BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

ini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 1 Berdasarkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia. membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya.

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1 Tanah merupakan tempat membangun rumah tempat tinggal maupun untuk tempat berusaha mencari nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. Oleh karena itu, manusia semula melakukan pembukaan tanah baik sendiri maupun berkelompok, selanjutnya dikelola dengan bertani atau berladang. Pembukaan tanah di suatu tempat tertentu merupakan awal dari lahirnya kepemilikan tanah bagi individu atau kelompok, yang menurut hukum adat pembukaan tanah tersebut haruslah diberitahukan kepada persekutuan hukum dan diberi tanda tertentu. 2 Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi. Oleh karena itu harus dikelola secara cermat pada masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang dan dipergunakan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air dan 1 2 Adrian Sutedi, 2013, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 31 Mukhtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika, Jakarta, hlm. 59 1

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 di atas merupakan dasar konstitusional lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA. Pasal 19 UUPA secara jelas menyatakan menjamin hak penguasaan tanah yang dimiliki oleh rakyat. Konsekuensi dari pasal tersebut, maka pemerintah melaksanakan proses pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Lebih lanjut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, merupakan suatu aturan pelaksana yang mengatur mengenai proses pelayanan yang terdiri dari aktivitas lapangan, administrasi dan penerapan hukum. Dengan demikian tanah yang sudah terdaftar akan memiliki kepastian hukum untuk menjamin hak atas penguasaan tanah bagi pemiliknya. Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan landasan hukum atas kepemilikan seseorang bahwa dia memiliki dasar alas hak yang kuat sebagai legitimasi kepemilikan tanah. Alas hak penguasaan tanah merupakan alat bukti dasar seseorang dalam membuktikan hubungan hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas tanah. Oleh karenanya sebuah alas hak harus mampu menjabarkan kaitan hukum antara subjek hak (individu maupun badan hukum) dengan suatu obyek hak (satu atau beberapa bidang tanah) yang dikuasai. Artinya, dalam sebuah alas hak sudah seharusnya dapat menceritakan secara lugas, jelas dan tegas tentang detail perbuatan terjadinya 2

kepemilikan tanah dan perubahannya, atau transaksi yang mempengaruhi suatu hak milik. 3 Seseorang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah, oleh Undang Undang Pokok Agraria dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut. Apabila tidak adanya kesanggupan untuk memenuhi kewajiban tersebut maka akan mengakibatkan hak kepemilikan atas tanah akan hapus dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Undang Undang Pokok Agraria. Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, menekankan untuk memenuhi kewajiban mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah, bilamana senantiasa menelantarkan tanah yang dimilikinya, maka sebaiknya dilakukan pemindahan hak atas tanah atau peralihan hak atas tanah untuk menghindari hapusnya hak atas kepemilikan tanah tersebut. Menurut Adrian Sutedi, hak milik atas tanah dapat dipindahkan haknya kepada pihak lain (dialihkan) dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan perbuatan lain yang dimaksudkan memindahkan hak milik. 4 Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menjelaskan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam 3 4 Adrian Sutedi, 2012, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 59 Ibid., hlm. 65 3

perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di atas tersebut, tanah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Perbuatan-perbuatan hukum mengenai pemindahan hak atas tanah atau peralihan hak atas tanah juga terjadi pada masyarakat adat Kabupaten Bone, yaitu dalam prosesi adat perkawinan. Pada prosesi adat perkawinan masyarakat Bone mensyaratkan adanya persembahan sebidang tanah, baik tanah lapang maupun tanah kebun yang dikenal dengan istilah Tanah Sompa, yaitu tanah yang dipersembahkan kepada isteri sebagai tanda atau simbol kemapanan suami. Tanah sompa merupakan persembahan atau jujur dari pihak laki-laki sebagai syarat perkawinan di masyarakat Bone berdasarkan silsilah keluarga keturunan raja. Menurut adat masyarakat Bone, sompa dapat berwujud emas, 4

