KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR HORMONAL

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

1 Universitas Kristen Maranatha

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mioma uteri sering disebut juga leiomioma atau fibroid uterus, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB I peran penting dalam kelanjutan generasi penerus bangsa (Manuaba, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN HUBUNGAN USIA MENARCHE DAN PARITAS DENGAN MIOMA UTERI

GAMBARAN FAKTOR RESIKO PENYEBAB TERJADINYA MIOMA UTERI DI POLIKLINIK KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

HUBUNGAN USIA REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan kematian yaitu

Hubungan Faktor Risiko dan Kejadian Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. melalui program Keluarga Berencana (BKKBN,2010). pemerintah yang pada awalnya diatur berdasarkan Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut

PROFIL PENDERITA KANKER GINEKOLOGI DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2015 SAMPAI JULI Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNSRAT 2

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

HUBUNGAN USIA DENGAN KEJADIAN MYOMA UTERI DI BANGSAL SAKINAH RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013 NASKAH PUBLIKASI

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

Hubungan Faktor Risiko Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN RISIKO TERJADINYA MYOMA UTERI DI RSUD DR. MOEWARDI PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

itu bersifat sementara, dapat pula Pendahuluan Tingginya angka kelahiran di bersifat permanen. Penggunaan Indonesia menggelisahkan banyak

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama hari, 3-6 hari adalah waktu keluarnya darah menstruasi. perdarahan bercak atau spotting (Baziad, 2008).

ABSTRAK PREVALENSI MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER : July Ivone, dr.,m.s.mpd.

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang

FAKTOR RISIKO AKSEPTOR KB HORMONAL TERHADAP KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN. Sri Wahyuni

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan

INTISARI PENGARUH PEMAKAIAN KONTRASEPSI ORAL DAN SUNTIK TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS TAPIN UTARA KABUPATEN TAPIN

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin

HUBUNGAN USIA WANITA SAAT COITARCHE DAN LAMA PEMAKAIAN PIL KB KOMBINASI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah

STUDI KOMPARASI KENAIKAN BERAT BADAN PADA AKSEPTOR KB SUNTIK 1 BULAN DAN 3 BULAN DI KLINIK GRIYA HUSADA KARANGANYAR

IDENTIFIKASI SIKAP IBU USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI RT 04 RW 07 KELURAHAN BALEARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PREVALENSI MIOMA UTERI BERDASARKAN UMUR DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Pekauman Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun 1968 dengan mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana

HUBUNGAN ANTARA MENSTRUASI DINI DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RUANG EDELWIS RSUD ULIN BANJARMASIN

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG AKDR DI PUSKESMAS CIKOLE PANDEGLANG 2012 JURNAL

Faktor Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu 2011

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

MIKIA KEJADIAN AMENORE SEKUNDER PADA AKSEPTOR SUNTIK DMPA. Artikel Penelitian. Nurya Viandika 1 Nurfitria Dara Latuconsina 2

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Gambaran jenis kanker ovarium di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola

The Prevalence of Sexual Dysfunction in Mothers Contraceptive Implant Users at Urban Villages Seputih Gunung Sugih Central Lampung 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WANITA USIA SUBUR (WUS) DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI HORMONAL DI DESA BATURSARI KECAMATAN MRANGGEN KABUPATEN DEMAK

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI JUNI 2005

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH EDUKASI SUPORTIF TERSTRUKTUR TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI PADA IBU MENYUSUI 0-6 BULAN

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN DI PUSKESMAS KRATON YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. jawab terhadap pertumbuhan sel ikut termutasi (Saydam, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang World Health Statistic 2013 menyatakan bahwa WUS Indonesia

TINJAUAN KASUS KEHAMILAN EKTOPIK DI BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY D P 2002 AKSEPTOR AKTIF SUNTIK 3 BULAN DENGAN MENOMETRORAGIA DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI RUMAH BERSALIN RACHMI PALEMBANG TAHUN 2014

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KOTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGENTAN 2 TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju.

