Penerapan Prinsip Prinsip Constructability pada proyek konstruksi di surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB I. Industri jasa konstruksi di Indonesia merupakan salah satu industri yang

ANALISA FREKUENSI DAN BESARAN NILAI CHANGE ORDER SERTA FAKTOR PENYEBAB NYA PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan kata rework beberapa di antaranya

TANTANGAN YANG BERPENGARUH DAN KETERAMPILAN MANAJER PROYEK PADA PROYEK YANG BERUPAYA MENJADI BANGUNAN HIJAU

BAB II LANDASAN TEORI. menjadi manpower, material, machines, money, method (Ervianto,2005).

ANALISIS TANTANGAN DAN MANFAAT BANGUNAN HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Faktor-faktor Penentu dalam Pemilihan Jenis Kontrak Untuk Proyek Pembangunan Gedung Pertokoan. M. Ikhsan Setiawan, ST, MT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data pada bab empat maka penulis

FAKTOR FAKTOR PENYABAB PEKERJAAN ULANG (REWORK) PADA PROYEK GEDUNG DI KABUPATEN ROKAN HULU BERDASARKAN PERSEPSI KONTRAKTOR

BAB I PENDAHULUAN. masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI COST OVERRUNS PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

Universitas Indonesia. Pengaruh proses perencanaan..., Leonard, FT UI, 2009

STUDI AWAL PENERAPAN GREEN SPECIFICATION DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR KRITIS KESUKSESAN ANTARA KONTRAKTOR DAN OWNER PADA PROYEK PAKUWON CITY SURABAYA

ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI PERSEPSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menangani proyek konstruksi di kawasan Daerah Kabupaten Badung, dapat diperoleh

SURVEI MENGENAI BIAYA OVERHEAD SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS FREKUENSI, DAMPAK, DAN JENIS KETERLAMBATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI

EVALUASI MANAJEMEN KONTROL PENGADAAN MATERIAL PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pekerjaan ulang. Pada penelitian ini rework didefinisikan sebagai aktivitas

ANALISA RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PROYEK DI SURABAYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN ALOKASI RISIKO-RISIKO PADA PROYEK SUPERBLOK DI SURABAYA

Evaluasi Penerapan Constructability pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana

PANDANGAN KONTRAKTOR DAN PEMILIK TERHADAP PERAN PEMILIK DALAM KESELAMATAN KERJA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENGERJAAN PROYEK KONSTRUKSI DI PROVINSI JATENG DAN DIY

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Analisa dengan menggunakan Theory Of Constraint (TOC) atau disebut

ANALISA FAKTOR PENYEBAB PEKERJAAN ULANG PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KOTA MALANG Kusnul Prianto 2

BAB I PENDAHULUAN. sektor) menuntut pihak-pihak pelaksana konstruksi meningkatkan mutu dan caracara

ANALISIS FAKTOR PENAWARAN RENDAH PADA PELELANGAN PROYEK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGERJAAN ULANG (REWORK) YANG BERKAITAN DENGAN MANAJERIAL PADA PROYEK KONTRUKSI JALAN DI KABUPATEN ROKAN HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lintas fungsi organisasi sehingga membutuhkan bermacam keahlian (skills) dari

STUDI MENGENAI DIRECTED CHANGES DAN CONSTRUCTIVE CHANGES PADA PROYEK BANGUNAN TINGGI DI SURABAYA

BAB III METODE PENELITIAN. Bekasi International Industrial Estate Blok C8 No.12-12A Desa Cibatu

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. bab IV akan disajikan data yang telah dikumpulkan serta analisis statistik yang

ANALISA PENGARUH RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PROYEK DI SURABAYA

DAFTAR PUSTAKA. 3. Diphohusodo, Istimawan., (1996), Manajemen Proyek Konstruksi, Jilid 1 & 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Indonesia.

