SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

SINEMATEK DAN SINEPLEKS TRPADU DI YOGYAKARTA

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

SINEMATEK TERPADU DI YOGYAKARTA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Bagas Laksawicaka Gedung Bioskop di Kota Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

SINEMATEK DI JAKARTA

TAMAN RIA DI SEMARANG

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA

GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN

RUMAH PRODUKSI PENGADEGAN STUDIO INDONESIA DI JAKARTA SELATAN

PUSAT PELATIHAN DAN PRODUKSI FILM TELEVISI DI SEMARANG

CITY HOTEL BINTANG EMPAT DI SEMARANG

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN GEDUNG BIOSKOP MENJADI CINEPLEX DI WONOSOBO

Pusat Seni Rupa Kontemporer untuk Anak-Anak di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

SEKOLAH TINGGI SENI MUSIK DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses tanggal 25 Juni 2009.

SHOPPING MALL DI KOTA TEMANGUNG

SEKOLAH TINGGI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DI YOGYAKARTA Penekanan Desain Konsep Arsitektur Modern

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

SEMARANG MUSIC CENTER

GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK KLASIK DI JAKARTA

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

SEKOLAH TINGGI PERFILMAN JAKARTA SKRIPSI

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini.

GEDUNG EKSEBISI ANIMASI DAN KOMIK DI BANDUNG DENGAN PENDEKATAN DESAIN HI TECH ARCHITECTURE

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

SEKOLAH TINGGI DESAIN DI SEMARANG

2. TUJUAN DAN SASARAN

GALERI ARSITEKTUR JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

PUSAT BUDAYA BETAWI DI KAWASAN SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

RUMAH MUSIK DI SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Modern

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek. Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan,

GALERI FOTOGRAFI DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR HIGH TECH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekolah Desain Animasi dan Game Semarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

PUSAT MODE DI JAKARTA

PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA

GELANGGANG REMAJA DI YOGYAKARTA

Pusat Kawasan Wisata Candi Gedongsongo BAB I PENDAHULUAN

AKADEMI BALET DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ANALOGI GERAK BALET DALAM DESAIN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM SEMARANG

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

SEA SIDE MALL PADA KAWASAN WATERFRONT KOTA BENGKALIS-RIAU (Studi Kasus pada Pantai Andam Dewi Bengkalis) Penekanan Desain Arsitektur Morphosis

CITY HOTEL BINTANG 3 DI PEKALONGAN

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 3 METODE PERANCANGAN. berisi sebuah paparan deskriptif mengenai langkah-langkah dalam proses

Tugas Akhir 115 Pusat Kebudayaan Korea Selatan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

SHOPPING MALL DALAM BENTENG VASTENBURG DI SURAKARTA Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLANETARIUM SEMARANG TA 118 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH DI SEMARANG

SENTRA PROMOSI DAN INFORMASI KERAJINAN KUNINGAN DI JUWANA

BAB I PENDAHULUAN. :Bangunan untuk tempat tinggal. (

REDESAIN KANTOR DINAS PENDIDIKAN JAWA TENGAH

FAKULTAS FILM DAN TELEVISI PADA INSTITUT KESENIAN JAKARTA DI JAKARTA Penekanan Desain Arsitektur Morphosis

AKADEMI DESAIN VISUAL DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. olehnya. Bahkan kesenian menjadi warisan budaya yang terus berkembang dan maju.

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

PASAR BURUNG DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Organic

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

TAMAN BUDAYA SURAKARTA Penekanan Desain Arsitektur Neo-Vernakular

MUSEUM ARSITEKTUR JAKARTA

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

melodi dan keharmonisan dari nada dan suara yang disusun '). Seni

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN SPACE

PUSAT KONVENSI DAN EKSHIBISI DI SURABAYA (CONVENTION AND EXHIBITION CENTER DISURABAYA) Dengan penekanan desain Arsitektur Post Modern

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE CLUB DI SEMARANG

PUSAT PENGEMBANGAN KESENIAN BETAWI DI SITU BABAKAN SRENGSENG SAWAH JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. film merupakan media massa yang digemari oleh masyarakat di Indonesia.

