BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

commit to user BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

GANGGUAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI TPA ALAK KOTA KUPANG. Health Problems of Scavengers at the Alak Landfill, Kupang City

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

Cara menanggulangi pencemaran seperti pada gambar diatas adalah...

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA Ahmadi (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Argon 0,93% Ne, He, CH4, H2 1,04% Karbon Dioksida 0,03% Oksigen 20% Nitrogen 78% Udara

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

ANALISIS KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS

RUMAH SEHAT DENGAN TANAMAN INDOOR Oleh: Budiwati Jurdik Biologi MIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Departemen Kesehatan Lingkungan. Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. kebanyakan dihasilkan oleh industri-industri. Pada awalnya kegiatan industri

Transkripsi:

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah sehingga rumah menjadi sangat penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan resiko dari pencemaran udara (Kemenkes, 2011). Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang. Ruang tempat tinggal dalam upaya meningkatkan status dan kualitas hidupnya yaitu dengan mengolah sumber daya, baik itu sumber daya alam atau pun sumber daya manusia itu sendiri. Disadari atau tidak dalam proses pemanfaatan sumber daya itu manusia menghasilkan sampah, dan pengolahan sampah yang tidak sesuai akan menyebabkan pencemaran lingkungan (Meirinda,2008). Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di Indonesia adalah dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada umumnya pemrosesan akhir sampah yang dilaksanakan di TPA adalah berupa proses landfilling (pengurungan), dan sebagian besar dilaksanakan dengan open dumping, yang mengakibatkan permasalahan lingkungan, seperti pencemaran udara akibat gas, bau dan debu. Ketiadaan tanah penutup akan menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari degradasi materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan juga ditambah dengan debu yang berterbangan (Anonimous, 2010). Bau seperti telur busuk yang terdapat di TPA bersumber dari Hidrogen Sulfida yang merupakan hasil samping penguraian zat organik. Persentase gas H 2 S yang dihasilkan dari TPA berkisar antara 0-0,2% (Tchobanouglos, 1993). Hidrogen Sulfida atau Asam Sulfida merupakan suatu gas tidak berwarna, mudah terbakar, dan sangat beracun. Gas ini dapat

16 menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan kematian (US EPA, 2003). Tempat pembuangan akhir sampah mempunyai fungsi yang sangat penting, namun dapat menimbulkan dampak yaitu menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan karena tumpukan sampah menghasilkan berbagai polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Pemukiman yang ada di sekitar TPAS sangat berisiko bagi kesehatan penghuninya. Pembusukan sampah akan menghasilkan antara lain gas amonia (NH 3 ), dan gas hidrogen sulfida (H 2 S) yang bersifat racun bagi tubuh. Selain beracun H 2 S juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima, jadi penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan (Soemirat, 2004). Menurut penelitian Mardiani dan Erni (2006) tentang hubungan kualitas udara ambien dan vektor terhadap gangguan keluhan saluran pernafasan dan saluran pencernaan di sekitar tempat pembuangan akhir sampah menunjukkan bahwa kadar gas H 2 S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter dari TPA, sedangkan kadar polutan udara yang lain belum melebihi NAB. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989 menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas serta timbulnya bau, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi penimbunan dan pemadatan (Noriko, 2003). Meirinda (2008) melakukan penelitian tentang hubungan antara faktor kualitas fisik rumah dan jarak TPAS dari perumahan dengan kualitas udara dalam rumah, hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas udara dalam rumah penduduk di sekitar TPAS kelurahan Terjun tidak memenuhi syarat kesehatan, dan terdapat hubungan antara jarak rumah dari TPAS dengan konsentrasi gas SO 2, gas H 2 S dan gas CH 4. Selain itu terdapat hubungan antara kualitas fisik (ventilasi, jenis dinding, jenis lantai, dan luas lantai perkapita) dengan konsentrasi gas SO 2, H 2 S, NH 3, dan CH 4. Pada penelitian ini juga