MODEL SUMBER DAN PENYEBAB REWORK PADA TAHAPAN PROYEK KONSTRUKSI

ANALISA REWORK PADA KONSTRUKSI GEDUNG DI KABUPATEN BONDOWOSO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan mengenai

BAB I. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENILAIAN PERSEPSI RISIKO MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI SURABAYA. Disampaikan Oleh: Hendro Sutowijoyo (

STRATEGI PENANGANAN RISIKO PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KOTA JAYAPURA (STUDI KASUS PROYEK JALAN)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang sudah didapat mengenai pemahaman dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. rapat internal mingguan proyek konstruksi dan hal yang dibahas dalam rapat

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya ialah terjadinya rework. Rework tidak dapat dihindari dari dunia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada. Meskipun rework tidak dapat sepenuhnya dihindari dari

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIFITAS PADA PROYEK KONSTRUKSI DENGAN SISTEM DINAMIK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proyek yang melibatkan banyak

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

MODEL FAKTOR PENYEBAB RISIKO TERHADAP KEBERHASILAN PROYEK KONSTRUKSI

Praktek Perencanaan dan Pengendalian Proyek pada Kontraktor Kecil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pekerjaan proyek konstruksi, waktu (time) adalah salah satu

Analisa Keterlambatan Waktu Pelaksanaan Proyek Pembangunan Gedung Pemerintah di Kabupaten Pamekasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sehingga semua pihak merasa ikut memilki dan merasakan hasilnya. Pelatihan dan Kompetensi Kerja Sistem Manajemen K3 SMK3

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution

69 Simulasi rencana..., Beta Patrianto, FT UI, 2009

ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA

PANDANGAN KONTRAKTOR MENGENAI SUMBER DAYA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN ROKAN HULU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KEPENTINGAN FAKTOR FAKTOR PRODUKTIVITAS PEKERJA BERDASARKAN TINGKAT PENGARUH DAN TINGKAT FREKUENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JALAN YANG DISEBABKAN FAKTOR MATERIAL DI KABUPATEN ROKAN HULU

VOLUME 22, NO. 1, JULI 2016

STUDI TENTANG PENGAJUAN TUNTUTAN (CLAIM) KONSTRUKSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-Faktor penghambat yang terjadi pada proyek konstruksi

HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN...

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dengan berdasar pada konsep marketing mix, atribut kuesioner

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

ESTIMASI BIAYA PROYEK KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hunna Watson, dan Peter Davis dalam makalah Rework in Civil Infrastructure

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manokwari adalah Ibu Kota Provinsi Papua Barat, Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang Hal ini dilakukan guna meningkatkan taraf hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

PANDANGAN KONTRAKTOR TERHADAP KLAUSUL-KLAUSUL KONTRAK PADA PROYEK KONSTRUKSI Theodorus Bryan 1, Yosua S. Sidarta 2, Andi 3

