Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA TERHADAP KONSUMEN 1 Oleh : Suatan C.

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BUPATI BANGKA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Tegangan Tinggi Listrik di Bandar Lampung

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN JALAN TOL

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

vii DAFTAR WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

Menimbang : Mengingat :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN BERKAITAN DENGAN USAHA JASA RESTORAN DI DESA PADANG BAI KARANGASEM

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut pemerintah agar dapat menciptakan berbagai macam produk jasa yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini mengakibatkan barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi dalam maupun luar negeri. Tentunya hal ini memberikan manfaat kepada konsumen dalam memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang disediakan. Produk jasa yang dikeluarkan pun harus menguntungkan konsumen maupun pelaku usaha. Konsumen maupun pelaku usaha dibatasi oleh peraturan yang dibuat pemerintah sebagai acuan dalam menjalankan usaha sekaligus untuk melindungi hak-hak konsumen atau pelaku usaha. Dalam rangka usaha untuk melindungi konsumen secara umum dan mengingat posisi konsumen yang lemah, maka ia harus dilindungi oleh hukum, karena tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. 1 Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. 2 Melihat hal itu, sejak tanggal 20 April 1999 telah disahkan 1 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, edisi revisi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004, hlm. 11. 2 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk. Kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 29.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April 2000. 3 UUPK ini bertujuan 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri serta mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 2. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 3. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 4. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. Selain itu meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang diproduksi. Tujuan UUPK itu merupakan suatu usaha untuk menanggapi tuntutan masyarakat yang meminta perlindungan atas kepentingan dan hak-haknya, serta sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Berlakunya UUPK memberikan dampak positif bagi konsumen sebagai pihak yang banyak dirugikan selama ini. Untuk itu pelaku usaha dituntut untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan 3 Najmudin Ansorullah, Menyoal Nasib Undang- Undang Perlindungan Konsumen, terdapat dalam, Jurnal Najmu. Htm.

barang dan/atau jasa yang diberikannya, serta memberi penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Pelaku usaha juga harus memperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan, memberikan kompensasi berupa ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, serta memberikan ganti rugi apabila barang yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Selain itu, pelaku usaha harus memperhatikan hak-hak konsumen agar dapat tercipta kerjasama yang baik antara konsumen dan pelaku usaha, mengingat konsumen tidak secara langsung memiliki hubungan hukum dengan pelaku usaha. 4 Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK yaitu a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan e) Hak untuk mendapatkan 4 J.Widijantoro, Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Prospek Perlindungan Konsumen di Indonesia, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel, Bidang Kajian Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum UII, Kamis 23 Maret 2003, hlm. 3.

advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasaian sengketa perlindungan konsumen secara patut f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Melihat adanya hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK, sebaiknya membuat para pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap konsumen yang selama ini dinilai lemah. Contohnya listrik sebagai bentuk usaha pelayanan umum yang sangat rawan terhadap pelanggaran hak-hak konsumen. Dalam hal ketenagalistrikan, konsumen tidak hanya dilindungi oleh UUPK, melainkan juga dilindungi oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Dalam Pasal 32-34 UU Ketenagalistrikan ini juga diatur mengenai hak dan kewajiban dari pengguna jasa listrik maupun penyedia tenaga listrik. Menurut Pasal 34 UU Ketenagalistrikan tersebut, hak pengguna jasa listrik yaitu a) Mendapat pelayanan baik b) Mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik c) Memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar d) Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik e) Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian yang dilakukan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, sedangkan kewajiban dari pengguna jasa listrik

