TINJAUAN HUKUM TENTANG SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 WAHYU PRATAMA / D

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

Imma Indra Dewi Windajani

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM TENTANG SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 WAHYU PRATAMA / D 101 07 381 ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya di di singkat UUPA), Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Serta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dengan demikian hipotik dengan sendirinya tidak berlaku lagi (Pasal 29 UUHT ). Pada prinsipnya sama,pemberian barang jaminan dengan membebankan hak tanggungan juga berfungsi sebagai alat pelunasan hutang tertentu dengan kedudukan yang lebih utamanya bagi pemegang haknya di banding pemegang hak lainnya sebagai kreditur. Adanya bantuan keuangan dari pihak lain atau lembaga tertentu, misalnya bank-bank pemerintah atau swasta berupa fasilitas kredit,sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Untuk mewujudkan keinginan yang dimaksud,berbagai persyaratan biasanya sering ditawarkan pihak calon kreditur utamanya pihak bank kepada calon debitur dan yang paling esensial adalah, keharusan debitur memberikan semacam jaminan kapada calon kreditur. Oleh karena jika suatu waktu barang jaminan itu harus disita dan dijual untuk memenuhui kewajiban debitur terhadap kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang dapat dipenuhi tuntutannya. Meskipun ada hak dari kreditur pemegang hak tanggungan untuk mengeksekusi barang yang dijadikan jaminan kredit, namun hak demikian itu tidak sewaktu-waktu dapat digunakan menurut kehendak kreditur. Akan tetapi hak tersebut hanya dapat digunakan dalam hal pemberian dan pembebanan hak tanggungan yang telah mempunyai titel eksekusi, yang di tandai dengan penerbitan sertifikat hak tanggungan. Kata Kunci : Tinjauan Hukum Tentang Sertifikat Hak Tanggungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsideran menimbang dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menyatakan bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujukan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Sejak berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria sampai saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk. Ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang menenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana tanah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang 1

berdasarkan Pasal 57 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia. Mengingat perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani hak tanggungan, atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional. Adanya bantuan keuangan dari pihak lain atau lembaga tertentu, misalnya bankbank pemerintah atau swasta berupa fasilitas kredit, sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Untuk mewudjudkan keinginan dimaksud, berbagai persyaratan biasanya sering ditawarkan pihak calon kreditur utamanya pihak bank kepada calon debitur dan yang paling esensial adalah, keharusan debitur memberikan semacam jaminan kapada calon kreditur yang merupakan pertanda bahwa debitur benar benar akan memenuhui kewajiban jika nantinya telah terjalin hubungan hukum. Masalah jaminan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kreditur dan pihak yang mempunyai suatu hak tertentu dari pihak yang lainnya. Meskipun tidak selamanya di syaratkan setiap pinjaman harus di sertai dengan penyerahan barang jaminan (agunan) oleh calon debitur, namun pada lasimnya dalam praktek perbankan bahwa umumnya pihak bank yang menyediakan fasilitas kredit kapada nasabah dengan enggan memberikan kredit (pinjaman) kepada calon debitur tanpa jaminan. Hal ini sesuai maksud Pasal 24 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapapun juga. Hal tersebut dapat dipahami, oleh karena seringnya pihak debitur telat menunaikan kewajibannya tepat pada waktunya, bahkan ada pula debitur yang sama sekali enggan membayar hutangnya. Oleh karena itu untuk menjamin bahwa pihak bank benar-benar dapat memperoleh haknya kembali berupa uang yang dipinjamkan serta bunga maka pihak kreditur sudah pada tempatnya memintakan barang jaminan dari calon debitur baik itu dalam bentuk kebendaan bergerak maupun kebendaan tidak bergerak. Jika pihak debitur dalam keadaan wanprestasi, dalam arti debitur sudah diperinggati agar hutangya dilunasi, namun kewajiban tidak dilaksanakan, maka berdasarkan isi Pasal 20 Undang Undang Hak Tanggungan yaitu, Bahwa kreditur diberikan hak untuk secara langsung melakukan eksekusi atas barang jaminan kredit berupa penyitaan dengan penjualan lelang di muka umum. Fungsi barang jaminan dimaksud ialah jika suatu waktu debitur cidera janji (wanprestasi), dan tidak dapat lagi melunasi hutangnya, maka barang jaminan dapat disita dan dijual. Harun Al Rasjid, tentang jual beli tanah, mengatakan bahwa ada 2 (dua) hal yang tercipta dengan melakukan pendaftaran tanah : 1 1. Kapastian hukum mengenai orang orang atau badan hukum yang menjadi pemegang haknya, yang biasanya di sebut kepastian tentang subyek. 2. Kepastian hukum mengenai letak, batasbatasnya serta luas bidang tanah yang di daftar atau di sebut kepastian tentang obyek. 1 Harun Al Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 83. 2