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT VALUE MANAGEMENT PROCESS PADA TAHAPAN KONSTRUKSI

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Penerapan Prinsip Prinsip Constructability pada proyek konstruksi di surabaya Thomas Albertus 1, Windrik Tomy 2, Paulus Nugraha 3, dan Herry P. Chandra, ABSTRAK : Constructability adalah penggunaan optimal pengetahuan dan pengalaman konstruksi dalam perencanaan, desain, procurement dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan proyek secara keseluruhan (yang meliputi kualitas, biaya, dan jadwal). Pada penelitian ini akan diteliti tentang penerapan prinsip - prinsip constructability dalam tiga fase proyek, yakni fase perencanaan konseptual, fase desain, dan fase konstruksi menurut intensitas dan kemudahan penerapan, perbedaan penerapan keduanya pada prinsip prinsip tersebut, serta penelitian mengenai hambatan hambatan yang berhubungan dengan prinsip prinsip constructability yang paling sulit diterapkan. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji validitas, uji reliabilitas dan analisa statistic deskriptif, sedangkan metode analisa data yang dipakai adalah uji anova dari sumber data yang berasal dari kuesioner. Sedangkan untuk hambatan hambatan constructability dilakukan dengan men-tabelkan hasil wawancara, kemudian dicari hubungannya dengan prinsip prinsip constructability. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan intensitas dan kemudahan penerapan prinsip prinsip constructability antara kontraktor dan konsultan. pada penelitian ini lebih sering dan lebih mudah dalam menerapkan prinsip prinsip constructability dibandingkan dengan konsultan. Sedangkan hubungan antara hambatan yang terjadi dengan prinsip prinsip constructability yang sulit diterapkan adalah pada fase perencanaa konseptual hambatan banyak disebabkan oleh desainer, sedangkan pada fase desain dan fase konstruksi hambatan banyak disebabkan oleh owner. KATA KUNCI : prinsip prinsip constructability, intensitas dan kemudahan penerapan, hambatan hambatan. 1. PENDAHULUAN Salah satu definisi constructability adalah teknik / kemampuan manejemen proyek untuk me-review kembali proses konstruksi dari awal hingga akhir selama tahap pra-konstruksi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi hambatan hambatan yang mungkin terjadi sebelum proyek benar benar dilaksanakan untuk mereduksi atau mencegah kesalahan dalam proyek, keterlambatan, dan biaya ekstra. 2. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui intensitas dan kemudahan penerapan prinsip prinsip constructability pada proyek konstruksi di Surabaya menurut persepsi konsultan perencana dan kontraktor, dan hambatan hambatan yang berhubungan dengan prinsip prinsip constructability yang paling sulit diterapkan. 1 Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, m21407106@john.petra.ac.id 2 Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, m21407132@john.petra.ac.id 3 Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, pnugraha@peter.petra.ac.id 4 Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, herrypin@peter.petra.ac.id 1

3. LANDASAN TEORI Pengertian constructability dapat diartikan sebagai berikut : 1. Integrasi dari pengetahuan di bidang konstruksi (AACE) 2. Penggunaan optimal dari pengetahuan dan pengalaman konstruksi di tiap fase proyek (CII) 3. Pencegahan waktu dan uang yang terbuang secara sia sia karena terjadinya kesalahan dan kelalaian dalam bekerja (Gregory Fehrman, 2008) Pada penelitian ini akan digunakan 2 konsep dengan pembagian variabel yang sama, yaitu dari Constrcuatbility Review Process (CRP) seperti yang terlihat pada Gambar 1., dan dari 17 prinsip constructability menurut (Jergeas dan Put, 2001). Gambar 1. Skema CRP The National Cooperative Highway Research Program (NCHRP) membagi CRP dalam tiga fase proyek, yaitu fase perencanaan, fase desain, dan fase konstruksi. Sedangkan 17 prinsip contrucability menurut (Jergeas dan Put, 2001) adalah sebagai berikut: I. Fase Perencanaan Konseptual 1. Suatu program constructability formal dibuat sebagai bagian terintegrasi dari rencana pelaksanaan proyek. 2. Perencanaan awal proyek melibatkan pengetahuan dan pengalaman konstruksi. 3. Personil konstruksi terlibat dalam mengembangkan strategi pengontrakan proyek. 4. Penjadwalan proyek sensitif terhadap terhadap persyaratan konstruksi. 5. Pendekatan desain awal menentukan mayoritas metode konstuksi seperti modularisasi atau preassembly. 6. Site layout menentukan konstruksi yang efisien. 7. Peserta tim proyek yang bertanggung jawab untuk constructability diidentifikasi pada awal proyek. 8. Teknologi teknologi informasi tercanggih diterapkan. II. Fase Desain dan Procurement 1. Penjadwalan desain dan procurement merupakan hal yang sensitif pada konstruksi. 2. Desain dikonfigurasi untuk memungkinkan konstruksi yang efisien. 3. Elemen desain distandarkan. 4. Efisiensi konstruksi dipertimbangkan dalam pengembangan spesifikasi. 5. Desain modular/preassembly dipersiapkan untuk menentukan fabrikasi, tranportasi dan instalasi. 6. Desain menerangkan aksesibilitas konstruksi dari personil, material, dan peralatan. 7. Desain menentukan konstruksi di bawah keadaan cuaca buruk. 8. Urutan dalam desain dan konstruksi menetukan sistem merubah dan memulai. III. Fase Pelaksanaan 1. Metode metode konstruksi yang inovatif digunakan. 2