PENGARUH INDEKS MASSA TUBUH, USIA MENARCHE DAN STATUS MENSTRUASI TERHADAP MIOMA UTERI

BAB III METODE PENELITIAN. pengumpulan data sekaligus pada satu waktu (Taufiqurahman, 2010).

Transkripsi:

KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR HORMONAL Nida Fahrunniza, Heny Astutik, Moch. Gatot Heri Praptono Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No. 77 C Malang e-mail: heny_astutik@gmail.com Abstract: The purpose of this study was to determine description of uterine myoma incident to hormonal acceptors in Obgyn Unit RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang. The study design was a retrospective descriptive approach. The population in this study were all women who diagnosed uterine myoma on medical record period April and June 2014, sampling using purposive sampling to produce 18 respondents. Data collected through questionnaires, analyzed using descriptive analysis. The results showed that of the 18 women with uterine myoma, progestin hormonal acceptors are bigger than combination hormonal acceptors, with percentage 83,3%. Viewed from the long use of contraception, women with uterine myoma that using combination contraception, 100% with long usage >3 years and the progestin hormonal acceptors were used >3 years too,with percentage 73,4%. The conclusion of this study that women with myoma uteri more use progestin contraceptives with long usage >3 years.based on this study, women who have potential on uterine myoma or have ever been through uterine myoma are not recommended to use hormonal contraception, especially for progestin. Keywords: hormonal acceptors, uterine myoma Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal di Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang terdiagnosa mioma uteri pada rekam medik periode bulan April dan Juni 2014, pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sehingga dihasilkan 18 responden. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, analisa menggunakan analisa deskriptif. Hasil penelitian diperoleh bahwa 18 wanita dengan mioma uteri, akseptor hormonal progestin lebih banyak daripada akseptor hormonal kombinasi dengan persentase 83,3%. Ditinjau dari lama penggunaan kontrasepsi, kontrasepsi kombinasi, 100% menggunakannya selama >3 tahun dan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun pula, dengan persentase 73,4%. Kesimpulan dari penelitian ini wanita dengan mioma uteri lebih banyak menggunakan kontrasepsi progestin dengan lama penggunaan >3 tahun. Berdasarkan penelitian ini, wanita yang mempunyai potensi penyakit mioma uteri atau mempunyai riwayat mioma uteri tidak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, terutama jenis progestin Kata kunci: akseptor hormonal, mioma uteri PENDAHULUAN Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos, yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen (Memarzadeh et al, 2003 dalam Hadibroto, 2005). Mioma uteri menimbulkan masalah besar dalam kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di dunia setiap tahunnya ada 6,25 juta penderita tumor. Dalam 20 tahun terakhir ini 9 juta manusia meninggal karena tumor. Perlu dicatat bahwa 2/3 kejadian ini terjadi di negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Selain angka mortalitas, morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan infertilitas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Dilihat dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan ISSN 2460-0334 69 69

