$ [8] [176] Lusiana Darmawan Suryamita Harindrari

dokumen-dokumen yang mirip
Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Dimensi Subjektif - Objektif

Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3

Ringkasan Paper : Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Sociological Paradigms and Organisational Analysis, Element of the Sociology of Corporate life

Kelompok 165 Kelas Seminar B Tahun 2006

Sosiological paradigm and organization analysis

Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti ( ) 2. Annisa Utami ( ) 3. Maria Gracia Deita ( Y)

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian

PARADIGMA INTERPRETIVISME

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

MEMAHAMI SOSIOLOGI. Drs. Yulius Slamet, MSc PhD. Universitas Sebelas Maret

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

Pendekatam Teoritik dalam Memahami Sistem Sosial Budaya Indonesia. Disampaikan pada Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia, Pertemuan Ke-4

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

Kajian Filsafati pada Ilmu Komunikasi. Rachmat Kriyantono, Ph.D

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Bagan 3.1 Desain Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN VIII

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif atau kualitataif dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan

Kuliah 3 KPM 398-MPS

DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

Ringkasan Paper Minggu 4 Abdul Muttaqien Kelompok 311

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORI

Metodologi Penelitian Kuantitatif

ini. TEORI KONTEKSTUAL

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Etika dan Filsafat. Komunikasi

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

MASUKNYA PARADIGMA INTERPRETIF PADA KAJIAN ILMU AKUNTANSI

Nama Mata Kuliah. Pengetahuan dan kebenaran. Masyhar, MA. Fakultas Psikologi. Modul ke: Fakultas. Program Studi Program Studi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

MODUL 5 SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

Disajikan untuk Workshop Metodologi Penelitian dan EndNote, Mei Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Pendekatan penelitian disebut juga dengan desain penelitian yakni rancangan, pedoman ataupun acuan penelitian yang akan dilaksanakan (Soemartono,

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PARADIGMA POSITIVIS : SEBUAH TINJAUAN EPISTEMOLOGI PENELITIAN EKONOMI

Paradigma dan Penyusunan Teori dalam penelitian kualitatif PERTEMUAN 3

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

Ilmu Hubungan Internasional: Tinjauan epistemologi, Metodologi dan Ontologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

III METODOLOGI PENELITIAN

MULTI PARADIGMA DALAM PENELITIAN AKUNTANSI ; SUATU TINJAUAN KONSEP

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal

FILSAFAT ILMU ( PHS 101 )

BAB 4 FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

BAB III METODE PENELITIAN

NATURALISME Naturalisme 'natura' naturalisme supernaturalisme

TEORI KOMUNIKASI II KONSTRUKTIVISME & KRITISISME FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL- JAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

Desain Model Penelitian Kuantitatif Oleh : Ir. Agus Hasbi Noor, M.M.Pd.

Pendekatan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Kelompok 202 Rimphy Darmanegara Tunggul Fardiaz

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Universitas Brawijaya

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Subyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

MULTI METODOLOGI Oleh Yulius Slamet, PhD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. normatif, menunjukan kepada praktisinya apa yang harus

Transkripsi:

Thesis: Sociological Paradigms and Organisational Analysis. Elements of the Sociology Corporate Life oleh Gibson Burrell and Gareth Morgan Diterbitkan oleh Heinemann, London, 1979, chapter 1-3. Hak Cipta: Silakan secara bebas menggandakan ringkasan ini. Ringkasan: Assumptions About The Nature of Social Science Inti dari tesis ini adalah suatu pemikiran bahwa semua teori dari organisasi didasarkan pada filosofi keilmuan dan teori mengenai masyarakat. Pada bab ini akan diteliti beberapa asumsi filosofis yang mendukung pendekatan berbeda pada ilmu sosial. Penulis berpendapat bahwa ilmu sosial dapat dikonseptualisasikan dalam empat asumsi yang terkait dengan ontologi, epistemologi, human nature, dan metodologi. Semua peneliti sosial melakukan pendekatan terhadap topiknya dengan asumsi eksplisit maupun implisit mengenai sifat dari dunia sosial dan cara menginvestigasi dunia tersebut. Penjelasan dari masing-masing asumsi adalah sebagai berikut: 1. Karakter Ontologikal Asumsi yang terkait dengan esensi dari fenomena yang diinvestigasi. Pertanyaan ontologikal yang dihadapi oleh peneliti adalah apakah realitas merupakan sesuatu yang ada begitu saja (bersifat given ) atau merupakan hasil dari pemikiran seseorang. 2. Karakter Epistemologikal Asumsi mengenai dasar dari ilmu, mengenai bagaimana seseorang dapat memahami dunia dan mengkomunikasikan hal ini sebagai ilmu ke orang lain. Asumsi epistemologi mengangkat isu mengenai apakah ilmu merupakan sesuatu yang dapat didapatkan atau sesuatu yang harus dialami secara pribadi. 3. Human Nature Asumsi mengenai hubungan antar manusia dan lingkungannya. Dua pandangan ekstrem yang saling bertentangan yang diangkat pada asumsi ini adalah apakah manusia dan pengalamannya dianggap sebagai produk dari lingkungan atau merupakan pencipta dari lingkungannya. 4. Karakter Metodologikal Ketiga asumsi di atas memiliki dampak dalam cara dimana seseorang menginvestigasi dan menimba ilmu mengenai dunia sosial. Ontologi, epistemologi, dan model human nature yang berbeda mengarahkan peneliti sosial pada metodologi berbeda pula. Metodologi terbagi atas dua kubu yaitu mementingkan konsep, ukuran, dan identifikasi dari tema yang mendasari penelitian atau mementingkan penjelasan dan pemahaman akan hal unik mengenai suatu individu daripada hal yang bersifat umum dan universal-mendekati isu berbeda dengan cara yang berbeda pula. Ilustrasi mengenai perspektif-perspektif ontologikal, epistemologikal, human nature, dan metodologikal yang menggolongkan pendekatan ke ilmu sosial adalah sebagai berikut:

The Strands of Debate Nominalism Realism: The Ontological debate Nominalisme beranjak dari asumsi bahwa dunia sosial eksternal terhadap pemahaman manusia dibangun oleh tidak lebih dari nama, konsep, dan label yang digunakan untuk menstruktur realitas. Kaum nominalis tidak menyetujui bahwa terdapat struktur real pada dunia. Nama dilihat sebagai ciptaan artifisial yang kegunaannya didasarkan pada kenyamanan sebagai alat untuk menjelaskan dan menegosiasikan dunia eksternal. Realisme, di sisi lain, mengasumsikan bahwa dunia sosial eksternal terhadap pemahaman manusia adalah suatu dunia nyata yang dibentuk dari gagasan-gagasan yang kuat dan berbentuk. Gagasan-gagasan ini merupakan entiti empiris. Kaum realis menganggap bahwa dunia sosial merupakan sesuatu yang ada dari sananya, bukan sesuatu yang individu ciptakan. Dunia sosial memiliki eksistensi yang sama kongkret-nya dengan dunia natural. Anti-Positivism Positivism: The Epistemological Debate Positivis merupakan epistemologi yang menjelaskan dan memperkirakan apa yang terjadi pada dunia sosial dengan mencari stabilitas dan hubungan fundamental antara elemen-elemen di dalamnya. Positivis setuju bahwa perkembangan dari ilmu merupakan proses kumulatif dimana pemikiran-pemikiran baru ditambahkan ke koleksi ilmu yang sudah ada dan hipotesis yang salah dieliminasi. Anti-positivisme epistemologi menentang pemikiran atas kegunaan dari pencarian hukum atau aturan-aturan dasar dalam dunia sosial. Menurut kaum anti-positivis, dunia sosial bersifat relatif dan hanya dapat dipahami dari pandangan individu yang langsung terlibat dalam aktivitas yang diteliti. Dari pandangan ini, ilmu sosial dilihat sebagai hal subjektif daripada objektif. Voluntarism Determinism: Human Nature Debate Isu yang diangkat pada pertentangan ini adalah model manusia apa yang direfleksikan pada teori sosial yang ada. Kaum determinis memandang manusia dan aktivitas-aktivitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan dimana dia tinggal. Kaum voluntaris memandang bahwa manusia digerakkan oleh diri sendiri dan bebas berkeinginan. Asumsi-asumsi ini menjelaskan secara garis besar sifat dari hubungan antara manusia dengan masyarakat dimana ia tinggal. Ideographic Nomothetic Theory: The Methodological Debate Pendekatan ideografik didasarkan pada pandangan bahwa seseorang hanya dapat memahami dunia sosial dengan cara mendapatkan ilmu dasar dari subjek yang diinvestigasi mencakup eksplorasi latar belakang dan sejarah secara detil. Pendekatan nomotetik menekankan pada pentingnya mendasarkan riset di atas protokol dan teknik yang sistematik. Pendekatan ini mengkarakterisasikan metode yang digunakan pada ilmu sosial yang fokus terhadap proses pengujian hipotesa yang sesuai dengan ketentuan keilmuan. Pendekatan ini dipenuhi oleh konstruksi uji coba keilmuan dan kegunaan teknik kuantitatif pada analisis dari data. Analyzing Assumptions About The Nature of Social Science Keempat pasangan asumsi dalam ilmu sosial di atas memberikan alat yang canggih dalam melakukan analisis terhadap teori sosial. Penulis berpendapat bahwa terdapat keuntungan apabila kita menganggap keempat aspek pertentangan ini berbeda secara analitis. Posisi-posisi ekstrem pada keempat aspek pertentangan direfleksikan pada dua tradisi intelektual yang mendominasi ilmu sosial sejak 200 tahun yang lalu. Yang pertama yaitu sociologist positivism. Tradisi ini menggunakan model dan metode yang didapat dari ilmu natural dalam mempelajadi ilmu sosial atau menganggap dunia sosial sebagai dunia natural. Tradisi kedua yaitu German idealism, menekankan bahwa realitas utama dari alam semesta berada pada ide atau pemikiran dibandingkan dengan data dari persepsi. Banyak sosiolog menganut sociologist positivism. Bagi mereka, ilmu sosial dipandang sebagai konsonan dengan konfigurasi asumsi-asumsi yang bersifat objektif. Namun, pada 70 tahun terakhir, terdapat peningkatan interaksi antara kedua tradisi ini dan menghasilkan pandangan intermediate, masing-masing dengan konfigurasi asumsi-asumsi yang berbeda. Perspektif baru ini menawarkan pandangan khusus dan sering digunakan untuk menyerang sociological positivism. Keempat pasang asumsi-asumsi ini tidak dibangun sebagai alat penggolongan, melainkan sebagai alat yang penting dalam menegosiasikan teori-teori penting. Hal ini digunakan sebagai dimensi prinsipil pertama dari skema teoritis dalam menganalisis teori umumnya dan teori organisasi khususnya.