Dari kedua konsep di atas, diambil 3 variabel yang berupa fase fase proyek meliputi fase perencanaan konseptual, fase desain, dan fase konstruksi. Hambatan hambatan constructability menurut CII (1993) adalah sebagai berikut: I. Hambatan Umum Tingkat kepuasan terhadap status quota, Ini hanya suatu program lain, Orang yang tepat tidak tersedia, Diskontinuitas personil tim proyek kunci, Tidak ada dokumentasi dari pengalaman yang diperoleh, Gagal dalam mencari tahu permasalahan dan kesempatan. II. Hambatan Owner Kurangnya kesadaran akan manfaat, konsep, Persepsi bahwa constructability memperlambat jadwal proyek, Keengganan untuk menginvestasi uang ekstra dan/atau usaha di tahap awal proyek, Kurangnya keseriusan dalam berkomitmen, Secara jelas membedakan pengoperasian manajemen desain dan manajemen konstruksi, Kurangnya pengalaman konstruksi, Kuranganya team-building atau partnering, Mengabaikan constructability dalam menyeleksi kontraktor dan konsultan, Kesulitan pengontrakan dalam mendefinisikan ruang lingkup constructability, Arahan yang salah pada tujuan desain dan ukuran kinerja, Kurangnya dukungan finansial untuk desainer, Standar spesifikasi gold-plated, Keterbatasan pada kontrak lump sum, Tidak peduli terhadap inovasi kontraktor. III. Hambatan Desainer Persepsi bahwa desainer telah yakin akan desainnya, Kurangnya kesadaran akan manfaat, konsep, Kurangnya pengalaman konstruksi / personil yang berkualifikasi, Lebih mengutamakan tujuan perusahaan daripada tujuan proyek, Kurangnya kesadaran akan teknologi konstruksi, Kurangnya kesadaran akan teknologi konstruksi, Kurangnya sikap saling menghargai antara desainer dan kontraktor, Persepsi akan kewajiban desainer yang meningkat, Input konstruksi terlambat diminta sehingga menjadi tidak bernilai. IV. Hambatan Keengganan personil lapangan untuk memberikan masukan pra-konstruksi, Kurangnya ketepatan waktu dalam menginput, Kurangnya kemampuan komunikasi, Kurangnya keterlibatan dalam pengembangan perlengkapan dan peralatan. 4. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berupa kuisioner dengan variabel intensitas penerapan dan variabel tingkat kemudahan dalam penerapan. Sedangkan untuk hambatan dilakukan wawancara terhadap 1 perusahaan kontraktor besar di Surabaya. 5. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Tabel 1. Data Responden. Keterangan Jumlah Sampel 1. BIDANG INDUSTRI KONSTRUKSI ᴏ 29 ᴏ Perencana 10 2. JENIS KONTRAK ᴏ Design and Build 16 ᴏ Traditional 6 ᴏ Construction Management ᴏ Lainnya 9 14 3. PENGALAMAN KERJA ᴏ < 5 tahun 6 ᴏ 5-10 tahun 19 ᴏ > 10 tahun 14 3