tanah, rumah, kendaraan atau benda berharga lainnya, namun pada umumnya yang menjadi keharusan adalah emas dan tanah. Sistem kekerabatan masyarakat hukum adat Bone menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental dengan sistem perkawinan bebas (mandiri) yang susunan masyarakatnya ditarik menurut garis keturunan baik dari pihak ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan antara pihak bapak dan pihak Ibu berjalan seimbang atau sejajar namun kewajiban pemberian tanah sompa tetap berada pada pihak laki-laki. 5 Pada prosesi adat perkawinan masyarakat hukum adat di Kabupaten Bone, pemberian tanah sompa merupakan kesepakatan mutlak pada saat proses mappettu ada yang kemudian selanjutnya dalam proses Ijab Kabul akan diucapkan suami kepada isteri. 6 Kesakralan proses perkawinan adat masyarakat Bone terlihat pada saat perkawinan dinyatakan sah dan diikuti dengan pemberian tanah sompa dalam proses mappettu ada dan Ijab Kabul. Pemberian tanah sompa proses mappettu ada yang diucapkan suami kepada istri sebelumnya tidak diawali dengan adanya proses penyelidikan seluk beluk kepemilikan tanah sompa tersebut. Pihak isteri hanya menerima sepenuhnya pemberian tanah sompa dengan kepercayaan tanpa mengetahui seluk beluk terkait tanah sompa tersebut meliputi hal lokasi tanah, alas hak yang mendasari kepemilikan tanah serta tidak adanya proses nyata dalam 5 6 Mustari Pide dan Sri Susyanti, 2009, Dasar-Dasar Hukum Adat, Pelita Pustaka, Makassar, hlm. 57 Animous, 2013, Makassar nol km, Mengenal Tata Cara Pernikahan Adat Bone, http://makassarnolkm.com/mengenal-tata-cara-pernikahan-adat-bone/, diakses tanggal 5 November 2014 5

pengalihan hak tanah sompa seperti penyerahan sertipikat untuk dibalik nama ataupun alas hak lainnya. Sesuai kebiasaan pada masyarakat adat Kabupaten Bone, persembahan tanah sompa merupakan suatu prosesi wajib yang harus dilalui dalam proses perkawinan. Pemberian tanah sompa tersebut diberikan secara cuma-cuma bukan merupakan jual beli, hibah, ataupun tukar menukar. Kedudukan tanah sompa pada saat setelah prosesi perkawinan dilalui kemudian menimbulkan masalah ketika pihak isteri selanjutnya akan mendaftarkan tanah sompa yang telah menjadi hak istri tersebut tidak memiliki dasar atau alas hak yang jelas sebelumnya apabila akan didaftarkan ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Badan Pertanahan Nasional. Adanya budaya siri pada masyarakat adat di Kabupaten Bone menjadi pemicu lebih lanjut terhadap terjadinya kendala bagi pihak isteri untuk meminta alas hak tanah sompa tersebut kepada pihak suami walaupun pada dasarnya sudah menjadi hak bagi istri. Permasalahan lain yang sering muncul yaitu ketika tanah sompa yang diberikan kepada istri ternyata merupakan tanah yang bermasalah atau tanah yang sedang dalam sengketa antara pihak keluarga suami dengan pihak lain, tentunya PPAT dalam hal ini akan menolak untuk pembuatan akta yang diajukan oleh pihak isteri bersama pihak suami untuk menerbitkan alas hak atas tanah sompa tersebut. Penolakan untuk pembuatan dan penerbitan hak milik atas tanah sompa yang bermasalah tersebut sesuai sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 6

Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan Tanete Riattang Barat penulis menemukan adanya beberapa kasus mengenai pengalihan hak atas tanah atau pemindah hak atas tanah sompa yang dimiliki oleh isteri di mana banyak menemui kendala dalam hal pengurusan hak atas tanah. oleh kerena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut terkait permasalahan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka adapun masalah-masalah yang dikaji dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengalihan hak tanah sompa dari pihak suami kepada pihak isteri di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone? 2. Bagaimanakah status hukum alas hak tanah sompa yang dimiliki oleh isteri pada masyarakat adat di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone? 3. Upaya-upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh oleh pihak isteri ketika terjadi konflik atau sengketa terhadap tanah sompa? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis lebih lanjut mengenai: 1. Proses pengalihan hak tanah sompa dari pihak suami kepada pihak isteri di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone; 2. Status hukum alas hak tanah sompa yang dimiliki oleh isteri pada masyarakat adat di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone; 7