Berkenan dengan adanya pendaftaran itulah pihak ketiga dapat mengetahui secara pasti status tanah tersebut dalam hal; siapa subyek yang memberi dan menerimah hak tanggungan tersebut, demikian pula mengenai letak dan batas-batas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan. Menurut St.Remy Sjahdeini, bahwa : 2 adalah tidak adil bagi pihak ketiga untuk terikat pembebanan hak tanggungan apabila pihak ketiga tidak dimungkinkan untuk mengatahui tentang pembebanan hak tanggungan. sehingga hanya dapat di pencatatan dan pendaftaran yang sifatnya terbuka itulah, hak tanggungan dapat di ketahui secara umum serta mengikat pihak ketiga. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan adalah bagaimanakah prosedur pembebanan hak tanggungan dan perlindungan hukum pada debitur setelah dilakukan eksekusi dan bagaimanakah kekuataan hukum sertifikat hak tanggungan setelah mempunyai kekuatan hukum hak eksekutorial. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mempelajari prosedur pembebanan hak tanggungan perlindungan hukum pada debitur setelah dilakukan eksekusi dan untuk mengetahui kekuataan hukum sertifikat hak tanggungan setelah mempunyai kekuatan hukum hak eksekutorial. II.PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Tentang Sertifikat Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan), memberi rumusan pengertian hak tangggungan sebagaimana dapat di lihat dalam Pasal 1 Ayat (1) sebagai berikut : 2 Sutan Remy Sjahdeini, Perjanjian Kredit Bank Umum di Indonesia, IBI,Jakarta, 1993, hlm. 14. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur-kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Rumusan tersebut, didalamnya terdapat beberapa unsur pokok: 1. Hak tanggungan adalah hak jaminan pelunasan utang, 2. Obyek jaminan tidak hanya tanah tetapi juga bisa dengan benda lain seperti bangunan, tanaman dan hasil karya lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. 3. Utang yang di jaminkan harus suatu utang tertentu. 4. Memberikan kedudukan utama (didahulukan) di banding dengan kreditur -kreditur lainnya. 2. Pengaturan Hak Tanggungan Dalam Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata di sebutkan bahwa segala harta kekeyaan debitur baik berupa benda bergerak maupun yang akan ada di kemudian hari, akan menjadi jaminan bagi semua perikatan-perikatan yang di buatnya. Pasal 1131 KUH Perdata, sudah merupakan asas yang berlaku umum yang memungkinkan terjadi pemberian jaminan oleh seseorang kepada banyak kreditur. Jika sekiranya debitur cedera janji terhadap seorang kreditur atau beberapa orang kreditur atau mungkin terjadi keadaan yang lebih parah lagi yakni debitur dinyatakan jatuh pailit dan harta kekeyaannya harus di likuidasi, bukankah masing-masing kreditur merasa mempunyai hak yang sama terhadap harta kekayaan debitur. Harta kakayaan debitur akan menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua 3

