina), cecah (Presbytis melalophos), tarsius (Tarsius bancanus), dan kalong (Pteropus vampyrus) (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2004). Menurut Kartika (2008) terdapat 19 jenis kelelawar dari 5 famili yang dijumpai di kawasan TNBBS. Sedangkan jenis burung antara lain kuau kerdil (Polyplectron chalcurum), pitta raksasa (Pitta caeurella), dan juga terdapat jenis burung yang dilaporkan tidak pernah ditemukan lagi sejak tahun 1916 dan saat ini dijumpai di TNBBS, yaitu jenis tokthor sunda (Carpococyx viridis) (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2004).

28 4.2. Tambling Wildlife Nature Conservation Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang dikenal dengan nama Tambling merupakan wilayah bagian dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Kawasan ini mempunyai luas ± 45.000 hektar dari luas lahan TNBBS yang sekitar adalah ± 356.800 hektar. Pengelolaan kawasan wisata Tambling mulanya dilaksanakan oleh PT Sac Nusantara di atas lahan seluas 100 hektar sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 415/Kpts- II/1992. Kawasan wisata Tambling kini dikelola oleh PT Adhiniaga Kreasi Nusa (Artha Group) melalui kerja sama operasional (KSO) dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi (Tambling Wildlife Nature Conservation 2009) Sejak dikelola oleh Artha Group berbagai jenis hewan dilepas di kawasan ini seperti berbagai spesies burung, buaya muara, kerbau liar sampai menjangan untuk melengkapi beberapa satwa yang telah ada sejak lama. Sebagai tambahan seekor penyu sisik berukuran besar juga siap dilepas. Kawasan ini pada nantinya diharapkan menjadi kawasan konservasi yang ideal dengan beragam hewan dan tumbuhan hutan (Tambling Wildlife Nature Conservation 2009). Kawasan ini terdiri dari ekosistem hutan pantai sampai hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, yang merupakan habitat penting bagi berbagai jenis flora penyusun hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Jenisjenis satwa liar langka yang berada di kawasan ini seperti rusa (Cervus unicolor), kerbau liar (Bubalus bubalis), mentok rimba (Caerina sp.), gajah sumatera (Elephas maximus sumateranus), binatang hantu (Tarsius bancanus), tapir (Tapirus indicus), beruang (Helarctos malayanus), dan ratusan jenis burung (Tambling Wildlife Nature Conservation 2009). Di kawasan Muara Way Sleman terdapat Pulau Endapan yang didominasi oleh jenis Nipah (Nypa fruticans) dan merupakan tempat mencari makan bagi populasi kalong yang jumlahnya ribuan ekor. Selain itu dapat dijumpai pantai pasir yang panjang dan indah habitat bagi penyu belimbing. Pantai Karang Sawang Bajau, savana Kobakan Bandeng, Way Sleman, Way Blambangan, Danau Menjukut (habitat buaya), mercusuar setinggi 70 meter yang dibangun Belanda pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Z.M. Willem III, pusat penangkaran