17 menunjukkan konsentrasi SO 2, H 2 S, NH 3, dan CH 4 berada di atas ambang batas yang tidak diperbolehkan berdasarkan keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11/1996 Baku Tingkat Kebauan (Reinhard, 2009). Kualitas udara di dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, bahan bangunan (misal; asbes), struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior (pada pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara dalam rumah (ambient air quality), radiasi dari Rodon (Rd), formaldehid, debu, dan kelembaban yang berlebihan. Kualitas udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti penggunaan energi tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang relatif murah, antara lain batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian), perilaku merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama (Kemenkes, 2011). Dampak pencemaran udara dalam ruang rumah terhadap kesehatan dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan kesehatan secara langsung dapat terjadi setelah terpajan, yaitu iritasi mata, hidung dan tenggorokan, serta sakit kepala, mual dan nyeri otot (fatigue), asma, hipersensitivitas pnemonia, flu dan penyakit virus lainnya. Sedangkan gangguan kesehatan secara tidak langsung dampaknya dapat terjadi beberapa tahun kemudian setelah terpajan, antara lain penyakit paru, jantung, kanker, yang sulit diobati dan berakibat fatal (U.S EPA, 2007). Dampak utama polutan SO x terhadap manusia adalah iritasi sistem pernapasan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO 2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO 2 dianggap polutan berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita penyakit kronis system pernapasan dan kardiovaskuler. Individu yang memiliki gejala tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO 2,

18 meskipun dengan konsentrasi relatif rendah, misalnya 0,2 ppm atau lebih (Fardiaz, 2003). pada H 2 S pada kadar 0,05 ppm dapat dideteksi dari bau, dan pada kadar 0,1 ppm mengakibatkan iritasi serta gangguan saraf sensoris. Setelah mengalami pemajanan pada kadar di atas 50 ppm akan terjadi kehilangan kesadaran mendadak, depresi pernafasan dan akan meninggal dalam waktu 30-60 menit. Sedangkan bila terpapar ammonia dalam kadar cukup tinggi dari normal, akan mengakibatkan batuk dan iritasi mata. Apabila kadar ammonia lebih tinggi lagi, misalnya penumpukkan ammonia pada kulit akan mengakibatkan efek serius pada kulit, mata, tenggorokan dan paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kebutaan permanen, penyakit paru dan dapat menyebabkan kematian (Ditjen PPM & PL, 2001). Di negara maju diperkirakan angka kematian pertahun karena pencemaran udara dalam ruang rumah sebesar 67% di pedesaan dan sebesar 23% di perkotaan, sedangkan di negara berkembang angka kematian terkait dengan pencemaran udara dalam ruang rumah daerah perkotaan sebesar 9% dan daerah pedesaan sebesar 1% dari total kematian. Tercemarnya udara di sekitar TPA menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, terutama meningkatnya Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Piyungan menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak selama tahun 2011, dengan jumlah kasus sebanyak 2843 kasus (Anonim, 2012). TPAS Piyungan merupakan titik akhir pembuangan sampah yang dihasilkan warga tiga wilayah di Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul, dalam seharinya bisa mencapai 200-300 ton sampah. TPAS ini dikelola melalui SEKBER KARTAMANTUL yang memfasilitasi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam berkoordinasi dan menentukan kebijakan yang akan diambil dalam pengelolaan sampah di TPAS Piyungan (UKL-UPL, 2008). Pengelolaan sampah di TPA Piyungan menggunakan metode sanitary landfill, yaitu dengan membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut dan kemudian menutupnya

19 dengan tanah. Idealnya sampah yang masuk ke dalam sanitary landfill adalah sampah organik yaitu sampah yang dapat terurai, sehingga dapat mempercepat proses komposisi (Merinda, 2008). Namun, dalam pengelolaan sampah ini, di TPA Piyungan tidak dilakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah yang berada di TPA terdiri dari sampah organik dan anorganik. Sampah organik meliputi limbah cair dari sampahsampah yang tertimbun kemudian membentuk gas. Sedangkan limbah organik meliputi besi, aluminium, plastik, botol, tulang, daun, sisa-sisa makanan, dan sisa sayuran. Pengelolaan sampah di TPA Piyungan belum memiliki standar yang tepat untuk keselamatan (kesehatan) bagi para penduduk sekitar TPA dan pemulung. Padahal pembusukan sampah di lokasi TPA akan menghasilkan gas metana yang berakibat pada efek rumah kaca dan gas H 2 S, SO 2 dan NH 3 yang bersifat racun bagi tubuh manusia. Dan bisa memungkinkan penduduk sekitar TPA mudah terserang penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), penyakit gigi, infeksi kulit, anemia, diare, disentri, pneumonia, dan infeksi telinga (Sudradjat, 2006). Hasil pemantauan kualitas udara ambien di lokasi TPAS Piyungan dan pemukiman penduduk pada bulan Mei 2008 pada Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) Rencana Kegiatan Penangkapan dan Pemanfaatan Gas Metana di TPA Piyungan menunjukkan, konsentrasi SO 2 berkisar antara 16, 41 20,48 µg/nm 3, konsentrasi NO 2 berkisar antara 18,62 22,28 µg/nm 3, konsentrasi CO berkisar antara 2.177 2.405 µg/nm 3, konsentrasi debu berkisar antara 155 129 µg/nm 3, konsentrasi H 2 S berkisar antara 0,00072 0,0018 ppm, konsentrasi NH 3 antara 0,28714 0,53319 ppm, dan konsentrasi CH 4 antara 129 151 µg/nm 3. Disamping pemantauan tersebut, selama ini pengelola TPAS Piyungan telah melakukan pemantauan secara berkala setiap 6 bulan sekali. Berdasarkan data pemantauan yang dilakukan pada periode tahun 2002 2008, diketahui ada beberapa parameter kualitas udara ambien yang pernah melebihi baku mutu, yakni parameter hidrokarbon (HC) pada bulan