5.2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian 5.2.1. Analisa Deskriptif untuk Intensitas Penerapan Fase Perencanaan Konseptual Tabel 2. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Intensitas untuk Fase Perencanaan Konseptual i1 Membuat program constructability formal 3.8 0.92 4.17 0.89 i2 Merencanakan awal proyek melibatkan pengetahuan dan pengalaman konstruksi. 3.7 1.06 4.24 0.87 i3 Melibatkan para personil konstruksi dalam strategi pengontrakan proyek. 3.2 0.79 3.93 1.13 i4 Menjadwalkan proyek yang sensitif terhadap konstruksi. 4 0.82 4.24 1.06 i5 Membuat pendekatan desain awal. 3.6 0.52 3.9 1.18 i6 Membuat site layout yang menerangkan konstruksi yang efisien. 3.6 1.17 4.21 0.98 i7 Mengidentifikasi dan mengevaluasi tujuan input constructability. 2.7 1.49 3.86 1.02 i8 Mengidentifikasi peserta tim proyek untuk constructability. 2.4 0.97 4.14 0.99 i9 Menerapkan teknologi - teknologi informasi tercanggih pada desain. 3.6 1.35 3.86 1.16 i10 Mengidentifikasi isu - isu utama constructability. 3.9 0.88 3.76 1.18 i11 Melakukan konsultasi pengalaman untuk perencanaan. 3 0.82 4 1 i12 Evaluasi perencanaan konsep constructability. 3 0.67 4.17 0.93 MEAN FASE PERENCANAAN KONSEPTUAL 3.38 4.04 Berdasarkan Tabel 2. diatas diketahui nilai tertinggi untuk konsultan adalah dalam hal (i4), sedangkan kontraktor adalah dalam hal (i2). 5.2.2. Analisa Deskriptif untuk Intensitas Penerapan Fase Desain Tabel 3. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Intensitas untuk Fase Desain i13 Memodifikasi tim constructability. 3 0.67 4.07 1.22 i14 Menyelesaikan prosedur constructability. 3.4 0.52 3.76 1.27 i15 Melakukan konsultasi pengalaman untuk desain. 2.4 0.7 4 1.16 i16 Mengevaluasi perencanaan dan spesifikasi. 3.7 0.82 4.34 1.01 i17 Memvalidasikan peningkatan contructability. 3.2 0.92 3.96 1.45 i18 Melakukan review dan persetujuan peningkatan constructability. 2.7 0.95 3.86 1.09 i19 Merangkum peningkatan constructability. 3 0.47 3.86 1.12 i20 Menjadwalkan desain dan procurement yang sensitif pada konstruksi. 3.5 0.53 4.17 0.89 i21 Mengkonfigurasi desain. 3.5 0.71 4.07 1.03 i22 Membuat standar elemen desain. 4 0.94 4.1 0.98 i23 Mempertimbangkan efisiensi konstruksi. 3.7 0.48 4.31 0.89 i24 Mendesain modularisasi / preassembly. 2.8 1.14 4.41 1.05 i25 Membuat desain yang menerangkan aksesibilitas konstruksi. 3.4 0.52 4.21 1.05 i26 Membuat desain yang mudah dilaksanakan di bawah keadaan cuaca buruk. 2.7 1.06 3.96 1.15 i27 Membuat urutan dalam desain dan konstruksi. 3.1 0.74 4.03 1.05 MEAN FASE DESAIN 3.21 4.07 Berdasarkan Tabel 3. diatas diketahui nilai tertinggi untuk konsultan adalah dalam hal (i22), sedangkan kontraktor adalah dalam hal (i24). 4