yaitu a) Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik b) Menjaga keamanan instalasi ketenagalistrikan c) Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya d) Membayar uang langganan atau harga tenaga listrik sesuai ketentuan atau perjanjian e) Konsumen tenaga listrik bertanggung jawab apabila karena kelalaiannya mengakibatkan kerugian Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik f) Konsumen tenaga listrik wajib mentaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan. Penyedia tenaga listrik juga memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya, Pasal 32 UU Ketenagalistrikan menyatakan hak tersebut diantaranya a) Untuk kepentingan umum diberi kewenangan untuk melintas sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan, melintas laut baik di atas maupun di bawah permukaan, dan melintas jalan umum dan jalan kereta api b) Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku diberi kewenangan untuk masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu, menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah, melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah, dan memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya, dengan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang berhak atas tanah, bangunan, dan/atau tanaman. Pasal 33 UU Ketenagalistrikan menyatakan kewajiban dari penyedia tenaga listrik yaitu a) Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku b) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan memperhatikan hak-hak konsumen sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen c) Memperhatikan keselamatan ketenagalistrikan. Secara umum konsumen dapat diartikan sebagai pengguna barang dan/atau jasa, tetapi dalam Pasal 1 ayat (5) UU Ketenagalistrikan, konsumen dapat diartikan setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam Pasal 1 ayat (10) UU Ketenagalistrikan ini, hubungan konsumen listrik atau pengguna jasa listrik dengan pihak PT. PLN adalah jual beli tenaga listrik yang diatur dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik. Dalam perjanjian tersebut pengguna jasa listrik mengikatkan dirinya untuk membayar rekening listrik dan berhak mendapatkan tenaga listrik dan/atau pelayanan ketenagalistrikan, dan PT. PLN berkewajiban menyediakan tenaga listrik serta jasa pelayanan ketenagalistrikan kepada pengguna jasa listrik sehingga PT. PLN berhak menerima pembayaran berupa sejumlah uang dari pengguna jasa listrik. Konsumen merupakan pengguna jasa listrik yang harus dilindungi, mengingat banyaknya kasus-kasus di bidang listrik yang banyak merugikan konsumennya, misalnya kerugian akibat pemadaman listrik yang dilakukan oleh PT. PLN tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada konsumen, selain itu ada konsumen yang dirugikan karena pembongkaran KWH meter yang dilakukan oleh petugas PT. PLN, sehingga mengakibatkan padamnya aliran listrik. Pembongkaran KWH meter yang mengakibatkan padamnya aliran listrik menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi konsumen, berupa kerugian

materiil maupun inmateriil. Kerugian materiil berupa pembelian alat bantu penerangan seperti genset, dan kerugian inmateriil karena aliran listrik tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Contoh kasus di lapangan, pernah terjadi di Kota Padang antara pengguna jasa listrik yang bernama Honda Wijaya dengan pihak PT. PLN cabang Padang. Honda Wijaya merupakan pelanggan listrik dari Tahun 1970 sampai dengan 21 Februari 2006 yang beralamat di Jalan Imam Bonjol Nomor 27 Padang. Sekitar Februari 2006, pelanggan listrik ini memanggil pihak PT. PLN agar dapat memeriksa dan memperbaiki gangguan listrik yang terjadi di rumahnya. Setelah pihak PLN menerima pemberitahuan gangguan listrik tersebut, pihak PT. PLN mengirimkan petugas pelaksananya yang bernama Yusril dan Yunasri. Petugas tersebut kemudian membuka segel KWH meter dengan Nomor Kontak AA 00355 dengan tarif daya B2/23.000 VA. Setelah membuka segel, petugas menyarankan kepada pelanggan untuk mengganti kabel 3 pas dari tiang listrik ke meteran PT. PLN dengan biaya Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Keesokan harinya petugas akan kembali memasang segel meteran yang telah diperbaiki tersebut dengan meminta biaya tambahan sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Pelanggan sangat keberatan atas tambahan biaya yang diminta petugas PT. PLN tersebut. Akibat keberatan yang diajukan pelanggan, maka petugas PT. PLN tidak memasang kembali segel meteran listrik sampai tanggal 22 Juni 2006. Pada tanggal 22 Juni 2006 tanpa alasan yang jelas petugas PT. PLN melakukan penyitaan terhadap KWH meter yang berada di rumah pelanggan

sekaligus memberikan tagihan susulan kepada orang tua pelanggan yang bernama Suradi Wijaya sebesar Rp.49.000.000,- (empat puluh sembilan juta rupiah), dan apabila lewat dari 60 hari sejak tanggal pemeriksaan tidak diselesaikan maka petugas akan membongkar instalasi PT. PLN yang berada di rumah pelanggan. 5 Tindakan yang dilakukan oleh petugas PT. PLN sangat merugikan pelanggan pengguna listrik, sehingga pelanggan mengajukan gugatannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen agar dapat diselesaikan. BPSK merupakan lembaga penyelesaikan sengketa konsumen dan pelaku usaha di luar pengadilan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk memilih judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK ATAS PEMUTUSAN LISTRIK SEPIHAK DI KOTA PADANG B. Rumusan Masalah Setelah menguraikan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Putusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diperoleh konsumen listrik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 5 Putusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007. hlm. 3.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Putusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007. D. Tinjauan Pustaka Menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Pasal 1 ayat (5) UU Ketenagalistrikan, konsumen yaitu setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 1 ayat (15) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau disingkat dengan LPM PUTS juga memuat pengertian konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Az. Nasution memberikan batasan tentang pengertian konsumen, yaitu 6 a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu. b. Konsumen antara yaitu setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan. 6 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2002, hlm. 13.