20 September 2002, parameter debu pada bulan September 2007, dan parameter H 2 S pada pemantauan bulan September 2007 (UKL-UPL, 2008). Di sekitar lokasi TPAS Piyungan banyak berdiri rumah, baik rumah penduduk maupun pemulung. Lokasi TPAS Piyungan yang berada di sekitar perumahan penduduk sangat berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, diantaranya pencemaran udara di luar maupun di dalam rumah. Timbunan sampah yang ada di TPAS Piyungan menimbulkan bau yang tidak sedap. Berdasarkan hal di atas penulis tertarik melakukan penelitian di TPAS Piyungan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Tahun 2012? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar TPAS Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan jarak rumah dengan kualitas kimiawi udara (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) dalam rumah di Desa Sitimulyo,

21 b. Untuk mengetahui hubungan kualitas fisik rumah dengan kualitas kimiawi (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) udara dalam rumah di Desa Sitimulyo, c. Untuk mengetahui hubungan suhu dengan kualitas kimiawi udara (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) dalam rumah di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. d. Untuk mengetahui hubungan ketinggian tempat dengan kualitas udara kimiawi (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) dalam rumah di Desa Sitimulyo, e. Untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian dengan kualitas udara kimiawi (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) dalam rumah di Desa Sitimulyo, f. Untuk mengetahui hubungan kecepatan angin dengan kualitas udara kimiawi (SO 2, H 2 S dan NH 3 ) dalam rumah di Desa Sitimulyo, D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota dalam program pengelolaan sampah di TPAS Piyungan. 2. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kualitas udara pada pemukiman sekitar TPAS Piyungan. 3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya mengenai kualitas udara pada pemukiman sekitar TPAS dan sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.

22 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul belum pernah dilakukan. Penelitian sejenis sudah pernah dilakukan antara lain :

23 Tabel 1. Keaslian Penelitian Yang berhubungan dengan Kualitas Udara dalam Ruang Peneliti/ tahun Meirinda, 2008 Laila Fitria, 2001 Herlina, 2011 Judul Hasil Persamaan Perbedaan Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar tempat pembuangan akhir sampah kelurahan terjun kecamatan Medan Merelan Kualitas udara dalam ruang perpustakaan universitas X ditinjau dari kualitas biologi, fisik dan kimiawi Hubungan kualitas udara ruang perawatan dengan gangguan fungsi paru perawat di RSUD Undata Palu-Sulteng Faktor yang berhubungan jarak dan kualitas fisik rumah 1. Jenis kapan patogen 2. Kualitas fisik udara (kelembaban, suhu dan intensitas cahaya) 3. Konsentrasi debu dalam udara ruang perpustakaan Faktor yang berhubungan umur, masa kerja, status gizi Variabel terikat yang diteliti, rancangan penelitian, teknik pengambilan sampel, jenis lokasi penelitian Variabel yang diteliti, desain penelitian Desain penelitian Variabel bebas yang diteliti, kerangka teori, kerangka konsep Teknik pengambilan sampel, kerangka teori, lokasi penelitian Variabel penelitian, teknik pengambilan sampel, kerangka teori, lokasi penelitian