5.2.3. Analisis Deskriptif untuk Intensitas Penerapan Fase Konstruksi Tabel 4. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Intensitas untuk Fase Konstruksi i28 Me-review dokumen penawaran. 3.6 0.97 4.17 1.07 i29 Memulai constructability lapangan. 3.7 0.82 4 1.1 i30 Mengidentifikasi pengalaman dan ide constructability. 3.8 1.23 4.28 0.88 i31 Menggunakan metode - metode konstruksi yang inovatif. 3.3 1.06 3.97 1.12 i32 Mendokumentasikan pengalaman dan ide constructability. 3.3 1.25 4.21 0.9 i33 Me-review proses contructability proyek. 3.1 0.99 3.9 1.11 i34 Memperbaharui pengetahuan constructability. 2.8 0.79 3.83 1.07 i35 Mendapatkan umpan balik dari pemeliharaan dan pengoperasian. 2.4 0.84 3.69 1.14 MEAN FASE KONSTRUKSI 3.25 4.01 Berdasarkan Tabel 4. diatas diketahui nilai tertinggi baik untuk konsultan dan kontraktor adalah dalam hal (i30). 5.2.4. Analisis Deskriptif untuk Tingkat Kemudahan Penerapan Fase Perencanaan Konseptual Tabel 5. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Tingkat Kemudahan untuk Fase Perencanaan Konseptual t1 Membuat program constructability formal 2.5 0.71 3.83 1.07 t2 t3 Merencanakan awal proyek melibatkan pengetahuan dan pengalaman konstruksi. Melibatkan para personil konstruksi dalam proyek. strategi pengontrakan 2.8 0.92 3.66 0.94 2.5 1.27 3.76 1.21 t4 Menjadwalkan proyek yang sensitif terhadap konstruksi. 3.1 1.37 3.72 1.16 t5 Membuat pendekatan desain awal. 3.3 0.82 3.69 1.1 t6 Membuat site layout yang menerangkan konstruksi yang efisien. 3.2 1.03 3.79 1.08 t7 Mengidentifikasi dan mengevaluasi tujuan input constructability. 2.6 0.84 3.52 1.06 t8 Mengidentifikasi peserta tim proyek untuk constructability. 2.6 0.7 3.66 1.01 t9 Menerapkan teknologi - teknologi informasi tercanggih pada desain. 2.9 0.88 3.83 1.2 t10 Mengidentifikasi isu - isu utama constructability. 3.1 0.88 3.72 1.13 t11 Melakukan konsultasi pengalaman untuk perencanaan. 2.6 0.7 3.83 0.97 t12 Evaluasi perencanaan konsep constructability. 3 1.25 3.9 1.05 MEAN FASE PERENCANAAN KONSEPTUAL 2.85 3.74 Berdasarkan Tabel 5. diatas diketahui nilai tertinggi untuk konsultan adalah dalam hal (t5), sedangkan kontraktor adalah dalam hal (t12). 5.2.5. Analisis Deskriptif untuk Tingkat Kemudahan Penerapan Fase Desain 5

Tabel 6. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Tingkat Kemudahan untuk Fase Desain t13 Memodifikasi tim constructability. 2.6 0.7 3.45 1.32 t14 Menyelesaikan prosedur constructability. 2.6 1.17 3.59 1.35 t15 Melakukan konsultasi pengalaman untuk desain. 2.2 0.92 3.72 1.31 t16 Mengevaluasi perencanaan dan spesifikasi. 3 0.67 3.79 1.11 t17 Memvalidasikan peningkatan contructability. 2.8 1.14 3.45 1.38 t18 Melakukan review dan persetujuan peningkatan constructability. 2.5 0.97 3.66 1.23 t19 Merangkum peningkatan constructability. 2.6 1.17 3.48 1.1 t20 Menjadwalkan desain dan procurement yang sensitif pada konstruksi. 2.9 1.1 3.66 1.2 t21 Mengkonfigurasi desain. 2.7 1.25 3.86 1.16 t22 Membuat standar elemen desain. 3.3 0.95 3.72 1.22 t23 Mempertimbangkan efisiensi konstruksi. 2.7 1.16 3.69 1.17 t24 Mendesain modularisasi / preassembly. 2.5 1.18 3.79 1.11 t25 Membuat desain yang menerangkan aksesibilitas konstruksi. 3.1 0.74 3.79 1.05 t26 Membuat desain yang mudah dilaksanakan di bawah keadaan cuaca buruk. 2.7 1.16 3.66 1.14 t27 Membuat urutan dalam desain dan konstruksi. 2.7 1.16 3.59 1.12 MEAN FASE DESAIN 2.73 3.66 Berdasarkan Tabel 6. diatas diketahui nilai tertinggi untuk konsultan adalah dalam hal (t22), sedangkan kontraktor adalah dalam hal (t21). 5.2.6. Analisis Deskriptif untuk Tingkat Kemudahan Penerapan Fase Konstruksi Tabel 7. Hasil Tanggapan Konsumen terhadap Variabel Tingkat Kemudahan untuk Fase Konstruksi t28 Me-review dokumen penawaran. 2.7 0.95 3.69 0.93 t29 Memulai constructability lapangan. 2.5 0.85 3.48 1.06 t30 Mengidentifikasi pengalaman dan ide constructability. 2.3 0.48 3.69 1.1 ti31 Menggunakan metode - metode konstruksi yang inovatif. 2.4 0.52 3.69 1.17 t32 Mendokumentasikan pengalaman dan ide constructability. 2.5 1.18 3.72 1.1 t33 Me-review proses contructability proyek. 2.7 0.82 3.62 1.26 t34 Memperbaharui pengetahuan constructability. 2.3 0.82 3.72 1.28 t35 Mendapatkan umpan balik dari pemeliharaan dan pengoperasian. 2.1 0.88 3.72 1.25 MEAN FASE KONSTRUKSI 2.44 3.67 Berdasarkan Tabel 7. diatas diketahui nilai tertinggi untuk konsultan adalah dalam hal (t33), sedangkan kontraktor adalah dalam hal (t32). 5.3. Hasil Uji Validitas Uji validitas merupakan suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi sebenarnya yang di ukur. 5.4. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan atau konsistensi instrumen (kuesioner) yang digunakan. 6