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75 perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi (Bailliere, 2006; Marshal et al., 1998). Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Di Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Sarwono, 2009). Penyebab kejadian mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor penduga pertumbuhan mioma uteri antara lain umur, paritas, faktor ras dan genetik, usia menarche, obesitas, serta hormon estrogen dan progesteron (Djuwantono, 2004). Sebagai salah satu pencetus mioma uteri, hormon estrogen dan progesteron dapat diperoleh melalui alat kontrasepsi yang bersifat hormonal. Menurut Meyer de Snoo dalam teori Cell nest atau teori genitoblast, menyatakan bahwa estrogen dapat memicu pertumbuhan mioma uteri karena mioma uteri kaya akan reseptor estrogen (Sarwono, 2009). Bila pada uterus terdapat mioma, maka pemberian kontrasepsi hormonal kombinasi maupun sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma, karena mioma banyak mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Pada pemberian kontrasepsi hormonal dengan dosis estrogen dan progesteron yang rendah tidak terjadi pembesaran miom yang bermakna (Ali, 2002). Pada kontrasepsi hormonal dengan progestin (progesteron saja) studi klinis menunjukkan progesteron memfasilitasi pertumbuhan fibroid. Misalnya, ukuran fibroid meningkat selama pengobatan dengan progesteron sintetis (Cynthia, 2006). Progesteron merangsang pembentukan enzim sulfotransferase di endometrium sehingga terjadi pembentukan estrogen dalam jumlah besar (Ali 2003). Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarga agar keluarga dapat memberikan perhatian dan pendidikan yang maksimal pada anak (Harnawati, 2008). Kontrasepsi terdiri dari kontrasepsi sederhana, kontrasepsi metode barrier, kontrasepsi mantap, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal dibagi menjadi dua, yaitu hormonal kombinasi (estrogen-progesteron) dan hormonal dengan progestin. Kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh para wanita adalah pil dan suntik yang mengandung hormonal baik estrogen maupun progesteron. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, sebanyak 62% menggunakan alat kontrasepsi modern dan tradisional, dengan rincian 4% IUD, suntik 32%, susuk 3%, pil 14% (BKKBN, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 7 8 Maret 2014 di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang melalui studi dokumentasi tahun 2013, didapatkan sebanyak 10,36% dari seluruh kasus baru ginekologi di RSUD Kanjuruhan merupakan mioma uteri, sebanyak 123 kasus. Melalui hasil studi dokumentasi yang dilakukan pada 4 pasien dengan mioma uteri didapatkan bahwa 1 dari pasien tersebut menggunakan kontrasepsi suntik progestin, 2 lainnya menggunakan kontrasepsi pil oral kombinasi selama 5 tahun dan 23 tahun, sedangkan 1 lainnya tidak menggunakan kontrasepsi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal di Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif yaitu peneliti mengidentifikasi kasus mioma uteri berdasarkan riwayat kontrasepsi hormonal. Peneliti mengidentifikasi gambaran kejadian mioma uteri pada akseptor hormonal. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah semua wanita yang terdiagnosa mioma uteri pada rekam medik RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang, periode April dan Juni 2014 sejumlah 18 70 ISSN 2460-0334

orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini purposive sampling yaitu sampling ditentukan berdasarkan kriteria yang ditentukan peneliti dalam kriteria inklusi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita dengan mioma uteri yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 18 orang. Kriteria inklusi sampel adalah akseptor hormonal, wanita post mioma uteri yang kontrol pasca bedah mioma uteri, telah menikah dan bersedia menjadi responden. Teknik pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan lembar kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi tentang jenis dan lama penggunaan kontrasepsi yang digunakan oleh responden. Data yang terkumpul dianalisis dengan rumus membandingkan jumlah pengguna kontrasepsi hormonal dibagi dengan jumlah reponden dikali 100%. Penelitian dilakukan di Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang dengan waktu penelitian pada bulan April-Juni 2014. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga memperoleh surat persetujuan (informed consent) dari semua responden. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini meliputi data umum yang mencakup umur, pendidikan, jumlah paritas, pekerjaan, IMT, usia menarche responden, Tabel 1. Distribusi frekuensi umur responden Umur F % 26-35 tahun 2 11,2 36-45 tahun 8 44,4 > 46 tahun 8 44,4 Tabel 2. Distribusi frekuensi jumlah paritas responden Jumlah Paritas F % Nullipara - - Primipara 2 11,1 Multipara 14 77,8 Grandemultipara 2 11,1 sedangkan data khusus memuat komponen utama berupa variabel-variabel yang diteliti. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar umur responden dengan Mioma Uteri menggunakan kontrasepsi hormonal adalah >35 tahun. Artinya Mioma Uteri muncul pada usia produktif Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (77,8%) wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal adalah multipara atau memiliki 2 4 anak. Asumsi peneliti pada multipara otot rahim mengalami penurunan dalam jaringan ikatnya. Pada Tabel 3 didapatkan bahwa sebagian besar wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki indeks massa tubuh normal yaitu antara 18,6-24,9. Hasil penelitian diketahui bahwa seluruh responden (100%) dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal mengalami menarche pada usia >10 tahun Dari Tabel 4 diketahui bahwa dari semua wanita dengan Mioma Uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal, 22,2% mempunyai riwayat penyakit neoplasma dalam keluarganya. Data khusus hasil penelitian meliputi distribusi responden berdasarkan jenis dan lama peng- Tabel 3. Distribusi frekuensi indeks massa tubuh responden Kategori F % Kurus (= 18,5) - - Normal (18,6-24,9) 10 55,5 Berat lebih (25-29,9) 7 38,9 Obesitas/gemuk (>30) 1 5,6 Tabel 4. Distribusi frekuensi riwayat penyakit dalam keluarga responden Jenis Penyakit F % Neoplasma (jinak dan ganas) 4 22,2 Non Neoplasma 14 77,8 Tabel 5. Distribusi frekuensi penggunaan kontrasepsi hormonal Jenis Kontrasepsi F % Kombinasi 3 16,7 Progestin 15 83,3 ISSN 2460-0334 71