c. Konsumen akhir yaitu setiap orang alami yang mendapatkan atau menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga, dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen, diantaranya Hukum Pidana, Hukum Perdata, dan UUPK. UU LPM PUTS dapat dijadikan dasar hukum bagi perlindungan konsumen, karena tujuan akhirnya merupakan perlindungan konsumen. Dalam hubungan ini, perlindungan konsumen menjalankan fungsinya berdampingan dengan hukum persaingan usaha. 7 Antara konsumen dan pelaku usaha terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Pelaku usaha membutuhkan konsumen untuk menjadi pasar bagi produk atau jasanya agar mendapatkan keuntungan, sedangkan konsumen membutuhkan pelaku usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan hukum perlindungan konsumen dan rendahnya pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan penghalang bagi konsumen untuk mendapatkan perlindungan yang memadai. 8 Oleh karena itu, konsumen harus melindungi dirinya sendiri dan hal ini dapat tercapai apabila konsumen sadar akan hak-haknya. 7 Yusuf shofie, Norma- Norma Hukum Materiel Undang- Undang Perlindungan Konsumen: Telaah Kasus- Kasus Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen, makalah disampaikan pada kegiatan Peningkatan Pemahaman UUPK bagi Aparat Penegak Hukum, Direktorat Perlindungan Konsumen, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI, Padang, 1-3 Mei 2006, hlm. 28. 8 Hanafi, Perilaku menyimpang pelaku bisnis dan perlindungan konsumen, makalah disampaikan pada Diskusi Panel tentang Tinjauan Yuridis terhadap Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum UII, 23 Maret 2000. hlm. 5.

Hak-hak konsumen menurut Pasal 4 UUPK yaitu (a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan (c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan (e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut (f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen (g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif (h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pada pelaksanaannya, hak-hak konsumen sering terabaikan. Oleh sebab itu, apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak konsumen yang tersebut harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek. 9 Hak-hak konsumen tersebut harus diimbangi dengan adanya kewajiban yang dimilikinya oleh setiap konsumen. Menurut Pasal 5 UUPK kewajiban konsumen yaitu (a) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan 9 Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, op. cit, hlm. 47.

keselamatan (b) Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa (c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati (d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Adanya pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut. Pelaku usaha di dalam melakukan kegiatan usahanya juga memunyai hak dan kewajiban yang perlu diperhatikan. Hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUPK yaitu (a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik (c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen (d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu, di dalam Pasal 7 UUPK juga dijelaskan mengenai kewajiban pelaku usaha, yaitu (a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan (c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif (d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku (e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan (f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Kewajiban ini kemudian melahirkan suatu tanggung jawab yang dimiliki pelaku usaha. Tanggung jawab timbul karena seseorang atau suatu pihak mempunyai suatu kewajiban, termasuk kewajiban karena undang-undang dan hukum. 10 Tanggung jawab atas suatu barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan atau industri, dalam pengertian yuridis biasa disebut product liability. 11 Dalam melakukan kegiatan usahanya, pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UUPK yaitu bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti kerugian tersebut berupa pengembalian sejumlah uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara, perawatan kesehatan, dan pemberian santunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip 10 N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Ptoduk, Ctk. Pertama, Panta Rei, Jakarta, 2005, hlm. 137. 11 Ibid. hlm. 144.