5.5. Hasil Uji ANOVA Uji ANOVA (Intensitas) untuk fase perencanaan, desain, dan konstruksi antara konsultan perencana dan kontraktor diperoleh nilai Sig. levene s test sebesar 0.197, dengan probabilitas > 0.05. Dan uji ANOVA (tingkat kemudahan) untuk fase perencanaan, desain, dan konstruksi antara persepsi konsultan perencana dan kontraktor diperoleh nilai Sig. levene s test sebesar 0.085, dengan probabilitas > 0.05. Perbedaan intensitas & Tingkat Kemudahan constructability dapat dilihat pada Tabel 8. berikut ini : Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Anova Variabel Intensitas Penerapan Kemudahan Penerapan Sig. perencana Mean 0.001 3.21 4.07 0.002 2.70 3.69 5.5.1. Hasil Uji ANOVA untuk Intensitas Penerapan Hasil uji Anova per fase akan intensitas penerapan, akan terlihat pada Tabel 9. berikut ini : Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Anova Per Fase pada Intensitas Penerapan Variabel Fase Sig. Intensitas Penerapan Perencanaan Konseptual Mean perencana 0.022 3.34 4.03 Desain 0.000 3.10 4.14 Konstruksi 0.004 3.14 4.01 Dari hasil uji ANOVA, terdapat perbedaan penerapan prinsip prinsip constructability, karena nilai signifikan masing-masing fase kurang dari 0.05. 5.5.2. Hasil Uji ANOVA pada Kemudahan Penerapan Hasil-hasil uji anova per fase dapat dilihat pada Tabel 10. berikut ini : Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Anova pada Kemudahan Penerapan Variabel Fase Sig. Kemudahan Penerapan Mean perencana Perencanaan Konseptual 0.008 2.85 3.74 Desain 0.009 2.72 3.66 Konstruksi 0.001 2.44 3.67 Dari hasil uji ANOVA, terdapat perbedaan penerapan prinsip prinsip constructability, karena nilai signifikan masing-masing fase kurang dari 0.05. 5.6. Hambatan Hambatan dalam Penerapan Program Constructability 5.6.1. Hambatan Secara Umum 1. Tingkat kepuasan terhadap status quo. 2. orang yang tepat tidak tersedia. 3. Diskontinuitas personel tim proyek kunci. 5.6.2. Hambatan Dari Owner 1. Kurangnya kesadaran akan manfaat,konsep,dst. 2. Keengganan untuk menginvestasi biaya ekstra dan usaha ditahap awal proyek. 3. Kurangnya keseriusan dalam berkomitmen. 4. Secara jelas memisahkan pengoperasian manajemen desain dan manajemen konstruksi. 5. Kurangnya pengalaman konstruksi. 6. Kurangnya team-building atau partnering. 7. Mengabaikan constructability dalam menyeleksi kontraktor dan konsultan. 8. Arahan yang salah pada tujuan desain dan ukuran kinerja. 7