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75 Tabel 6. Tabel silang jenis dan macam kontrasepsi responden Macam Kontrasepsi Jenis Total Pil Suntik Implan Kontrasepsi F % F % F % F % Kombinasi 1 33,3 2 66,7 - - 3 100 Progestin 5 33,3 8 53,4 2 13,3 15 100 Total 6 33,4 10 55,5 2 11,1 18 100 Tabel 7. Distribusi frekuensi lama penggunaan kontrasepsi hormonal responden Jenis Kontrasepsi Lama Penggunaan Total < 1 tahun 1-3 tahun > 3 tahun F % F % F % F % Kombinasi - - - - 3 100,0 3 100 Progestin 2 13,3 2 13,3 11 73,4 15 100 Total 2 11,1 2 11,1 14 77,8 18 100 gunaan kontrasepsi hormonal tersebut adalah mayoritas responden dengan mioma uteri menggunakan kontrasepsi jenis progestin daripada kombinasi, dengan persentase 83,3% (Tabel 5). Tabel 6 diketahui bahwa dari 3 orang wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi, sebagian besar menggunakan kontrasepsi suntik yaitu 66,7%. Sedangkan dari 15 orang wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi progestin, persentase terbesar yaitu 53,4% menggunakan suntik. Berdasarkan Tabel 7 didapatkan bahwa kontrasepsi kombinasi, seluruhnya (100%) menggunakan kontrasepsi ini selama >3 tahun dan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4%. PEMBAHASAN Hasil penelitan ini mengungkapkan bahwa lebih banyak wanita dengan mioma uteri menggunakan kontrasepsi jenis progestin daripada kombinasi, dengan persentase 83,3%. Hal ini menunjang hasil studi klinis yang menunjukkan progesteron memfasilitasi pertumbuhan fibroid. Biokimia fibroid memiliki konsentrasi reseptor progesteron lebih tinggi dari miometrium normal (Cynthia, 2006). Keadaan otot miometrium yang semula normal akan mengalami pertumbuhan sel dengan adanya hormon progesteron dan reseptornya. Progesteron dan reseptornya memicu pertumbuhan tumor. Progesteron sendiri tidak dapat menekan reseptornya sehingga ketika kadar progesteron dalam tubuh meningkat akibat pemberian progesteron sintesis, maka jumlah reseptor progesteron tidak akan mengalami penurunan. Pada terapi fibroid dengan progesteron sintetis, secara parenteral diberikan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan (Cynthia, 2006). Dosis ini sama dengan dosis yang diberikan pada saat injeksi kontrasepsi hormonal dengan progestin yang diberikan setiap 3 bulan, dibandingkan dengan jenis pil yang memiliki dosis 300 g levonorgestrel pada kemasan 35 pil atau 350 g noretindron dan 75 g desogestrel pada kemasan 28 pil. Demikian pula dengan implan yang hanya mengandung 68 mg levonorgestrel dengan masa kerja hormon 3 5 tahun. Hal ini berkaitan dengan temuan bahwa penggunaan Hormon Replacement Therapy (HRT) pada wanita postmenopause juga terbukti meningkatkan pertumbuhan fibroid secara signifikan ketika dosis medroxiprogesterone asetat yang lebih tinggi (5 mg/hari) digunakan, dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah (2,5 mg/hari) (Palomba, 2002). Kontrasepsi hormonal kombinasi hanya digunakan oleh 3 orang wanita dengan mioma uteri. Menurut Saifuddin (2006) kontrasepsi 72 ISSN 2460-0334

