IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Ayam lokal yang ada di

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. primitive sampai manusia. Darah dalam keadaan fisiologik selalu berada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

Ilmu Pengetahuan Alam

Laporan Praktikum III Osmoregulasi dan Peredaran Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

CAIRAN TUBUH DARAH (solid) plasma

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

STRUKTUR DAN FUNGSI MEMBRAN SEL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir

Membran biologi. Bagaimana dengan membran sel (membran biologi)? Bersifat tidak larut dalam air Bersifat fleksibel

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah ayam Sentul yang diperoleh dari

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul setiap perlakuan. Kadar Total Protein Darah Ulangan P1 P2 P3 P4 P5 ---------------------------------(g/dl)------------------------------ 1 4,86 4,60 5,65 4,27 4,45 2 3,80 5,78 6,08 4,60 4,35 3 4,64 4,49 4,80 5,15 4,29 4 4,70 4,80 5,06 4,86 4,76 Total 18 19,67 21,59 18,88 17,85 Rataan 4,5±0,48 4,92±0,59 5,40±0,58 4,72±0.37 4,46±0,21 Keterangan : P1 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15% P2 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 17% P3 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19% P4 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 15% P5 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 17% Dari Tabel 6 dapat dilihat rataan total protein darah ayam Sentul berada pada kisaran 4,46-5,40 g/dl, rataan tertinggi dicapai oleh perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%) yaitu 5,40 g/dl sedangkan rataan terendah dicapai oleh perlakuan 5 (Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 17%) yaitu 4,46 g/dl, disini terlihat bahwa semakin tinggi pemberian protein ransum akan memberikan total protein darah yang tinggi pula. Konsentrasi protein plasma yang normal pada unggas berkisar antara 4,0-5,2 g/dl (Swenson, 1984), hasil yang diperoleh pada setiap perlakuan memperlihatkan peningkatan

Total Protein g/dl 33 total protein yang berada pada kisaran normal yang menandakan ternak tersebut dalam keadaan sehat. Perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%) memiliki nilai rataan yang lebih tinggi diantara perlakuan yang lainnya, hal ini disebabkan karena pemberian protein dalam ransum yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. Apabila digambarkan secara grafik batang dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Ilustrasi 1. Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul setiap perlakuan. 6 5 4 3 2 1 Kadar Total Protein 0 p1 p2 p3 p4 p5 Perlakuan Keterangan : P1 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15% P2 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 17% P3 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19% P4 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 15% P5 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 17% Pada Tabel 6 dan Ilustrasi 1 dapat dilihat bahwa penambahan tingkat protein ransum dapat meningkatkan kadar total protein dalam darah. Hal ini disebabkan karena semakin besar tingkat pemberian energi dan protein dalam ransum maka semakin besar kadar total protein yang diserap dan masuk kedalam

34 darah. Protein yang terdapat di dalam pakan dipecah menjadi asam amino dan diserap dari usus halus, dibawa ke dalam hati melalui pembuluh darah vena, tetapi di dalam hati asam amino digunakan untuk membentuk protein sesuai dengan kebutuhan tubuh ternak, sebagian mungkin diubah menjadi energi dalam bentuk glukosa atau lemak. Penyerapan protein dimulai ketika makanan masuk kedalam usus. Mukosa usus terdiri atas lapisan otot licin, jaringan ikat dan epitel kolumnar sederhana dekat lumen. Secara umum asam amino setelah diserap oleh usus halus akan masuk ke dalam pembuluh darah (Widodo, 2002) dan dibawa ke dalam hati melalui pembuluh darah vena. Hati mensintesis dan melepaskan lebih dari 90% protein plasma (Martini dkk, 1992). Menurut Kaneko dkk, (1997) terdapat tiga fraksi utama protein dalam darah, yaitu albumin, globulin dan fibrinogen. Albumin, fibrinogen, dan globulin (50-80% globulin) disintesis di organ hati, sedangkan sisa globulin lainnya dibentuk di jaringan limfoid. Protein total merupakan senyawa organik yang sangat penting, salah satu bagian dari protein total yang sangat penting adalah protein plasma. Protein plasma terdiri dari campuran yang sangat kompleks yaitu protein sederhana dan protein konjugasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra, 1989). Beberapa fungsi protein plasma dikemukakan R. D. Frandson, (1992) yaitu sebagai fungsi angkutan, fungsi imunitas, fungsi buffer, dan mempertahankan tekanan osmotik. Pentingnya protein plasma menyebabkan protein total dalam darah di distribusikan secara merata untuk kebutuhankebutuhan organ tubuh sehingga protein total yang ada di dalam darah meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan protein dalam ransum. aktor-faktor yang