9. Kurangnya dukungan finansial untuk desainer. 10. Standar spesifikasi gold-plate. 11. Keterbatasan pada kontrak lump sum. 12. Tidak peduli terhadap inovasi kontraktor. 5.6.3. Hambatan Dari Desainer 1. Persepsi bahwa konsultan/desainer telah yakin akan desainnya. 2. Desainer kurang berpengalaman dalam bidang konstruksi. 3. Kurangnya sikap saling menghargai antara desainer dan kontraktor. 4. Input konstruksi yang diminta terlambat sehingga menjadi tidak bernilai. 5.6.4. Hambatan Dari 1. Kurangnya pengetahuan dalam memberikan masukan pra-konstruksi. 2. Kurangnya ketepatan waktu dalam memberi input. 3. Kurangnya kemampuan berkomunikasi. 4. Kurangnya keterlibatan dalam perkembangan teknologi konstruksi. 5.7. Keterkaitan Hambatan Hambatan Constructability dengan Hasil Kuisioner Menurut pandangan kontraktor : 1. Kurangnya pengetahuan dalam memberikan masukan pra-konstruksi. 2. Kurangnya ketepatan waktu dalam memberi input. 3. Kurangnya kemampuan berkomunikasi. 4. Kurangnya keterlibatan dalam perkembangan teknologi konstruksi. Sedangkan hambatan yang terkait bagi konsultan perencana adalah : 1. Persepsi bahwa konsultan/desainer telah yakin akan desainnya. 2. Desainer kurang berpengalaman dalam bidang konstruksi. 3. Kurangnya sikap saling menghargai antara desainer dan kontraktor. 4. Input konstruksi yang diminta terlambat sehingga menjadi tidak bernilai. 6. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Intensitas penerapan prinsip prinsip constructability untuk kontraktor dan konsultan adalah sering dan cukup sering menerapakan prinsip prinsip tersebut. Pada kemudahan penerapan prinsip prinsip constructability, untuk kontraktor dan konsltan merasa mudah dan cukup mudah dalam menerapkan prinsip prinsip tersebut. Berdasarkan hasil uji ANOVA pada intensitas penerapan prinsip prinsip constructability, terdapat perbedaan pada intensitas penerapan prinsip prinsip constructability pada kontraktor dan konsultan perencana. Sedangkan pada kemudahan penerapan prinsip prinsip constructability, terdapat perbedaan pada kemudahan dalam menerapkan prinsip prinsip constructability pada kontraktor dan konsultan perencana. 2. Hubungan antara prinsip prinsip constructability yang paling sulit diterapkan dengan hambatannya menurut pandangan kontraktor adalah Kurangnya pengetahuan dalam memberikan masukan pra-konstruksi; kurangnya ketepatan waktu dalam memberi input; kurangnya kemampuan berkomunikasi; dan kurangnya keterlibatan dalam perkembangan teknologi konstruksi. Sedangkan hambatan yang terkait bagi konsultan perencana adalah Persepsi bahwa konsultan/desainer telah yakin akan desainnya; desainer kurang berpengalaman dalam bidang konstruksi; kurangnya sikap saling menghargai antara desainer dan kontraktor; dan input konstruksi yang diminta terlambat sehingga menjadi tidak bernilai. 7. DAFTAR REFERENSI Fehrman, Gregory. (2008). Constructability a Term You Need to Know. from http://www.cscos.com/pdf/articles/constructability_neo_municipal_ Jergeas, George, Van Der Put, John (2001). Benefits of Constructability on Construction Project. Journal of Construction Engineering and Management, ASCE. 8