Assumptions About The Nature of Society Teori-teori yang berbeda merefleksikan perspektif, isu, dan masalah yang berbeda pula dan umumnya didasarkan pada himpunan asumsi yang merefleksikan pandangan tertentu dari sifat subjek yang diinvestigasi. The Order Conflict Debate Dahrendorf dan Lockwood mencoba membedakan pendekatan-pendekatan terhadap sosiologi yang terkonsentrasi pada penjelasan sifat dari social order dan equilibrium pada satu sisi, dan yang lebih menekankan pada masalah-masalah perubahan, konflik, dan intimidasi pada gagasan-gagasan sosial pada sisi lainnya. Hal ini yang disebut dengan order-conflict debate. order-theorists berjumlah jauh lebih banyak dari conflict theorists. Banyak sosiolog berpendapat bahwa pertentangan ini telah berakhir. Dengan dipengaruhi oleh pembahasan mengenai aspek-aspek fungsional dari konflik sosial, banyak sosiolog dapat memasukkan konflik sebagai variabel dalam batasan teori yang diarahkan pada penjelasan dari social order. Cohen mengkritik bahwa Dahrendorf keliru dalam menganggap model order dan konflik sebagai kesatuan yang terpisah secara absolut satu sama lain. Ia berpendapat bahwa teori dapat melibatkan elemen-elemen dari kedua model dan tidak harus menjatuhkan satu sama lain. Pengaruh dari gerakan subjectivist membuat pertentangan order-conflict tidak mendapat perhatian dan berada di bawah pengaruh isu-isu mengenai filosofi dan ilmu sosial. Pada bab ini, penulis bermaksud untuk mengevaluasi ulang isu order-conflict dengan pandangan mengidentifikasi dimensi utama untuk menanalisis asumsi-asumsi mengenai sifat masyarakat dalam teori-teori sosial yang berbeda. Integrasi dari teori masyarakat didasarkan pada tipe-tipe asumsi di bawah ini: 1. Setiap masyarakat merupakan struktur elemen yang tetap dan stabil. 2. Setiap masyarakat merupakan struktur elemen yang terintegrasi dengan baik. 3. Setiap elemen dalam masyarakat memiliki fungsi. 4. Setiap struktur sosial yang memiliki fungsi didasarkan pada konsensus nilai yang disetujui oleh anggota-anggotanya. Koersi teori mengenai masyarakat dapat disederhanakan sebagai asumsi-asumsi berikut: 1. Setiap masyarakat berada pada tiap titik yang dapat mengalami proses perubahan. 2. Setiap masyarakat berada pada oposisi dan konflik. 3. Setiap elemen dalam masyarakat memberikan kontribusi pada perubahan dan disintegrasi. 4. Setiap masyarakat didasarkan pada koersi dari beberapa anggotanya dan orang lain. Penelitian terhadap masyarakat dapat direpresentasikan melalui tabel di bawah ini. Konseptualisasi ini merupakan penyederhanaan yang ekstrem dan memiliki kemungkinan misinterpretasi karena perbedaan arti kata bagi orang yang berbeda. Regulation and Radical Change Order-conflict dapat diganti dengan regulasi dan perubahan radikal. Penulis memperkenalkan arti dari sociology of regulation dengan merujuk pada tulisan-tulisan teoris yang memberikan penjelasan dari masyarakat ditekankan pada kesatuan dan sifat kohesif yang mendasarinya. Konsep ini merupakan sosiologi yang fokus pada perlunya regulasi dalam hubungan antar manusia. Pertanyaan dasar fokus pada perlunya memahami mengapa masyarakat dibina sebagai suatu entitas.