krediturnya (Pasal 1132 KUH Perdata). Konsekuensinya adalah hasil dari penjualan benda benda yang menjadi kekayaan debitur akan menjadi dan akan dibagi kepada semua kreditur secara seimbang (proposional) berdasarkan besarnya nilai piutang masing-masing kreditur. 3. Hak-Hak Atas Tanah dan Obyek Pendaftaran Tanah 1. Hak Milik, 2. Hak Guna Usaha, 3. Hak Guna Bangunan dan 4. Hak Pakai. 4. Beberapa Asas Hukum Pertanahan Terkait Dengan Hak Tanggungan Pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah dilaksanakan berdasarkan 5 (lima) asas yaitu : 1. Asas Sederhana 2. Asas Aman 3. Asas Terjangkau 4. Asas Mutahir 5. Asas Terbuka Menurut M.Philipus Hadjon, asas umum produser bertumpuh pada 3 (tiga) landasan hukum administrasi yaitu,asas negara hukum, asas demokrasi, asas instrument 3.Memperhatikan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diatas jelas mengatur tentang tujuan pendaftaran tanah yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang memberi penugasan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan 3 Philipus Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Pemerintah Yang Bersih, Pidato Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Universitas Airlangga, 1994. hlm. 4. mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggarakan tertib administrasi pertanahan. Salah satu manfaat pendaftaran tanah yaitu, pemilik tanah dilindungi dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Di era reformasi sekarang ini, kantor pertanahan harus memelihara dengan baik mengenai data-data fisik atas suatu tanah untuk menjadi sumber informasi resmi baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan bagi masyarakat sendiri dimana informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk memutuskan sesuatu yang ada hubungannya dengan bidang tanah yang bersangkutan. 4 B. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan dan Perlindungan Hukum Debitur setelah Dilakukan Eksekusi. Prosedur pembebanan hak tanggungan yaitu, secara sistemik pemberian, pembebanan dan pendaftaran hak tanggungan. Awal dari adanya pemberian dan pembebanan hak tanggungan, ialah adanya janji antara pemberi dan penerima hak tanggungan dimana pemberi berjanji akan memberikan dan menyerahkan hak miliknya sebagai jaminan pelunasan terhadap utang hak tanggungan terpisahkan dengan perjanjian utang piutang itu sendiri. Pemberi hak tanggungan harus di lakukan di hadapan PPAT dengan mencantumkan: 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan; 2. Domisili pemberi dan penerima hak tanggungan, bila mana diantara mereka yang ada di luar di indonesia, maka dalam akta tersebut harus pula di cantumkan domocili pilihan di indonesia; 4 Bachtiar Efendi, Peraturan Hukum Agraria di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni Bandung, 1993.hlm. 8. 4

3. Penyebutan secara jelas utang- utang yang di jamin dengan hak tanggungan; 4. Nilai/taksiran harga dari obyak yang dijamin dengan hak tanggungan 5. Uraian yang jelas tentang obyek hak tanggungan. Untuk membebankan barang atau benda jaminan terhadap kredit yang di mohonkan debitur, di tempuh cara sebagai berukut 5 : 1. Dalam hal jaminan kredit berupa benda / barang bergerak, maka cara pembebanannya dilakukuan dengan cara meletakkan hak tanggungan. 2. Dalam hal jaminan kredit (Angunan) yang objeknya kebendaan ( barang) tidak begerak maka cara pembenaanya dilakukan dengan cara meletakkan hak tangungan berupa hipotik sebagaimana diatur dalam buku 2 bab 21 KUH Perdata (pasal 1162-1232) 3. Dalam hal jaminan kredit (Agunan) yang obyeknya adalah tanah tertentu. 4. Dalam hal jaminan kredit (agunan) yang obyeknya Kebendaan (barang) tidak bergerak, Pembebanannya di lakukuan dengan cara meletakan hak tanggungan berupa hipotek diatur dalam Buku II Bab 21 KUH Perdata (Pasal 1162 sampai Pasal 1232). 5. Dalam hal jaminan kredit ( agunan ) yang obyeknya adalah tanah tanah, maka pembebananya dilakukan secara Credietverbund. Berkaitan dengan pengurusan agunan hak tanggungan ini, maka terlebih dahuluh di lakukan penyitaan melalui perantara BUPLN dengan suatu proses sebagaimana di atur dalam pasal 10 undang- undang Nomor 49 Tahun 1960, setelah pihak bank menyampaikan adanya kredit macet kepada PUPN kemidian mengadakn peundingan tentang jumlah uang yang harus dibayar termasuk bunga dan atau denda serta biayabiaya yang bersangkutan dengan piutang tersebut. Apabila tidak ada penyelasaian pembayaran, maka BUPLN dengan perantara juru sita pengadilan negeri mengeluarkan surat paksa untuk melakukan suatu penyitaan atas jaminan kredit kemudian dilanjutkan dengan pelelangan jaminan kredit tersebut 6. Adapun yang di maksud lelang tersebut adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peserta atau peminat lelang. Penjualan umum tersebut harus di pempin oleh pejabat lelang. C. Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Setelah Mempunyai Kekuatan Hukum Hak Eksekutorial. Kekuatan eksekutorial sertifikat hak tanggungan yaitu, salah satu fungsi yang paling penting suatu sertifikat hak tanah, adalah pembuktian tentang legalitas atau pengakuan hukum hak atas tanah yang di kuasai dan atau di miliki subyek hukum. Sertifikat yang di berikan kepada subyek hukum tersebut (manusia dan badan badan hukum yang ditunjuk) adalah yang di maksudkan sebagai alat bukti kepemilikan atau pengesahan hak atas tanah dalam rangka usaha mewujudkan kepastian hukum atas tanah baik subyek maupun obyek. Berkenaan dengan hal tersebut,sebenarnya ada 2 sifat dari hak tanggungan yang dapat dijadikan senjata bagi pihak kreditur, yaitu: 1. Hak tanggungan tetap membebani tanah yang dijadikan jaminan dalam tangan siapapun tanah itu berada (dipindahkan),kreditur masih punya hak untuk menjual lelang tanah itu jika ternyata benar debitur berada dalam posisi cendera janji (wanprestasi) 2. Hak kreditur untuk diutamakan. Konsekuensi dari hak preferent ini, menjadikan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan tersebut untuk selalu diutamakan dalam mendapatkan pembayaran lebih dahulu dibanding kreditur lainnya 5 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankkan di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 69. 6 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankkan di Indonesia, Aditya Bakti, Jakarta, 1994, hlm. 253. 5