29 rusa, dan enklave Pemekahan (habitat bagi lobster) (Tambling Wildlife Nature Conservation 2009). 4.3. Karakteristik Habitat Lokasi Peneltian Habitat yang menjadi lokasi penelitian dibedakan menjadi dua tipe, yang pertama yaitu habitat daerah peralihan (edge) yang terdiri dari daerah peralihan antara hutan pantai dan hutan dataran rendah serta daerah peralihan antara kebun dan hutan dataran rendah. Sedangkan yang kedua yaitu habitat inti (core area) yang terdiri dari hutan pantai, hutan dataran rendah dan kebun. Habitat daerah peralihan antara hutan pantai dan hutan dataran rendah yang dijadikan lokasi pengamatan terdiri dari dua lokasi yaitu Sekawat yang terdiri dari dua jalur pengamatan dan Blambangan yang juga terdiri dari dua jalur pengamatan. Pada habitat ini jalur dibuat memotong dari hutan pantai menuju hutan dataran rendah sehingga melewati daerah peralihan diantara keduanya. Daerah peralihan antara kedua habitat ini diasumsikan sebagai daerah yang terdiri dari hutan pantai yang masih mendapat pengaruh dari hutan dataran rendah dan hutan dataran rendah yang dianggap masih terpengaruh oleh hutan pantai. Daerah peralihan dari hutan pantai menuju hutan dataran rendah mempunyai substrat pasir yang mulai menghilang dan vegetasi pantai yang tergantikan dengan vegetasi hutan dataran rendah. Topografi pada hutan pantai datar dan agak miring dan bergelombang pada saat mulai memasuki hutan dataran rendah. Habitat ini mempunyai ketinggian 5-58 mdpl. Vegetasi yang ada pada habitat ini terdiri dari campuran vegetasi yang ada di hutan pantai dan vegetasi yang ada di hutan dataran rendah. Vegetasi pada hutan pantai mempunyai strata ketinggian tajuk yang hampir sama, sedangkan ketika mulai memasuki hutan dataran rendah strata tajuk mulai bervariasi. Jalur pada daerah Blambangan mempunyai penutupan tajuk yang lebih rapat serta kondisi lantai hutan yang lebih lembab dan basah dibandingkan dengan jalur pada daerah Sekawat. Berikut ini merupakan kondisi lokasi pengamatan pada daerah peralihan antara hutan pantai dan hutan dataran rendah (Gambar 7).

30 Gambar 7 Kondisi lokasi pengamatan pada daerah peralihan antara hutan pantai dan hutan dataran rendah. Selama pengamatan suhu udara rata-rata di habitat ini yaitu 28,38 C (siang) dan 26,75 C (malam). Kelembaban udara rata-rata yaitu 79,38 % (siang) dan 86,3 % (malam). Pada habitat ini sering dijumpai bekas kubangan rusa dan babi, baik kubangan baru maupun lama. Habitat daerah peralihan antara kebun dan hutan dataran rendah yang dijadikan menjadi lokasi pengamatan terdiri dari dua lokasi yaitu Penangkaran dan Tanjung Mas, dimana pada masing-masing lokasi terdiri dari dua jalur pengamatan. Jalur dibuat melintasi kebun dan hutan dataran rendah sehingga melewati darerah peralihan diantara kedua habitat tersebut. Daerah peralihan pada habitat ini lebih lebar dari pada daerah peralihan antara hutan pantai dan hutan dataran rendah. Pada habitat ini kebun tidak langsung berbatasan langsung dengan hutan dataran rendah. Tanaman kebun tidak ditanam dekat dengan hutan dataran rendah yang mempunyai pohon dengan tajuk yang besar dan rapat. Terdapat ruang kosong yang cukup lebar bekas bukaan untuk kebun yang tidak ditanami oleh tanaman yang memisahkan daerah antara kebun dan hutan dataran rendah. Substrat dasar pada kebun didominasi oleh rumput dan tanah dengan sedikit serasah, sedangkan topografi jalur pengamatan pada daerah Penangkaran datar dan pada daerah Tanjung Mas topografinya miring hingga mencapai 45 %. Vegetasi yang ada pada habitat ini terdiri dari campuran vegetasi yang ada di kebun dan vegetasi yang ada di hutan dataran rendah (Gambar 8). Habitat ini mempunyai ketinggian mulai dari 35-115 mdpl.