35 dapat mempengaruhi konsentrasi total protein secara fisiologis dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, nutrisi, lingkungan dan kehilangan cairan (Kaneko, 1997). Guna mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap kadar total protein dalam darah maka dilakukan analisis statistika menggunakan sidik ragam. Hasil sidik ragam (Lampiran 3) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Fhit<0,05) terhadap total protein darah, artinya bahwa tingkat protein pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang sama. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap kerapuhan sel darah merah ayam Sentul Pengaruh pemberian tingkat energi protein dalam ransum terhadap kerapuhan sel darah merah pada ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kerapuhan sel darah merah ayam Sentul setiap perlakuan Konsentrasi NaCl (%) P1 P2 P3 P4 P5 Hemolisis(%) 0,1-0,3 95.24 91.46 92.94 94.07 91.56 0,4-0,5 16.27 17.66 23.75 7.70 8.88 0,55-0,70 5.49 2.66 2.88 2.41 2.64 0,75-0,90 2.93 2.74 3.00 2.67 3.05 Keterangan : P1 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15% P2 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 17% P3 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19% P4 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 15% P5 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 17% Tabel 7 menyajikan rataan kerapuhan sel darah merah ayam Sentul pada berbagai perlakuan, kerapuhan yang tinggi pada setiap konsentrasi larutan NaCl umumnya dicapai oleh perlakuan 1 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein

Hemolisis (%) 36 15%) sedangkan kerapuhan yang rendah pada setiap konsentrasi larutan NaCl umumnya dicapai oleh perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%). Adapun rincian hemolisis pada setiap konsentrasi larutan NaCl tertera pada lampiran 4. Apabila digambarkan secara grafik batang dapat dilihat pada ilustrasi 2. Ilustrasi 2. Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap kerapuhan sel darah merah ayam Sentul. Kerapuhan Sel Darah Merah 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0.1 0.2 0.3 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 Konsentrasi Larutan NaCl (%) p1 p2 p3 p4 p5 Keterangan : P1 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15% P2 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 17% P3 = Ransum dengan Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19% P4 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 15% P5 = Ransum dengan Energi Metabolis 2950 k.kal/kg dan Protein 17% Tabel 7 dan Ilustrasi 2 menunjukan bahwa penambahan tingkat protein dalam ransum dapat menurunkan kerapuhan sel darah merah ayam Sentul, dari Tabel 7 dan Ilustrasi 2 dapat dilihat bahwa terjadinya hemolisis yang paling besar berada pada konsentrasi 0,1-0,40% larutan NaCl, penelitian ini sesuai dengan temuan Mafudvadze dan Erlwanger (2007) yang melaporkan bahwa hemolisis maksimum terjadi pada unggas antara 0,20-0,40%. Selanjutnya setiap penambahan konsentrasi larutan NaCl kerapuhan sel darah merah pada setiap

37 perlakuan menunjukan peningkatan kekuatan membran sel darah sehingga mengalami penurunan kerapuhan sel darah merah. Pada konsentrasi larutan NaCl 0,45%-0,5% kerapuhan masih telah mengalami penurunan. Umumnya pada konsentrasi larutan NaCl 0,40% - 0,70% hemolisis masih terbilang tinggi, tetapi pada penelitian ini perlakuan 0,40% - 0,70% larutan NaCl kerapuhan sel darah merah sudah mulai menurun, hal ini disebabkan karena penambahan protein di dalam ransum sehingga protein melapisi membran dan kerapuhan menjadi menurun. Pada konsentrasi 0,55-0,70% larutan NaCl darah sudah dapat mempertahankan kerapuhannya sehingga hemolisis sudah mulai mengecil dan stabil. Secara keseluruhan terlihat perlakuan 1 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15%) memiliki kecenderungan hemolisis tinggi pada konsentrasi 0,45-0,70% larutan NaCl, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan protein dalam ransum maka hemolisis semakin kecil akibat peranan protein yang dapat mencegah kerapuhan sel darah merah. Kerapuhan sel darah merah mulai stabil pada larutan NaCl konsentrasi 0,75-0,90%, hal ini disebabkan karena konsentrasi larutan sama dengan konsentrasi cairan sel darah merah (isotonis). Apabila darah berada pada cairan yang kondisinya tidak sesuai maka akan mengalami lisis tinggi tetapi pada konsentrasi larutan NaCl 0,45% sudah menunjukan adanya penurunan kerapuhan sel darah merah dan berangsur-angsur stabil hingga 0,85%. Hal ini disebabkan oleh pemberian protein yang dapat meningkatkan protein membran darah karena protein memiliki molekul yang lebih besar sehingga membran sel darah tidak mudah dimasukki oleh cairan yang ada di luar sel darah merah. Tabel 7 dan Ilustrasi 2 menunjukan kecenderungan perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%) memberikan hemolisis yang paling