pertangungjawaban yang digunakan oleh UUPK adalah prinsip praduga bertanggung jawab yaitu seseorang atau tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Dalam hubungannya dengan perlindungan konsumen, yang sering terjadi adalah tuntutan hak yang dikemukakan oleh konsumen karena merasa dirugikan oleh suatu barang dan/atau jasa. Biasanya dimulai oleh perasaan tidak puas, bersifat subjektif dan tertutup yang dialami oleh perorangan maupun kelompok. 12 Konsumen yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan baik secara individual maupun kelompok untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. Sengketa konsumen merupakan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (publik atau privat) tentang produk konsumen, barang dan/atau jasa konsumen tertentu. 13 Penyelesaian sengketa konsumen dengan menggunakan hukum acara yang berlaku pada umumnya, membawa segala keuntungan dan kerugian bagi konsumen dalam proses perkaranya, antara lain tentang beban pembuktian dan beaya perkara yang dibebankan pada pihak penggugat. Keadaan seperti ini lebih berfungsi melemahkan dan tidak memberdayakan konsumen. 14 Ada 2 cara penyelesaian sengketa: 15 1. Penyelesaian sengketa secara damai Yaitu penyelesaian antar pihak melalui cara damai, atau disebut juga penyelesaian sengketa kekeluargaan. 12 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Ctk. Pertama. Nusa Media, Bandung, 2008, hlm.108. 13 A.z Nasution, op cit, hlm. 221. 14 Az. Nasution, op cit, hlm. 223 15 Ibid, hlm. 224

2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang Yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum atau melalui lembaga yang khusus dibentuk oleh UU yaitu BPSK. Menurut UU penyelesaian sengketa ada 2: 16 1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan UUPK membuka kesempatan kepada konsumen yang merasa dirugikan, untuk mengajukan gugatannya melalui jalur di luar pengadilan. Lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan yaitu BPSK. Hasil putusan BPSK, memiliki daya hukum yang kuat untuk memberikan peringatan bagi para pelaku usaha yang nakal. Ini berarti penyelesaian sengketa melalui BPSK, tidak menghilangkan tanggung jawab pidana menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 17 BPSK diberikan tugas oleh UUPK untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan tertentu yang dikenakan bagi pelaku usaha. Dalam memutuskan atau penetapan eksekusinya, BPSK harus meminta keputusan dari pengadilan. 2. Penyelesaian sengketa di pengadilan Seorang konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi langsung ke pengadilan atau di luar pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan gugatan yang dilakukan oleh sekelompok konsumen, lembaga konsumen swadaya masyarakat maupun pemerintah atau instansi terkait hanya dapat diajukan ke pengadilan. 18 16 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Pertama, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2000, hlm. 73. 17 Ibid. hlm. 73. 18 Abdul Halim Barkatulah, op cit, hlm. 118.

Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat, tetap memberi kesempatan kepada para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk memutus sengketa para pihak tersebut. Apabila para pihak tidak puas dengan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Proses beracara penyelesaian sengketa konsumen: 1. Small Claim Yaitu jenis gugatan yang dapat diajukan oleh konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis, nilai gugatannya sangat kecil. 19 2. Class Action Yaitu gugatan yang diajukan oleh sekelompok orang sebagai perwakilan untuk mewakili kepentingan mereka yang mempunyai kesamaan fakta. 3. Legal Standing Hak yang dimiliki oleh lembaga tertentu yang legal standing disebut dengan hak gugat LSM. Rumusannya diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (c) UUPK yaitu lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas, tujuan didirikannya organisasi tersebut untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. 19 Ibid. hlm. 133.

E. Metode Penelitian Dalam rangka memperoleh data, metode penelitian yang digunakan adalah: 1. Fokus Penelitian a. Perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan putusan BPSK Kota Padang no. 05/P3K/2007 2. Bahan hukum 1) Bahan hukum primer yaitu bahan yang dipelajati peraturan perundangan yang berlaku dan relevan dengan objek penelitian atau bahan-bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu: a) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen b) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat c) UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan d) Keputusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007 e) Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik 2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang mempelajari atau yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer, misalnya a) Buku-buku tentang hukum perlindungan konsumen di Indonesia b) Jurnal hukum perlindungan konsumen c) Makalah hukum

3. Teknik pengumpulan data a. Penelitian Kepustakaan Penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menggali literatur, makalah, artikel, dokumen-dokumen, dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang akan diteliti. b. Studi Dokumen Penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, risalah sidang dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 4. Metode pendekatan Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. 5. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisa dengan menggunakan metode: a. Metode Deskriptif, yaitu cara menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian diolah, disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang objek penelitian. b. Metode Kualitatif, yaitu cara menganalisis data dengan melakukan pemisahan dan pemilihan data yang telah diperoleh berdasarkan

kualitasnya, dan kemudian diteliti untuk memperoleh kesimpulan dan pemecahan masalah tersebut.