Adanya akta hipotik atau pengakuan hutang tersebut, maka bank dalam hal ini jika debitur mengadakan cedera janji yang sangat serius, dapat memintakan kepada notaris agar dapat di buatkan groose akta pertama hipotik atau pengakuan hutang yang terkait, kreditur pemengang hipotik dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan terhadap debitur yang cedera janji. Tanpa adanya perjanjian hipotik atau pengakuan hutang yang melalui proses yang di buat secara notaril, maka bank hanya menuntut debitur melalui poses gugatan ke pangadilan yang akan berlangsung lama, sampai bertahun-tahun. 7 Sebelum pendaftaran tanah di laksanakan berdasarkan PP. No. 24 Tahun 1997, pemberian wajib hipotik wajib di laksanakan di hadapan pejabat inilah yang akan membuat hipotik dan memberikan grossenya (turunannya) sebagai bukti adanya hipotik atau Turunan akta tersebut pada masa belanda, dinyatakan sebagai satu-satunya alat bukti hipotik. Kemudian di tentukan pula bardasarkan Pasal 41 peraturan jabatan Notaris bahwa tetap orang berlangsung berkepentingan kepada suatu akta notaris, para ahli waris atau penerima haknya Groose dari akta tersebut. Berbeda halnya akta pemberian hak tanggungan, meskipun pada hakekatnya sama dengan akta hipotik yang keberadaannya atas dasar perjanjian kesapakatan yang ditanda tanggani bersama antara pemberi dan penerima hak tanggungan, namun dengan penanda tangganan akta pemberi hak tanggungan, oleh dan di hadapan PPAT, turunan dari akta pemberian hak tanggungan tersebut belum bisa dijadikan bukti pengakuan hutang yang mempunyai sifat eksekutorial. Bukti pengakuan hutang yang adanya pemberian atau pembebanan hak tanggungan masih diperlukan proses lanjut melalui pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertahanan dan berakhir dengan penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan. Adanya sertifikat hak tanggungan, berarti telah memenuhui unsur sebagai alat pembuktian yang kuat bagi adanya hak (kewenangan) berbuat bagi kreditur untuk melindungu kepentingan. Sehingga adanya pembubuhan kata-kata DEMI KEADILAN YANG BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, dalam sertifikat itu, maka sempurnalah alat pembuktian dan perlindungan kepentingan yang di butuhkan oleh kreditur, jika suatu saat debitur berada dalam keadaan wanprestasi ( cidera janji ). Mereka tidak hanya mempunyai hak untuk dapat mengeksekusi langsung barang-barang milik debitur yang di agunkan melalui proses penyitaan dan penjualan lelang, tetapi juga diberi hak prioritas untuk mendapatkan pembayaran secara lebih awal. Praktek eksekusi dan akibat hukumya yaitu, apabila kredit mengalami masalah bahkan mungkin telah tergolong sebagai suatu kredit macet, maka pihak bank pertama-tama akan berusaha untuk menyelamatkan kredit tersebut agar kembali menjadi lancar. Tindakan penyelamatan kredit, merupakan usaha pihak bank dalam mencegah kredit yang bermasalah tersebut agar tidak menjadi macet yaitu, bagaimana bank (kreditur pemegang hak tanggungan) tersebut berupa melibatkan diri dalam memberikan bantuan teknis dan menegement pengelolahan usaha. Melancarkan kembali kredit yang tadinya tergolong tidal lancar, di raguhkan, untuk kembali menjadi kredit lancar, dengan cara yang mencukup bijak yakni, menjadwalkan kembali kredit yang bersangkutan. Apabilah menurut pertimbangan bank kredit yang telah menjadi macet tidak mungkin lagi di selamatkan dengan cara-cara tanpa adanya praktek eksekusi. Bank akan melakukan tindakan-tindakan penyelasaian terakhir berupa penyitaan dan pelelangan barang agunan. 8 III. PENUTUP A. Kesimpulan 7 Harun Al Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta,1987, hlm. 29. 8 Sutan Remy Sjahdeini, Perjanjian Kredit Bank Umum di Indonesia, IBI, Jakarta,1993,hlm.6. 6

1. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan dan Perlindungan Hukum Kreditur setelah Dilakukan Eksekusi yaitu, Setelah penuangan perjanjian dalam Akta pemberian hak tanggungan selesai, maka peralihan tersebut harus di daftarkan yaitu dengan mencantumkan semua syarat sebagaimana termuat dalam akta hak tanggungan pada kantor pertanahan setempat, yaitu dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan serta mencatatnya sebagai obyek hak tangggungan itu berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat tertentu untuk di daftarkan, namun belum di daftar, pemberian hak tanggungan di lakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.bentuk perlindungan hukum kepada Debitur jika dilakukan pendaftaran peralihan hak tanggungan adalah wajib.dalam hal ini dapat di lakukan sendiri oleh pihak yang berkepentingan atau di serahkan sepenuhnya kepada PPAT untuk mengirimkan segala berkas yang di perlukan kepada kantor pertanahan. 2. Kekuataan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Setelah Mempunyai Kekuatan Hukum Hak Eksekutorial yaitu, agar tidak merugikan pihak ke tiga, maka dalam hak pembebanan hak tanggungan berlaku juga asas publisitas (kerterbukaan atau istilah lain pengumuman) yakni tanggang waktu pengumuman adanya pembebanan hak di maksud, melalui media massa atau tempat yang sediakan, pihak-pihak terkait mengetahui adanya pembebanan hak tanggungan. Ketentuan Pasal 13 Ayat (1) UUHT, hak tanggungan itu wajib di daftarkan, syarat mutlak untuk lahirnya suatu hak tanggungan dan mengikatnya hak tanggungan ke pihak ketiga. Alat pembuktian yang kuat bagi adanya hak (kewenangan) berbuat bagi kreditur untuk melindungi kepentingan. Adanya pembubuhan kata dalam sertifikat, DEMI KEADILAN YANG BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, sempurnalah alat pembuktian dan perlindungan kepentingan yang dibutuhkan oleh kreditur. Jika di suatu saat debitur berada dalam posisi cedera janji (wenprestasi). B. Saran Terkait dengan pembahasan di atas, disarankan agar titel eksekusi yang melekat pada sertifikat hak tanggungan betul-betul dapat ditaati semua pihak secara seyogianyalah dibuatkan peraturan yang bersifat khusus dalam bentuk peraturan pemerintah. Perlunya aturan khusus yang berkenaan dengan praktek eksekusi, bertolak dengan adanya sikap hakim yang menolak dan tidak menerima eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan. Penyelasaian kredit ini dapat juga dilakukan atas inisiatif BUPLN tanpa menunggu pelimpahan dari pemerintah dan atau BUMN saja. 7

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Al Rashid, Harun, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta,1987. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankkan di Indonesia, Aditya Bakti, Jakarta, 1994. Efendi, Bachtiar, Peraturan Hukum Agraria di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni Bandung, 1993. Hadjon, Philipus,Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Pemerintah Yang Bersih,Pidato Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Universitas Airlangga, 1994. Sjahdeini, Sutan Remy, Perjanjian Kredit Bank Umum di Indonesia, IBI : Jakarta,1993. Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankkan di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 8

BIODATA WAHYU PRATAMA, Lahir di Sabang, 21 Oktober 1988, Alamat Rumah BTN Lasoani Blok S Nomor 26 Palu Sul-Teng, Nomor Telepon +6285395777903, Alamat Email wahyupratama211088@ymail.com 9