LEISURE CENTER DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSE

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. MUSIC CENTER DI BANDUNG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Morpphosis

FASILITAS KOMUNITAS KOMIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN

Transkripsi:

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : GITA DIANING S NIM. L2B 098 235 Periode 80 September 2002 Januari 2003 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2002

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta, sebagai salah satu kota di Indonesia selala ini dikenal sebagai gudangnya seni dan budaya, sehingga memunculkan banyaknya predikat, termasuk predikat sebagai kota pariwisata, seni, budaya dan sederetan predikat lainnya. Predikat tersebut diperoleh karena selama ini Yogyakarta sangat lekat dengan aktivitas seni dan budaya. Seni adalah kecakapan membuat (menciptakan) sesuatu yang elok dan indah. Film adalah salah satu karya seni yang lahir dari suatu kreativitas dan imajinasi orang-orang yang telibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya seni, film terbukti mempunyai kemampuan kreatif. Ia mempunyai kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas imaginer itu dapat menawarkan rasa keindahan, renungan, atau sekedar hiburan. Film harus diapresiasikan secara seimbang antara unsure estetis (keindahan), unsure teknis dan unsure progresif (muatan ide yang ditawarkan). Film juga merupakan peleburan sekaligus persitegangan hakekat seni dan media komunikasi massa yang sering disebut sebagai media cangkokan dari unsure-unsur lainnya, seperti drama, puisi, tari, hingga novel sehingga filam akrab dengan aktifitas imajinatif dan proses simbolik, yakni kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjukan pada realita lain.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan film dewasa ini, kebutuhan akan fasilitas yang fleksibel bagi pewadahan untuk mendukung berkembangnya kreativitas seni perunjukan ini sangat diperlukan. Film sebagai seni tidak akan hadir atau dihadirkan bila tidak mempunyai nilai pragmatis. Lewat komunikasi social yang terjadi, film dapat membantu masyarakat dalam menghayati siuasi kemanusiaan. Perfilman di Indonesia lebih berorientasi pasar (komersialisme), karena sekarang ini cukup banyak film-film bagus dan bermutu yang tidak tertayang sehingga tujuannya untuk menjadi wacana public dan media apresiasi tidak tertampung. Kenyataan ini terlihat banyaknya film dan sineas yang memperoleh penghargaan, malah dari dunia internasional lewat suatu festival, tetapi tidak di negeri sendiri karena tidak terpampang untuk masyarakat, menjadi suatu yang asing dan tidak akrab dan jarangnya film nasional bermutu diputar untuk tujuan menjadi sebuah wacana yang akan diapresiasikan oleh penontonnya sendiri bahkan untuk tujuan menghibur. Lesunya dunia perfilman Indonesia sebenanya tidak disebabkan oleh matinya kreatifitas para sineas, melainkan melalui mekanisme pasar yang dijalankan pelakunya, pemodal, pemerintah, pemilik gedung boskop, tidak akomodif terhadap dunia film itu sendiri. Walaupun demikian banyak sineas yang berdedikasi terus mencoba berkarya, dan justru menghasilkan karyakarya yang sangat layak dari segi mutu, laku dan mendidik. Diantaranya film-film non cerita, film pendek yang informasinya sangat terbatas untuk diketahui tidak seperti film mainstream (film Hollywood) yang bersifat komersial yang merebak di kalangan masyarakat. Hal tersebut mendorong dibutuhkannya suatu wadah yang dapat memuat berbagai karya film secara bersamaan dalam satu tempat, menyandingkan perbandingan yang seimbang

antara unsure mutu dan laku, unsure mendidik, apresiasi serta rekreasi, sebagai upaya pembinaan dan pengembangan perfilman lewat media ini. Pada saat ini, Yogyakarta sebagai kota pendidikan, seni budaya, mempunyai komposisi penduduk dengan prosentase kaum muda (golongan menengah yang didominir oleh golongan intelektual/mahasiswa/pelajar, merupakan golongan yang amat peka terhadap nilai-nilai dan sekaligus peka terhadap harga) cukup tinggi yang menjadi sasaran utama bagi fasilitasfasilitas untuk tujuan rekreasi/hiburan dan apresiasi budaya. Salah satunya berupa kegiatan pertunjukan film bioskop komersial. Kegiatan ini mengalami penurunan yang drastic, karena fasilitas yang tersedia terbakar. Sehingga saat ini Yogyakarta tidak memiliki fasilitas untuk mewadahi aktifitas apresiasi film. Sedangkan, Yogyakarta memiliki kontribusi yang besar terhadap apresiasi seni, termasuk di dalamnya film, terlihat dengan banyaknya aktifitas di bidang perfilman antara lain dengan adanya pecan film, festival dan pemutaran film oleh kelompok-kelompok baik institusi kampus maupun pecinta film. Untuk itu, fasilitas yang tepat dalam menjawab berbagai fenomena di atas adalah dengan perencanaan dan perancangan Sinepleks dan Sinematek di Yogyakarta sebagai wadah berbagai kegiatan apresiasi film dalam satu tempat serta fasilitas rekreasi kota yang memberikan corak suasana bagi kehidupan kota. Perencanaan dan perancangan Sinepleks dan Sinematek ini diharapkan juga mempunyai akses bisnis yang menguntungkan disamping unsure edukatifnya, mengingat pendapatan rata-rata dan daya beli masyarakatnya sukup tinggi. Sinepleks dan Sinematek dalam format ini (satu wadah) merupakan wahana baru bagi masyarakat. Sehingga perlu sosialisasi melalui media yang menampung aktivitas-aktivitas yang lazim