kombinasi yang beredar saat ini hanya mengandung 30 g Etinil Estradiol dan 150 g levonorgestrel/ desogestrel. Kandungan estrogen dan progesteron yang terdapat dalam kemasan tersebut sangat sedikit dan tidak memungkinkan sel untuk berkembang menjadi mioma uteri. Namun mioma uteri masih terjadi pada akseptor kombinasi. Selain faktor hormonal, faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap kejadian mioma uteri antara lain umur, usia menarche, IMT. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 11,2% wanita dengan mioma uteri berusia antara 26 35 tahun, sedangkan 88,8% berusia >35 tahun. Dari keadaan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kontrasepsi hormonal paling banyak berusia >35 tahun. Wanita usia subur memiliki umur antara 20-45 tahun. Menurut Wiknjosastro dkk (2005) frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-40 tahun yaitu mendekati angka 40%, jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun, sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Penelitian yang dilakukan Lilis Pratiwi, dkk (2013) mioma sering terjadi pada usia 34-49 tahun dengan persentase 69,1%. Penelitian Evita Wati dkk, (2014) mioma uteri paling banyak terjadi pada subjek penelitian yang berusia >35 tahun yaitu dengan persentase 77,8%. Mioma uteri terjadi pada wanita usia reproduksi karena pada masa reproduksi, ovarium mulai mensekresikan hormon dan progesteron. Setelah mencapai menopause, ovarium tidak menghasilkan ovum lagi sebagai respon dari menurunnya sekresi hormon estrogen dan progesteron. Pada penelitian ini, 77,8% wanita dengan mioma uteri adalah multipara atau memiliki 2-4 anak, sedangkan menurut teori, mioma uteri lebih sering terjadi pada pasien nullipara. Hal ini tidak menjadikan adanya kesenjangan antara fakta di lapangan dengan teori karena wanita dengan mioma uteri yang diteliti adalah akseptor hormonal. Pasien nullipara yang dijumpai peneliti tidak ada yang menggunakan kontrasepsi, maka dari itu pada penelitian ini tidak dijumpai wanita dengan mioma uteri yang tidak memiliki anak. Dari 18 wanita dengan mioma uteri yang diteliti, 38,9% memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan berat lebih dan 55,5% pada IMT normal. Hasil tersebut sesuai dengan studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall bahwa wanita yang mempunyai IMT di atas normal, berkemungkinan (30,23%) lebih sering menderita mioma uteri. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tri Kurniasari (2010) menunjukkan bahwa persentase terbanyak pada kejadian mioma uteri terjadi pada kelompok IMT normal yaitu 31,58%. Hal ini berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen adalah enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Sedangkan mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Jadi, dengan peningkatan berat badan, risiko terjadinya mioma uteri juga semakin meningkat. Mioma uteri dapat terjadi pula karena adanya keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal, sebanyak 22,2% mempunyai riwayat penyakit neoplasma dalam keluarganya. Teori menyebutkan bahwa wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri (Parker, 2007). Wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, seluruhnya (100%) menggunakannya selama >3 tahun dan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4%. Lamanya penggunaan kontrasepsi juga dapat mempengaruhi ukuran dari mioma uteri. Hal ini berkaitan dengan lamanya miometrium terpapar dengan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri. Pertumbuhan mioma uteri paling sedikit memerlukan waktu sekitar 8 tahun dan sangat sulit dideteksi dan ada pula teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ISSN 2460-0334 73