Sociology of radical change menekankan pencarian penjelasan terhadap perubahan radikal, konflik struktural, tipe dominansi dan kontradiksi struktural yang dilihat oleh teoris sebagai karakterisasi masyarakat modern. Hal ini merupakan sosiologi yang fokus pada emansipasi manusia dari struktur-struktur, yang membatasi potensinya bagi perkembangan. Pertanyaan dasar fokus pada kekurangan manusia, baik materil maupun psikis. Penulis menawarkan perbedaan regulation-radical change ini sebagai dimensi prinsipil kedua dari skemanya untuk menganalisis teori sosial. Arti regulation dan radical change dapat diilustrasikan dalam tabel di bawah ini. Pada bab ini, penulis fokus pada hubungan secara luas, yang berada antara sosiologi regulasi dengan perubahan radikal. Keduanya merupakan pandangan fundamental dan interpretasi dari sifat masyarakat yang berbeda dan merupakan alternatif model untuk melakukan analisis dari proses sosial. Penulis mengkonseptualisasikan kedua persperktif umum ini dalam bentuk dimensi yang terpolarisasi, mengingat meskipun variasi dalam konteks masing-masing memungkinkan, kedua perspektif tersebut tetap terpisah dan terlokalisasi satu sama lain. Two Dimensions: Four Paradigms Pendekatan terhadap teori sosial dapat dianalisis melalui dua dimensi pokok. Dimensi pertama adalah dimensi subjektif-objektif yang tepat digunakan untuk menganalisis sifat dasar ilmu pengetahuan. Dimensi kedua adalah dimensi regulasi-perubahan radikal yang digunakan untuk menganalisis sifat dasar masyarakat. Kedua dimensi ini membentuk 4 paradigma yang mendefinisikan berbagai pandangan fundamental untuk menganalisis fenomena sosial. The Sociology of Radical Change Radical Humanist Radical Structuralist Subjective Interpretive Functionalist Objective The Sociology of Regulation The Nature and Uses of the Four Paradigms Empat paradigma tersebut bersifat mutual eksklusif. Keempatnya berguna untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan mendasar dari hasil kerja berbagai teoretikus. Selain itu paradigma tersebut juga berguna untuk memahami alasan mengapa sejumlah teori dan pandangan dipandang secara berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Paradigma tersebut memberikan pandangan alternatif terhadap realita sosial dan berguna untuk memahami empat pandangan yang berbeda terhadap masyarakat. The Functionalist Paradigm Paradigma ini memberikan framework yang beguna untuk melaksanakan studi organisasi serta sosiologi akademik. Paradigma ini memberikan perspektif yang berakar pada sociology of regulation dan melakukan pendekatan terhadap subjeknya dari sudut pandang objektif. Pendekatan tersebut secara garis besar berguna untuk memberikan penjelasan rasional mengenai permasalahan sosial. Mulai dari awal dekade pada abad 20, paradigma ini banyak dipengaruhi oleh tradisi pemikiran sosial dari german idealist.

The Interpretive Paradigm Paradigma ini berguna untuk memahami dunia sebagaimana adanya, memahami fundamental alamiah dari dunia sosial pada level pengalaman yang bersifat subjektif. Pendekatan yang dilakukan oleh paradigma ini terhadap ilmu sosial bersifat nominalist, anti positivist, voluntarist, dan ideographic. Paradigma ini memandang dunia sosial sebagai proses soaisl yang berkembang, yang bersumber dari pemikian individual. Paradigma ini juga bersumber dari tradisi pemikiran sosial german idealist. The Radical Humanist Paradigm Paradigma ini mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang subjektif. Pendekatannya terhadap ilmu sosial memiliki banyak persamaan dengan interpretive paradigm. Paradigma ini memiliki kecenderungan untuk memandang masyarakat sebagai anti-human dan mengkondisikan cara pandang tersebut ke dalam suatu aliran kepercayaan yang menghasilkan sebuah pola sosial dan akhirnya diharapkan manusia dapat mengembangkan potensi mereka sepenuhnya. The Radical Structuralist Paradigm Paradigma ini berkonsentrasi pada hubungan struktural dalam dunia sosial yang realis. Selain itu, paradigma ini menegaskan fakta bahwa perubahan radikal dibawa kedalam masyarakat saat ini yang terstruktur dan alamiah serta berguna untuk memberikan penjelasan mengenai hubungan dasar dalam konteks formasi sosial total.