31 Suhu udara rata-rata pada saat pengamatan di habitat ini yaitu 28,75 C (siang) dan 27,13 C (malam). Sementara itu, kelembaban udara rata-rata yaitu 75,13 % (siang) dan 77 % (malam).. Gambar 8 Kondisi lokasi pengamatan pada daerah peralihan antara kebun dan hutan dataran rendah. Habitat hutan pantai yang dijadikan lokasi pengamatan terdiri dari empat jalur yaitu jalur 1 berada di daerah Sekawat, jalur 2 di daerah Blambangan, jalur 3 di daerah Seyleman, dan jalur 4 berada di daerah Belimbing. Hutan pantai pada keempat lokasi penelitian mempunyai karakteristik yang hampir sama diantaranya yaitu topografi yang landai dan kondisi lantai hutan berupa tanah berpasir. Pada daerah Sekawat, Seyleman dan Belimbing mempunyai penutupan tajuk yang cukup rapat, sedangkan pada daerah Blambangan daerahnya agak terbuka. Vegetasi yang mendominasi pada hutan pantai yaitu nyamplung (Callophyllum inophyllum), keben (Barringtonia asiatica), waru laut (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), bayur (Pterospermum sp), jambuan (Eugeia sp), dan ketapang laut (Terminalia catappa) (Gambar 9). Pada habitat ini ketinggian berkisar antara 0-20 mdpl. Selama pengamatan suhu udara rata-rata di hutan pantai yaitu 28,63 C (siang) dan 27 C (malam). Kelembaban udara rata-rata yaitu 77,75 % (siang) dan 78,9 % (malam). Pada hutan pantai terdapat sumber air berupa muara dari sungai yang mengalir dan sumber air sementara berupa kubangan air.

32 Gambar 9 Kondisi lokasi pengamatan di hutan pantai. Hutan dataran rendah yang dijadikan lokasi penelitian terdapat di Duku Satu dan Way Sleman dimana setiap lokasi terdiri dari dua jalur. Pada habitat hutan dataran rendah mempunyai penutupan tajuk yang rapat dimana tajuk yang menutupi terdiri dari berbagai strata. Pada lantai hutan sebagian besar tertutup oleh lapisan serasah yang cukup tebal. Habitat ini mempunyai ktinggian antara 45-70 mdpl. Topografi pada habitat ini datar dengan sedikit gelombang (Gambar 10). Vegetasi yang mendominasi pada jalur pengamatan yaitu damar batu (Shorea ovalis), medang (Litsea sp), kayu amplas (Sterculia rubiginosa), laban (Vitex quinana). Komposisi vegetasi pada hutan dataran rendah di dominasi oleh jenis meranti (Shorea spp.) dan kruing (Dipterocarpus spp). yang seringkali menjadi pohon emergent dengan tinggi mencapai 35 m (Imanudin 2009). Selama pengamatan suhu udara rata-rata di hutan dataran rendah yaitu 28,75 C (siang) dan 26,75 C (malam). Kelembaban udara rata-rata yaitu 78 % (siang) dan 86,1 % (malam). Gambar 10 Kondisi lokasi pengamatan di hutan dataran rendah.

33 Jalur kebun yang ada terbagi menjadi tiga lokasi yang terdiri dari dua jalur di daerah Pulau-Pulau dan masing-masing satu jalur di daerah Penangkaran dan Pengekahan. Kebun tersebut merupakan kebun campuran dari tanaman kopi (Coffea robusta) dan cokelat (Theobroma cacao) bekas perambahan masyarakat. Selain itu terdapat juga pohon dadap (Erythrina sp) yang digunakan sebagai peneduh untuk tanaman kopi dan cokelat. Habitat ini terletak pada ketinggian 27-117 mdpl. Tanaman kopi mempunyai jarak tanam 1,5-2 meter, tanaman cokelat mempunyai jarak tanam 2-3 meter sedangkan pohon dadap memepunyai jarak tanam ± 6 meter (Gambar 11). Substrat lantai kebun didominasi oleh rumput dan sedikit serasah. Jalur pada daerah Pulau-Pulau mempunyai karakteristik yang cukup berbeda dengan di daerah Penangkaran dan Pengekahan karena kebun yang ada di daerah Pulau-Pulau merupakan kebun yang sudah lama ditinggal. Kebun tersebut merupakan kebun bekas dari perambahan. Kebun di daerah tersebut sudah banyak ditumbuhi oleh semak belukar, terutama pada jalur Pulau-Pulau II. Selama pengamatan suhu udara rata-rata di habitat ini yaitu 29 C (siang) dan 27,38 C (malam). Kelembaban udara rata-rata yaitu 72,63 % (siang) dan 81,6 % (malam). Pada habitat ini terdapat sumber air berupa parit buatan yang berfungsi sebagai sumber air bagi kebun tersebut. Gambar 11 Kondisi lokasi pengamatan di kebun.