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 69-75 ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat (Sarwono, 2009). Walaupun seringkali kejadian mioma uteri diketahui secara tidak sengaja saat USG kehamilan, namun tidak jarang pula mioma uteri diketahui saat pasien mengalami keluhan. Keluhan nyeri yang dirasakan pasien biasanya timbul saat ukuran mioma uteri mulai membesar. Selain dari lamanya penggunaan kontrasepsi, faktor yang mempengaruhi mioma uteri diantaranya adalah usia menarche. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui seluruhnya (100%) wanita dengan mioma uteri mendapatkan menarche pada usia >10 tahun. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Parker bahwa menarche dini (<10 tahun) meningkatkan risiko kejadian mioma uteri (1,24 kali) dan menarche terlambat dapat menurunkan risiko kejadian mioma uteri. Dari sini dapat diketahui bahwa pasien dengan umur menarche dini memiliki kemungkinan non mioma uteri dan pasien dengan umur menarche normal memiliki kemungkinan mioma uteri. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Peneliti hanya membahas mengenai riwayat kontrasepsi hormonal yang pernah digunakan pasien terakhir kali dalam waktu yang cukup lama. Pada kenyataannya hormon estrogen dan progesteron juga bisa didapatkan dari sumber lain. Selain itu, peneliti hanya menggunakan sampel dengan jumlah kecil sehingga hanya untuk digeneralisasikan pada periode saat penelitian saja. PENUTUP Kesimpulan penelitian adalah setiap wanita usia subur berisiko mengalami tumor jinak, salah satunya adalah mioma uteri. Mioma uteri dapat terjadi karena faktor umur, paritas, obesitas, dan hormonal. Pada faktor hormonal, hormon estrogen dan progesteron didapatkan dari penggunaan kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitan didapatkan bahwa dari 18 wanita dengan mioma uteri, akseptor hormonal progestin lebih banyak daripada akseptor hormonal kombinasi dengan persentase 83,3%. Dari kedua jenis kontrasepsi, baik progestin maupun kombinasi, suntik adalah kontrasepsi yang paling banyak pernah digunakan pada wanita dengan mioma uteri yaitu 66,7%. Wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi kombinasi, seluruh responden (100%) menggunakannya selama >3 tahun dan wanita dengan mioma uteri yang menggunakan kontrasepsi hormonal progestin, mayoritas menggunakannya selama >3 tahun, dengan persentase 73,4% Bagi Petugas kesehatan (bidan, perawat) yang menjumpai keluhan-keluhan pasien dengan tanda gejala mioma uteri diharapkan segera konsultasi ke dokter kandungan agar dapat dilakukan pemeriksaan USG dan penyakit diketahui lebih dini sehingga pasien tidak mengalami keluhan yang lebih komplikatif Bagi Penyuluh program keluarga berencana diharapkan memberikan konseling dan informasi bagi wanita yang mempunyai potensi penyakit mioma uteri atau mempunyai riwayat mioma uteri untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, terutama jenis progestin DAFTAR PUSTAKA Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176. Baziad, Ali. 2002. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo BKKBN. 2013. Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bustan MN. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Jakarta : Farmacia Evita Wati, Pinda Hutajulu, Arif Wicaksono. 2014. Hubungan Karakteristik Pasien terhadap Kejadian Mioma Uteri-Adenomyosis di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Sudarso Kalimantan Barat. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak 74 ISSN 2460-0334

Hadibroto, Budi R. 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38. No. 3. Medan: USU Harnawati. 2008. KB Suntik. <http://harnawatiaj.- wordpress.com/2008/03/16/kb-suntik/>. Diakses tanggal 19 Februari 2014 Pratiwi, Lilis, Eddy Suparman, Freddy Wagery. 2013. Hubungan Usia Reproduksi dengan Kejadian Mioma Uteri di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Vol I No 1. Jurnal e-clinic Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB. 1998. Sebuah studi prospektif faktor reproduksi dan penggunaan kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan risiko leiomyoma rahim.70: 432 439. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Morton, Cynthia C. 2006. Theories of fibroid formation. Boston : Brigham and Women s Hospital - Center for Uterine Fibroid <http://www.fibroids.- net/aboutfibroids.html> Diakses tanggal 06 Maret 2014 Palomba S, Sena T,. 2002. Effect of Different Doses of Progestin on Uterine Leimyomas in Postmenopausal Women. Europe Journal Obstet Gynecol Reprod Biol 102 : 199-201 Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. California : Departement of Obstetrics and and Gynecology UCLA School of Medicine Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Wiknjosastro, H., Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. ISSN 2460-0334 75