38 rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, hal ini karena pemberian protein yang ada dalam ransum meningkat yang menyebabkan total protein yang ada didalam darah juga meningkat dan dialirkan salah satunya digunakan sebagai penyusun membran sel darah merah sehingga sel darah merah lebih kuat berada pada larutan yang hipertonis/hipotonis. Berbeda dengan perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%), perlakuan 1 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 15%) menunjukan kecenderungan hemolisis yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini karena pemberian protein yang ada dalam ransum lebih sedikit dibandingkan perlakuan 2, 3, dan 5 sehingga menyebabkan total protein yang ada dalam darah rendah dan dialirkan salah satunya digunakan sebagai penyusun membran sel darah merah, hal tersebut menyebabkan sel darah merah tidak dapat mempertahankan kerapuhannya dalam larutan isotonis dan terjadilah hemolisis. Membran plasma eritrosit bersifat permeable terhadap molekul air (H2O). Sel darah merah yang dimasukkan dalam larutan hipertonis akan mengalami krenasi (pengerutan) sel karena lebih banyak air yang keluar sel daripada yang masuk. Demikian sebaliknya, apabila eritrosit berada dalam lingkungan yang hipotonis, maka osmosis akan terjadi dari luar ke dalam sel yang akan menyebabkan sel akan menggembung. Apabila membran plasma tidak dapat menahan tekanan tinggi intrasel sebagai akibat dari tercapainya critical volume, maka sel akan pecah dan hemoglobin akan dilepaskan (Paleari dkk, 2008). Sel darah merah terdiri antara lain adalah eritrosit, sebagian besar eritrosit bersirkulasi dalam waktu yang terbatas dengan kisaran bervariasi dari 2-5 bulan pada hewan domestikasi dan tergantung spesies. Masa hidup eritosit unggas lebih pendek dari mamalia yaitu berumur 28 45 hari dan pada hewan umumnya kira-

39 kira 25 hingga 140 hari (Guyton, 1986), sehingga kebutuhan protein dan energy untuk pembentukan eritrosit dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk menghindari kekurangan eritrosit. Eritrosit dari hewan dewasa dibentuk didalam sumsum tulang belakang sedangkan pada waktu masih janin dihasilkan oleh hati, limpa, dan nodus limpatikus (R. D. Frandson, 1992). Menurut Guyton (1997) sel darah merah yang sudah mati dihancurkan di dalam hati. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fragilitas eritrosit secara fisiologi, menurut Swenson (2005) yaitu status nutrisi, temperatur lingkungan, dan genetik dapat memengaruhi fragilitas eritrosit. Status nutrisi memengaruhi komposisi penyusun membran eritrosit, seperti pendapat Tortora dan Graboeski (1993) bahwa penyusun eritrosit terdiri dari komponen fosfolipid, glikolipid, kolesterol, dan protein (glikoprotein), yang sangat tergantung pada status nutrisi yang dikonsumsi oleh hewan. Sementara itu Oyewale (1991) melaporkan bahwa hewan yang berada di lingkungan yang lebih panas mempunyai fragilitas eritrosit lebih rendah dari pada hewan yang hidup di daerah basah. Selanjutnya Oyewale, (1993) menyatakan bahwa penyimpanan darah pada refrigator dan penggunaan antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Aceticacid (EDTA) dapat meningkatkan fragilitas eritrosit. Guna mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap kerapuhan sel darah merah maka dilakukan analisis statistika menggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 5). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Fhit<0,05) artinya bahwa tingkat protein pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang sama. Akan tetapi kecenderungan untuk dapat mempertahankan kerapuhan sel darah merah yang baik dengan pemberian perlakuan 3 (Energi Metabolis 2750 k.kal/kg dan Protein 19%). Protein yang ada

40 di dalam membran sel darah merah meningkat akan tetapi karena penyusun sel darah merah terdiri dari lipid dan protein sehingga sel darah merah tidak dapat mempertahankan keutuhannya dengan maksimal.