3. Bentuk upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak istri apabila terjadi konflik atau sengketa terhadap tanah sompa. D. Keaslian Penelitian Penelitian dengan kajian utama tentang Tinjauan Hukum Terhadap Alas Hak Tanah Sompa Yang Dimiliki Oleh Isteri Di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan sejauh dari hasil penelusuran penulis baik melalui tulisan yang ada maupun melalui media internet sampai dengan sekarang belum diketemukan. Namun ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas baik mengenai pembayaran mahar dan proses sertipikasi hak atas tanah yang berbeda kajiannya dengan usulan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu tersebut antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hikmah dengan judul Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan, Kalibaru Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara). Penelitian ini dengan fokus kajian mengenai bagaimana perspektif Hukum Islam tentang pemberian mahar pada masyarakat suku Bugis di Kalibaru. 7 Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hikmah lebih menekankan pada kajian batas maksimal dalam pemberian mahar kepada perempuan menurut golongan atau tingkatan derajat gadis yang akan dijadikan isteri, sebagai implikasi klasifikasi masyarakat yang menggambarkan stratifikasi sosial calon 7 Nurul Hikmah, 2011, Implementasi Pemberian Mahar Pada Masyarakat Suku Bugis Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan, Kalibaru Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara), Skripsi, Program Studi S-1 Kosentrasi Peradilan Agama Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 8

pengantin perempuan menurut adat berdasarkan keturunan. Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan pada proses pendaftaran tanah dan penanganan konflik atau sengketa mengenai tanah sompa yang dimiliki oleh seorang isteri pada masyarakat Adat Bone di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Penelitian Mahasiswa Program Studi S-1 Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Yanuar Akbar dengan judul penelitian Analisis Yuridis Pembayaran Mahar Calon Mempelai Pria Terhadap Calon Mempelai Wanita Menurut Hukum Islam Dan Hukum Sumatra Barat Dikaitkan Dengan UU No. 1974 Dan Komplikasi Hukum Islam (KHI). Penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Akbar untuk mengetahui bagaimana status keabsahan mahar atau mas kawin yang belum dibayar. 8 Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mengkaji pada alas hak yang dimiliki seorang isteri mengenai mahar tanah sompa yang tidak memiliki kekuatan hukum tetap yang dijadikan alas atau bukti yang kuat dalam Pendaftaran Tanah. 3. Penelitian Mahasiswa Program Studi S-2 Ilmu Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada tahun 2013 yang dilakukan oleh Anindyah Widaruni dengan judul penelitian Proses Sertipikasi Hak Atas Tanah Adat Di Kabupaten Nganjuk. Pada penelitian ini difokuskan Bagaimana proses sertipikasi hak atas tanah adat dan kendala 8 Yanuar Akbar, 2013, Analisis Yuridis Pembayaran Mahar Calon Mempelai Pria Terhadap Calon Mempelai Wanita Menurut Hukum Islam Dan Hukum Sumatra Barat Dikaitkan Dengan UU No. 1974 Dan Komplikasi Hukum Islam (KHI), Skripsi, Program Studi S-1 Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung. 9

yang dihadapi masyarakat ketika melakukan pengurusan. 9 Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mengkaji pada proses pendaftaran tanah atau proses sertipikasi tanah sompa yang dikenal pada masyarakat adat di Kabupaten Bone yang diberikan kepada pihak istri pada saat prosesi perkawinan. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki 2 (dua) manfaat yang hendak dicapai yaitu : 1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan hukum yang timbul terhadap tanah sompa yang dimiliki oleh isteri di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone dan menambah Ilmu Pengetahuan Khususnya mengenai Hukum Adat. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pola pikir dan menjadi bahan masukan terhadap permasalahan alas hak tanah sompa yang dimiliki oleh isteri di Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone. 9 Anindyah Widaruni, 2013, Proses sertipikasi Hak Atas Tanah Adat Di Kabupaten Nganjuk, Tesis, Program Studi S-2 Ilmu Hukum Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta. 10