dilakukan masyarakat setiap harinya sekaligus aktivitas sineplek dan sinematek. Media yang paling efektif adalah mall / pusat perbelanjaan. Cara ini terbukti efektif untuk menarik pengunjung seperti yang dapat kita lihat di beberapa mall yang didalamnya terdapat sineplex. Interelasi antar kegiatan ini akan dapat memberikan keseimbangan kehidupan masyarakat kota antara kegiatan kerja, rekreasi yang bersifat edukatif sekaligus bisa berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya memberikan suasana hidup, mnarik dan menggembirakan. 1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Maksud dari pembahasan ini adalah untuk mendapatkan landasan program perencanaan yang akan digunakan sebagai criteria-kriteria dalam program perenanaan dan perancangan film Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta. 1.2.2. Tujuan Memperoleh judul tugas akhir yang jelas dan layak, serta memperoleh gambaran dan juga pedoman untuk memudahkan keseluruhan proses pengerjaan tugas akhir. Sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih baik, terarah dengan suatu penekanan desain dan citra yang dikehendaki atas judul yang diajukan. 1.3. Lingkup Pembahasan Pembahasan pokok menyangkut disiplin ilmu arsitektur yang akan dijadikan sebagai lanasan dalam perencanaan dan peranacangan Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta.

Disamping itu juga dilakukan pembahasan tentang desain arsitektur Post Modern yang akan ditampilkan pada ekspresi bangunan ini. Adapun hal-hal yang dluar lingkup arsitektural yang dianggap mendasar dan berkaitan erat dengan masalah dalam pembahasan ini diperoleh berdasarkan logika dan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. 1.4. Metode Pembahasan Metode penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta ini adalah : 1. Metode pengumpulan data Dalam pengumpulan data digunakan dua metode : Pengumpulan data melalui observasi lapangan dan wawancara dengan berbagai pihak terkait Observasi lapangan dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan data-data primer serta informasi yang ada dilapangan. Metode pendataan sekunder Yaitu pengumpulan data melalui studi literature, serta sumber informasi lainnya yang berhubungan dengan perencanaan dan perancangan Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta. Metode studi komperatif Yaitu pengumpulan data dengan cara studi banding dengan kasusu yang sudah ada, dalam hal ini menyangkut kondisi fisik dan non fisik dari Sinepleks dan Sinematek di Mall. 2. Metode pembahasan

Metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu dengan mengumpulkan dan mengidentifikasikan data, dan melakukan studi kasus. Data-data yang ada tersebut kemudian dikompilasi untuk kemudian dianalisa. Dari hasil analisa dapt ditarik suatu kesimpulan yang dijabarkan ke dalam program perencanaan dan perancangan. 1.5. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta ini meliputi ; BAB I PENDAHULUAN Akan meguraikan secara garis besar apa yang menjadi tema utama dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitekur ini yang didalamnya meliputi : latar belakang, maksud dan tujuan pembahasan, lingkup pembahasan, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN TENTANG SINEPLEX, SINEMATEX DAN MALL Berisi tinjauan umum Sinepleks dan Sinematek serta Shooping Mall menurut pengertian, karakteristik fisik dan non fisik, lingkup pelayanan, dan lokasi. Studi banding beserta kesimpulannya. BAB III TINJAUAN APRESIASI DAN POTENSI MASYARAKAT YOGYAKARTA TERHADAP SINEPLEX DAN SINEMATEX DI MALL YOGYAKARTA

Berisi tentang gambaran umum kota Yogyakarta, potensi potensi kota Yogyakarta sebagai pendukung perencanaan, kebijaksanaan pengembangan kota, serta keadaan wahana apresiasi film dan perkembangan pusat perbelanjaan di Yogyakarta. BAB IV BATASAN DAN ANGGAPAN Berisi batasan dan anggapan tentang Sinepleks dan Sinematek di Mall Yogyakarta yang berguna untuk membatasi pembahasan. BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi pendekatan perencanaan, pendekatan perancangan dan pemilihan lokasi dan tapak. BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi tentang konsep dasar perancangan, program ruang dan kebutuhan tapak.